BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian. LCPKS ini tidak dapat langsung dibuang ke perairan karena memiliki konsentrasi Chemical Oxygen Demand (COD) yang tinggi mencapai 50.000 mg/l, kandungan lemaknya mencapai 4000 mg/l dan total solid (TS) 40.500 mg/l (Ngan, 2000). Maka perlu dilakukan pengolahan terhadap LCPKS tersebut sebelum dapat dibuang ke perairan. Teknik pengolahan LCPKS pada umumnya menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi yaitu dengan sistem proses anaerobik dan aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik dialirkan ke bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair. Kemudian limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses pengolahan secara anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran oksigen (Tchobanoglous et al, 2003). Waktu tinggal limbah cair di dalam kolam anaerobik adalah selama 30 hari di mana proses anaerobik yang terjadi di dalam kolam dapat menurunkan kadar BOD dan COD limbah cair hingga 70 %.
Setelah pengolahan limbah cair secara anaerobik, kemudian dilakukan pengolahan dengan proses aerobik selama 15 hari (Dept. Pertanian, 2006). Teknik pengolahan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan kolamkolam penampungan saat ini dirasakan tidak efektif dan tidak ramah lingkungan. Karena lahan yang dibutuhkan untuk kolam-kolam penampungan dan pengolahan limbah tersebut cukup besar, selain itu proses tersebut melepaskan gas metan yang merupakan gas rumah kaca. Sehingga saat ini telah banyak dilakukan penelitian dan pengembangan proses yang bertujuan selain untuk mengolah LCPKS juga untuk memanfaatkannya. Novaviro Technology Sdn Bhd, suatu perusahaan Malaysia yang telah berpengalaman dalam perancangan pabrik biogas, telah mengembangkan proses pengolahan LCPKS dengan menggunakan tangki reaktor anaerobik. Pada proses ini, gas metan yang terbentuk dapat digunakan sebagai sumber energi bagi pabrik kelapa sawit. Proses pengolahan LCPKS yang dikembangkan oleh Novaviro Technology Sdn Bhd ini merupakan proses kontinu menggunakan Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) dengan waktu tinggal (Hydraulic Retention Time, HRT) selama 18 hari dan menggunakan sistem pengembalian sludge dengan waktu tinggal 2 hari dalam tangki sedimentasi (Novaviro, 2008). Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) juga mengembangkan metode pengolahan LCPKS secara anaerobik dengan menggunakan Reaktor Anaerobik Unggun Tetap (RANUT). Metode yang dikembangkan oleh PPKS ini menggunakan dua buah tangki penyimpanan LCPKS
segar dan dua tangki digester yang berisi bahan pendukung berupa potongan pipa plastik yang beralur, sebagai tempat menempelnya bakteri dan pengoperasian reaktor dilakukan pada suhu 26-28 o C (Dept. Pertanian, 2006). Saat ini Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LP3M) USU bekerja sama dengan Metawater Jepang juga sedang mengembangkan metode pemanfaatan dan pengolahan LCPKS. Metode yang dikembangkan untuk pemanfaatan LCPKS ini adalah dengan pengolahan anaerobik secara termofilik untuk memperoleh biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi. Sistem ini menggunakan digester berpengaduk dengan temperatur operasional 55 o C. Untuk menstabilkan alkalinitas dilakukan penambahan NaHCO 3 sebanyak 2,5 g/l LCPKS dan penambahan larutan logam FeCl 2 25 mg/l, NiCl 2 0,49 mg/l dan CoCl 2 0,42 mg/l LCPKS untuk meningkatkan produksi biogas. Dari pengolahan LCPKS yang dilakukan oleh LP3M USU ini biogas yang diperoleh pada HRT 6 adalah sebanyak 8,34 liter/ hari. (Irvan, 2009). Fatimah et al. (2011) telah melakukan fermentasi LCPKS secara anaerobik termofilik dengan HRT 6 hari dan sistem recycle. Pada penelitian tersebut digunakan trace metal Ni 0,49 mg/l, Co 0,42 mg/l dan Fe 25 mg/ l dan diperoleh biogas sebanyak 7-9 l/hari dan dengan sistem recycle diperoleh laju dekomposisi COD mencapai 85%. Pada proses pengolahan LCPKS yang dikembangkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LP3M) USU dan Metawater digunakan
beberapa larutan logam (trace metal) yaitu FeCl 2, NiCl 2, dan CoCl 2 yang berperan dalam proses pembentukan biogas. Menurut Zitomer dan Speece (2008) penambahan trace metal dapat meningkatkan produksi biogas dari 14% menjadi 50% pada pengolahan sampah kota, karena terjadi peningkatan penggunaan senyawa propionat dan asetat oleh mikroorganisme. Sedangkan penambahan trace metal Ni 15 mg/l dan Co 10 mg/l dapat meningkatkan efisiensi penurunan COD dari 44% menjadi 58% dan meningkatkan produksi biogas hingga diperoleh biogas 10 14,8 liter/ hari pada pengolahan molase (Espinosa et al, 1996). Mikronutrien seperti trace metal memang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses pengolahan limbah secara anerobik. Trace metal berperan sebagai kofaktor dalam enzim, misalnya seperti kobal dalam corronoid, nikel dalam F430, hidrogenase dan dehidrogenase karbon monoksida. Logam kobal dan nikel ini tidak dapat diganti dengan logam lain (Jiang, 2006). Trace metal diperlukan bagi mikroorganisme untuk pertumbuhannya, tetapi ketersediaannya secara alami di dalam limbah yang akan diolah sangat kecil sehingga tidak mencukupi untuk proses anaerobik yang optimal, maka perlu dilakukan penambahan agar proses fermentasi dapat berlangsung secara optimum. Walaupun trace metal bukan merupakan kebutuhan pokok pada proses anerobik tetapi keberadaannya dapat menstimulasi aktivitas bakteri metanogenik sehingga dapat meningkatkan produksi metan (Krongthamchat et al, 2006). Trace metal yang merupakan mikronutrien bagi mikroorganisme umumnya berupa logam-logam yang apabila keberadaanya pada konsentrasi yang tinggi dapat
berbahaya bagi makhluk hidup, sehingga walaupun keberadaanya dibutuhkan tapi penggunaanya tidak boleh berlebihan. Hal ini yang menjadi perhatian penulis untuk mengetahui bagaimana jika penggunaan trace metal dalam pengolahan LCPKS secara anaerobik termofilik dikurangi dan bagaimana pengaruhnya pada produksi biogas dari hasil pengolahan tersebut. Takashima et al, (2004) telah melakukan penelitian untuk menentukan kebutuhan minimum trace metal pada fermentasi glukosa secara termofilik. Berdasarkan penelitan yang mereka lakukan diketahui bahwa kebutuhan trace metal pada fermentasi tersebut adalah Fe 3,5 mg/l, Ni 0,40 mg/l, Co 0,45 mg/l dan Zn 2,0 mg/l. Qiang et al, (2011) juga telah meneliti kebutuhan minimum trace metal pada digester anaerobik dari limbah makanan secara mesofilik. Dari penelitian yang mereka lakukan diperoleh konsentrasi yang tepat untuk Fe/COD, Co/COD, dan Ni/COD yaitu 200 mg/kg.cod, 6,0 mg/kg.cod dan 5,7 mg/kg.cod. Dari metode yang dikembangkan oleh LP3M USU bekerjasama dengan Metawater, penambahan trace metal nikel dan kobal merupakan salah satu pendorong untuk pembentukan biogas yang optimum. Namun apabila proses pengolahan LCPKS tersebut diterapkan pada pabrik kelapa sawit (PKS) dengan kapasitas produksi 40 ton per jam maka kebutuhan trace metal yang digunakan untuk pengolahan limbah cairnya akan cukup besar. Bila suatu PKS mengolah 40 ton tandan buah segar per jam maka akan diperolah sekitar 30 ton LCPKS per jam. Jika diasumsikan waktu produksi selama 20 jam per hari maka jumlah LCPKS yang harus diolah sekitar 600
ton per hari. Sehingga berdasarkan metode yang dikembangkan oleh LP3M USU dan Metawater, untuk mengolah LCPKS tersebut dibutuhkan kurang lebih 294 g NiCl 2, 252 g CoCl 2, dan 5 kg FeCl 2 per hari. Sedangkan bila berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Espinosa maka diperlukan kurang lebih 9 kg Ni dan 6 kg Co untuk mengolah 600 ton LCPKS. Jika dibandingkan hasil penelitian LP3M USU dengan penelitian Espinosa selisih produksi biogas yang diperoleh tidak terlalu besar hanya sekitar 4 7 liter/ hari meskipun konsentrasi trace metal yang digunakan Espinosa 7 kali lebih besar dibandingkan yang digunakan oleh LP3M USU. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengetahui pengaruh pengurangan konsentrasi trace matal yang digunakan pada pengolahan LCPKS tersebut khususnya logam nikel dan kobal terhadap produksi biogas yang dihasilkan dari proses pengolahan LCPKS secara anaerobik termofilik karena kedua logam ini dapat menjadi racun bagi makhluk hidup jika terdapat dalam konsentrasi yang besar. Penulis mengadopsi metode yang dikembangkan oleh LP3M USU tersebut untuk melakukan penelitian ini. 1.2.Perumusan Masalah Nikel dan kobal merupakan trace metals yang dibutuhkan dalam fermentasi anaerobik termofilik, keberadaannya dapat meningkatkan produktivitas mikroorganisme khususnya bakteri metanogen. Ketersediaan nikel dan kobal dalam bentuk bebas di alam sangat kecil sehingga pada pengolahan limbah secara anaerobik perlu penambahan sejumlah logam nikel dan kobal untuk meningkatkan efisiensi
penurunan COD dari limbah dan meningkatkan produksi biogas hingga diperoleh hasil yang optimum. Tetapi penggunaan trace metal tersebut dalam konsentrasi yang besar dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan makhluk hidup, karena dapat menjadi racun bagi makhluk hidup termasuk manusia sehingga penggunaannya harus diminimalisasi. Untuk mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan trace metal yang berlebih maka pada penelitian ini dilakukan pengurangan nikel dan kobal dalam proses pengolahan LCPKS secara anaerobik termofilik dan ingin dilihat pengaruh pengurangan trace metal tersebut pada proses pengolahan LCPKS secara anaerobik termofilik terhadap nilai COD juga terhadap jumlah biogas yang dihasilkan dari proses tersebut. 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pengurangan trace metal nikel dan kobal pada proses pengolahan LCPKS secara anaerobik termofilik terhadap nilai COD pada LCPKS. 2. Mengetahui pengaruh pengurangan trace metal terhadap penguraian senyawa organik dalam proses pengolahan LCPKS. 3. Mengetahui pengaruh pengurangan trace metal terhadap produksi biogas.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini bagi industri dan masyarakat adalah: 1. Memberikan informasi untuk pengembangan produksi biogas secara optimum menggunakan metode fermentasi anaerobik termofilik. 2. Menyediakan informasi tentang penggunaan trace metal (nikel dan cobalt) dalam memproduksi biogas menggunakan fermentasi anaerobik termofilik. 1.5. Lingkup Penelitian Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang berasal dari pabrik kelapa sawit Adolina PTPN IV. Penelitian dilakukan dengan proses fermentasi anaerobik termofilik menggunakan fermentor jenis Continuous Strirred Tank Reactor (CSTR) dengan volume 2 liter dan temperatur fermentasi adalah 55 o C dengan pengadukan 100 200 rpm. Kondisi operasional pada penelitian ini adalah : - Temperatur : 55 o C - Volume substrat : 2 liter - HRT : 6 hari - ph : 6,5 7,8 - Konsentrasi nikel pada tahap loading up : 0,49 mg/l - Konsentrasi kobal pada tahap loading up : 0,42 mg/l - Konsentrasi nikel pada HRT 6 : 0,049; 0,008 mg/l - Konsentrasi kobal pada HRT 6 : 0,042; 0,007 mg/l
Parameter yang diukur adalah: - Produksi biogas. - M-Alkalinity. - ph - Kadar Total Solid (TS). - Kadar abu dan Volatile solid (VS). - Konsentrasi COD (Chemical Oxigen Demand) pada slurry. - Konsentrasi logam nikel dan kobal dalam slurry.