BAB I PENDAHULUAN. Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekuasaan kehakiman yang independen merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1945), di dalam Pembukaan alinea pertama menyatakan bahwa sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

Presiden, DPR, dan BPK.

PENDAHULUAN ABSTRAK. Pengadilan Negeri Gorontalo. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terhadap penerapan Pasal 56 KUHAP tentang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari uraian hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis,

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

PEMECATAN PRAJURIT TNI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

I. PENDAHULUAN. persamaan perlakuan (equal treatment). Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tangga itu. Biasanya, pelaku berasal dari orang-orang terdekat yang dikenal

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama didepan hukum atau disebut juga dengan asas Equality

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem peradilan hukum di Indonesia dibedakan menjadi empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan Umum (Sipil) dan Peradilan tata usaha negara, peradilan agama dan peradilan militer (Khusus). Pengadilan Umum atau Pengadilan sipil adalah pengadilan yang menyelesaikan perkara warga sipil. Pengadilan sipil di Indonesia pada umumnya berada dalam lingkungan peradilan umum. Sementara pengadilan khusus terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan PTUN dan Pengadilan Agama. Dalam hal ini yang akan kita bahas adalah Pengadilan Militer. Pengadilan militer adalah pengadilan yang menyelesaikan perkara anggota militer atau tentara (TNI) yang berkaitan dengan tugas atau kedudukannya sebagai anggota angkatan perang. Pengadilan Militer Dasar hukum pengadilan militer adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang kekuasaan kehakiman dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 i tentang Peradilan Militer. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan

2 bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Dalam pelaksanaannya peradilan militer dijalankan oleh pengadilan militer, yakni pengadilan yang merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata. Pengadilan dalam peradilan militer terdiri atas pengadilan militer, pengadilan militer tinggi, pengadilan militer utama, dan pengadilan militer pertempuran. Susunan organisasi dan prosedur pengadilan-pengadilan tersebut didasarkan pada peraturan pemerintah. Puncak kekuasaan kehakiman dan pembinaan teknis pengadilan dalam lingkungan peradilan militer adalah Mahkamah Agung. Proses pemeriksaan sampai di jatuhkannya vonis dalam persidangan di pengadilan baik di pengadilan umum atau pun di pengadilan militer, terdakwa mempunyai hak untuk di dampingi oleh penasihat hukum karena di persidangan tersebut hakim wajib menerapkan asas praduga tidak bersalah bagi setiap terdakwa. hak-hak terdakwa dalam hal ini untuk mendapatkan pembelaan di lingkunga peradilan sangat dijunjung tinggi. Seperti yang di atur dalam KUHAP (Pasal 69) bahwa tersangka berhak menghubungi penasihat hukum nya sejak di tangkap atau di tahan pada semua tingkatan pemeriksaan menurut tata cara yang di tentukan dalam UU ini 1. Begitu pula dalam KUHPM UU No 31 Tahun 1997 (pasal 215 Ayat 1) bahwa untuk kepentingan pembelaan perkara tersangka atau terdakwa 1 Soesilo R, 1997, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Politeia, Bogor.

3 berhak mendapat bantuan hukum di semua tingkatan pemeriksaan 2. Sehingga jalannya persidangan mulai dari pemeriksaan sampai vonis dapat berjalan sesuai dengan keinginan kedua belah pihak, yaitu terciptanya keadilan. Sehingga peranan penasihat hukum sangat penting bagi jalanya persidangan baik persidangan umum atau pun persidangan yang sifatnya khusus. Tetapi pemberian bantuan hukum penasihat hukum juga harus menjunjung tinggi pengertian bahwa Majelis Hakim adalah sebagai pemimpin persidangan yang independen dan bebas intervensi dari pihak-pihak manapun dan tidak dapat di intimidasi atas putusan-putusanya. Dalam penelitian ini, saya akan menyoroti tentang ketentuan bantuan hukum di lingkungan militer yang mengacu pada KUHAP, Undang-undang Peradilan Militer No 31 Tahun 1997, Undang-undang no 18 tahun 2003 tentang Advokad dan Bantuan Hukum. Ketentuan umum UU No18 tahun 2003 tentang advokad (Pasal1Ayat1) advokad adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi syarat berdasarkan ketentuan UU ini (ayat 2) jasa hukum di berikan advokad berupa memberikan konsultasi hukum bantuan hukum menjalankan kuasa mewakili mendampingi membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan klien. Ketentuan umum di UU bantuan hukum No 16 tahun 2011 (pasal 1 Ayat 1) bantuan hukum adalah jasa hukum yang di berikan secara cuma-cuma kepada penerima 2, November 2006, Undang-undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997, Sinar Grafika, Jakarta.

4 bantuan hukum. Ayat 2 penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Ayat 3 pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan UU ini. Intinya pemberian bantuan hukum baik di pengadilan umum ataupun di pengadilan militer sama, yang membedakan hanyalah lingkungan peradilanya dan kewenangannya. Pemberian bantuan hukum dan Penasehat Hukum di lingkungan militer diatur dalam Surat Putusan Pangab tentang Petunjuk Pelaksanaan 3. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah proses pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan militer? b. Apakah ada pengaruh kepangkatan dengan proses pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan militer? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari Penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana proses pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan militer. 3 Portal, 2012, Pengadilan Militer II/09 Bandung.

5 b. Untuk mengetahui pengaruh kepangkatan dengan proses pemberian bantuan hukum di lingkungan peradilan militer. D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah: a. Teoritis : hasil penulisan sekripsi ini berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk ilmu hukum militer. b. Praktis: menambah wawasan untuk penulis dan pembaca, sehingga dapat di jadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. E. KEASLIAN PENELITIAN Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulis hukum skripsi ini merupakan hasi karya asli penulis, bukan merupakan plagiasi dari karya penulis lain. Jika ternyata ada penulis hukum sejenis maka penulis hukum ini merupakan pelengkap dari penulisan hukum sejenis. Berikut ini penulis memaparkan beberapa contoh sekripsi yang obyek nya hampir sama atau bahkan sejenis yaitu tentang hukum militer: 1.Skripsi yang ditulis oleh: Bangkit Suko Mukti. a. Berjudul Pengaruh Kepangkatan Penasihat Hukum Yang Lebih Tinggi Dari Majelis Hakim Terhadap Independensi Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara Di Lingkungan Peradilan Militer.

6 b. Rumusan masalahnya yaitu: Apakah ada pengaruh pangkat penasihat hukum yang lebih tinggi dari majelis hakim terhadap independensi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara di lingkungan peradilan militer? c. Hasil penelitian atau kesimpulanya adalah: Berdasarkan penelitian tersebut bahwa kepangkatan penasihat hukum yang lebih tinggi dari pada majelis hakim tidak berpengaruh terhadap independensi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara di lingkungan peradilan militer, hal ini terlihat dari putusan majelis hakim yang tidak jauh berbeda dari tuntutan oditur militer, meskipun penasihat hukum berpangkat lebih tinggi dari majelis hakim melakukan pembelaan-pembelaan di depan majelis hakim di dalam persidangan. Hakim militer tetap berpedoman dan berpegang pada pendirianya sebagai penegak hukum yaitu tidak berpengaruh oleh pihak lain termasuk penasihat hukum terkait perkara yang diperiksa atau diputus olehnya. 2.Skripsi yang ditulis oleh: Albertus Roni Santoso a. Berjudul Optimalisasi Pemberian Bantuan Hukum dalam Perkara Pidana di Lingkungan Peradilan Militer. b. Rumusan masalahnya adalah: 1) Bagaimanakah proses pemberian bantuan hukum bagi seorang anggota militer yang diajukan ke peradilan militer?

7 2) Apakah peranan penasihat hukum yang memberikan bantuan hukum bagi anggota militer yang diajukan tersebut baik dalam proses pemeriksaan di tingkat pendahuluan maupun dalam proses pemeriksaan di tingkat pengadilan? c. Kesimpulan dari penelitian: 1) Proses pemberian bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa di peradilan militer ada beberapa perbedaan dengan perbedaan dengan proses pemberian bantuan hukum di lingkunga peradilan umum berkaitan dengan penasihat hukum yang memberikan bantuan hukum. dalam hal prajurit TNI menggunakan bantuan hukum dari luar dinas, maka prajurit TNI terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan dari PAPERA/ANKUM melalui instansi hukum TNI yang bersangkutan. Dalam hal PAPERA/ANKUM menerima surat permintaan bantuan hukum atau penasihat hukum dari mahkamah militer, maka PAPERA/ANKUM menunjuk seorang atau lebih penasihat hukum atau memintanya dari instasi hukum TNI yang bersangkutan untuk mendampingi terdakwa. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa dalam perkara pidana di mahkamah militer II/11 yogyakarta sebagian besar di berikan ketika memasuki tahap pemeriksaan di persidangan walaupun pada tahap pemeriksaan pendahuluan sudah di tawari kepada tersangka/terdakwa apakah menghendaki didampingi oleh penasihat hukum/pengacara.

8 2) Dalam proses pemeriksaan terdakwa/tersangka di persidangan dalam lingkup peradilan militer, penasihat hukum militer berperan sangat penting sama seperti dalam peradilan umum terutama dalam hal pemberian bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa apalagi bila mengingat kondisi dari tersangka/terdakwa apalagi bila mengingat kondisi dari tersangka/terdakwa yang notabene prajurit TNI yang sebagian besar kurang mengetahui tentang hukum termasuk untuk mendapat haknya dalam hal bantuan hukum. Peranan penasihat hukum antara lain: a) Karena penasihat hukum militer adalah orang yang memberi kuasa secara khusus dari klienya, maka segala yang dilakukan oleh penasihatan hukum dalam beracara di persidangan militer adalah mewakili dari klienya sebagai pemberi kuasa. b) Membantu tersangka/terdakwa sebagai pendamping dalam proses pemeriksaan perkaranya di setiap tahap pemeriksaan. c) Penasihat hukum militer berperan sebagai partner hakim dan oditur militer dalam mencari kebenaran dengan menghindarkan akan terjadinya kesewenag-wenangan dari aparat penyidik bagi di tahap pendahuluan maupun pada tahap pemeriksaan di pengadilan militer. 3. Skripsi yang ditulis oleh: Veronica Ari Herawati. a. Dengan judul Kedudukan Penasihat Hukum di Peradilan Militer.

9 b. Rumusan masalahnya: Sejauh mana perbedaan yang terdapat pada penasihat hukum dalam praktik peradilan militer dengan peradilan pidana umum? c. Hasil penelitian: 1) Penyelesaian kasus pidana di lingkungan peradilan militer untuk mendapatkan penasihat hukum lebih sulit jika di banding dengan peradilan umum. Hal ini disebabkan karena jumlah penasihat hukum militer sangat terbatas karena dalam praktik penasihat hukum di lingkungan militer juga seorang militer yang menguasai hukum pidana sedangkan pada lingkungan peradilan umum jumlah penasihat hukum lebih banyak. 2) Proses untuk mendapatkan penasihat hukum di peradilan umum terdakwa di beri kebebasan untuk memilih sendiri penasihat hukumnya, sedangkan pada peradilan militer terdakwa telah di sediakan penasihat hukum yang di ajukan oleh mahkamah militer melalui kadiskumnya. 3) Untuk didampingi penasihan hukum sipil, terdakwa harus mengeluarkan biaya sendiri untuk penasihat hukumya, sedang pada peradilan militer terdakwa tidak memerlukan biaya untuk penasihat hukum nya karena sudah disediakan oleh satuan hukum masingmasing, kecuali untuk biaya administrasi.

10 3. Skripsi yang ditulis oleh: Arta Ulia Br Sembiring a) Judul skripsinya Kemerdekaan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam hubunganya dengan kebebasan pers yang membentuk opini publik. b) Rumusan masalah nya: Bagaimana hakim menjalankan hak dan kemerdekaannya sehingga putusanya tidak terpengaruh oleh kebebasan pers yang membentuk opini publik? c) Kesimpulanya: Bahwa hakim dalam mengadili dan memeriksa suatu perkara di pengadilan harus berpegang pada teguh pada independensinya sebagai hakim sebagaimana telah diatur dalam undang-undang yaitu mengacu pada hukum acara yang berlaku pada kitab undang-undang hukum acara pidana, mengacu pada pedoman perilaku dan kode etik hakim, memperhatikan asas-asas pembuktian dalam acara pidana, selain dari pada apa yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan, diharapkan pula hakim mempunyai tanggung jawab moral yaitu berupa tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan harus dapat membentengi dirinya dari pengaruhpengaruh dari luar atau pihak ketiga dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara agar sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

11 F. BATASAN KONSEP Untuk memfokuskan permasalahan dan mengingat adanya keterbatasan waktu, biaya, data, serta pengetahuan penulis maka penelitian ini terbatas pada judul skripi ini yaitu proses pemberian bantuan hukum dalam persidangan perkara bagi seorang anggota militer di Pengadilan II/11 Yogyakarta, KUHAP dan Undang-undang Nomer 31 Tahun 1997 Undang-undang Peradilan Militer. 1. Proses Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. 2. Bantuan Hukum Bantuan Hukum merupakan upaya untuk membatu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. 3. Perkara pidana Perkara Pidana adalah hal urusan yang harus dikerjakan dan sebagainya pokok pembicaraan, persoalan, perselisihan dan sebagainya peristiwa, kejadian, perbuatan, pelanggaran pidana, perselisihan tentang hal mengenai dan sebagainya. 4 4 Kamus besar Bahasa Indonesia, hlm 161.

12 4. Anggota militer Anggota Militer adalah seseorang yang oleh undang-undang diberi tugas menjaga kedaulatan negara dan diberi kepercayaan memegang senjata. 5. Pengadilan militer ll/11 Yogyakarta Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata untuk menegakkan hukum dan peradilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara yang ada di wilayah Yogyakarta. 6. KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah kitab yang mengatur tata cara dalam beracara di pengadilan umum 7. Undang-undang Nomer 31 Tahun 1997 Undang-undang Peradilan Militer Undang-undang Nomer 31 Tahun 1997 Undang-undang Peradilan Militer adalah pedoman yang mengatur tentang tata cara dalam proses beracara di peradilan militer.

13 G. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Peneltian ini merupakan penelitian hukumyang bersifat normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma dan penelitian hukum beserta tinjauan pustaka, serta diperlengkap dengan wawancara dari narasumber di Peradilan Militer 11/ll Yogyakarta. Selain itu, dalam penelitian ini juga memerlukan data sekunder sebagai bahan utama, sedangkan data primer sebagai penunjang. 2. Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Data sekunder yang terdiri dari : 1). Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, berupa: a. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) b. Undang-undang Nomer 31 Tahun 1997 Undang-undang Peradilan Militer 2). Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari: a. Buku-buku literature b. Artikel c. Hasil penelitian d. Karya ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini.

14 3. Metode pengumpulan data; a. Studi Kepustakaan: Cara ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan cara mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, majalah, artikel dan pendapat-pendapat hukum yang sesuai dengan permasalahan penelitian. b. Wawancara : Wawancara merupakan bentuk komunikasi secara langsung antara peneliti dengan nara sumber untuk memperoleh informasi tentang apa yang menjadi masalah dalam penelitian ini. 4. Metode analisis data; Metode analisis data ini digunakan untuk mengolah dan menganalisis hasil penelitian. Sehingga dapat menemukan jawaban masalah penelitian ini. 5. Proses berfikir Penarikan kesimpulan tersebut digunakan proses pemikiran diduktif atau penalaran.

15 H. SISTEMATIKA PENELITIAN a) BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian. b) BAB II : PEMBAHASAN TINJAUAN TERHADAP PROSES PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA BAGI SEORANG MILITER DI PENGADILAN MILITER II/11 YOGYAKARTA Bab pembahasan ini dimulai dengan menjelaskan mengenai pemberian bantuan hukum bagi anggota militer di Pengadilan Militer sesuai dengan Undang-undang Nomer 31 Tahun 1997 Undang-undang Peradilan Militer. Akhir pembahasan menguraikan tinjauan terhadap proses pemberian bantuan hukum dalam persidangan di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta yang melibatkan Anggota Grup 2 KOPASSUS Kandang Menjangan Sukoharjo dalam kasus penyerangan di Lapas Cebongan Sleman DIY. c) BAB III : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis setelah melakukan penelitian hukum sebagai jawaban dari permasalahan.