Ekspresi Gaya Arsitektur Kolonial pada Desain Interior Gedung Lindeteves Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
Ekspresi gaya arsitektur kolonial pada desain interior Gedung Lindeteves Surabaya

GAYA DESAIN KOLONIAL BELANDA PADA INTERIOR GEREJA KATOLIK HATI KUDUS YESUS SURABAYA

2.2 Tinjauan Gaya Neo Klasik Eropa dan Indonesia Sejarah Gaya Arsitektur Neo Klasik

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KANTOR PELAYANAN PERBENDAHARAAN NEGARA KOTA MALANG

Elemen Pintu dan Jendela pada Stasiun Kereta Api Sidoarjo

BANGUNAN BALAI KOTA SURABYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Studi Tipologi Bangunan Pabrik Gula Krebet. Kawasan Pabrik gula yang berasal dari buku, data arsitek dan sumber-sumber lain

Karakteristik Spasial dan Visual Balai Kota Madiun (Eks Raadhuis te Madioen)

7.4 Avant Garde Avant Garde buka suatu aliran dalam seni lukis, melainkan gaya yang berkembang dalam dunia fashion serta bergerak ke desain grafis

BAB 4 KESIMPULAN. Universitas Indonesia. Bntuk dan..., Albertus Napitupulu, FIB UI, 2009

PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU JATIM (EKS SOERABAIASCH HANDELSBLAD)

BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Gaya Kolonial pada Rumah Tinggal Keluarga Ko Som Ien dan Ko Kwat Ie di Magelang

BAB I PENDAHULUAN. sejak berabad-abad silam dan beberapa diantaranya sekarang sudah menjadi aset

Desain Fasad Depan dan Ornamen pada Societeit Voor Officieren dan Stasiun KAI di Kota Cimahi

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KOLONIAL BELANDA RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

Karakter Visual Bangunan Stasiun Kereta Api Tanjung Priok

EGYPTIAN ARCHITECTURE

Architecture. Home Diary #008 / 2015

PENGARUH REVOLUSI INDUSTRI TERHADAP PERKEMBANGAN DESAIN MODERN. Didiek Prasetya M.Sn

Studi Gaya Desain Perabot Ruang Makan Restoran Bon Ami di Surabaya

Elemen Arsitektural pada Fasad Rumah Dinas Pabrik Gula Kremboong Sidoarjo

KARAKTER VISUAL FASADE BANGUNAN KOLONIAL BELANDA SDN DITOTRUNAN 1 LUMAJANG

KLINIK ULTRAMODERN Penulis : Imelda Anwar Fotografer : M. Ifran Nurdin

STUDI GAYA DESAIN PADA INTERIOR PUSAT KEBUDAYAAN PRANCIS (CCCL) DI SURABAYA

Perpaduan Unsur Arsitektur Islam dan Gaya Arsitektur Kolonial pada Masjid Cut Meutia Jakarta

PENDEKATAN DESAIN PENCAHAYAAN FASADE BANGUNAN BERSEJARAH

mereka sebagai satu-satunya masa yang membawa perubahan mendasar bagi umat manusia. Pengaruh masa lampau diperkuat oleh kenyataan bahwa Renaissance

Karakter Visual Bangunan Rumah Dinas Kolonial Belanda Pabrik Gula Jatiroto Lumajang

BAB 5 KESIMPULAN. 88 Universitas Indonesia. Gereja Koinonia..., Rinno Widianto, FIB UI, 2009

MEDIA MATRASAIN ISSN Volume 14, No.1, Maret Oleh:

Architecture. Modern Aesthetic. Neoclassic Style Teks: Widya Prawira Foto: Bambang Purwanto. Home Diary #009 / 2015

Natural Friendly Neoclassical Style. Architecture

Sirkulasi Bangunan Rumah Tinggal Kampung Kauman Kota Malang

PENDAHULUAN Latar Belakang Objek Latar Belakang Tema

KARAKTER SPASIAL DAN VISUAL PADA BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 BEKASI JAWA BARAT

KARAKTER VISUAL BANGUNAN STASIUN KERETA API JEMBER

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta

ELEMEN PEMBENTUK RUANG INTERIOR

LINDETEVES: SI KEMBAR DARI BELANDA

SINTESIS LANGGAM ARSITEKTUR KOLONIAL PADA GEDUNG RESTAURAN HALLO SURABAYA DI SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sampai tahun 1942 (Sidharta, 1987 dalam Samsudi) Menurut Muchlisiniyati Safeyah (2006) Arsitektur kolonial merupakan

Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.

MANAKALA GEDUNG BPI ITB UNJUK KEKUATAN

Pengaruh Gaya Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan Bersejarah di Kawasan Manado Kota Lama

Desain Interior Restoran 1914 Surabaya dengan konsep Kolonial Luxury

Perpaduan Budaya Pada Bangunan Gereja Kristen Jawi Wetan Wiyung Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penjajahan Belanda di Indonesia membawa pengaruh penting bagi aspek

H149 - ARSITEKTUR KOLONIAL PADA BANGUNAN RUMAH GUBERNUR JENDERAL VOC DI BENTENG ORANJE TERNATE

BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORERIKAL PENDEKATAN ARSITEKTUR ORGANIK PADA TATA RUANG LUAR DAN DALAM HOMESTAY DAN EKOWISATA SAWAH

Pengaruh Gaya Desain Gotik dan Kolonial Belanda Terhadap Efek Pencahayaan Alami pada Gereja Katolik Hati Kudus Yesus di Surabaya

PELESTARIAN BANGUNAN KANTOR POS BESAR SURABAYA

PERWUJUDAN BUDAYA INDIS PADA INTERIOR GEREJA KRISTEN JAWI WETAN MOJOWARNO

Gambar 5. 1 Citra ruang 1 Gambar 5. 2 Citra ruang 2 2. Lounge Lounge merupakan salah satu area dimana pengunjung dapat bersantai dan bersosialisasi de

Pengaruh Gaya Indis Pada Interior Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Surabaya

Grand Hotel Preanger dari Waktu ke Waktu,Sebuah Montase Sejarah

Art Nouveau. Ciri-ciri

ARSITEKTUR KOLONIAL RUMAH SAKIT DARMO DAN FAKTOR PERUBAHAN FUNGSI RUANG. Mega Anjasmara. Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Unud ABSTRAK

BAGIAN III ARSITEKTUR MODERN AWAL

JURNAL INTRA Vol. 1, No. 1, (2013) 1-8 1

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN. dinikmati oleh koloni-koloni Belanda yang pada masa itu ketika menjajah. yang diambil adalah Kolonial Belanda.

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN STASIUN KERETA API SOLO JEBRES

Rumah Tinggal Dengan Gaya Arsitektur Bali Modern Di Denpasar

ABSTRAK. Kata kunci: Pertemuan budaya, Mesjid Raya Cipaganti, Kolonial, Schoemaker. Universitas Kristen Maranatha

Kesimpulan dan Saran

Pengaruh Adaptasi Arsitektur Tropis pada Bangunan Kolonial di Koridor Jalan Blang Mee Samudera Pase

SEJARAH DESAIN. Evaluasi Materi Modul 1 s.d 7. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk

BAB III TINJAUAN KHUSUS

Arsitektur Modern Indonesia (1940-Abad 20) BY: Dian P.E Laksmiyanti, S.T, M.T

Fasilitas Ecomuseum Suku Dayak Kenyah Desa Pampang di Samarinda

Karakteristik Fasade Bangunan Kawasan Pasar Besar Kota Malang

BAB 5 HASIL RANCANGAN

Architecture. White Simplicity in. Neoclassic. Home 80 #006 / Diary

Masjid Cipari Garut, Masjid Berasitektur Mirip Gereja

Pelestarian Bangunan Kolonial Belanda Kantor Gubernur Jawa Timur (Gouverneur Kantoor Van Oost Java)

Teknis Menggambar Desain Interior

ESTETIKA BENTUK SEBAGAI PENDEKATAN SEMIOTIKA PADA PENELITIAN ARSITEKTUR

DOKUMENTASI GEDUNG SBM DAN BPI ITB

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

PELESTARIAN BANGUNAN KOLONIAL BELANDA DI JALAN PEMUDA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

DAFTAR ISI. Ciri neo gotik..., Anyari Indah Lestari, FIB UI, 2013

BAB III TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

ASPEK ARSITEKTUR KOLONIAL PADA DESAIN INTERIOR RESORT HOTEL DI AMBARAWA. Fitriana Nurhasanah Anung B Studyanto Ahmad Faizin

Elemen-Elemen Arsitektural Post Kantoor di Tanah Deli

II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG

MAKASSAR merupakan salah satu kota yang mengalami perkembangan pesat dalam berbagai bidang. meningkatkan jumlah pengunjung/wisatawan

PENGARUH BUDAYA INDIS PADA INTERIOR GEREJA PROTESTAN INDONESIA BARAT IMANUEL SEMARANG

Peninggalan Islam.

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN GEREJA BLENDUK (GPIB IMMANUEL) SEMARANG

TEORI UMUM DAN KONSEP RUANG DALAM. A. Teori Perancangan Ruang Dalam.

SUMBU POLA RUANG DALAM RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PECINAN KOTA BATU

BAB IV TINJAUAN KHUSUS

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

Bab IV Simulasi IV.1 Kerangka Simulasi

Transkripsi:

Juan Antonio Koeswandi/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (ejetu). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 43-48 Ekspresi Gaya Arsitektur Kolonial pada Desain Interior Gedung Lindeteves Surabaya Juan Antonio Koeswandi 1 1 Fakultas Teknik,Jurusan Arsitektur, Universitas Widya Kartika Jl. Sutorejo Prima Utara II/1, Surabaya 60113 Email: juan171995@yahoo.com ABSTRAK Gedung Lindeteves atau yang lebih dikenal sebagai Gedung Bank mandiri merupakan salah satu peninggalan arsitektur kolonial Belanda yang dibangun tahun 1913. Bangunan ini masih terlihat asli dan tidak mengalami banyak perubahan kecuali, fungsinya yang sekarang menjadi Bank Swasta. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh kolonial Belanda yang sedang berkembang di Jawa pada desain interior Lindeteves. Kata Kunci : Ekspresi Desain, Kolonial, Interior, Lindeteves ABSTRACT Building Lindeteves or better known as the Mandiri Bank Building is one of the heritage of Dutch colonial architecture that was built in 1913. This building still looks original and has not changed much, except that now the function change into the Private Bank. This study aims to find the influence of the Dutch colonial which developing in Java on Lindeteves interior design. Keywords: Expression Design, Colonial, Interior, Lindeteves Pendahuluan Masa penjajahan Belanda di Indonesia melahirkan gaya arsitektur yang dikenal dengan arsitektur kolonial. Iklim tropis Indonesia membuat arsitektur kolonial harus beradaptasi dengan iklim setempat. Adaptasi ini tidak hanya sebatas tampak / fasade bangunan, tetapi juga pada Interior Banguanan. Sebagian besar ciri khas arsitektur kolonial dapat dikenali dengan mudah dari fasad bangunan, tetapi sisi interior juga memilki beberapa ciri ciri khas. Pada kesempatan ini, penulis akan mengkaji lebih dalam tentang interior arsitektur kolonial pada Gedung Lindeteves, sebagai salah satu peninggalan arsitektur kolonial yang menarik sampai saat ini. Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk membuktikan apakah interior gedung Lindeteves mendapat pengaruh dari perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Pulau Jawa. Dan selain untuk membuktikan, penelitian ini juga mendiskripsikan tentang elemen elemen pembentuk ruang, yang terdiri atas dinding, lantai, dan plafonnya, elemen transisi, yang berupa pintu dan jendela sebagai penghubung ruang serta elemen pengisi ruang atau perabot. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang ciri interior kolonial pada kalangan akademis, maupun masyarakat luas. Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda Landasan Teori Helen Jessup dalam Sumalyo (1993) membagi periodisasi perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menjadi 4 bagian, yakni (1) Pada abad 16 sampai tahun 1800-an, Indonesia masih disebut Nederland Indische dibawah kekuasaan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Selama periode tersebut, arsitektur kolonial Belanda kehi-langan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda serta tidak mempunyai orientasi bentuk yang jelas. Bangunan-bangunan itu tidak diusahakan ber-adaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat; (2) Tahun 1800-an sampai tahun 1902, pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah pemerintahan Inggris yang singkat tahun 1811-1815, Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai Belanda dengan tujuan untuk memperkuat kedu-dukan ekonomi negeri Belanda. Pada abad ke 19, Belanda memperkuat statusnya sebagai kaum kolo-nialis dengan membangun gedung-gedung yang [43]

Hak Cipta oleh ejetu 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu berkesan grandeur (megah). Bangunan gedung dengan gaya megah ini dipinjamnya dari gaya arsi-tektur Neo-Klasik yang sebenarnya agak berlainan dengan gaya arsitektur nasional Belanda pada waktu itu; (3) Tahun 1902 sampai tahun 1920-an, kaum liberal di negeri Belanda memaksa politik Etis untuk diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu pemukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Adanya suasana tersebut, maka Indishce Architec-tuur menjadi terdesak dan hilang, sebagai gantinya muncul arsitektur yang berorientasi ke Belanda. Pada 20 tahun pertama inilah terlihat gaya arsitektur modern yang berorientasi ke negeri Belanda; (4) Tahun 1920 sampai 1940-an, muncul gerakan pembaharuan dalam arsitektur, baik nasional maupun internasional di Belanda yang kemudian mem-pengaruhi arsitektur kolonial di Indonesia. Hanya saja arsitektur baru itu kadang-kadang diikuti secara langsung, tetapi kadang-kadang juga memunculkan gaya yang disebut sebagai ekletisisme (gaya cam-puran). Pada masa tersebut muncullah beberapa arsitek Belanda yang memandang perlu untuk memberi ciri khas pada arsitektur Hindia Belanda. Mereka menggunakan kebudayaan arsitektur tradi-sional Indonesia sebagai sumber pengembangannya. Arsitektur selalu berkembang sejajar dengan perkembangan kota, walau periodisasi perkembangannya tidak selalu sama. Hal ini dimungkinkan karena perkembangan arsitektur mempunyai gaya atau style tersendiri yang tidak selalu sama dengan perkembangan kota (Handinoto, 1996:129). Menurut Handinoto (1996), kota Surabaya tumbuh sangat pesat setelah terbentuknya Gemeente Surabaya sebagai hasil dari undang-undang Desentralisasi pada tanggal 1 April 1906. Arsitektur di Surabaya pun berkembang pesat setelah tahun 1900 bersamaan dengan kedatangan para arsitek dari Belanda. Tahun 1870 1900. Antara tahun 1870 sampai tahun 1900-an, pengaruh arsitektur di negeri Belanda bisa dikatakan tidak berkembang di Hindia Belanda. Hal tersebut dikarenakan terisolasinya Hindia Belanda pada saat itu. Kehidupan di Jawa berbeda dengan cara hidup masyarakat di negeri Belanda, maka di Hindia Belanda kemudian terben-tuk gaya arsitektur tersendiri. Gaya tersebut dipelo-pori oleh Daendels yang datang ke Hindia Belanda (1808-1811). Gaya arsitektur bangunan yang didiri-kan oleh Daendels tidak terlepas dari kebudayaan induk yaitu Belanda, dikenal dengan sebutan The Indisch Empire dan ada pula yang menyebut dengan istilah The Dutch Colonial. Gaya tersebut adalah gaya arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra kolonial dan disesuai-kan dengan lingkungan lokal beserta iklim dan material yang tersedia pada waktu itu. Ciri-cirinya antara lain denah simetris, atap perisai, serambi depan dan belakang terbuka dan terdapat barisan kolom yang bergaya Yunani (doric), dinding tebal dan plafon tinggi sebagai bentuk penyesuaian terhadap iklim tropis di Indonesia, dan pintu masuk tinggi diapit sepasang atau lebih jendela krepyak yang besar. Sesudah tahun 1900. Perkembangan arsitektur di Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 berhubungan langsung dengan perkembangan arsitektur kolonial di Hindia Belanda. Kebangkitan kembali arsitektur Belanda dimulai dari seorang arsitek Neo-Gothik PJH. Cuypers (1827-1921), yang kemudian disusul oleh arsitek dari aliran Nieuwe Kunst HP. Berlage (1856-1927). Gerakan arsitektur Nieuwe Kunst (Art Nouveau gaya Belanda) inilah yang nantinya berkembang menjadi aliran arsitektur modern Belanda yang terkenal seperti The Amsterdam School dan aliran De Stijl. Perkembangan arsitektur kolonial Belanda di Indonesia memiliki ciri khusus yang tidak sama dengan arsitektur induknya di Belanda. Ide-ide arsitektur modern di Eropa ditransfer ke Indonesia dengan disesuaikan pada iklim dan lingkungan Indonesia. Penyesuaian tersebut berupa penggunaan gevel (gable) pada tampak depan bangunan, terdapat tower dan dormer, bangunan dibuat ramping (memudahkan cross ventilation) untuk aliran udara, banyaknya bukaan, terdapat galeri sepanjang bangunan untuk antisipasi hujan dan matahari yang sering disebut double gevel, bangunan menghadap ke utara-selatan untuk menghindari sinar matahari langsung. Selama periode ini, berkembang pula gaya lain seperti Art Nouveau, Art Deco, Art and Craft, dan De Stijl. Art Nouveau berkembang tahun 1890-1905 di Eropa Barat. Art Nouveau berasal dari nama sebuah galeri desain interior di Paris yang dibuka tahun 1896. Ciri-cirinya antara lain: (a) anti historis dan menampilkan gaya-gaya yang belum ada sebelumnya, (b) menggunakan bahan-bahan modern yaitu besi dan kaca warna-warni yang kemudian dikenal dengan nama stained glass, (c) elemen dekoratif mengguna-kan unsur alam dan bentuk organik yang diterapkan pada lantai, dinding, plafon, bahkan kolom dan railing tangga, (d) kolom berbentuk geometris dan didominasi bentuk garis kurva pada kolom dan ornamen lainnya, (e) lantai menggunakan material kayu yang kemudian ditutup oleh karpet dengan motif floral, (f) menggunakan perabot built-in sistem tanam pada dinding, juga mebel produk massal, dan (g) warnawarna yang digunakan adalah warna-warna pastel (Pile, 2003: 226-228). Awal mula gaya Art Deco berkembang pada tahun 1910 sampai tahun 1930. Gaya Art Deco merupakan adaptasi dari bentuk historism ke bentuk modern. Ciri-cirinya antara lain: (a) prohistoris, yaitu menggunakan benda-benda yang ada hubungannya dengan sejarah, (b) menggunakan bahan-bahan logam, kaca, cermin, kayu, dan [44]

Juan Antonio Koeswandi/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (ejetu). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 43-48 lain-lain, (c) mem-perlihatkan aspek seni berbentuk Cubism yang mengutamakan geometris dan streamline (terlihat langsing dan kurus), (d) lantai didominasi dengan bahan teraso, keramik sintetis, parquet dan karpet bermotif patra geometris dan diberi border, (e) bersudut tegas, (f) zig-zag atau berundak yang merupakan simbol dari dunia modern, dan (g) plafon ekspos balok kayu vertikal dan horizontal dengan detail pada pusat plafon. Gaya Art and Craft berawal dari pemikiran arsitek William Morris (1834-1896) yang melakukan reformasi desain untuk kembali ke pekerjaan tangan dan menggunakan material secara jujur dan terkendali. Adapun ciri-cirinya yaitu: (a) detail-detail interior yang diekspos mencerminkan penggunaan material secara jujur dan (b) menunjukkan artistik detail dekoratif (Pile, 2003:99). De Stjil merupakan gaya yang muncul dari gabungan seniman, arsitek dan desainer pada tahun 1917 sesudah gaya Art and Craft. Latar belakang munculnya gaya De Stijl mewakili semangat jaman dan reformasi seni untuk menciptakan hal baru yakni gaya internasional dalam semangat perdamaian dan keserasian (Pile, 2000:270). Pengikut gaya ini diantaranya Piet Mondrian, Theo Van Doesburg, dan Gerrit Rietveld yang merupakan desainer De Stijl yang paling terkenal dengan pahatan konstruksivisme dan perabot abstrak geometrisnya (Pile, 2003: 111). Secara keseluruhan, ciri-ciri gaya De Stijl yaitu dipengaruhi oleh bentuk kubisme, bentuk tiga dimensi abstrak geometris dengan adanya susunan diagonal, railing tangga dan balkon berbentuk pipa, menggunakan material modern, yaitu beton, baja, aluminium dan kaca, dan warna-warna primer, hitam dan putih (Pile, 2000: 270). Tahun 1920, Tahun ini merupakan tahun pemantapan bagi kekuasaan Belanda di Indonesia. Perkem-bangannya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu; Pertama, bentuk arsitektur yang berciri khas Indisch atau disebut gaya Indo-Eropa. Bentuk gaya ini merupakan penggabungan gaya lokal dengan arsitektur kolonial Belanda. Bentuknya mengambil dasar arsitektur tradisional setempat sebagai sumber-nya. Ciri-cirinya antara lain terdapat hiasan ukiran Jawa untuk elemen dekoratifnya, terdapat penye-suaian iklim setempat, contohnya berskala tinggi, ventilasi silang, terdapat galeri keliling, dan meng-gunakan pilar-pilar yang besar (Handinoto. 1996: 236). Kedua, aliran arsitektur modern. Gaya ini sepenuhnya berpusat ke Eropa dengan penyesuaian terhadap teknologi dan iklim setempat. Gaya ini disebut juga Nieuwe Bouwen yang merupakan penganut dari International Style. Adapun ciri-cirinya antara lain: penggunaan warna putih yang dominan, atap datar dan menggunakan gavel horizontal, volume bangunan berbentuk kubus, elemen dekoratif bangunan berbentuk prismatic geometric, bukan lagi hiasan ukir-ukiran yang rumit, skala bangunan lebih manusiawi, tidak terlalu tinggi, konsep ruang tidak kaku, dan sirkulasi lebih dinamis (Handinoto, 1996:237). Metode Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dekskriptif pada studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung terhadap obyek penelitian yaitu melakukan pengamatan terhadap arah hadap bangunan, fasade bangunan, bentuk bangunan, organisasi ruang, elemen pembentuk ruang, elemen transisi interior dan eksterior bangunan, serta elemen pengisi ruang. Pengumpulan data studi litelatur dilakukan dengan cara membaca, mencatat informasi dan teori teori tentang obyek penelitian maupun sejarah perkembangan arsitektur kolonial Belanda yang diperoleh dari internet maupun karya tulis dari para peneliti pendahulu, sehingga didapatkan sumber informasi yang mendukung pembahasan dan pemecahan masalah dalam karya tulis ini. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan latar belakang, hasil dan pembahasan pada perkembagan kolonial Belanda yang mempengaruhi desain interior Gedung Lindeteves Surabaya. Pembahasan Analisa kondisi fisik Gedung Lindeteves ini disusun dalam tahap Tampak bangunan serta elemen elemen interior bangunan yang meliputi : elemen pembentuk ruang, yang meliputi lantai, dinding, plafon, kolom, serta elemen transisi yang meliputi pintu dan jendela. Dan elemen perabot. Analisa Tampak Bangunan Tampak Gedung Lindeteves didominasi oleh pintu pintu dan jendela yang berukuran besar. Tampak juga atap berbentuk perisai digunakan oleh gedung kolonial Belanda ini. Hal ini sesuai dengan tipologi penyesuaian iklim Indonesia yang tropis sehingga menggunakan atap miring. Gedung ini juga menonjolkan bukaan bukaan pada atap yang menjadi ciri khas arsitektur kolonial. Bukaan atap tertutup dengan kaca mati untuk mengantisipasi hujan. Selain bukaan atap, gedung ini memiliki ciri khas yang sangat terkenal, yaitu menara jamnya yang tinggi. Menara ini telah menjadi Landmark; bagi lingkungan [45]

Hak Cipta oleh ejetu 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu sekitarnya. Secara keseluruhan, gedung ini berwarna putih sehingga tidak kontras terhadap lingkungan sekitar Gambar 1. Gedung Lindeteves Gambar 2. Bukaan Atap Lindeteves Secara keseluruhan Tampak Gedung Lindeteves ini menganut gaya The Dutch Colonial. Gaya tersebut adalah gaya arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa yang diterjemahkan secara bebas yang berkembang sebelum tahun 1900. Ciri cirinya denah simetris, atap perisai sebagai penyesuaian iklim tropis. Analisis Elemen-Elemen Interior Pada analisa interior, yang akan dibahas hanya sebagian Gedung saja, karena ada sebagian ruang ruang yang sudah berubah menjadi kantor dan bank. Dinding dinding pada gedung Lindeteves berwarna putih polos dan tanpa ornamen. Hal ini menunjukkan pengaruh gaya Nieuwe Bouwen yang anti ornamen. Pada teras menuju courtyard, tampak kolom kolom berjajar rapi dengan gaya dorik yang menjadi ciri arsitektur kolonial. Kolom dorik mempunyai lebih sedikit ornamen daripada kolom ionik dan corinthian. Di area teras ini tidak dipergunakan plafon tetapi menggunakan beton ekspos yang menjadi lantai pada tingkat dua bangunan. Gedung Lindeteves menerapkan pintu dan jendela berskala besar dan saling berhadapan. Sehingga dapat memungkinkan terjadinya ventilasi silang. Hal ini merupakan adaptasi desain yang diterapkan untuk bangunan di iklim tropis.kusen pintu dan jendela menampilkan unsur kayu dan memiliki kaca kaca mati pada pintu untuk pencahayaan alami ruangan. Meskipun banyak perabotan gedung ini yang tidak asli lagi, tetapi tetap ada sebagian yang masih kental akan nuansa kolonial Belanda. Misalnya lampu gantung di teras yang terlihat masih asli meskipun tidak [46]

Juan Antonio Koeswandi/e-Jurnal Eco-Teknologi UWIKA (ejetu). ISSN: 2301-850X. Vol. I, Issue 2, Oktober 2013 pp. 43-48 digunakan lagi, Meja meja dan laci yang terdapat di ruang tunggu bank dipadukan dengan warna warna pastel dari dinding sehingga terlihat menyatu dan bernuansa kolonial. Gambar 3. Kolom Dorik dengan teras alami dan Sistim Bukaan lebar Gambar 3. Contoh Perabot Kesimpulan Berdasarkan pengamatan diatas Gedung Lindeteves didominasi gaya kolonial Dutch Kolonial yang berkembang tahun 1900-an tepat dengan berdirinya gedung ini yaitu tahun 1913. Gaya kolonial ini terlihat jelas pada tampak bangunan dengan cat warna pastel, bukaan atap, dan menara jam. Namun dari sisi interior, gaya dutch kolonial ini tetap dipengaruhi namun lebih sedikit daripada tampak bangunan. Hal ini terjadi karena peralihan fungsinya yang dahulu sebagai pabrik baja, dan sekarang sebagai bank. Perubahan ini berimbas pada elemen perabot dan dekorasi yang banyak sudah lebih modern. Bentuk bentuk penyesuaian iklim tropis nampak pada pintu dan jendela yang berskala besar, bukaan bukaan pada ruangan yang saling berhadapan. Pemilihan warna pastel di dinding dan polos tanpa ornamen menguatkan ciri khas Dutch Colonial pada sisi interior Lindeteves. Daftar Pustaka [1]. Handinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya (1870-1940). Yogyakarta: Penerbit Andi [47]

Hak Cipta oleh ejetu 2013. Open Access at http://www.jurnal.widyakartika.ac.id/index.php/ejetu [2]. Wardani, Laksmi Kusuma. 2009. Gaya Desain Kolonial Belanda pada Interior Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Surabaya. Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya [3]. Walker, John. A. 1989. Design History and the History of Design. London: Pluto Press. [4]. Pile, John F. 2000. A History of Interior Design. London: Laurence King. [5]. Pile, John F. 2003. A History of Interior Design 3rd Edition. London: Pearson/prentice hall. [6]. Sumalyo, Yulianto. 1993. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [7]. Sumber foto : Dokumentasi pribadi (Juan, Oscar, James) 2013 [48]