BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurhely Hidayat Dian Pertiwi, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Semua pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakangMasalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

2015 IDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA KONSEP REPRODUKSI VIRUS MELALUI ANALISIS GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. hanya sebagai objek, sementara guru aktif mendominasi seluruh kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran biologi di Madrasah Aliyah (MA) adalah agar peserta didik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Endi Rohendi, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. teknologi terus berkembang seiring dengan melesatnya kebutuhan manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. mengajar yaitu terdapatnya interaksi antara siswa dan guru. Belajar menunjuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pembukaan UUD 45 pada alinea ke empat, yang bertujuan untuk

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mohammad Rahdian Raksabrata, 2015

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

Kreativitas Siswa dalam Pembuatan Model Struktur 3D Sel pada Pembelajaran Subkonsep Struktur dan Fungsi Sel

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. rendahnya daya serap siswa, kesalahan pemahaman dan rendahnya. kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep baik dalam kehidupan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TRANSPORTASI TRANSMEMBRAN MEMBRAN SEL

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk memperoleh gambaran mengenai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengumpulan Data. Produk. Massal. Gambar 3.1 Langkah-langkah penggunaan Metode R & D

I. PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. a. Identifikasi miskonsepsi dengan menggunakan analisis gambar pada

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

BAB I PENDAHULUAN. hukum, prinsip dan teori. Materi kimia yang sangat luas menyebabkan kimia

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. (Syarifudin, 2007: 21). Dalam arti luas, pendidikan berlangsung bagi siapapun,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. variabel yang akan diamati yaitu kemampuan berpikir dan tingkat penguasaan

Skripsi Oleh: Lilis Rahmawati NIM K

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbasis karakter (competency and character based curriculum), yang dirancang

BAB I PENDAHULUAN. penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 yang dinyatakan dalam pasal 1 bahwa pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan dengan sikap terbuka dari masing-masing individu. Dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Cipta,2008), hlm. 2.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah besar dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah weak. sebagai perbandingan perlakuan (Sutarno, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN

Olahairullah. Kata Kunci:Media Penugasan Proyek, Keterampilan Proses Mengkomunikasikan Hasil, Hasil Belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan terdiri dari akademik dan non akademik. Pendidikan. matematika merupakan salah satu pendidikan akademik.

SAP DAN SILABI BIOLOGI UMUM PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS PASUNDAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evi Khabibah Lestari, 2015

BAB III METODE PENELITIAN. hendaknya metode penulisan dengan memperhatikan kesesuaian antara objek yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES PILIHAN GANDA DISTRAKTOR BERMAKNA UNTUK MENGIDENTIFIKASI KARAKTERISTIK KONSEPSI FISIKA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar di sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, keterampilan berpikir kritis telah lama menjadi topik

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum biologi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Identifikasi miskonsepsi, diartikan sebagai suatu upaya penyelidikan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pada subtopik pembuatan indikator asam basa alami. Optimasi dilakukan di

BAB I PENDAHULUAN. mengajar. Namun biasanya penilaian ini lebih ditujukan hanya untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai bagian dari ilmu sains, kimia merupakan salah satu mata pelajaran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II. POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunci dari pembelajaran yang efektif adalah pemahaman yang tepat dalam pemikiran dan asumsi implisit (konsep) siswa dari suatu bahan ajar. Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) menyatakan bahwa, paham berarti mengerti dengan benar atau tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan atau ide abstrak atau ide yang diabstrakkan dari suatu peristiwa konkret yang memungkinkan seseorang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi berdasarkan pengertian diatas, pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Menurut Dahar (2006) belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu pembangun berpikir (building blocks). Konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi sehingga konsep sangat penting bagi manusia. Tanpa adanya konsep, belajar akan sangat terhambat. Belajar menimbulkan perubahan perilaku dan pembelajaran adalah usaha mengadakan perubahan perilaku, hasil belajar adalah perubahan perilakunya. (Purwanto, 2011). Siswa yang telah mengalami kegiatan pembelajaran mata pelajaran Biologi diharapkan mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik yang lebih baik dari sebelumnya pada bidang itu (Sukardi, 2009). Suatu konsep telah berhasil dipelajari apabila siswa dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu dalam ranah kognitifnya (Dahar, 2006). Perilaku ini harus menampakkan diri dalam satu perbuatan yang dapat diamati dan diukur (observable dan measurable) (Arikunto, 2003). Siswa yang tidak mengalami 1

2 perubahan kognitif dapat dilihat dari rendah atau menurunnya hasil belajar siswa tersebut. Rendahnya nilai atau hasil belajar siswa mencerminkan adanya kesulitan belajar (Djamarah, 2008). Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana siswa tidak dapat belajar secara wajar disebabkan adanya hambatan ataupun gangguan yang dialami peserta didik selama proses belajar (Djamarah, 2008). Proses belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal (berasal dari dalam diri sendiri) maupun eksternal (berasal dari dunia luar/lingkungan) (Yusuf & Nurihsan, 2009; Slameto, 2010). Pada tingkat tertentu, siswa mungkin dapat mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya, tapi pada tingkat lanjut siswa membutuhkan bantuan dari guru atau orang lain. Kesulitan belajar yang tidak diatasi akan menyebabkan siswa gagal meraih prestasi belajar yang memuaskan. Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses sains (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2006). Konsep-konsep dalam biologi saling berhubungan dan suatu konsep bisa jadi merupakan kunci untuk memahami konsep-konsep lain (Tekkaya, 2002). Osmosis dan difusi sebagai salah satu materi pokok dalam pembelajaran biologi merupakan salah satu konsep fundamental yang pasti di pelajari karena banyak fungsi biologis makhluk hidup bergantung pada proses ini (Fisher et al., 2011). Difusi adalah pergerakan molekul zat sehingga tersebar merata di dalam ruang yang tersedia, setiap molekul bergerak secara acak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Osmosis adalah difusi molekul air melintasi membran semipermeabel, dari larutan berkonsentrasi rendah (hipotonis) ke larutan yang berkonsentrasi tinggi (hipertonis) (Campbell et al., 2010 ). Penelitian dilakukan di sekolah yang mengadopsi dan mengadaptasi KTSP, sehingga konsep osmosis dan difusi diberikan pada kelas X sedangkan pada KTSP normal konsep osmosis dan difusi baru diberikan pada kelas XI. Kedudukan materi osmosis dan difusi dalam pembelajaran biologi SMA Kelas XI

3 Semester 1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 dapat dilihat pada tabel 1.1: Tabel 1.1 Standar Kompetensi 1 Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas XI Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami struktur dan 1.1 Mendesksripsikan komponen kimiawi fungsi sel sebagai unit terkecil kehidupan sel, struktur dan fungsi sel sebagai unit terkecil kehidupan 1.2 Mengidentifikasi organel sel tumbuhan dan hewan 1.3 Membandingkan mekanisme transpor pada membran (difusi, osmosis, transpor aktif, endositosis, eksositosis) Sumber: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (2006) Osmosis dan difusi berada di Kompetesi Dasar 1.3 dari 3 Kompetensi Dasar (KD) yang ada di Standar Kompetensi (SK) 1 Kelas XI Semester 1, sehingga osmosis dan difusi memiliki porsi 33. 33% dari keseluruhan (100%) KD dari SK1. Dari keseluruhan 3 SK Semester 1 dengan 11 KD, materi osmosis dan difusi memiliki porsi 9.1%. Meskipun persentase porsi konsep osmosis dan difusi terbilang kecil dalam SK dan KD, seperti yang diungkapkan Tekkaya (2002) dan Kustiyah (2007), difusi dan osmosis merupakan konsep yang penting untuk penguasaan konsep-konsep selanjutnya yang lebih kompleks. Misalnya, untuk proses difusi udara pada alveolus, pembentukan keringat, homeostasis dll. Dengan memperhatikan tingkat perkembangan intelektual seperti yang dikemukakan oleh Piaget (Dahar, 2006) bahwa siswa SMA kelas X-XII umumnya berada pada rentang usia 15-19 tahun dan berada pada tahap operasional formal, dimana pada tahap ini seorang anak sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak. Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual tersebut, maka siswa SMA kelas X dianggap telah cukup matang dalam mempelajari konsep abstrak difusi dan osmosis.

4 Meskipun secara teoritis kemampuan berpikir siswa sudah mampu untuk menerima konsep abstrak seperti osmosis dan difusi, tidak semua siswa dapat memahami konsep tersebut dengan baik karena level kemampuan siswa dalam penguasaan konsep ditentukan pula oleh cara setiap orang dalam menerima dan memproses konsep tersebut. Informasi yang diterima tidak akan bisa diolah dengan baik apabila terjadi kesulitan belajar dan akan memengaruhi konsep yang terbentuk dalam pemikiran siswa. Kesulitan belajar yang dialami siswa pada proses pembelajaran inilah yang nantinya akan menimbulkan miskonsepsi sebagai indikasi rendahnya hasil belajar seorang siswa. Miskonsepsi merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan ide-ide yang tidak konsisten atau bertentangan dengan pendapat umum yang disepakati para ilmuwan (Tekkaya, 2002). Penyebab terjadinya miskonsepsi khususnya pada konsep osmosis dan difusi seperti yang diungkapkan Kustiyah (2007) dan Fisher et al. (2011) adalah sebagai berikut: 1) Semakin kompleks suatu konsep maka semakin sulit dipahami dan kecenderungan semakin mudah menimbulkan miskonsepsi bagi siswa, 2) ketidakmampuan siswa menjelaskan istilah-istilah yang berasal dari selain bahasa Indonesia. 3) metode mengajar guru yang cenderung kuno dan membatasi diri menggunakan media pendukung sehingga mempersulit siswa dengan kemampuan imajinasi rendah untuk memahami konsep abstrak dari osmosis dan difusi. Kemampuan untuk berimajinasi dipengaruhi oleh pengalaman dan tingkat intelegensi seorang siswa. Tidak semua siswa mampu membayangkan apa yang disebut dengan partikel atau membran tanpa bantuan media visual (gambar maupun video). Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan dalam Artun & Costu (2011), bahwa konsep fundamental dalam sains bukanlah suatu objek yang mencolok mata, melainkan suatu unit yang abstrak, selama suatu konsep memiliki unit yang abstrak, siswa akan merasa kesulitan dalam membangun pemikiran terhadap konsep abstrak tersebut.

5 Ibnu (Kustiyah, 2007) mengemukakan bahwa kesalahan dalam membangun suatu konsep, terlebih konsep yang bersifat fundamental akan mengganggu pemikiran siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya. Kebanyakan siswa yang mengalami miskonsepsi tidak menyadari jika memiliki pemahaman yang salah. Semakin lama siswa meyakini miskonsepsi tersebut maka akan semakin sulit untuk diubah. Siswa sering tidak menemukan alasan untuk mengubah miskonsepsi karena memiliki penjelasan yang baik dari pengalaman sehari-hari (Tekkaya, 2002; Fisher et al., 2011). Oleh karena itu, miskonsepsi penting untuk didiagnosa dan ditindaklanjuti mengingat semakin lama miskonsepsi akan tertanam semakin kuat dalam diri siswa dan bukan tidak mungkin dapat diturunkan dari seorang senior kepada juniornya (Tekkaya, 2002; Kustiyah, 2007; Fisher et al, 2011). Miskonsepsi yang diyakini siswa dapat dirubah dengan bantuan pendidik dalam mendiagnosa miskonsepsi, menciptakan ketidakpuasan atas miskonsepsi sehingga menimbulkan motivasi belajar, dan dengan pendekatan konseptual memberikan kesempatan untuk berlatih mencapai konsepsi yang dituju dengan alasan yang logis, ilmiah dan bermakna (Odom, 1995; Tekkaya, 2002; Arikunto, 2003; Desmukh & Desmukh, 2011). Jika siswa tidak puas dengan hasil yang diperoleh, maka akan timbul usaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi dengan belajar lebih giat (Arikunto, 2003). Untuk melihat struktur kognitif para siswa, dibutuhkan instrumen evaluasi yang dapat digunakan untuk menganalisis sejauh mana pemahaman konsep siswa (Dahar, 2006). Evaluasi diadakan sebagai sarana untuk mengungkapkan dan mengatasi hambatan konseptual yang seringkali tidak diakui (Fisher et al, 2011). Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman konsep sekaligus menganalisis miskonsepsi siswa pada konsep osmosis dan difusi, diantaranya butir pilihan ganda bertingkat. Instrumen pilihan ganda bertingkat yang digunakan untuk penelitian kali ini adalah ODCA (Osmosis and Diffusion Conceptual Assessment). ODCA yang

6 merupakan revisi dari instrumen DODT (Diffusion and Osmosis Diagnostic Test) terdiri dari sembilan pilihan ganda bertingkat (18 pertanyaan), sementara DODT terdiri dari 12 pilihan ganda bertingkat (24 pertanyaan). Instrumen ODCA diperoleh dari menghilangkan enam item pilihan ganda bertingkat dan memodifikasi enam item pilihan ganda bertingkat lainnya dari DODT serta menambahkan tiga item pilihan ganda bertingkat baru sehingga menghasilkan sebuah instrumen conceptual assessment valid baru yang lebih singkat. Instrumen ODCA mencakup kemampuan kognitif yang relatif tinggi karena memiliki fokus terhadap pengujian alasan siswa tentang mekanisme biologis osmosis dan difusi (Fisher et al., 2011). Untuk mengungkap kesulitan belajar siswa dapat digunakan daftar cek masalah (DCM) yang berisi pilihan ragam kesulitan belajar yang mungkin dialami siswa selama mempelajari konsep osmosis dan difusi. Setelah menganalisis miskonsepsi melalui instrumen ODCA dan mengungkap kesulitan belajar melalui DCM, diharapkan hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan pedoman perbaikan berbagai aspek pembelajaran di masa yang akan datang. Aspek tersebut bisa berupa penguasaan materi, keterbukaan pengajar dalam menggunakan media pembelajaran, dll., sebagai usaha dalam memperbaiki penyampaian dan pemahaman konsep sehingga dapat meminimalisir terjadinya miskonsepsi di kemudian hari. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana miskonsepsi yang dialami siswa setelah dianalisis menggunakan instrumen ODCA dan apa saja kesulitan belajar konsep osmosis dan difusi? Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, maka rumusan masalah diatas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

7 1. Seberapa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep osmosis dan difusi di SMA sampel penelitian? 2. Miskonsepsi pada subkonsep apa saja yang teridentifikasi pada konsep osmosis dan difusi melalui instrumen ODCA? 3. Kesulitan belajar apa saja yang dialami oleh siswa dalam mempelajari konsep osmosis dan difusi yang diungkap melalui instrumen DCM kesulitan belajar? C. Batasan Masalah Agar lebih terfokus dan terarah, maka penelitian ini dibatasi dalam beberapa masalah, yaitu: 1. Populasi penelitian ditentukan siswa SMA Negeri 3 Bandung kelas X IPA Semester 2 tahun ajaran 2012/2013 dengan sampel penelitian yang dipilih secara purposif sebanyak 5 kelas (150 siswa) dari 9 kelas X IPA SMA Negeri 3 Bandung. Kelas yang dijadikan sampel penelitian yaitu kelas X1, X2, X3, X4, dan X6. 2. Analisis pemahaman konsep osmosis dan difusi dilakukan dengan menggunakan instrumen butir pilihan ganda bertingkat ODCA versi Fisher et al. (2011). 3. Siswa dinyatakan mengalami miskonsepsi apabila pola jawaban dalam mengisi item ODCA berupa salah-salah (SS), salah-benar (SB), dan benar-salah (BS) (Kustiyah, 2007) dan kombinasi jawaban alternatif tersebut dipilih oleh sedikitnya 10% siswa (Fisher et al., 2011). 4. Kesulitan belajar dijaring dengan menggunakan instrumen DCM kesulitan belajar yang berisikan pilihan kesulitan belajar yang mungkin dialami siswa selama mempelajari konsep osmosis dan difusi. D. Tujuan Penelitian

8 Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis miskonsepsi siswa menggunakan instrumen ODCA dan mengungkap kesulitan belajar konsep osmosis dan difusi. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak terkait, diantaranya: 1.Bagi peneliti: Mendapatkan pengalaman mengaplikasikan instrumen conceptual assessment untuk menganalisis pemahaman siswa terhadap konsep osmosis dan difusi. 2. Bagi siswa: Memberikan umpan balik untuk memperbaiki kualitas pemahaman konsep dan motivasi belajar 3. Bagi guru: a. Merekomendasikan instrumen conceptual assessment khususnya pada konsep osmosis dan difusi sebagai instrumen evaluasi sekaligus instrumen untuk menganalisis miskonsepsi b. Memberikan dorongan untuk introspeksi dan modifikasi berbagai aspek pembelajaran 4. Bagi peneliti lain: Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya terkait tema penelitian.