BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang mendasar atau bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang penyelenggaraannya

1.1 LATAR BELAKANG DAN DASAR PEMIKIRAN PETA KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

KAJIAN KETAHANAN PANGAN DAN KERAWANAN PANGAN DI PROVINSI BENGKULU. Assessment of Food Security and Food Insecurity in Bengkulu Province

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

Better Prepared And Ready to Help

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

UNIVERSITAS UDAYANA ANALISIS PEMANFAATAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA SASARAN (RTS) DI KABUPATEN BANGLI TAHUN 2015 ANINDITA ISTI RAMADHANI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai

Ikhtisar Pencapaian MDGs Provinsi Kepulauan Riau Menurut Jumlah Indikator

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi pada anak pra sekolah akan menimbulkan. perbaikan status gizi (Santoso dan Lies, 2004: 88).

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

Determinan Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Pada Wilayah Lahan Sub Optimal Di Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. Declaration and World Food Summit Plan of Action adalah food security

LATAR BELAKANG DAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Indonesia berarti aman, sentosa dan makmur. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena konsumsi makanan yang tidak seimbang, mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. bagi setiap manusia untuk tercukupi kebutuhannya. Pangan merupakan bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menurunkan prevalensi kurang gizi sesuai Deklarasi World Food Summit 1996

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA. P a r a d i g m a K e m i s k i n a n

BAB I PENDAHULUAN. sebagai: Ketahanan pangan terjadi apabila semua orang secara terus

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan antara asupan makanan dan penggunaan zat gizi. Bila tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini diarahkan untuk

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. GBHN, bahwa penduduk merupakan modal dasar pembangunan yang potensial. kualitas sumber daya manusia yang baik pula.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN STRATEGIS PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi lebih dapat terjadi pada semua tahap usia mulai dari anak -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengantar Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998, namun masalah kemiskinan, kerawanan pangan dan gizi masih cukup besar dan beragam antar provinsi dan kabupaten. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani World Food Summit (1996) dan Millenium Declaration (2000), terus menerus memperkuat upayanya untuk mencapai tujuan pertama dari Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari dan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya pada tahun 2015 (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Pada tahun 2003-2005, Dewan Ketahanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan provinsi dan kabupaten bekerja sama dengan World Food Programme (WFP) menyusun Peta Kerawanan Pangan Indonesia (Food Insecurity Atlas FIA) yang diluncurkan pada bulan Agustus tahun 2005. FIA 2005 tersebut menggambarkan pemeringkatan situasi ketahanan pangan pada 265 kabupaten di 30 provinsi. FIA diberi nama baru yakni Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan untuk memperjelas pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan tiga dimensi ketahanan pangan (ketersediaan, akses 1

2 dan pemanfaatan pangan) dalam semua kondisi bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Pertemuan puncak dunia tentang pangan (World Food Summit) tahun 1996 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi dimana semua manusia pada setiap saat memiliki akses terhadap makanan yang cukup, bergizi dan aman untuk menjaga kesehatan dan kehidupan yang aktif. Ketahanan pangan dibangun diatas tiga pilar utama yaitu 1) ketersediaan pangan merupakan jumlah pangan yang tersedia secara cukup dan konsisten dan berkelanjutan; 2) akses terhadap pangan yaitu adanya sumber pangan yang dapat diakses untuk memberikan pangan yang layak untuk diet yang bergizi dan 3) pemanfaatan pangan (konsumsi) yang tepat berdasarkan pengetahuan tentang nutrisi dan kesehatan, termasuk ketercukupan air dan sanitasi (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Secara garis besar pemanfaatan pangan di Indonesia pada tahun 2007, dilihat dari aspek-aspek pemanfaatan pangan, sebanyak 94% rumah tangga memiliki akses ke fasilitas kesehatan terdekat dengan jangkauan sekitar 5 km, sebanyak 21,08% rumah tangga tidak mempunyai akses terhadap air layak minum (sumur terlindung/sumur bor/mata air, air ledeng dan air hujan), rata-rata asupan energi harian adalah 2050 kkal, asupan protein sebesar 5,625 gr dan sebanyak 13% perempuan Indonesia buta huruf (Badan Pusat Statistik, 2007). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi gizi buruk nasional pada anak balita adalah 5,7% dan gizi kurang adalah 13,9%, sehingga total gizi kurang dan buruk (underweight) menjadi 19,6%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan pangan sangat penting (Balitbangkes, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rhemo Adiguno, dkk selama lima tahun terakhir (2008-2012) mengenai analisis akses pangan di Provinsi Sumatera

3 Utara menunjukkan bahwa situasi akses pangan masyarakat di provinsi tersebut pada tahun 2008 berada dalam kondisi akses pangan cukup rendah dengan nilai skoring komposit sebesar 3,99. Pada tahun 2009-2012 berada dalam kondisi akses pangan cukup tinggi dengan nilai skoring komposit sebesar 4,04 pada tahun 2009, sebesar 4,15 pada tahun 2010, sebesar 4,25 pada tahun 2011 dan sebesar 4,27 pada tahun 2012 (Adhiguno et al., 2013). Dari segi pemanfaatan pangan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abdul Halik pada tahun 2007 terhadap ketahanan pangan di Kabupaten Bone, menunjukkan bahwa dari keempat indikator aspek pemanfaatan pangan yang diamati ternyata semuanya menunjukkan berada pada rawan pangan (dengan nilai indeks rata-rata 0,49). Ini berarti bahwa meskipun tingkat ketersediaan bahan pangan dan akses masyarakat pedesaan terhadap bahan pangan cukup baik, namun dari segi pemanfaatan masih belum optimal, penyebabnya karena para ibu rumah tangga yang lebih berperan dalam hal pemanfaatan bahan pangan dalam rumah tangga belum memahami secara baik aspek pangan dan gizi sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan mereka (Halik, 2007). Pada Provinsi Bali, mengenai data pemanfaatan pangan, menurut SUSENAS tahun 2007, Provinsi Bali termasuk dalam tiga besar persentase perempuan yang buta huruf yakni 21%. Untuk cakupan rumah tangga dengan akses ke sumber air bersih sebesar 11,05% dan rumah tangga yang memiliki akses >5 km ke sarana fasilitas kesehatan sebesar 3,4% (Badan Pusat Statistik, 2007). Untuk status gizi balita, berdasarakan data pemantauan status gizi tahun 2010 prevalensi gizi kurang 1,99% dan gizi buruk sebanyak 0,31% (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD), 2014). Seperti di ketahui bahwa melek huruf perempuan terutama ibu dan pengasuh anak sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi, dan

4 menjadi hal yang sangat penting dalam pemanfaatan pangan. Studi di berbagai negara menunjukan bahwa tingkat pendidikan dan kesadaran ibu dapat menjelaskan situasi gizi anak-anak di negara-negara berkembang. Hal ini sudah terbukti secara global bahwa kekurangan gizi berkaitan erat dengan tingkat pendidikan ibu. Kemajuan pembangunan di masing-masing wilayah kabupaten atau kota sangat ditentukan oleh sumber dan potensi ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah. Kabupaten/kota yang kaya sumber atau potensi ekonomi akan memiliki peluang berkembang lebih cepat ketimbang kabupaten/kota yang tergolong daerah miskin. Misalnya Kabupaten Badung yang memiliki potensi besar dalam pengembangan kegiatan pariwisata, Kabupaten Gianyar yang memiliki potensi dalam kegiatan industri kecil, dan Kabupaten Tabanan di sektor pertanian. Sementara itu, Kabupaten Bangli memiliki sumber atau potensi ekonomi yang relatif terbatas sehingga akan menghambat laju pertumbuhan ekonominya. Pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bangli tumbuh dengan 5,84 persen per tahun. Pada tahun yang sama, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali mencapai 6,49 persen per tahun. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk miskin di Bangli masih cukup tinggi (BAPPEDA Provinsi Bali, 2013). Pada tahun 2014, jumlah rumah tangga miskin di Kabupaten Bangli sebesar 10.613 KK (BPMPD, 2014). Pada tiap kabupaten di Provinsi Bali, untuk aspek-aspek pemanfaatan pangannya, menurut FSVA yang berdasarkan data SUSENAS tahun 2007, untuk rumah tangga yang memiliki akses ke fasilitas kesehatan >5 km, kabupaten yang memiliki persentase tertinggi yaitu Kabupaten Karangasem (14,7%), Kabupaten Jembrana (11,4%), Kabupaten Tabanan (2,7%) dan Kabupaten Bangli (2,4%). Untuk rumah tangga tanpa akses ke sumber air bersih, kabupaten yang memiliki persentase tertinggi yaitu Kabupaten Karangasem (37,50%), Kabupaten Klungkung (26,18%)

5 dan Kabupaten Bangli (24,40%), dan untuk persentase perempuan buta huruf, kabupaten yang memiliki persentase tertinggi yaitu Kabupaten Karangasem (38,33%), Kabupaten Klungkung (28,61%) Kabupaten Gianyar (28,61%) dan Kabupaten Bangli (25,70%). Untuk persentase berat badan balita di bawah standar Kabupaten Karangasem (19,8%), Kabupaten Buleleng (14,9%), Kabupaten Klungkung (12,9%) Kabupaten Jembrana (12,4%) dan Kabupaten Bangli (11,7%) (Dewan Ketahanan Pangan, 2009). Untuk pemilihan kabupaten dalam penelitian ini, Kabupaten Bangli dipilih karena masuk kedalam lima besar kabupaten dengan masalah pemanfaatan pangan di tiap indikatornya. Dari uraian data diatas, maka penting untuk diteliti mengenai pemanfaatan pangan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian diatas dapat di rumuskan masalah : Bagaimanakah pemanfaatan pangan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli Tahun 2015?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pemanfaatan pangan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli Tahun 2015 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan >5 km pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli

6 2. Untuk mengetahui persentase rumah tangga yang tidak memiliki akses air bersih pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 3. Untuk mengetahui persentase perempuan buta huruf pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 4. Untuk mengetahui status gizi anak balita pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 5. Untuk mengetahui tingkat konsumsi pangan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 6. Untuk mengetahui persentase balita yang naik berat badan (N) dibandingkan jumlah balita ditimbang (D) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 7. Untuk mengetahui persentase persentase balita yang BGM dibandingkan Jumlah Balita ditimbang (D) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 8. Untuk mengetahui persentase balita yang tidak naik berat badannya dalam 2 kali penimbangan berturut-turut (2T) dibandingkan jumlah balita ditimbang (D) pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Melalui penelitian ini diharapkan tenaga kesehatan lebih mengetahui tentang ketahanan pangan khususnya tentang pemanfaatan pangan itu sendiri agar digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

7 1.4.2 Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pembedaharaan ilmu pengetahuan di bidang gizi kesehatan masyarakat tentang pemanfaatan pangan sebagai acuan penelitian selanjutnya yang lebih mendalam. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang Gizi Kesehatan Masyarakat, yang meneliti tentang pemanfaatan pangan pada Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kabupaten Bangli tahun 2015 terutama yang berkaitan dengan status gizi anak balita.