Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **)

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

ANALISIS KEBUTUHAN IRIGASI PADI BERDASARKAN METODE KP-01 DAN CROPWAT 8 SKRIPSI INDAH DWI SUKMA ANGGRAENI F

ANALISA KETERSEDIAAN AIR SAWAH TADAH HUJAN DI DESA MULIA SARI KECAMATAN MUARA TELANG KABUPATEN BANYUASIN

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

ANALISA KETERSEDIAAN AIR

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

KAJIAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL STANDAR PADA DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

TUGAS KELOMPOK REKAYASA IRIGASI I ARTIKEL/MAKALAH /JURNAL TENTANG KEBUTUHAN AIR IRIGASI, KETERSEDIAAN AIR IRIGASI, DAN POLA TANAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRAKTIKUM VIII PERENCANAAN IRIGASI

Lampiran 1.1 Data Curah Hujan 10 Tahun Terakhir Stasiun Patumbak

PERENCANAAN KEBUTUHAN AIR PADA AREAL IRIGASI BENDUNG WALAHAR. Universitas Gunadarma, Jakarta

Kata kunci: faktor penyesuai, evapotranspirasi, tomat, hidroponik, green house

DAFTAR ISI. 1.2 RUMUSAN MASALAH Error Bookmark not defined. 2.1 UMUM Error Bookmark not defined.

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG)

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BENDUNG MRICAN1

ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI SAWAH KABUPATEN KAMPAR

PRAKTIKUM RSDAL II PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL (ETo) DAN KEBUTUHAN AIR TANAMAN (ETCrop)

STUDI OPTIMASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI JATIROTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

Optimalisasi Pemanfaatan Sungai Polimaan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Irigasi

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

Tata cara perhitungan evapotranspirasi potensial dengan panci penguapan tipe A

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

JURUSAN TEKNIK & MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

ANALISIS KEBUTUHAN AIR SAWAH DAERAH SEKITAR PANEI TENGAH KABUPATEN SIMALUNGUN

PENGEMBANGAN PROGRAM ALOKASI AIR(PAA) BERBASIS OPEN OFFICE CALC. Arif Faisol 1), Indarto 2) :

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI (STUDI KASUS PADA DAERAH IRIGASI SUNGAI AIR KEBAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

STUDI KESEIMBANGAN AIR PADA DAERAH IRIGASI DELTA BRANTAS (SALURAN MANGETAN KANAL) UNTUK KEBUTUHAN IRIGASI DAN INDUSTRI

DAFTAR ISI. Halaman JUDUL PENGESAHAN PERSEMBAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lingkungan Masjid Al-Wasi i Universitas Lampung

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Air Tanaman 1. Topografi 2. Hidrologi 3. Klimatologi 4. Tekstur Tanah

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA EFISIENSI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TIMBANG DELI KABUPATEN DELI SERDANG

Matakuliah : S0462/IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun : 2005 Versi : 1. Pertemuan 2

Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 2012 BAB 3 PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR DAN KETERSEDIAAN AIR

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

STUDI POTENSI IRIGASI SEI KEPAYANG KABUPATEN ASAHAN M. FAKHRU ROZI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengelolaan Air Tanaman Jagung

ANALISIS PENENTUAN WAKTU TANAM PADA TANAMAN KACANG TANAH

Analisis Ketersediaan Air Sungai Talawaan Untuk Kebutuhan Irigasi Di Daerah Irigasi Talawaan Meras Dan Talawaan Atas

MODEL NERACA LENGAS LAHAN KERING : PENETAPAN KALENDER TANAM LAHAN KERING

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

ARBITEK ISSN : Jurnal Teknik Sipil & Arsitektur EISSN :

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

ANALISIS KETERSEDIAAN AIR PADA DAERAH IRIGASI BLANG KARAM KECAMATAN DARUSSALAM KEBUPATEN ACEH BESAR

BAB 6 OPTIMASI POLA PENGOPERASIAN BENDUNGAN CIBANTEN

Gambar 1. Daur Hidrologi

Analisis Ketersediaan Air terhadap Potensi Budidaya Kedelai (Glycine max (L) Merril) di Daerah Irigasi Siman

9/26/2016. Debit Andalan

Asep Sapei 1 dan Irma Kusmawati 2

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

Evapotranspirasi Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri

I. PENDAHULUAN. Hal 51

ANALISIS KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI BANGBAYANG UPTD SDAP LELES DINAS SUMBER DAYA AIR DAN PERTAMBANGAN KABUPATEN GARUT

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Irigasi Dan Bangunan Air. By: Cut Suciatina Silvia

ANALISIS KERENTANAN PRODUKTIVITAS KEDELAI (Glycine max (L.)merril) AKIBAT FLUKTUASI NERACA AIR LAHAN DAN DINAMIKA IKLIM DI KABUPATEN GORONTALO

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

STUDI OPTIMASI POLA TATA TANAM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN HASIL PRODUKSI PERTANIAN DI DAERAH IRIGASI PARSANGA KABUPATEN SUMENEP JURNAL ILMIAH

April 18, 18, Mei 18, 18, 18, 18, 18, Juni 18, 18, 18, 18, 18, 00 18, Juli 17, 17, 17, 17, Agustus 18, 00 18, 00 18, 00 18, 00 17, 17, September 17,

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR SUNGAI KESER UNTUK DAERAH IRIGASI NGASINAN MENGGUNAKAN PROGRAM LINIER

Dosen Pembimbing. Ir. Saptarita NIP :

Tata cara penghitungan evapotranspirasi tanaman acuan dengan metode Penman-Monteith

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR IRIGASI DAERAH IRIGASI TABABO

STUDI POLA PEMANFAATAN BENDUNG PEJENGKOLAN UNTUK KEBUTUHAN AIR IRIGASI

IV. PENGUAPAN (EVAPORATION)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

ANALISIS POTENSI ENERGI MATAHARI DI KALIMANTAN BARAT

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR DAERAH IRIGASI NAMU SIRA-SIRA

Pemodelan Sistem Kendali Irigasi Drip Untuk Budidaya Tanaman Kedelai Berbasis Analisis Evapotranspirasi Penman Monteith

STUDI PENINGKATAN KEUNTUNGAN MELALUI OPTIMASI SISTEM PEMBERIAN AIR DAERAH IRIGASI GEMBLENG KANAN DENGAN PROGRAM DINAMIK JURNAL

STUDI OPTIMASI PEMANFAATAN AIR WADUK LIDER DI KABUPATEN BANYUWANGI UNTUK IRIGASI

Faktor Teknis PLTMH 1. Beda Head 2. Perhitungan daya yang dihasilkan HASIL PENELITIAN

ANALISIS KEBUTUHAN AIR PADA DAERAH IRIGASI MEGANG TIKIP KABUPATEN MUSI RAWAS

ANALISIS ALIRAN AIR MELALUI BANGUNAN TALANG PADA DAERAH IRIGASI WALAHIR KECAMATAN BAYONGBONG KABUPATEN GARUT

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

Keywords: water supply, water demand, water balance,cropping

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Efisiensi Pemberian Air Pada Jaringan Irigasi Way Bini Kecamatan Waeapo Kabupaten Buru Provinsi Maluku

III. NERACA AIR 3.1. NERACA AIR WILAYAH PENDAHULUAN HUJAN. Tujuan Instruksional khusus: Mampu menjelaskan Neraca air di mintakat perakaran.

Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning)

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

Transkripsi:

PERBANDINGAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN IRIGASI PADI METODA DENGAN CROPWAT-8.0 (CALCULATION OF PADDY IRRIGATION REQUIREMENT RATIO ON WITH CROPWAT-8.0 METHOD) Oleh : I.D.S Anggraeni *), D.K. Kalsim **) Departement of Civil and Environmental Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Komunikasi penulis, email: indah_lelonk@yahoo.co.id; dkalsim@yahoo.com Naskah ini diterima pada 26 Maret 2013; revisi pada 16 April 2013; disetujui untuk dipublikasikan pada 23 April 2013 ABSTRACT Two different methods for determining irrigation water requirement for paddy, i.e. and CROPWAT- 8.0, are assessed. The purpose of this research was to analyse paddy irrigation requirement based on and CROPWAT-8.0 method. Those methods have different criterias to determine irrigation water requirement. That can be shown from parameters used such as reference crop evapotranspiration (ETo), effective rainfall, land preparation, crop coefficient and physical soil data. The average ETo value using KP- 01 was higher (123.6%) than that using Penman-Monteith method (CROPWAT-8.0). The ratio of effective rainfall percentage to CROPWAT-8.0 was 42.9%. Water requirement for land preparation using CROPWAT-8.0 was calculated from the water requirement during pre puddling and puddling, while used a method developed by Van de Goor and Zijlstra. Water requirement for land preparation using CROPWAT-8.0 method was larger than that using. Paddy irrigation water requirement using CROPWAT-8.0 calculation was generally lower than that of, because the difference of effective rainfall method. Key words: CROPWAT-8.0, Effective rainfall, ETo,, Paddy crop irrigation water requirements ABSTRAK Dua metoda berbeda perhitungan keperlan air irigasi tanaman padi yakni pedoman dalam Kriteria Perencanaan Irigasi Bagian Jaringan Irigasi KP01 dan CROPW AT-8.0 dikaji dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut terjadi pada parameter yang digunakan yakni evapotranspirasi tanaman acuan (ETo), hujan efektif, kebutuhan penyiapan lahan, koefisien tanaman, dan data fisika tanah. Rerata nilai ETo metoda lebih besar (123,6%) dari CROPWAT-8.0. Hujan efektif lebih kecil (42,9%) dari CROPWAT-8.0. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah pada CROPWAT-8.0 dihitung selama sebelum dan selama proses pelumpuran, sedangkan pada digunakan metoda Van de Goor dan Zijlstra. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dengan CROPWAT-8.0 lebih besar daripada. Keperluan air irigasi dengan CROPWAT-8.0 umumnya lebih kecil dari, disebabkan oleh perbedaan metoda hujan efektif. Kata kunci: CROPWAT-8.0, hujan efektif, ETo,, keperluan air irigasi padi Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013 15

I. PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, hewan dan tanaman. Pasok air cenderung menurun karena degradasi daerah aliran sungai (DAS), sedangkan kebutuhannya terus bertambah akibat dari pertambahan jumlah penduduk. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan sumber daya-air yang baik. Pada musim hujan air harus dapat disimpan dalam tanah atau dalam tampungan air (misal bendungan), dan dapat dimanfaatkan kembali pada musim kemarau. Pengelolaan air yang baik perlu dilakukan di bidang irigasi. Dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi sawah digunakan dua metode yang berbeda, yaitu metode yang didasarkan pada Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi () (Departemen Pekerjaan Umum, 1986) dan CROPWAT-8.0 (Allen R.G, et al, 1998). Kedua metode tersebut memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan kebutuhan air irigasi padi. Hal ini dapat dilihat dari parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungannya. Dengan adanya perbedaan parameter, maka besarnya kebutuhan air irigasi padi yang dihasilkan oleh kedua metode tersebut juga berbeda. Oleh sebab itu perlu dikaji parameter-parameter yang digunakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji perbedaan hasil perhitungan kebutuhan air irigasi tanaman padi dari kedua metoda tersebut. II. TINJAUAN PUSTAKA Evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) adalah kebutuhan konsumtif tanaman rumput-rumputan, berwarna hijau, tinggi sekitar 12 cm, tumbuh sehat, menutupi tanah dengan sempurna, pada kondisi air cukup (Doorenbos; Kassam, 1979). Pada penetapan nilai ETo menggunakan metode Penman Modifikasi, sedangkan pada CROPWAT-8.0 menggunakan metode Penman- Monteith. Nilai ETo yang dihasilkan dari metode Penman Modifikasi menghasilkan nilai perkiraan yang terlalu tinggi sehingga pada akhirnya dikembangkan metode Penman-Monteith yang hasilnya mendekati nilai setempat (Allen R.G. et.al. 1998). ETo diterapkan dalam dihitung menggunakan persamaan Penman Modifikasi FAO (, 1986), sebagai berikut: 1 Keterangan: c W (1-W) ea : Faktor pergantian kondisi cuaca akibat siang dan malam : Faktor pemberat yang mempengaruhi penyinaran matahari : Faktor pemberat sebagai pengaruh angin dan kelembaban : Tekanan uap jenuh, mbar RH : Kelembaban relatif, % ed : Tekanan uap nyata, mbar (ea-ed) : Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap nyata, mbar Rn : Radiasi penyinaran matahari, Rns-Rnl, mm/hari Rns Rnl : Radiasi netto gelombang pendek, Rs(1- α), mm/hari : Radiasi netto gelombang panjang 2,01 10 9.T 4 (0,34-0,44ed 0,5 ) (0,1+0,9n/N), mm/hari Rs : Radiasi gelombang pendek, (0,25+0,5(n/N))Ra, mm/hari α : Koefisien pemantulan (albedo), 0,25 n/n Ra : Rasio lama penyinaran matahari : Radiasi extraterestrial, mm/hari f(u) : Fungsi pengaruh angin, 0,27 (1+U 2/100), km/hari U 2 : Kecepatan angin di ketinggian 2 meter, km/jam Dalam CROPWAT-8.0, penetapan ETo menggunakan metode Penman-Monteith (Alen et al.,1998) yang diuraikan dengan persamaan: Keterangan: ET 0 Rn G : Evapotranspirasi acuan, mm/hari.. 2 :Radiasi netto pada permukaan tanaman, MJ/m 2 /hari : Fluks panas tanah, MJ/m 2 /hari T : Suhu harian rerata pada ketinggian 2 meter, 0 C U 2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter, m/det es : Tekanan uap jenuh, kpa 16 Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013

ea Δ γ : Tekanan uap aktual, kpa : Kurva kemiringan tekanan uap, kpa/ 0 C : Konstanta psycrometric, kpa/ 0 C Dalam simulasi perencanaan irigasi pada CROPWAT-8.0 menggunakan hujan andalan untuk menentukan besarnya hujan efektif. Sedangkan menggunakan kemungkinan hujan terpenuhi 80% (R 80) dengan memperhitungkan koefisien tanaman padi. R 80 ditentukan dengan tiga cara, yaitu pengeplotan data, pengurutan data dari nilai terbesar hingga terkecil dan dengan penggunaan software RAINBOW. menghitung kebutuhan untuk pengolahan tanah yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra pada tahun 1968 sebagai berikut: Keterangan: LP M 3 : Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah, mm/hari : Jumlah kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi M = Eo + P, mm/hari Eo : Evaporasi air terbuka 1,1xETo atau 1,2xETo, mm/hari P k T : Perkolasi, mm/hari : MT/S : Jangka waktu pengolahan tanah, hari S : Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm III. METODOLOGI PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian adalah data unsur cuaca yang terdiri dari suhu udara maksimum-minimum, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari dan curah hujan selama 10 tahun. Data iklim 10 stasiun selama 10 tahun, yaitu tahun 1980-1989 meliputi stasiun Darmaga (Bogor), Japura Rengat, Dabo Singkep, Beranti Tanjung Karang, Surabaya Maritim, Curug Tangerang, Solerejo, Sempor, Cilacap dan Semarang Maritim. Data tanah dan tanaman juga diperhitungkan sesuai dengan karakteristik jenis tanah dan tanaman. Data tanah yang digunakan kedua metode tersebut adalah tanah bertekstur lempung. Data tanaman yang dibutuhkan dalam CROPWAT- 8.0 meliputi koefisien tanaman, kedalaman perakaran, kedalaman pelumpuran, deplesi kritis dan faktor respon hasil. Pada hanya memperhitungkan besarnya koefisien tanaman sesuai dengan ketetapan FAO. Dalam menentukan kebutuhan konsumtif air tanaman dibutuhkan koefisien tanaman (Kc). Koefisien tanaman padi yang digunakan dalam CROPWAT-8.0 meliputi koefisien basah (K wet) dan koefisien kering (K dry). Setelah semua parameter yang dibutuhkan dalam kedua metode tersebut terpenuhi, maka dapat ditentukan besarnya kebutuhan air irigasi padi dari tahap pengolahan tanah hingga tahap panen. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Setelah dilakukan perhitungan ETo dari parameter-parameter yang dibutuhkan dalam metode Penman-Monteith dan Penman Modifikasi, maka didapatkan nilai ETo dari kedua metode tersebut. Nilai ETo yang dihasilkan pada CROPWAT-8.0 dan memiliki nilai yang berbeda dengan perbandingan persentase ETo Penman Modifikasi terhadap Penman-Monteith sebesar 123.6%. Perbandingan ETo Penman-Monteith dan Penman Modifikasi pada stasiun Darmaga dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan nilai ETo yang dihasilkan dari perhitungan 10 stasiun yang diamati, rata-rata nilai ETo yang dihitung berdasarkan metode Penman Modifikasi menghasilkan nilai yang lebih besar (123.6%) dibandingkan Penman-Monteith. Perbedaan hasil perhitungan ETo juga disebabkan oleh perbedaan penggunaan albedo pada kedua metode tersebut. Pada tanaman referensi rumput hijau, Penman- Monteith menggunakan nilai albedo 0.23 dan Penman Modifikasi menggunakan albedo 0.25. Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013 17

R80 (mm/bulan) ETo (mm/hari) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Penman-Monteith Penman Modifikasi Gambar 1 Perbandingan ETo Stasiun Darmaga (Bogor) Dari kedua metode tersebut, besarnya perkiraan nilai ETo yang didapat dari penggunaan data iklim yang sama menghasilkan nilai yang berbeda. 4.2. Perbandingan Hujan Efektif Peluang hujan terlewati 80% (R 80) yang didapat dari ketiga metode tersebut memiliki variasi nilai yang berbeda. Rata-rata R 80 yang didapat dari RAINBOW menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan pengeplotan data dan pengurutan data. Contoh perbandingan R 80 stasiun Darmaga dengan tiga metode tersebut terdapat pada Gambar 2. 400 350 300 250 200 150 100 50 0 R80 (mm/bulan) Plot Data R80 (mm/bulan) R80 (mm/bulan) RAINBOW Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Gambar 2 Perbandingan R80 Stasiun Darmaga Setelah didapatkan besarnya R 80, maka dapat ditentukan hujan efektif dengan memperhitungkan koefisien tanaman padi (0,7) sesuai dengan ketetapan. Diakui oleh salah satu penyusun bahwa angka 0,70 tidak didasarkan dari hasil penelitian, tapi berdasar pengalaman empiris dalam kebiasaan petani mengelola air di lahan sawah dan ketinggian pematang antara 10 sampai dengan 15 cm. Hujan efektif pada memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan hujan efektif pada CROPWAT-8.0, seperti contoh perbandingan hujan efektif pada stasiun Darmaga pada Gambar 3. Hal ini dikarenakan hujan efektif yang ditentukan dalam harus memperhitungkan koefisien hujan untuk tanaman padi dari peluang 18 Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013

Hujan Efektif (mm/bulan) hujan terlewati 80%. Hujan efektif pada CROPWAT-8.0 memperhitungkan besarnya kehilangan awal akibat intersepsi sesuai dengan ketetapan FAO. Hasil hujan efektif dengan hanya 42.9% dari hasil perhitungan hujan efektif dengan CROPWAT-8.0. 35 30 25 20 15 10 5 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Gambar 3 Perbandingan Re Stasiun Darmaga 4.3. Perbandingan Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah Pada waktu untuk pekerjaan pengolahan tanah adalah satu bulan dengan kondisi tanah lempung sehingga kebutuhan air yang diperlukan untuk penjenuhan dan pelumpuran adalah 200 mm ditambah lapisan air sebesar 50 mm. Jadi total kebutuhan air untuk penjenuhan, pelumpuran dan penggenangan adalah 250 mm. Jika lahan dibiarkan kering lebih dari 2.5 bulan, maka total air yang dibutuhkan menjadi 300 mm. Dengan mempertimbangkan tingkat perkolasi (1-3 mm/hari), evaporasi, kebutuhan air untuk penjenuhan dan jangka waktu pengolahan tanah, maka kebutuhan air untuk pengolahan tanah dapat ditentukan berdasarkan metode yang dikembangkan Van de Goor dan Zijlstra yang akan dihasilkan dalam satuan mm/hari. Air yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah pada CROPWAT-8.0 mempertimbangkan air yang dibutuhkan pada masa penjadwalan, prapelumpuran dan penjadwalan pelumpuran. Tingkat laju perkolasi maksimum tanah tidak tergenang adalah laju infiltrasi hujan maksimum pangkat 0.33. Laju infiltrasi hujan maksimum adalah 30 mm/hari, sehingga laju perkolasi maksimum yang terjadi setelah pelumpuran yaitu 3.1 mm/hari. Berdasarkan pengaturan waktu irigasi dan banyaknya air yang diirigasikan, maka jumlah air yang dibutuhan untuk pengolahan tanah dapat dihitung. Perbandingan total kebutuhan air untuk pengolahan tanah pada golongan 1, MT1 dan MT2 terdapat pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dari hasil tersebut dapat dilihat perbedaan kebutuhan air pengolahan tanah MT 1 dan MT2 pada golongan 1-4 dari 10 stasiun. Rata-rata kebutuhan air untuk pengolahan tanah yang dihasilkan CROPWAT-8.0 jumlahnya lebih besar dibanding. Hal ini dikarenakan CROPWAT-8.0 memperhitungkan kedalaman pelumpuran, waktu pemberian irigasi dan banyaknya air irigasi yang diberikan. Kebutuhan air pengolahan tanah golongan 1 MT1 stasiun Darmaga dalam dan CROPWAT-8.0 masing-masing sebesar 380,7 mm dan 297,7 mm, sedangkan MT2 kebutuhan air pengolahan tanah masing-masing sebesar 355,2 mm dan 228,6 mm. Persentase perbandingan air pengolahan tanah CROPWAT-8.0 terhadap golongan 2 MT1 dan MT2 adalah 154,7% dan 144,7%, golongan 3 MT1 dan MT2 adalah 169,9% dan 146%, golongan 4 MT1 dan MT2 adalah 124,9% dan 149,6%. Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013 19

Kebutuhan Irigasi Padi (mm) Kebutuhan Irigasi Padi (mm) 70 60 50 40 30 20 10 Gambar 4 Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan 1 MT1 Pada golongan 1 MT1 dan MT2, kebutuhan air untuk pengolahan tanah lebih besar dibandingkan CROPWAT-8.0. Perbandingan kebutuhan air pengolahan tanah terhadap CROPWAT-8.0 MT1 dan MT2 masing-masing sebesar 107,3% dan 149,6%. Hal ini dikarenakan jumlah air yang dibutuhkan untuk perkolasi, evaporasi, air untuk penjenuhan dan penggenangan cukup besar sehingga tidak tercukupi oleh hujan efektif. Dalam pemberian air irigasi untuk periode pengolahan tanah dilakukan setiap setengah bulanan, sehingga dalam satu bulan pemberian air dilakukan sebanyak dua kali. Kedalaman pelumpuran secara langsung tidak ditetapkan, tetapi pemberian air untuk penjenuhan telah ditetapkan, yaitu sebesar 200 mm dan 250 mm untuk tanah yang telah dibiarkan bera lebih dari 2,5 bulan. 60 50 40 30 20 10 Gambar 5 Kebutuhan Air Pengolahan Tanah Golongan 1 MT2 4.4. Perbandingan Data Tanah dan Tanaman Dalam perhitungan kebutuhan air irigasi padi, CROPWAT-8.0 memperhitungkan data tanah dan tanaman. Data tanah yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi padi baik CROPWAT-8.0 maupun mempergunakan data tanah umum, yaitu tanah lempung. Data tanaman yang dibutuhkan dalam CROPWAT-8.0 meliputi koefisien tanaman, kedalaman perakaran, kedalaman pelumpuran, air tersedia 20 Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013

Kebutuhan Irigasi Padi (mm) untuk tanaman dan faktor respon hasil sesuai dengan ketetapan yang terdapat pada panduan CROPWAT-8.0. Dalam menentukan ETc diperlukan data koefisien tanaman (Kc). Koefisien tanaman padi yang digunakan dalam CROPWAT-8.0 meliputi koefisien basah (K wet) dan koefisien kering (K dry) selama periode pertumbuhan tanaman, yaitu tahap awal, pertengahan musim dan tahap akhir. Hal ini dilakukan karena pada saat awal tanam, kondisi lahan tergenang oleh air sehingga K wet yang berperan dalam kondisi ini, sedangkan K dry digunakan pada saat tanah kering tidak tergenang oleh air. Dalam CROPWAT-8.0 periode waktu yang dibutuhkan tanaman selama masa pertumbuhan, yaitu pembibitan 30 hari, tahap awal 20 hari, perkembangan 25 hari, pertengahan musim 20 hari dan tahap akhir 20 hari, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari periode pembibitan hingga panen adalah 115 hari. Pada periode waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah satu bulan, tahap vegetatif satu bulan, tahap generatif (pembungaan) satu bulan, tahap pengisian biji dan pematangan selama satu bulan, sehingga total waktunya adalah empat bulan. Faktor-faktor dari parameter inilah yang menyebabkan besarnya kebutuhan air irigasi padi berbeda, selain dipengaruhi kebutuhan konsumtif tanaman dan hujan efektif yang terjadi. 4.5. Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi Dalam pelaksanaanya perhitungan kebutuhan air irigasi padi yang didasarkan pada dibuat dengan menggunakan program excel sesuai dengan parameter yang dibutuhkan. Kebutuhan air irigasi padi yang didapat dari CROPWAT-8.0 didasarkan pada data iklim, data tanah dan tanaman. Perbandingan parameter yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air irigasi padi dengan kedua metode tersebut telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Perhitungan kebutuhan air irigasi padi dari data iklim 10 stasiun dilakukan untuk melihat perbedaan kebutuhan air irigasi padi antara KP- 01 dan CROPWAT-8.0. Contoh perhitungan tersebut dimulai dari tahap awal hingga tahap akhir dari golongan 1-4 pada MT 1 dan MT2. Perbandingan kebutuhan air irigasi padi dari tahap awal hingga tahap akhir golongan 4 MT1 dan MT2 dari kedua metode tersebut terdapat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Dari hasil perhitungan CROPWAT-8.0, air irigasi padi yang dibutuhkan umumnya jauh lebih rendah dari. Hal ini disebabkan karena hujan efektif yang terjadi telah memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga permintaan kebutuhan air menjadi lebih sedikit dibandingkan kebutuhan air pada. Faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu adanya periode pemberian irigasi yang dilakukan setiap setengah bulanan. Pada metode, untuk mengganti kehilangan air akibat kebutuhan konsumtif tanaman, perkolasi dan penggenangan, sehingga air yang dibutuhkan untuk irigasi padi dari tahap awal hingga tahap akhir menjadi lebih banyak dibandingkan dengan CROPWAT-8.0. 70 60 50 40 30 20 10 Gambar 6 Kebutuhan air irigasi padi Golongan 4 MT1. Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013 21

Kebutuhan Irigasi Padi (mm) 80 60 40 20 Gambar 7 Kebutuhan air irigasi padi Golongan 4 MT2 Contoh perhitungan kebutuhan air irigasi padi sawah pada stasiun Dabo Singkep golongan 4 MT1 dan MT2. Pada MT1 air irigasi yang dibutuhkan untuk tahap awal, perkembangan, pertengahan musim dan tahap akhir pada CROPWAT-8.0 masing-masing 83,4 mm; 0 mm; 20.3 mm; dan 60 mm. Pada air yang dibutuhkan untuk masa vegetatif, generatif (pembungaan), dan pengisian biji (pematangan) masing-masing sebesar 175,1 mm; 208,9 mm dan 108,9 mm. Total air yang dibutuhkan untuk irigasi padi sawah pada CROPWAT-8.0 dan adalah 163,7 mm dan 492,9 mm. Dengan metode CROPWAT-8.0 pada MT2, air irigasi yang dibutuhkan dari tahap awal hingga akhir periode penanaman masing-masing sebesar 0 mm. Pada air yang dibutuhkan untuk masa vegetatif, generatif (pembungaan), dan pengisian biji (pematangan) masing-masing sebesar 122,1 mm; 163,7 mm dan 81,3 mm. Total air yang dibutuhkan untuk irigasi padi sawah pada CROPWAT-8.0 dan adalah 0 mm dan 367 mm. Persentase perbandingan air irigasi padi CROPWAT-8.0 terhadap golongan 4 MT1 dan MT2 adalah 24,6% dan 12,3%. V. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kebutuhan air irigasi padi yang dihitung dengan menggunakan metode lebih besar dibandingkan dengan CROPWAT-8.0. Parameter yang mempengaruhi kebutuhan air irigasi padi pada dan CROPWAT- 8.0, yaitu evapotranspirasi tanaman acuan, hujan efektif, air pengolahan tanah dan air irigasi padi dari tahap awal hingga tahap akhir. 2. Persentase perbandingan evapotranspirasi tanaman acuan Penman Modifikasi dalam KP- 01 terhadap Penman-Monteith dalam CROPWAT-8.0 adalah 123,6%, sedangkan hujan efektif dengan adalah 42,9% dari hasil perhitungan hujan efektif dengan CROPWAT-8.0. 3. Kebutuhan air pengolahan tanah golongan 1 MT1 stasiun Darmaga pada dan CROPWAT-8.0 masing-masing sebesar 380,7 mm dan 297,7 mm, sedangkan MT2 kebutuhan air pengolahan tanah masingmasing 355,2 mm dan 228,6 mm. Persentase air pengolahan tanah terhadap CROPWAT-8.0 golongan 1 MT1 dan MT2 masing-masing 107,3% dan 135,6%. 4. Total kebutuhan air irigasi padi dari tahap awal hingga akhir golongan 4 stasiun Dabo Singkep pada CROPWAT-8.0 dan adalah 163,7 mm dan 492,9 mm, sedangkan MT2 total kebutuhan air irigasi masingmasing 0 mm dan 367 mm. Persentase air irigasi padi tahap awal hingga tahap akhir CROPWAT-8.0 terhadap golongan 4 MT1 dan MT2 adalah 24,6% dan 12,3%. 5. Banyaknya kebutuhan air irigasi padi pada lebih besar dibandingkan CROPWAT- 8.0 disebabkan hujan efektif yang ditentukan dengan metode nilainya lebih rendah dibandingkan CROPWAT-8.0. Faktor lain yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu adanya pemberian air irigasi setiap setengah bulanan yang mencakup kebutuhan konsumtif tanaman, perkolasi dan penggenangan 22 Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013

sehingga air yang butuhkan menjadi lebih banyak. 6. Perlu dilakukan penelitian terbaru di Indonesia mengenai kebutuhan air untuk penyiapan lahan, mengingat penelitian Van de Gorr and Zijlstra dilakukan tahun 1968 kondisinya sudah berubah. Perlu juga dilakukan penelitian tentang Hujan Efektif. DAFTAR PUSTAKA Allen R. G. Pereira L.S., Raes D. and Smith M.1998. Crop evapotranspiration: Guidelines for Computing Crop Water Requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper 56. Rome, Italy. Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi-Kriteria Perencanaan 01. Jakarta: Badan Penerbitan Departemen Pekerjaan Umum. Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Standar Perencanaan Irigasi-Kriteria Perencanaan 03. Jakarta: Badan Penerbitan Departemen Pekerjaan Umum. Doorenbos J, Kassam.1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper 33. Rome, Italy. Kassam A, Smith M. 2001. FAO Methodologies on Crop Water Use and Crop Water Productivity. Paper No CWP-M07. Rome, Italy. Raes D. 2009. The ETo Calculator: Evapotranspiration from a Reference Surface. Rome: FAO of the United Nation Land and Water Division. Jurnal Irigasi Vol.8, No.1, Mei 2013 23