Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

dokumen-dokumen yang mirip
Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

3. HASIL PENYELIDIKAN

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

BAB III METODE PENELITIAN

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

BAB III METODE PENELITIAN

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

IV. METODE PENELITIAN

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

BAB IV METODE PENELITIAN

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan TERRA adalah salah satu lapangan yang dikelola oleh PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan dengan wilayah yang sangat luas Indonesia

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo"

III. TEORI DASAR. gelombang akustik yang dihasilkan oleh sumber gelombang (dapat berupa

ANALISIS PRE STACK TIME MIGRATION (PSTM) DAN PRE STACK DEPTH MIGRATION (PSDM) METODE KIRCHHOFF DATA SEISMIK 2D LAPANGAN Y CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

DELENIASI PENYEBARAN SHALLOW GAS SECARA HORISONTAL MENGGUNAKAN METODE SEISMIK 2D RESOLUSI TINGGI

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

ALHAZEN Journal of Physics ISSN Volume 2, Nomor 1, Issue 1, Juli 2015

BAB 3. PENGOLAHAN DATA

BAB 3 METODE PENELITIAN

Ringkasan Tugas Akhir/Skripsi

Studi Lapisan Batuan Bawah Permukaan Kawasan Kampus Unsyiah Menggunakan Metoda Seismik Refraksi

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

BAB I PENDAHULUAN. Dalam eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon, seismik pantul merupakan metoda

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN BEKU VULKANIK

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE

BAB III TEORI DASAR Tinjauan Umum Seismik Eksplorasi

IV.1 Aplikasi S-Transform sebagai Indikasi Langsung Hidrokarbon (DHI) Pada Data Sintetik Model Marmousi-2 2.

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN VULKANIK

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan

STUDI PRE-STACK DEPTH MIGRATION PADA STRUKTUR KOMPLEK TUGAS AKHIR I KOMANG ANDIKA ARIS PERMANA NIM:

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

SUPRESI MULTIPEL PADA DATA SEISMIK LAUT DENGAN METODE DEKONVOLUSI PREDIKTIF DAN RADON DEMULTIPEL

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Studi Pengolah Data (Processinging) Seismik dengan Mengunakan Program Promax

Perbaikan Model Kecepatan Interval Pada Pre-Stack Depth Migration 3D Dengan Analisa Residual Depth Moveout Horizon Based Tomography Pada Lapangan SF

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

Desain Parameter Akusisi Seismik 3D Menggunakan Metode Statik dan Dinamik dengan Study Kasus Model Geologi Lapangan ITS

Wahyuni Sofianti 1, Dr.Eng Idris Mandang, M.Si 2 1 Program Studi Fisika FMIPA, Universitas Mulawarman

BAB III TRANSFORMASI RADON

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

INTERPRETASI RESERVOIR HIDROKARBON DENGAN METODE ANALISIS MULTI ATRIBUT PADA LAPANGAN FIAR

BAB III METODE PENELITIAN

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

MENENTUKAN KEDALAMAN BEDROCK MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI (Studi Kasus di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember) SKRIPSI.

HIGH RESOLUTION MINI SEISMIC DATA ACQUISITION SYSTEM (HR MS-DAS) Suprajitno Munadi dan Rosie A. S

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat pesat. Hasil perkembangan dari metode seismik ini, khususnya dalam

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN DESAIN SURVEI SEISMIK 3 DIMENSI PADA LAPANGAN X JAWA BARAT TESIS SETYO SAPTO EDI

MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN DATA SUMUR TUGAS AKHIR FADHILA NURAMALIA YERU NIM:

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

ANALISA KECEPATAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D ZONA DARAT MENGGUNAKAN METODE SEMBLANCE

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST-STACK TIME MIGRATION DI LAPANGAN X DI DAERAH SUMATERA SELATAN

Aplikasi Inversi Seismik untuk Karakterisasi Reservoir lapangan Y, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur

BAB III TEORI DASAR. Prinsip dasar metodee seismik, yaitu menempatkan geophone sebagai penerima

Analisis dan Pembahasan

APLIKASI PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DENGAN MENGGUNAKAN METODA FK FILTER,SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN RADON FILTER

Analisis Perbandingan PSTM dan PSDM Dalam Eksplorasi Hidrokarbon di Lapangan SBI

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

PRE STACK DEPTH MIGRATION VERTICAL TRANSVERSE ISOTROPY (PSDM VTI) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D

Transkripsi:

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah Priyono, Tony Rahadinata, dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Kegiatan survey seismik refleksi di daerah Ampah dilakukan untuk melengkapi data bawah permukaan yang dibutuhkan untuk pengembangan potensi batubara bawah permukaan di daerah setempat. Hasil pengolahan data dari semua lintasan seismik menunjukkan gambaran konfigurasi bawah permukaan yang saling bersesuaian. Perlapisan batuan memiliki kemiringan mengarah ke barat daya dimana lapisan batuan yang terekam pada kedalaman 100 hingga 400 meter memiliki konfigurasi kemiringan 5 hingga 10 derajat ke arah Barat Daya. Hasil survei seismik mengindikasikan bahwa batubara di daerah Ampah kemungkinan tidak menerus hingga kedalaman target untuk pengembangan batubara bawah permukaan sehingga kegiatan pengeboran dalam untuk eksplorasi batubara bawah permukaan sebaiknya dilakukan diluar wilayah daerah penyelidikan ke arah Barat Daya. PENDAHULUAN Indonesia memiliki kandungan batubara yang signifikan. Sebagian besar batubara Indonesia saat ini ditambang dengan menggunakan metoda tambang terbuka. Kandungan batubara bawah permukaan di Indonesia diperkirakan cukup besar tetapi belum terekplorasi dengan baik. Daerah Ampah di Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah memiliki sumberdaya batubara yang masih termasuk ke dalam sumber daya tereka. Penyelidikan lebih lanjut masih dibutuhkan untuk meningkatkan status sumberdaya batubara di daerah tersebut, termasuk sumberdaya batubara pada kedalaman lebih dari 100m. Penyelidikan seismik refleksi endapan batubara di daerah Ampah dilakukan untuk menambah informasi data bawah permukaan di daerah tersebut. Fokus kegiatan adalah untuk mengetahui pola sebaran, ketebalan lapisan serta bentuk geometris dari lapisan batuan di daerah penyelidikan termasuk untuk mendeteksi keberadaan struktur geologi bawah permukaan, utamanya pada kedalam lebih dari 100 m. Hasil survey dapat digunakan untuk menjadi acuan penentuan titik pemboran dalam untuk kepentingan eksplorasi batubara bawah permukaan. Daerah penyelidikan merupakan bagian dari cekungan Barito. Geologi daerah penyelidikan termasuk Lembar Geologi daerah Buntok (Sutrisno dkk., 1994). Berdasarkan peta geologi daerah Buntok, fomasi pembawa batubara di daerah penyelidikan adalah Formasi Dahor, Warukin dan Tanjung (Gambar 2). METODE DAN TEORI Seismik refleksi adalah salahsatu metoda geofisika yang mempergunakan prinsip seismologi untuk memperkirakan kondisi bawah permukaan bumi. Secara umum kegiatan akuisisi data seismik dimulai dengan membuat sumber getar buatan, seperti vibroseis atau dinamit, kemudian mendeteksi dan merekamnya ke suatu alat penerima, seperti geofon atau hidrofon. Getaran hasil ledakan akan menembus ke dalam permukaan bumi dimana sebagian dari sinyal tersebut akan diteruskan dan sebagian akan dipantulkan kembali oleh reflektor. Sinyal yang dipantulkan kembali tersebut akan direkam oleh alat perekam di permukaan. Sedangkan sinyal yang menembus

permukaan bumi akan dipantulkan kembali oleh bidang refleksi dimana kemudian sinyalnya diterima kembali oleh alat perekam dan seterusnya hingga ke alat perekam yang terakhir. Alat perekam akan menghasilkan data berupa trace seismik. Setelah akuisisi data seismik, tahap berikutnya adalah pengolahan data seismik. Dari hasil pengolahan data seismik tersebut, ahli geofisika dapat merekonstruksi dan mendeteksi keadaan bawah permukaan bumi. Secara umum pengolahan data seismik dapat dilihat pada (Gambar 3) HASIL PENYELIDIKAN Pengukuran seismik refleksi di daerah Ampah dan sekitarnya, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, dilakukan pada 3 lintasan berarah hampir Timur laut - Barat daya dengan panjang lintasan berkisar antara 1900 meter 2600 meter (Gambar 4). Jumlah titik shot yang diukur adalah 340 shot dimana setiap shot dilakukan 1-3 kali stack. Banyaknya stack dalam 1 shot tergantung dari kualitas data yang dihasilkan, apabila dengan 2 stack masih belum dirasa cukup baik maka ditambahkan lagi 1 stack. Parameter lapangan survei seismik refleksi di daerah penyelidikan adalah sebagai berikut: Jumlah channel 24; Record length 1s; Sampling Interval 2 ms; Sweep length 31s; Low cut 40, High cut 250; Pre amp gain : all high gain; Spasi geofon 15 m; Spasi Shot point 15 m; Stack per Shot Point : 1-3 stack; Konfigurasi penembakan end-off spread; Near offset 15 m, Far offset 360 m; serta panjang lintasan 1900 meter 2600 meter Tahapan proses data seismik refleksi dibagi menjadi 3 yaitu preprosesing, prosesing, dan post-prosesing Tahapan Pre-prosesing yang pertama adalah TAR (true amplitude recovery) yang bertujuan untuk mengembalikan nilai amplitudo sinyal dari sumber getar ke nilai aslinya. Editing, muting dan filtering dilakukan untuk menghilangkan noise berupa ground roll, spike noise, dan random noise yang terekam saat pengukuran. Filter yang digunakan pada pemrosesan data ini adalah band pass filter dengan parameter low cut 8 Hz dan high cut 120 Hz. Setelah tahapan pre-prosesing selesai, maka dilakukan stacking untuk melihat penampang sesimik masing-masing lintasan. Hasil stack disini dinamakan brute stack karena masih menggunakan kecepatan linier (asumsi). Pada brute stack, belum terlihat reflektor yang jelas yang menggambarkan perlapisan batuan di bawah permukaan. Tahap berikutnya adalah analisis kecepatan. Metode analisis kecepatan yang digunakan adalah metode semblance yang akan menghasilkan kecepatan rms. Prinsip dari metode ini adalah menunjukan kecepatan optimum pada reflektor dengan kontur yang tinggi. Pencuplikan kecepatan dilakukan setiap 20 CDP (200 meter) pada data supergather yaitu data 11 cdp gather yang di stack dengan tujuan menguatkan sinyal dan mereduksi noise. Seiring dengan berubahnya nilai kecepatan setelah dilakukan analisis kecepatan I, maka nilai statik pun akan berubah. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan statik lagi untuk mendapatkan nilai koreksi statik residual. Koreksi statik residual dilakukan dengan membuat window pada data stack kemudian akan dilakukakan perhitungan matematis yang menghasilkan nilai koreksi statik residual. Perubahan terlihat jelas setalah dilakukan koreksi statik residual I. Terlihat lebih banyak reflektor yang muncul dengan kemenerusan yang lebih baik dan mulai menunjukan gejala keberadaan lapisan batuan dimana terdapat reflektor yang jelas dan menerus. Berikutnya adalah Analisis kecepatan II sama halnya dengan analisis kecepatan I, hanya saja pencuplikan kecepatan dilakukan lebih detail setiap 10 CDP (100 meter) pada data

supergather. Kecepatan RMS masih berada pada kisaran 1500 2500 m/s. Tahap berikutnya adalah Koreksi Statik Residual II dan Preconditioning, Pada tahap ini data cdp gather dibersihkan dari noise dengan lebih kuat. Utamanya pembersihan dilakukan untuk random noise sehingga diharapkan data penampang memiliki kemenerusan yang lebih baik. Perubahan terlihat jelas setalah dilakukan koreksi statik residual II, dimana terlihat lebih banyak reflektor yang muncul dengan kemenerusan yang lebih baik dan terlihat adanya kemiringan lapisan batuan ke arah barat, hal ini mendukung informasi geologi yang menyatakan bahwa kemiringan lapisan batubara ke arah barat dan selatan daerah survei. Setelah Preconditioning akan dilakukan migrasi. Migrasi data dilakukan dengan tujuan mengembalikan reflektor ke lokasi sebenarnya atau menghilangkan difraksi yang diakibatkan efek kemiringan pada data topografi. Difraksi dihilangkan karena bisa mengecoh pada saat interpretasi data penampang. Untuk data ini migrasi yang dilakukan adalah post stack time migration dengan metode kirchoff. DISKUSI Proses penafsiran penampang kedalaman dari hasil ahir prosesing data (yang bisa dilakukan) adalah dengan cara membedakan berdasarkan kemenerusan besaran amplitudo yang sama (walaupun terputus-putus) dan kecerahan tampilannya yang kemudian dibandingkan dengan hasil penafsiran penampang geologi daerah penyelidikan. Penampang kedalaman seismik dapat memberikan gambaran kurang lebih tiga formasi batuan. Penampang Kedalaman Lintasan 1 Penampang ini (Gambar 5) memberikan gambaran pendeteksian sampai kedalaman 500 m dari permukaan tanah. Lintasan ini berarah timur laut hingga barat daya. Secara umum pada lintasan 1 ini diinterpretasikan terdapat lebih dari 3 lapisan formasi batuan dengan kemiringan mengarah ke barat daya, hal ini sesuai dengan informasi geologi. Lapisan pertama berada pada kedalaman 100 m (permukaan). Lapisan terakhir berada pada kedalaman 400 m. Dapat dilihat pada penampang seismik ini, perlapisan batuan terlihat memiliki kemiringan 5 hingga 10 derajat kearah barat daya.. Penampang Kedalaman Lintasan 2 Penampang ini (Gambar 6) memberikan gambaran pendeteksian sampai kedalaman 500 m dari permukaan tanah. Lintasan ini berarah timur laut-barat daya. Secara umum pada lintasan B ini diinterpretasikan terdapat lebih dari 3 lapisan formasi batuan dengan kemenerusan mengarah ke barat daya, akan tetapi ada yang menarik pada lintasan ini dimana terlihat gambaran seperti adanya antiklin yang berada di timur laut lintasan penyelidikan. Lapisan pertama berada pada kedalaman 150 m. Lapisan terakhir berada pada kedalaman 400 meter dan menerus kearah barat daya lintasan penyelidikan. Lapisanlapisan ini memiliki kemiringan 5 hingga 10 derajat kearah barat daya lintasan penyelidikan.. Penampang Kedalaman Lintasan 3 Penampang ini (Gambar 7) memberikan gambaran pendeteksian sampai kedalaman 400 m dari permukaan tanah. Pada penampang ini dapat dilihat terdapat lebih dari 3 lapisan formasi batuan dengan kemiringan mengarah ke barat daya, hal ini sesuai dengan informasi geologi. Lapisan pertama berada pada kedalaman 100 m (permukaan). Lapisan terakhir berada mulai kedalaman 400 meter. Lapisan-lapisan ini memiliki kemiringan 5 hingga 10 derajat kearah barat daya

KESIMPULAN Dari hasil pengolahan data semua lintasan didapatkan gambaran konfigurasi bawah permukaan yang saling bersesuaian, yaitu terlihatnya banyak lapisan formasi batuan dengan arah kemiringan ke barat daya dengan besar kemiringan 5 hingga 10 derajat. Pada lintasan 3 diduga terdapat struktur antiklin pada daerah timur laut lintasan penyelidikan. Dari analisis 3 penampang seismik ini, Lapisan batuan yang pertama berada mulai di permukaan dan yang terdalam berada pada kedalaman 100 meter dengan konfigurasi kemiringan ke arah barat daya. Lapisan batuan yang terakhir berada mulai kedalaman 350 meter hingga 400 meter. Secara umum walupun kegiatan survey seismik refleksi tidak bisa mendeteksi keberadaan lapisan batubara secara langsung, hasil kegiatan dapat memberikan informasi arah kemiringan lapisan batuan serta keberadaan struktur geologi di daerah penyelidan. Data yang dihasilakan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemboran eksplorasi batubara maupun pengembangan batubara bawah permukaan di daerah penyelidikan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih tim penulis hantarkan kepada para staf Pusat Sumber Daya Geologi bidang bawah permukaan dan Energi Fosil serta semua pihak yang telah membantu sehingga kegiatan survei seismik refleksi di daerah penyelidikan berhasil dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA H.V. Lyatsky and D.C. Lawton; Canadian Jurnal Of Geophysics, Vol 24. No. 2, December 1988, Application Of The Surface Reflection Seismik Method To Shallow Coal Exploration In The Plains Of Alberta. Sutrisno, S.Supriyatna dkk, 1994. Peta Geologi Lembar Sampanahan, Kalimantan, Pusat Survey Geologi, Bandung.

Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan di Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Gambar 2. Kolom Stratigrafi Daerah Penyelidikan

Gambar 3. Alur Pengolahan Data Seismik Refleksi

Gambar 4. Peta Desain Survei Seismik Refleksi Daerah Ampah, Provinsi Kalimantan Tengah Gambar 5. Penampang Kedalaman Lintasan 1

Gambar 6. Penampang Kedalaman Lintasan 2 Gambar 7. Penampang Kedalaman Lintasan 3