BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI

ARAH PENGEMBANGAN MATERI KURIKULUM : Program Pendidikan Sarjana (S-1) BK Program Pendidikan Profesi Konselor (PPK)

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya, sebab pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membuat. daya perasaan (emosional), menuju ke arah tabiat manusia.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Marliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alam dan juga

KISI KISI UKG 2015 GURU BK/KONSELOR

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan dalam menyerap ilmu dalam jumlah yang banyak.

PEMETAAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN KONSELING DI PROVINSI BENGKULU. Oleh: Rita Sinthia, Anni Suprapti dan Mona Ardina.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

2015 PROGRAM PENINGKATAN KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING BERDASARKAN HASIL ANALISIS KINERJA PROFESIONAL

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. meningkatkan pendidikan nasional ternyata masih banyak yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Serta kini telah diterapkan kurikulum baru

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tugas Negara yang amat penting. pembukaan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, yaitu untuk

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

I. PENDAHULUAN. dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL TAHUN 2012 BIDANG STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME

BAB I PENDAHULUAN. lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan optimal. 1

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman post modern manusia cenderung mengalami

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TK

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari tiga definisi yaitu secara luas, sempit dan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI AWAL (UKA) GURU BIMBINGAN DAN KONSELING TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BIMBINGAN DAN KONSELING DAN PENELUSURAN MINAT DI SMP DALAM KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUHUAN. A. Latar Belakang Masalah. UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

PROGRAM PELATIHAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL KONSELOR DI SEKOLAH. Heriyanti

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Pendidikan sudah dapat

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UJI KOMPETENSI GURU

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengertian pendidikan menurut Undang-undang Sistem Pendidikan

2014 PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH D AN PENGARUHNYA TERHAD AP KINERJA MENGAJAR GURU D I SMK SMIP YPPT BAND UNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan undangundangdasar

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan sumber daya manusia (human resources development) untuk

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

Oleh: DR.DADANG JUANDI, S.Pd.,M.Si. PENDIDIKAN MATEMATIKA FPMIPA UPI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan konseling merupakan bagian penting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan selalu diarahkan untuk pengembengkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. mungkin proses belajar mengajar akan berhasil dengan lancar dan baik.

BAB II KAJIAN TEORI. industri. Istilah kinerja berasal dari kata Job performance (prestasi kerja). Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyandang predikat guru professional. Hal tersebut tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh: Ilfiandra, M.Pd. Mubiar Agustin, M.Pd. Ipah Saripah, M.Pd.

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurlela, 2015

TUGAS PERKEMBANGAN SISWA VISI DAN MISI BIMBINGAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. potensi kreatif dan tanggung jawab kehidupan, termasuk tujuan pribadinya. 1

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. bidang instruksional dan kurikuler, dan bidang pembinaan siswa (bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam dunia pendidikan, karena tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Selain itu juga bimbingan dan konseling dalam pendidikan merupakan konsekuensi logis dari upaya pendidikan itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat pada tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mengharuskan semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Bimbingan dan konseling berperan penting dalam memantapkan proses pendidikan, karena bimbingan dan konseling dalam kinerjanya juga berkaitan dengan upaya mewujudkan pengembangan potensi diri seperti yang diungkapkan oleh Sukardi (2008:21) : Bimbingan dan konseling dalam kinerjanya juga berkaitan dengan upaya mewujudkan pengembangan potensi diri peserta untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (seperti yang diamanatkan pada Pasal 1 Ayat (1) ).

2 Kutipan tersebut sejalan dengan tujuan bimbingan dan konseling, yaitu membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahaptahap perkembangan dan predisposisi yang dimiliki serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya (Prayitno, 2004:114). Dengan demikian jelas bahwa bimbingan dan konseling sangat berperan penting dalam mewujudkan proses pendidikan yang maksimal untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Untuk mencapai tujuan bimbingan dan konseling, konselor dituntut agar dapat meningkatkan kompetensi dirinya sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan peningkatan kompetensi, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling akan efektif, mencapai tujuan yang optimal dan konseli yang dibimbing dapat merasakan manfaat pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Hal tersebut senada dengan pendapat Surya (2009:60-61) dan Yusuf (2007:38) yang menyatakan bahwa kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Konselor yang lemah fisiknya, lemah kemampuan intelektualnya, sensitif emosinya, kurang memiliki kemampuan dalam berhubungan sosial, dan kurang memahami nilainilai moral maka dia tidak akan mampu mengajarkan komptensi-kompetensi tersebut kepada klien. Kenyataan yang terjadi di lapangan belum didapatkan suatu gambaran yang memuaskan dari kualitas kompetensi Konselor. Masih banyak penelitianpenelitian yang menyimpulkan tentang tidak kompetennya konselor dalam

3 melaksanakan bimbingan dan konseling. Beberapa hasil penelitian mengenai lemahnya kompetensi konselor dapat dilihat dari aspek ketrampilan konseling individual (Asrori, 1990:99-100), kompetensi kepribadian (Febriyadi, 2010:147), pengetahuan dan praktik keterampilan konseling (Trisnowati, 2009:195), pengelolaan program (Nadia, 2008:109) dan implementasi layanan BK (Ilfiandra, dkk, 2006). Fenomena yang lain dilihat dari masih banyaknya ketidakpercayaan siswa kepada konselor, siswa merasa bersalah jika dipanggil oleh konselor, konselor diangap sebagai polisi sekolah. Banyak kalangan yang masih mempertanyakan tentang kadar keprofesionalan para pelaku profesi konseling dan tidak sedikit ditemukan pandangan-pandangan yang merendahkan tugas dan pekerjaan konselor sekolah (Kiswantoro, 2010:20). Di samping itu, masih terdapat kesalahpahaman lingkungan pendidikan terhadap bimbingan dan konseling, seperti yang diungkapkan Prayitno (2004:120). Kesalahpahaman yang sering dijumpai di lapangan antara lain sebagai berikut. 1. Bimbingan dan konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dengan pendidikan. 2. Konselor di sekolah dianggap sebagai polisi sekolah. 3. Bimbingan dan konseling dianggap sebagai semata-mata sebagai proses pemberian nasihat. 4. Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidentil. 5. Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja.

4 6. Bimbingan dan konseling melayani orang sakit dan atau kurang normal. Melihat kenyataan tersebut, maka perlu adanya upaya yang paling stategis dalam perspektif bimbingan dan konseling. Upaya tersebut adalah meningkatkan kompetensi profesional, karena konselor perlu menunjukkan kompetensi profesional sesuai dengan indikator yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Hasil penelitian awal terhadap kompetensi profesional konselor SMA Negeri se-kota Pontianak, diperoleh gambaran dari sebanyak 30 konselor, 18 konselor (60%) tidak kompeten dan 12 konselor (40%) dinilai kompeten. Berdasarkan data tersebut menunjukkan konselor Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Pontianak sebelum mendapatkan treatmen program pelatihan dinilai tidak kompeten pada bidang kompetensi profesional konselor. Berdasarkan kategori tidak kompetennya konselor dalam kompetensi profesional konselor, data studi pendahuluan menunjukkan persentase masingmasing aspek sebagai beikut. 1. Aspek menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah konseli, 21 konselor (70.00%) tidak kompeten. 2. Aspek menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling, 11 konselor (36.67%) tidak kompeten. 3. Aspek merancang program bimbingan dan konseling, 22 konselor (73.33%) tidak kompeten.

5 4. Aspek mengimplementasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif, 19 konselor (63.33%) tidak kompeten. 5. Aspek menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling, 21 konselor (70.00%) tidak kompeten. 6. Aspek memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, 17 konselor (56.67%) tidak kompeten. 7. Aspek menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling, 23 konselor (76.67%) tidak kompeten. Berdasarkan data di atas, ditemukan empat aspek kompetensi profesional konselor tingkat tertinggi tidak kompetennya konselor dan perlu ditingkatkan. Aspek-aspek tersebut yaitu: (1) menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah konseli; (2) merancang program bimbingan dan konseling; (3) menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling; dan (4) menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling. Banyak faktor yang memengaruhi kurang kompetennya konselor di sekolah, terutama kompetensi profesional. Taufik dalam Trisnowati (2009:8) berpendapat bahwa faktor tersebut dipengaruhi oleh program pelatihan dan pendidikan yang dialami, faktor kepribadian konselor tersebut, kondisi sekolah, sistem dan kebijakan yang berlaku, sistem dan upaya-upaya pembinaan mereka di lapangan baik melalui pendidikan dalam jabatan maupun melalui supervisi. Terlepas dari faktor tersebut, kondisi di lapangan menunjukkan konselor telah ditugaskan secara

6 resmi oleh pemerintah untuk melaksanakan fungsi dan perannya sebagai konselor dan konselor dituntut untuk dapat melaksanakannya. Dengan demikian, wajib bagi konselor untuk meningkatkan kompetensi profesional dengan mengurangi faktor pengaruh tersebut di atas secara perlahan dan menuju pada perubahan yang positif. Oleh sebab itu, penelitian ini difokuskan untuk menemukan suatu rumusan program pelatihan bimbingan dan konseling yang efektif untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Pontianak. B. Rumusan Masalah Beberapa permasalahan yang terkait dengan kompetensi profesional konselor ditemukan dalam hasil studi pendahuluan. Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan tingkat kompetensi profesional konselor SMA Negeri kota Pontianak berada pada kategori tidak kompeten. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan pada aspek-aspek yang dinilai memiliki tingkat persentase tertinggi pada kategori tidak kompeten. Guna meningkatkan kompetensi profesional konselor sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi konselor, perlu adanya program pelatihan yang efektif sesuai dengan kebutuhan konselor saat ini berdasarkan hasil studi pendahuluan. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian adalah:

7 Program pelatihan bimbingan dan konseling seperti apa yang dapat meningkatkan kompetensi profesional konselor di sekolah?. Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan pertanyaan penelitian adalah bagaimana efektivitas program pelatihan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Pontianak? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan fakta empirik mengenai efektivitas program pelatihan bimbingan dan konseling, tujuan penelitian adalah menghasilkan rumusan program pelatihan bimbingan dan konseling yang efektif untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Pontianak. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat teoretis Penelitian diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pemahaman konseptual tentang urgensi kompetensi profesional konselor dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling di sekolah. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak sebagai berikut. a. Bagi konselor, dapat memperoleh masukan dalam usaha meningkatkan kompetensi profesionalnya sehingga dalam melaksanakan bimbingan dan

8 konseling dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Di samping itu juga diharapkan dapat menjadi acuan dan evaluasi diri untuk mengembangkan, meningkatkan, memperbaiki dan mensupervisi pelaksanaan bimbingan dan konseling. b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi rujukan awal sehingga muncul penelitian lanjutan yang terkait dengan program pelatihan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kompetensi konselor. E. Asumsi Penelitian Penelitian ini berpijak pada beberapa asumsi, sebagai berikut. 1. Pelatihan yang berhubungan dengan kinerja memberikan ruang bagi pengembangan dan peningkatan keahlian dan kompetensi yang dapat memberikan dampak langsung kepada kinerja individu atau tim. (Dharma, 2010:287-288). 2. Perencanaan pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia merupakan suatu kegiatan yang terpadu yang bertujuan untuk memaksimumkan efektivitas keseluruhan program sebagai suatu sistem sesuai dengan tujuan tersebut (Sastradipoera, 2006:142-143). 3. Suatu model pelatihan dianggap efektif manakala mampu dilandasi kurikulum, pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan belajar sasaran didik dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengah nya. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus dalam membangun sebuah

9 model pelatihan yang efektif dan efesien. Persyaratan tersebut diantaranya adalah kebutuhan belajar peserta pelatihan (Kamil, 2003:2). 4. Apabila pengembangan program dilakukan secara sitematis, maka proses pelatihan dilakukan lebih baik dan memiliki dampak terhadap pembentukan sumber daya manusia. Pengembangan program pelatihan yang menghasilkan rencana secara tertulis untuk pelaksanaan pelatihan yang lebih sistematis dapat membantu untuk menjaga kualitas pelatihan yang diselenggarakan (Wenting, 1993, dalam Rohaeni, 2011).