BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Tiang Lampu Lalu Lintas Octagonal Tipe Flange. Tiang penerangan lampu jalan umum atau biasa disebut dengan tiang PJU berfungsi sebagai tiang lampu penerangan jalan. Tiang PJU mempunyai beberapa macam bentuk (bulat / pipa, hexagonal, octagonal, dll) tergantung fungsinya (lampu taman, lampu penerangan jalan, lampu traffic, lampu sorot, dll). Tiang lampu traffic / lampu lalu lintas yang terdapat di Indonesia biasanya menggunakan tiang bulat (pipa) / tiang beton (cor). Akan tetapi pemilihan tipe tiang lampu lalu lintas yang menggunakan octagonal sangat jarang sekali ditemukan. Tiang lampu lalu lintas octagonal ini pun terdapat beberapa tipe assembly, diantaranya adalah tipe flange, slip joint dan knock down. Dari masing-masing tipe mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun tipe flange dibandingkan dengan tipe lain memiliki kelebihan yang sangat berbeda dikarenakan panjang bentangan ornament yang cukup panjang dan beban yang akan ditumpu oleh ornament menggunakan assembly tipe flange. Namun ada pun kekurangan dari proses assembly tipe flange ini melewati banyak proses pengelasan dalam produksinya. Berikut ini adalah desain tiang lampu lalu lintas tipe flange (lihat gambar 2.1): 8
9 Gambar 2.1 Disain Tiang Lampu Lalu Lintas Octagonal Tipe Flange [2] 2.2 Welding Standard 2.3.1 Definisi Pengelasan Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan kontinu. Adapun jenis-jenis standar pengelasan terdapat pada gambar 2.2:
10 Gambar 2.2 Jenis-jenis pengelasan [6] 2.3.1 Jenis - Jenis Pengelasan Adapun beberapa jenis pengelasan standar, yaitu: 2.3.1.1 SMAW Dalam pengelasan ini, logam induk mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Elektroda yang dipakai berupa kawat las yang dibungkus dengan pelindung berupa fluks (lihat gambar 2.3).
11 Gambar 2.3 Schematic of SMAW Process [6] Gambar 2.4 Shielded Metal Arc Circuit Diagram [6]
12 Gambar 2.5 SMAW Electrode Holders [6] Tabel 2.1 Typical Ampereges Ranges for Selected SMAW Electrodes [6] Kelebihan dan keterbatasan proses pengelasan SMAW: Proses SMAW adalah salah satu dari proses-proses yang banyak dipakai, terutama untuk membuat lasan-lasan yang pendek dalam produksi, misalnya untuk
13 pekerjaan pemeliharaan dan reparasi, dan juga untuk pekerjaan konstruksi di lapangan. Keunggulan atau kelebihan proses pengelasan SMAW: 1. Peralatan sederhana, tidak mahal dan mudah dipindahkan. 2. Elektroda yang terbungkus flux dapat mengisi sebagai logam pengisi, dan sekaligus menyediakan pelindung terhadap pengaruh kontaminasi udara luar. 3. Tidak dibutuhkan gas pelindung dan serbuk flux. 4. Tidak terlalu sensitif terhadap tiupan angin seperti proses yang berpelindung gas. 5. Dapat dioperasikan di ruangan yang sempit & sulit. 6. Proses dapat dipakai untuk semua jenis logam dan paduan yang umum. Keterbatasan proses pengelasan SMAW: 1. Logam-logam yanag rendah suhu leburnya seperti timbal, timah dan seng tidak cocok dilas karena masukan panas cukup tinggi. 2. Tidak cocok untuk logam-logam yang reaktif seperti titanium, tantalum, zirkonium dan colombium, karena pelindung terhadp kontaminasi oksigen tidak cukup. 3. Elektroda yang menjadi pendek selama proses (setelah terbakar) akan menaikkan arus sampai melebihi batas, dan memanaskan elektroda sampai merusakkan pembungkusnya.
14 4. Siklus kerja juru las kecil. 2.3.1.1 GMAW GMAW dibagi 2 : 1. Metal Inert Gas : Gas pelindung berupa gas mulia Argon (Ar) atau helium (He). 2. Metal Active Gas: Gas pelindung berupa gas aktif (campuran), misal CO2. Perbedaan antara SMAW dan GMAW adalah pada pemakaian jenis pelindung Logam las. Pada SMAW berupa fluxs, sedangkan pada GMAW pelindung berupa Gas mulia atau gas aktif. GMAW ini selain dipakai untuk mengelas carbon steel juga sangat baik dipakai untuk mengelas baja tahan karat atau stainless steel, juga baik untuk Almunium (Al) dan titanium (Ti) (lihat gambar 2.6). Gambar 2.6 GMAW Electrode Holders [6]
15 Variabel yang baku harus diikuti dalam pengoperasian ialah: a. Ketentuan tentang para meter listrik. b. Ketentuan tentang kecepatan pengelasan dan kecepatan pengumpanan. c. Ketentuan tentang laju alir gas pelindung. Variabel-variabel yang baku harus di atur dalam setiap pelaksanaan proses ialah: 1. Arus pengelasan (selalu diatur bersama kecepatan pengumpanan). Arus pengelasan akan sangat mempengaruhi: a. kharakter las, b. laju pendepositan, c. bentuk dan ukuran las, dan d. penetrasi. Laju pendepositan akan naik dengan kenaikan arus. Kenaikan arus juga akan menambah kedalaman penetrasi, dan lebarnya maniklas. Dengan kenaikann arus yang akan menaikkan laju pendepositan perlu diimbangi dengan kenaikan kecepatan pengumpanan, oleh sebab itu kecepatan pengumpanan akan selalu linier dengan kenaikan arus.
16 2. Polaritas listrik. Pada GMAW sangat disyaratkan penggunaan arus rata polaritas balik (DCRP = DCEP), karena dengan polaritas ini arus akan: a. stabil, b. perindahan logam halus, c. percikan logam las cair kecil, d. sifat mekanis logam las baik, dan e. penetrasi cukup dalam. 3. Tegangan busur (berkaitan dengan panjang busur) Pada GMAW, jika tidak ada kerugian tegangan karena adanya kontak yang kurang baik pada penjepitan logam induk, variasi tegangan busur dalam pengelasan terjadi karena perubahan panjang dari elektroda yang keluar ( electrode extension atau electrode stick out ). Perubahan tegangan yang melebihi batas tertentu; misalnya tegangan terlalu tinggi, akan menyebabkan porositas, banyak spatter dan terjadinya takik-takik. Tegangan yang terlalu rendah akan mempersempit manik las namun penetrasi dalam. 4. Kecepatan pengelasan. Penetrasi maksimum akan terjadi pada kecepatan pengelasan yang optimal. Jika kecepatan penelasan diturunkan, akan menaikkan jumlah logam deposit pengisi
17 persatuan panjang. Jika Kecepatan pengelasan dinaikkan, maka panas yang dipindahkan pada setiap titik akan berkurang, dan akan mengurangi pencairan logam induk, membatasi penetrasi, dan mengurangi lebar manik las, dan ada tendensi terjadinya takik las. 5. extension of electrode. Jika elektroda yang keluar ini semakin panjang, maka akan menaikkan resistansi listrik dan suhunya. Oleh karena itu untuk mencairkan elektroda pada laju kecepatan yang diberikan panas busur akan lebih sedikit. 6. Orientasi elektroda. 7. Diameter elektroda. 8. Komposisi gas dan laju alirnya. 2.3.1.1 FCAW Proses yang menggunakan gas pelindung tambahan dioperasikan seperti pada proses GMAW dengan mesin las seperti yang dipakai untuk GMAW hanya berbeda pada mekanisme pengumpanan elektroda, karena elektroda yang berbentuk tubular dengan flux sebagai inti akan menjadi rusak jika dijepit oleh rol-rol pengumpan GMAW yang elektrodanya dari logam pejal, oleh sebab itu rol-rol pendorong pada FCAW dibuat beralur (lihat gambar 2.7).
18 Gambar 2.7 Schematic of FCAW Process [6] 2.3.1.1 GTAW Proses ini termasuk pengelasan mencair dimana sebagian logam induk mencair akibat pemanasan busur listrik. Pada proses ini juga menggunakan gas pelindung berupa gas mulia (Ar atau He). Ada perbedaan yang cukup nyata pada penggunaan material electroda. Pada GMAW dan SMAW electroda juga sebagai penyuplai logam las dan ikut mencair. Tapi pada GTAW/TIG electroda terbuat dari Tungsten (Wolfram) yang tidak ikut mencair, untuk menyupalai logam las diberikan secara manual. Proses GTAW kebanyakan dipakai untuk mengelas logam-logam baja tahan karat (stainless steel). Almunium dan titanium, karena logam-logam tersebut memerlukan perhatian khusus selama proses pengelasan (lihat gambar 2.8).
19 Gambar 2.8 Schematic of GTAW Process [6] 2.3.1.1 SAW Proses ini termasuk proses pengelasan busur api listrik elektroda terumpan, dengan pelindung serbuk flux. Proses yang semakin banyak dipakai dalam industri ini selain karena mutu hasil las yang cukup baik, kecepatan produksinya juga cukup tinggi. Meskipun baru dua posisi pengelasan yang dapat dilayani dengan proses ini, yaitu datar (1G) dan horizontal (2G), namun banyak juga dipergunakan dalam ereksi konstruksikonstruksi kapal dan pembuatan tangki penyimpan dilapangan. Dengan menggunakan elektroda yang berbentuk strip (pita logam), banyak dipergunakan untuk pengelasan pelapisan permukaan (surfacing).
20 Dalam pengoperasiannya, walaupun tidak dibutuhkan juru las yang berketerampilan seperti pada proses SMAW, namum operator las juga harus berkualifikasi, karena banyak parameter yang perlu dipersiapkan dengan ketelitian tertentu. Pada proses ini busur listrik yang memanaskan logam induk, flux dan ujung elektroda tejadi di elektroda dan logam induk, di bawah rendaman flux. Seperti halnya proses-proses elektroda terumpan lainnya, elektroda selain berfungsi sebagai pembangkit busur listrik juga akan tercairkan menjadi logam pengisi. Flux yang terbakar menjadi terak cair yang mengambang di atas kawah las cair, dan menimbulkan gas. Proses ini dilindungi oleh terak cair, gas dan sisa flux yang tidak mencair. Oleh karenanya proses ini tidak dipengaruhi oleh tiupan angin yang mungkin terjadi dipermukaan. Pada proses ini pengumpanan elektroda terjadi secara terus menerus, dilakukan secara mekanis dengan rol-rol pengumpan yang dapat diatur kecepatannya sesuai dengan keinginan, yang merupakan kecepatan pengumpanan (Feeding Speed). Kecepatan majunya proses (travel speed) dapat dilakukan dengan prosesnya yang bergerak maju atau logam kerjanya yang bergerak. Variabel-variabel pengoperasian ini diatur pada panel pengatur.
21 2.3 Pengertian Defect Welding Cacat las / defect welding adalah suatu keadaan hasil pengelasan dimana terjadi penurunan kualitas dari hasil lasan. Kualitas hasil lasan yang dimaksud adalah berupa turunnya kekuatan dibandingkan dengan kekuatan bahan dasar base metal, tidak baiknya performa / tampilan dari suatu hasil las atau dapat juga berupa terlalu tingginya kekuatan hasil lasan sehingga tidak sesuai dengan tuntutan kekuatan suatu konstruksi. Terjadinya cacat las ini akan mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan dan mengarah pada turunnya tingkat keselamatan kerja, baik keselamatan alat, pekerja, lingkungan dan perusahaan. Di samping itu juga secara ekonomi akan mengakibatkan melonjaknya biaya produksi dan akan mengakibatkan kerugian. Metode pengecekan pada hasil pengelasan pada tiang traffic octagonal sistem flange terdapat beberapa cara, yaitu secara visual, NDT (Penetrant Test) dan mengukur ketebalan hasil pengelasan menggunakan alat ukur welding gauge. Metode yang dilakukan akan dapat dianalisis sebagai defect welding yang terjadi. 2.3.1 Kategori Defect Welding Kategori defect welding dapat dilakukan diketahui dari hasil pengelasan secara visual dapat dilihat dari permukaan hasil pengelasan. Standar acuan terhadap pengecekan hasil pengelasan secara visual mengacu pada AWS D1.1 table 6.1. Kategori defect welding secara visual adalah sebagai berikut:
22 2.3.1.1 Slug Inclusion a. Definisi: Inclusion/ Inklusi adalah partikel kontaminan yang terperangkap dalam weld metal (lihat gambar 2.9). b. Penyebab: Partikel slag yang terperangkap adalah jenis yang paling umum dari inklusi. Permukaan tidak benar dibersihkan juga dapat berkontribusi inklusi. Gambar 2.9 Slug Inclusion [3] 2.3.1.2 Surface Slug a. Definisi: Kerak/kotoran yang menempel pada saat proses peleburan kawat las dan material.sehingga timbul kerak permukaan area las (lihat gambar 2.10). b. Penyebab: Kebersihan Permukaan area las dan Alat las (kawat las). Gambar 2.10 Surface Slug [3]
23 2.3.1.3 Cap Undercut Intermitent a. Definisi: Terjadi ketika logam dasar ditembus, atau dipotong tapi tanpa meninggalkan logam pengisi (lihat gambar 2.11). b. Penyebab: Hal ini biasanya terjadi ketika tukang las menggunakan sudut batang yang salah, terlalu cepat, atau menggunakan ampli yang terlalu panas. Gambar 2.11 Cup Undercut Intermitent [3] 2.3.1.4 Root Undercut Intermitent a. Definisi: Bagian material las yang berkurang dan membuat sudut cekungan akibat besaran ampere yang melebihi standar (lihat gambar 2.12). b. Penyebab: Pengaturan ampere yang terlalu tinggi melebihi standar. Gambar 2.12 Root Undercut Intermitent [3]
24 2.3.1.5 Porosity a. Definisi: seperti lubang cacing dalam lasan (lihat gambar 2.13). b. Penyebab: Ini diindikasikan disebabkan oleh kelembaban dalam fluks, yang berubah menjadi ledakan uap kecil, atau bahkan reaksi gas yang tersisa dalam baja yang terbentuk ketika proses pengelasan. Gambar 2.13 Porosity [3] 2.3.1.6 Lack of Fusion a. Definisi: Defect ini menggambarkan kondisi ketika weld metal tidak sepenuhnya mengisi sambungan weld, ada ruang antara weld metal dan parrent material atau antara weld bead di mana ada lack (lihat gambar 2.14). b. Penyebab: - Pengaruh dari persiapan lasan. - Teknik pengelasan yang kurang. - Ampere terlalu rendah. - Ampere terlalu tinggi. -Kecepatan pengelasan tinggi/terlalu cepat. -Root terlalu besar gap terlalu renggang/jauh.
25 Gambar 2.14 Lack of Fusion [3] 2.3.1.7 Lack of Sidewall Fusion a. Definisi: Hasil lasan tidak menyatu dengan sempurna/kurang fusi antara material lasan dan hasil lasan sebelumnya.tapi terjadi dibagian sisi/samping lasan (lihat gambar 2.15). b. Penyebab: Pada saat proses pengelasan,sudut busur/kawat las posisinya salah. Gambar 2.15 Lack of Sidewall Fusion [3] 2.3.1.8 Lack of Root Penetration a. Definisi: Di mana weld metal/ logam lasan tidak sepenuhnya mengisi joint welding. Biasanya kondisinya akan terdiri dari lasan dengan concave/cekung (bukan cembung) pada permukaan (lihat gambar 2.16).
26 b. Penyebab: Pada saat proses welding kawat las tidak terpenetrasi dengan sempurna. Gambar 2.16 Lack of Root Penetration [3] 2.3.1.9 Lack of Root Fusion a. Definisi: Terdapat di area Root, hasil lasan kurang/tidak memenuhi area las (lihat gambar 2.17). b. Penyebab: Kurangnya penetrasi saal proses Las (Root). Gambar 2.17 Lack of Root Fusion [3] 2.3.1.10 Arc Strike a. Definisi: Bintik-bintik keras di base metal yang di luar dari welding joint area (lihat gambar 2.18).
27 b. Penyebab: Di mana welder melakukan dengan sengaja membiarkan arc welding bersentuhan dengan base metal. Gambar 2.18 Arc Strike [3] 2.3.1.11 Burn Through a. Definisi: Panas Kawat las terlalu berlebihan sehingga, area sekitar lasan ikut terbakar dan menciptakan area yang berlubang (lihat gambar 2.19). b. Penyebab: Panas Kawat las terlalu berlebihan. Gambar 2.19 Burn Through [3]
28 2.3.1.12 Poor Stop / Start a. Definisi: Ketidaknormalan lasan akibat dari awal pengelasan dan akhir lasan (lihat gambar 2.20). b. Penyebab: Pada saat penggantian kawat las,antara alur las pertama dan alur las kedua tidak menyatu. Gambar 2.20 Poor Stop / Start [3] 2.3.1.13 Spatter a. Definisi: Globulas dari weld metal atau filler metal yang keluar menempel pada base material atau welding area (lihat gambar 2.21). b. Penyebab: Percikan dari kawat las saat bersentuhan dengan area material. Gambar 2.21 Spatter [3]
29 2.3.1.14 Longitudinal Crack a. Definisi: Retak memanjang pada area las (lihat gambar 2.22). b. Penyebab: - Gaya tarik menarik/distorsi benda setelah di Las. - Kandungan sulfur di matrial yang terlalu banyak. - Terkontaminasi Hidrogen saat proses las. Gambar 2.22 Longitudinal Crack [3] 2.3.1.15 Hydrogen Crack (Cold Crack) a. Definisi: Area las retak pada saat temperatur sudah dingin. Hidrogen crack terjadi terutama dalam grain strusture daerah HAZ (Heat Affected Zone), yang juga dikenal sebagai cold crack, underbead atau toe crack terletak sejajar ke fusion boundary dan biasanya merupakan kombinasi dari intergranular dan transganular cracking. Gaya tarik menarik/distorsi benda menyebabkan crack semakin menjalar/merambat menjauh dari fusion boundary (asal Crack/retak) (lihat gambar 2.23). b. Penyebab: - Kandungan hidrogen tinggi
30 - High Tensile Stress - Temperatur < 200 C - Gaya tarik menarik/distorsi benda setelah di Las. Gambar 2.23 Hydrogen Crack (Cold Crack) [3] 2.3.1.16 Solidification Crack (Hot Crack) a. Definisi: Cacat penyusutan karena terdapat gas di dalam lasan, ciri-cirinya seperti memiliki pori di dalam weld center (lihat gambar 2.24). b. Penyebab: Penyusutan karena terdapat gas di dalam lasan. Gambar 2.24 Solidification Crack (Hot Crack) [3]
31 2.3.1.17 Slug Inclusion a. Definisi: Inclusion/ Inklusi adalah partikel kontaminan yang terperangkap dalam weld metal (lihat gambar 2.25). b. Penyebab: Partikel slag yang terperangkap adalah jenis yang paling umum dari inklusi. Permukaan tidak benar dibersihkan juga dapat berkontribusi inklusi. Gambar 2.25 Slug Inclusion [3] 2.3.1.18 Surface Slug a. Definisi: Kerak/kotoran yang menempel pada saat proses peleburan kawat las dan material.sehingga timbul kerak permukaan area las (lihat gambar 2.26). b. Penyebab: Kebersihan Permukaan area las dan Alat las (kawat las). Gambar 2.26 Surface Slug [3]
32 2.3.1.19 Cap Undercut Intermitent a. Definisi: Terjadi ketika logam dasar ditembus, atau dipotong tapi tanpa meninggalkan logam pengisi (lihat gambar 2.27). b. Penyebab: Hal ini biasanya terjadi ketika tukang las menggunakan sudut batang yang salah, terlalu cepat, atau menggunakan ampli yang terlalu panas. Gambar 2.27 Cap Undercut Intermitent [3] 2.3.1.20 Root Undercut Intermitent a. Definisi: Bagian material las yang berkurang dan membuat sudut cekungan akibat besaran ampere yang melebihi standar (lihat gambar 2.28). b. Penyebab: Pengaturan ampere yang terlalu tinggi melebihi standar. Gambar 2.28 Root Undercut Intermitent [3]
33 2.4 Standar Pengecekan Hasil Pengelasan Metode pengecekan pada hasil pengelasan pada tiang lampu lalu lintas octagonal tipe flange terdapat beberapa cara, yaitu secara visual, NDT (Penetrant Test) dan pengecekan ketebalan hasil pengelasan menggunakan welding gauge. Metode yang dilakukan akan dapat dianalisis sebagai defect welding yang terjadi. 2.4.1. Metode Secara Visual. Metode pengecekan hasil pengelasan secara visual dapat dilakukan dan diketahui dari hasil pengelasan secara visual dapat dilihat dari permukaan hasil pengelasan. Standar acuan terhadap pengecekan hasil pengelasan secara visual mengacu pada AWS D1.1 table 6.1. tentang kategori defect welding. 2.4.2. Metode NDT (Penetrant Test). Pengujian tak rusak telah didefinisikan sebagai metode uji yang digunakan untuk menguji komponen untuk menilai kualitas tanpa merusaknya. A. Fungsi Penetrant Test. a. Digunakan untuk mencari retak, porositas dan cacat lainnya yang terbuka ke permukaan material. Retak kelelahan, Porositas, Pin lubang di las, Quench retak, Laps, Kurangnya fusi melanggar, Grinding retak jahitan permukaan. b. Dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua material yang diberikan yang permukaannya tidak sangat kasar atau keropos, seperti : logam, kaca, keramik, Karet dan Plastik
34 B. Kelebihan dan Kekurangan Penetrant Test. Adapun kelebihan & kekurangan penetrant test sebagai berikut: Kelebihan: 1. keterampilan operator Rendah.P 2. Permukaan besar dapat diperiksa dengan cepat dan dengan biaya rendah. 3. Portable, sederhana, murah dan mudah untuk menafsirkan. 4. Berlaku untuk bahan non besi. Kekurangan: 1. Mendeteksi hanya permukaan melanggar cacat. 2. Persiapan permukaan sangat penting sebagai kontaminan dapat menutupi cacat. 3. Tidak berlaku untuk bahan berpori. 4. Potensi bahan kimia berbahaya. C. Instruksi Kerja Penetrant Test. 1. Permukaan yang akan di penetrant harus bersih dari grease atau material - material asing ( pre Cleaning ) lihat lokasi pengujian (lihat gambar 2.29) dengan metode Solvent Removable Penetrant.
35 Gambar 2.29 Lokasi Pengujian Penetrant Test [5] 2. Semprotkan Penetrant pada permukaan sampai meraata, diamkan supaya penetrant berpenetrasi kedalam celah - celah cacat sesuai waktu dianjurkan oleh penetrant manufacture (sekitar 15 menit). 3. Semprotkan Cleaner pada kain bersih dan bersihkan bekas Penetrant Cleaning. 4. Semprotkan Developer secukupnya dengan jarak 20 cm - 25 cm hingga merata dan pembacaan cacat - cacat langsung dilakukan bersamaan pada saat developer kepermukaan las yang di test selama kurang lebih 10 menit (Developer). 5. Apabila ada cacat laminar dengan ukuran > 5 mm, pada pengelasan maka pengelasan harus di repair.
36 6. Bersihkan Developer dengan kain sampai tidak terbatas untuk mencegah timbulnya korosi akibat sisa Developer. 7. Pemeriksaan Dye Penetrant untuk cacat hasil pengelasan (Defect Welding) disesuaikan dengan standar AWS Spec. 2.4.3. Metode Alat Ukur Welding Gauge. Dalam penggunaannya, welding gauge ini mempunyai standar toleransi dalam pengukuran terhadap material. Adapun rumus standar toleransi dalam penggunaan welding gauge ini adalah 0,75 x t (tebal plate tertipis). Hasil dari perhitungan tersebut maka akan menjadi standar toleransi terhadap hasil penggunaan alat ukur welding gauge. Adapun contoh cara pengecekan ketebalan hasil pengelasan dengan menggunakan welding gauge terdapat pada hasil foto di bawah ini : Gambar 2.30 Checking Fillet Weld Size [4]
37 Gambar 2.31 Checking Weld Reinforcement [4]