Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. di dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang

Regenerasi Tanaman secara In Vitro dan Faktor-Faktor Yang Mempenaruhi

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

Induksi Kalus dan Regenerasi Tunas Padi Varietas Fatmawati. Callus Induction and Shoot Regeneration of In Vitro Rice Var.

Pengaruh berbagai Formulasi Media terhadap Regenerasi Kalus Padi Indica

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY]

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Callus and Somatic Embryo Induction of Guava (Psidium guajava L.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

I. PENDAHULUAN. energi utama umat manusia diperoleh dari bahan bakar fosil. Masalahnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan komoditas pangan sebagai sumber

HASIL DAN PEMBAHASAN

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

Lizawati Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi ABSTRACT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Regenerasi Tanaman Sedap Malam Melalui Organogenesis dan Embriogenesis Somatik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

INDUKSI KALUS PADI (Oryza sativa L.) VARIETAS IR64, MENTIK WANGI DAN ROJOLELE MELALUI KULTUR IN VITRO. Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS

Seleksi in vitro tanaman padi untuk sifat ketahanan terhadap aluminium

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

Romasli Nadeak a Nelly Anna b, Edy Batara Mulya Siregar b. Kampus USU Medan (Penulis Korespondensi,

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh 2,4-Dikhlorofenoksiasetat...Wahyu Indria

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

III. INDUKSI DAN PERBANYAKAN POPULASI KALUS, REGENERASI TANAMAN SERTA UJI RESPON KALUS TERHADAP KONSENTRASI PEG DAN DOSIS IRADIASI SINAR GAMMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

KULIAH DASAR BIOTEKNOLOGI

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT PISANG ABAKA DENGAN KULTUR JARINGAN DR IR WENNY TILAAR,MS

Regenerasi Pepaya melalui Kultur In Vitro

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA. Kenaf (Hibiscus cannabinus L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Buah apel memiliki nama latin Malus sylvestris Mill. Apel pertama kali

Produksi Kalus Embriogenik dan Regenerasinya Setelah Seleksi In Vitro dengan Al dan ph Rendah pada Tanaman Padi

Regenerasi Tanaman melalui Embriogenesis Somatik dan Beberapa Gen yang Mengendalikannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

Regenerasi dan Pertumbuhan Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) secara In Vitro

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

Embriogenesis somatik pada kultur in vitro daun kopi robusta (coffea canephora var. Robusta chev.)

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

BAHAN DAN METODE. Histodifferensiasi Embrio Somatik

3. METODOLOGI PENELITIAN

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

No. 02 Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010

Formulir 1 Data dan Informasi Hasil Kegiatan Penelitian [tahun ] Puslit Bioteknologi LIPI

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

Organogenesis dan Embriogenesis Somatik Kedelai secara In Vitro

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

Perbaikan Varietas Padi melalui Kultur Anter

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

Transkripsi:

Jurnal AgroBiogen 2(2):74-80 Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro Ragapadmi Purnamaningsih Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111 ABSTRACT Callus Induction and Plant Regeneration of Four Rice Varieties through In Vitro Culture. Ragapadmi Purnamaningsih. A study was conducted at the Tissue Culture Laboratory of ICABIOGRAD, Bogor, to obtain an optimum medium formulation for calli regenerations of for rice varities (,,, and T-309). The research activities were done in five steps, i.e., callus induction, callus regeneration, shoot multiplication, root formation, and plant acclimatization. The type of explants used in the study was embriozygotic explants. Five media formulations were used for the callus induction, while four media formulations were used for the callus regeneration. The results showed that the best medium formulation for induction of callus formation was MS + 2,4-D 2 mg/l + casein hidrolisat 3 mg/l, while the best medium formulation for callus regeneration was MS + BA 3 mg/l + thidiazuron 0,1 mg/l. Key words: Rice, callus induction, callus regeration, in vitro culture. PENDAHULUAN Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting karena sampai saat ini beras masih digunakan sebagai makanan pokok bagi sebagian penduduk dunia terutama Asia. Selain itu, di Indonesia beras masih dipandang sebagai produk kunci bagi kestabilan perekonomian dan politik. Indonesia saat ini menghadapi masalah pangan akibat peningkatan jumlah penduduk yang diikuti oleh banyaknya sawah subur beririgasi di Pulau Jawa yang beralih fungsi menjadi kawasan industri dan pemukiman. Selain itu, pengaruh bencana alam berupa kemarau panjang atau banjir yang terjadi hampir setiap tahun menyebabkan produksi beras menurun, sehingga untuk memenuhi keperluan nasional, pemerintah harus mengimpor beras. Krisis perekonomian yang terjadi akhir-akhir ini berdampak terhadap melemahnya daya beli petani terhadap sarana produksi yang harganya melambung tinggi, terutama pupuk dan pestisida. Hal tersebut menyebabkan makin meningkatnya serangan hama dan penyakit yang menyebabkan makin menurunnya produksi padi. Hak Cipta 2006, BB-Biogen Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut adalah melalui penerapan teknik transformasi gen yang menyandi sifat tertentu, antara lain sifat ketahanan terhadap penyakit/hama tertentu ataupun gen untuk ketahanan terhadap faktor abiotik, antara lain kekeringan. Dengan meningkatnya ketahanan terhadap faktor biotik atau abiotik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi. Untuk menghasilkan tanaman transgenik ada beberapa faktor yang berperan, yaitu metode yang efisien dalam mengklon gen, ketersediaan konstruksi gen-gen baru, teknik transformasi, sistem regenerasi tanaman dan sistem vektor yang efisien serta promotor yang spesifik (Aswidinnoor 1995). Tanpa sistem regenerasi tanaman yang efisien, maka akan sulit diperoleh tanaman transgenik yang diinginkan. Metode transformasi yang digunakan harus dapat memasukkan gen interest ke dalam sel tanaman yang kompeten untuk diregenerasikan, sehingga sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang membentuk planlet/tanaman transgenik yang diharapkan. Regenerasi tanaman dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu organogenesis (melalui pembentukan organ langsung dari eksplan) dan embriogenesis somatik (melalui pembentukan embrio somatik). Dibandingkan dengan embriogenesis, organogenesis mempunyai keunggulan, yaitu peluang terjadinya mutasi lebih kecil, metodenya lebih mudah dan tidak memerlukan subkultur berulang sehingga tidak menurunkan daya regenerasi dari kalus. Namun demikian, untuk keperluan transformasi genetik, cara embriogenesis lebih dianjurkan karena tanaman yang diperoleh berasal dari satu sel somatik sehingga peluang diperolehnya transforman lebih tinggi. Embrio somatik biasanya berasal dari sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globular, hati, torpedo dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan membentuk planlet. Hasil-hasil penelitian tentang metode induksi kalus dan regenerasi padi subspesies japonica dan javanica telah banyak dilakukan, akan tetapi untuk padi indica masih sedikit informasi yang diperoleh. Dari informasi yang ada ternyata persentase keberhasilan regenerasinya masih rendah dan biasanya belum

2006 R. PURNAMANINGSIH: Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi 75 reproducible (tidak dapat diulang). Selain itu, regenerasi tanaman melalui kultur in vitro bersifat spesifik artinya media yang dapat digunakan untuk meregenerasikan varietas padi tertentu belum tentu dapat digunakan untuk varietas lainnya. Alam et al. (1998) menggunakan media regenerasi MS + kinetin 2 mg/l + NAA 0,1 mg/l untuk regenerasi padi indica kultivar Vaidehi. Hasil penelitian Maftuchah (2003) menunjukkan bahwa media induksi kalus terbaik untuk padi adalah MS + 2,4-D 2,5 mg/l, sedangkan media regenerasi terbaik adalah MS + BA 0,5 mg/l + IAA 0,7 mg/l dengan rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan 2 tunas/ 56 hari. Selanjutnya Purnamaningsih (2003) telah menggunakan media MS + BA 5 mg/l + IAA 0,8 mg/l untuk regenerasi padi Rojolele (javanica). Setelah dicoba formulasi media tersebut ternyata persentase regenerasi yang diperoleh sangat kecil. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, maka pada penelitian ini dicoba modifikasi formulasi media tumbuh dengan penggunaan zat pengatur tumbuh dengan aktivitas yang kuat serta dengan memodifikasi konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode dan formulasi media yang tepat untuk menginduksi pembentukan kalus serta regenerasi dan perakaran pada beberapa varietas padi indica. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Gentik Pertanian, dari September 2003 sampai dengan Februari 2004. Eksplan yang digunakan adalah benih padi subspesies indica, yaitu,, dan (indica). Sebagai pembanding, digunakan tanaman kontrol (T-309), yaitu padi dari subspesies japonica. Media dasar yang digunakan adalah media Murashige Skoog (1962), sedangkan zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah benzil adenine (BA), dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D), picloram, thidiazuron, casein hydrolysate (CH), dan indol acetic acid (IAA). Sebagai sumber karbon digunakan sukrosa 30 g/l, sedangkan agar diberikan sebagai pemadat. Penelitian ini terdiri dari 4 kegiatan, yaitu (1) induksi kalus (2) regenerasi kalus menjadi planlet, (3) multiplikasi tunas dan pembentukan planlet, dan (4) aklimatisasi planlet. Pada kegiatan pertama, digunakan 5 formulasi media dengan tujuan memperoleh kalus yang bersifat embriogenik, yaitu kalus yang mudah diregenerasikan menjadi planlet. Formulasi media yang digunakan adalah (1) MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3000 mg/l, (2) MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l, (3) MS + 2,4-D 20 mg/l, (4) MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l + picloram 5 mg/l, dan (5) MS + picloram 10 mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l. Kegiatan kedua bertujuan untuk meregenerasikan kalus yang diperoleh sehingga menjadi planlet. Kalus yang digunakan adalah kalus yang dihasilkan dari media induksi kalus terbaik. Formulasi media, yaitu (1) MS + BA 3 mg/l + thidiazuron 0,1 mg/l, (2) MS + BA 5 mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l, (3) MS + BA 3 mg/l + IAA 0,8 mg/l, (4) MS + BA 3 mg/l + IAA 0,8 mg/l + zeatin 0,1 mg/l, dan (4) MS + BA 3 mg/l + thidiazuron 0,1 mg/l + zeatin 0,1 mg/l. Selanjutnya biakan ditanam pada media regenerasi terbaik selama 2 bulan masa inkubasi untuk melihat daya multiplikasinya. Untuk menginduksi pembentukan akar digunakan media MS + IAA 1 mg/l. Apabila eksplan telah membentuk akar yang sempurna, maka planlet tersebut diaklimatisasi di rumah kaca. Rancangan yang digunakan adalah faktorial dengan rancangan lingkungan acak lengkap dengan 20 ulangan. Peubah yang diamati adalah persentase pembentukan kalus, ukuran diameter kalus, struktur kalus, persentase kalus yang dapat beregenerasi, daya multiplikasi tunas, jumlah akar serta visual biakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Induksi Kalus Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara varietas dengan formulasi media yang digunakan dalam menginduksi pembentukan kalus dan diameter kalus, sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata (Tabel 1 dan 2). Kemampuan T-309 paling tinggi dalam membentuk kalus dibandingkan dengan yang lainnya, sedangkan Tabel 1. Pembentukan kalus dan diameter kalus beberapa varietas padi. Varietas Persentase kalus Diameter kalus (cm) 70,4a 55,0b 35,4c 31,6d 0,14a 0,09b 0,06b 0,05b Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT.

76 JURNAL AGROBIOGEN VOL 2, NO. 2 mempunyai kemampuan paling rendah. Berbedanya kemampuan T-309 dengan yang lainnya disebabkan karena T-309 termasuk ke dalam kelompok padi subspesies japonica sedangkan yang lainnya termasuk kedalam subspesies indica. Berbagai hal menunjukkan bahwa padi subspesies japonica lebih mudah dan responsif untuk dikulturkan secara in vitro daripada padi subspesies indica (Gambar 1). Pada Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan formulasi media MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3000 mg/l, MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l dan MS + 2,4-D 20 mg/l menghasilkan rata-rata pembentukan kalus sebesar 63, 65, dan 68% dan tidak berbeda nyata secara statistik. Kalus yang terbentuk dari media tersebut bersifat remah (friable), globular (terbentuk nodul-nodul), dan berwarna bening. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga formulasi media tersebut merupakan media terbaik untuk menginduksi pembentukan kalus untuk semua varietas yang digunakan. Formulasi media MS + picloram 10 mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l paling rendah dalam menginduksi pembentukan kalus, selain itu kalus yang dihasilkan bersifat kompak. Menurut Wattimena (1992), zat pengatur tumbuh dari golongan auksin berperan antara lain dalam pembentukan kalus, morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis. Pemilihan konsentrasi dan jenis auksin ditentukan antara lain oleh tipe pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikehendaki. Menurut Sellars et al. (1990) penggunaan auksin dengan daya aktivitas kuat (antara lain 2,4-D, NAA atau dikombinasikan dengan sitokinin dengan konsentrasi rendah) umumnya digunakan untuk induksi kalus embriogenik. Selain itu, jenis dan konsentrasi hormon, jenis asam amino serta rasio auksin dan sitokinin sangat menentukan dalam menginduksi pembentukan kalus. Tabel 2. Pembentukan kalus padi dan diameternya pada beberapa formulasi media. Zat pengatur tumbuh Persentase kalus Diameter kalus (cm) Visual 2,4-D 2 + CH 3000 mg/l 2,4-D 0,5+ BA 0,5 2,4-D 0,5 +BA 0,5 + picloram 5 2,4-D 20 Picloram 10 + thidiazuron 0,4 63,0a 65,0a 28,8b 68,0a 19,0c 0,09a 0,14a 0,05b 0,13a 0,04b Kalus friable, hijau Kalus friable, membentuk tunas Kalus friabel membentuk tunas Kalus friable, hijau Kalus kompak membentuk tunas Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT. A B C D E Gambar 1. Pembentukan kalus padi T-309 pada beberapa formulasi media. A = MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3000 mg/l, B = 2,4-D 20 mg/l, C = MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l, D = MS + 2,4-D 0,5 + BA 0,5 + picloram 5, E = MS + Picloram 10 + thidiazuron 0,4.

2006 R. PURNAMANINGSIH: Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi 77 Ukuran diameter kalus T-309 lebih besar dan berbeda nyata dengan,, dan. Rata-rata kalus T-309 berukuran 0,14 cm 2 sedangkan,, dan berukuran 0,09 cm 2 ; 0,06 cm 2 ; dan 0,05 cm 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa sel-sel kalus T-309 lebih cepat berdiferensiasi daripada ketiga varietas lainnya sehingga ukurannya lebih besar. Sedangkan media MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3000 mg/l, MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l, dan MS + 2,4-D 20 mg/l memberikan pertumbuhan kalus yang lebih cepat dibandingkan media MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 0,5 mg/l + picloram 5 mg/l dan media MS + picloram 10 mg/l + thidiazuron 4 mg/l. Kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan kemampuan masing-masing varietas dalam membentuk kalus serta formulasi media yang digunakan dalam menginduksi pembentukan kalus. Varietas yang lebih responsif menghasilkan ukuran kalus yang lebih besar, demikian pula dengan perlakuan formulasi media yang digunakan. Banyak peneliti melaporkan bahwa ukuran kalus yang dipindahkan ke media regenerasi juga menentukan keberhasilan regenerasi (Yoshida 1995). Kalus yang berukuran 1-2 mm merupakan kalus yang terbaik untuk dipindahkan ke medium regenerasi, sedangkan kalus yang berukuran kurang dari 1 mm akan sulit beregenerasi atau mati. Penampilan kalus secara visual menunjukkan bahwa ketiga formulasi media yang terbaik menghasilkan kalus yang remah (friable), berwarna bening dan terbentuk nodul-nodul (Gambar 1). Namun demikian, kalus yang diperoleh dengan menggunakan media MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3000 mg/l lebih banyak membentuk nodul-nodul dibandingkan dengan media lainnya sehingga diharapkan dengan menggunakan media tersebut akan diperoleh planlet lebih banyak. Media MS + 2,4-D 0,5 mg + BA 0,5 mg/l menghasilkan kalus dengan ukuran lebih besar, namun kalus tersebut merupakan kalus yang bersifat rhizogenik, yaitu kalus yang lebih cepat membentuk akar daripada tunas. Kemungkinan hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan kandungan auksin dan sitokinin (2,4-D dan BA) di dalam eksplan sehingga eksplan lebih dahulu membentuk akar daripada tunas, padahal tunas diperlukan agar tanaman dapat melakukan fotosintesis. Wattimena (1992) menyatakan bahwa morfogenesis tunas dan akar dipengaruhi oleh nisbah auksin dan sitokinin. Nisbah auksin dan sitokinin yang tinggi akan mendorong morfogenesis akar sebaliknya nisbah auksin dan sitokinin yang rendah akan mendorong pembentukan tunas. Kalus yang non-rhizogenik adalah kalus embriogenik yang dapat beregenerasi menjadi planlet. Pembentukan kalus embriogenik ditentukan oleh sumber N didalam media. Asam amino merupakan sumber N organik yang cepat diambil oleh tanaman daripada N- anorganik (Gunawan 1988). Selain itu, penambahan asam amino (antara lain glutamin, kasein hidrolisat, atau arginin) pada media yang sudah mengandung auksin dapat meningkatkan keberhasilan pembentukan kalus embriogenik karena di dalam kloroplas asam amino dapat berperan sebagai prekursor untuk pembentukan asam nukleat dan proses selular lainnya. Regenerasi Kalus Struktur kalus dari berbagai varietas yang digunakan berbeda-beda tergantung kepada formulasi yang digunakan. Biasanya struktur kalus menggambarkan daya regenerasinya membentuk tunas dan akar. Kalus yang berbentuk globular (nodul-nodul) dan berwarna bening biasanya mempunyai kemampuan lebih tinggi untuk membentuk tunas daripada kalus yang bersifat kompak dan berwarna coklat-kehitaman. Dalam hal ini media yang digunakan untuk memacu regenerasi kalus akan sangat menentukan. Keseimbangan nutrisi dalam media tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan kalus maupun diferensiasinya membentuk tunas. Morfogenesis eksplan tergantung kepada keseimbangan auksin dan sitokinin didalam media dan interaksi antara zat pengatur tumbuh endogen di dalam tanaman dan zat pengatur tumbuh eksogen yang diserap dari media tumbuh (Wattimena 1992). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar berbagai varietas serta formulasi media yang digunakan dalam menginduksi regenerasi tunas dari kalus, sedangkan interaksinya tidak berbeda nyata (Tabel 3 dan 4). Dari Tabel 3 dan 4 terlihat keempat varietas yang digunakan dapat beregenerasi membentuk tunas dengan persentase regenerasi yang berbeda-beda tergantung kepada varietas dan formulasi media yang digunakan. Varietas T-309 mempunyai daya regenerasi paling tinggi dibandingkan dengan dan dan tidak berbeda nyata dengan. Dewi (2003) melaporkan bahwa kandungan poliamin kalus padi subspesies indica lebih rendah dibandingkan dengan subspesies japonica, sebaliknya kandungan ACC dan aktivitas ACC oksidase padi subspesies indica lebih tinggi. Pada berbagai tanaman tingkat tinggi diketahui bahwa pembelahan, pembesaran, pemanjangan, dan proliferasi yang cepat pada sel akibat pemberian auksin berhubungan dengan level poliamin (Apelbaum 1990). Diduga hal tersebut menyebabkan padi subspesies indica lebih sulit beregenerasi daripada japonica. Respon varietas yang digunakan tampaknya berbeda-beda terhadap formulasi media yang digunakan. Penggunaan media MS dengan penambahan BA 3

78 JURNAL AGROBIOGEN VOL 2, NO. 2 atau 5 mg/l dikombinasikan dengan thidiazuron 0,1 atau 0,4 mg/l memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan formulasi media lainnya (Tabel 4) di mana persentase kalus pada kedua media tersebut mencapai 76 dan 79%. Pemakaian media MS + BA 3 mg/l + IAA 0,8 mg/l + zeatin 0,1 mg/l tidak memberikan hasil yang baik di mana kalus yang dapat beregenerasi hanya 28%. Pemilihan zat pengatur tumbuh merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan diferensiasi jaringan tanaman yang dikulturkan. Untuk meningkatkan keberhasilan regenerasi dan laju pertunasan, di samping sitokinin terdapat komponen organik lainnya yang mempunyai pengaruh fisiologis sama, yaitu thidiazuron. Senyawa organik tersebut merupakan derivat urea yang tidak mengandung rantai purin yang umumnya dimiliki oleh sitokinin. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi BA dan thidiazuron lebih efektif dalam memacu regenerasi dan multiplikasi tunas. Dilihat dari cara regenerasi kalus menjadi tunas, tampaknya keempat varietas yang digunakan mempunyai kemampuan beregenerasi melalui jalur organogenesis di mana kalus dapat langsung membentuk tunas, dan setelah tunas terbentuk, barulah akar terbentuk pada media yang sama. Berbeda halnya dengan jalur embriogenesis, sebelum kalus beregenerasi, maka kalus tersebut harus melewati 2 tahapan, yaitu tahap pendewasaan dan tahap perkecambahan sebelum terbentuk tunas dan akar. Dalam hal ini kalus/sel tersebut mempunyai 2 calon meristem, yaitu meristem tunas dan meristem akar. Daya regenerasi kalus membentuk tunas sangat ditentukan oleh waktu pemindahan kalus ke media regenerasi. Dalam hal ini masing-masing varietas mempunyai kepekaan yang berbeda-beda untuk bertahan pada media induksi kalus. Varietas T-309,, dan dapat tetap bertahan selama 45-60 hari di media induksi kalus, sedangkan hanya dapat bertahan selama 30-40 hari (Tabel 5), dan apabila setelah 40 hari kalus tidak dipindahkan ke media regenerasi maka daya regenerasinya akan menurun/hilang. Tentunya hal ini akan merugikan karena waktu yang dapat digunakan untuk pertumbuhan kalus juga makin sempit, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Menurut Chung (1992) umur kalus, yaitu lamanya waktu (hari) sejak kalus diinduksi sampai kalus dipindahkan ke media regenerasi sangat menentukan frekuensi regenerasi. Kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan kan- Tabel 3. Daya regenerasi kalus beberapa varietas padi. Varietas Regenerasi (%) 87,0a 69,0a 40,0b 40,0b Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT. Tabel 4. Daya regenerasi kalus pada beberapa formulasi media. Formulasi media (mg/l) Regenerasi (%) BA 3 + thidiazuron 0,1 BA 5 + thidiazuron 0,4 BA 3 + IAA 0,8 BA 3+ IAA 0,8 + zeatin 0,1 BA 3 + thidiazuron 0,1 + zeatin 0,1 76,0a 79,0a 40,0bc 28,0c 50,0b Angka-angka dalam satu lajur yang diikuti oleh huruf sama tidak berbeda pada taraf nyata 5% menurut uji DMRT. Tabel 5. Waktu pemindahan kalus berbagai varietas padi ke media regenerasi. Varietas Waktu pemindahan (hari) 45-60 45-60 45-60 30-40

2006 R. PURNAMANINGSIH: Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi 79 dungan poliamin serta aktivitas ACC oksidase dari masing-masing varietas. Diduga aktivitas ACC oksidase dari paling tinggi sehingga kandungan poliaminnya paling rendah. Hal tersebut menyebabkan paling peka dibandingkan varietas lainnya sehingga harus cepat dipindahkan ke media regenerasi agar daya regenerasinya tidak semakin menurun. Multiplikasi Tunas dan Perakaran Tunas yang dihasilkan selanjutnya dipindahkan pada media regenerasi terbaik untuk melihat daya multiplikasinya. Dari Tabel 6 terlihat bahwa keempat varietas mempunyai daya multiplikasi tunas yang cukup tinggi, demikian pula kemampuannya dalam membentuk akar (Tabel 7). Dengan demikian, terlihat bahwa faktor yang sangat menentukan adalah regenerasi eksplan menjadi tunas dan apabila telah diperoleh tunas, maka perbanyakan atau multiplikasi tunas dapat dilakukan dengan mudah apabila telah diperoleh formulasi media yang tepat. Aklimatisasi Planlet di Rumah Kaca Setelah diperoleh biakan yang berakar, selanjutnya dilakukan pemindahan biakan dari botol kultur ke rumah kaca. Tujuan dari proses aklimatisasi adalah untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan dengan lingkungan tumbuhnya yang baru. Hal ini disebabkan karena tanaman hasil kultur jaringan telah terbiasa tumbuh pada kondisi lingkungan yang kondusif dengan ketersediaan kandungan hara dan kelembaban yang cukup, sehingga setelah dipindahkan ke rumah kaca tanaman harus beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya yang baru. Dari seluruh tanaman yang diaklimatisasi, ternyata semuanya dapat tumbuh dengan baik walaupun pada awalnya proses pertumbuhan terjadi sangat lambat. Namun demikian, setelah satu bulan semuanya dapat tumbuh dengan baik (Gambar 2). Tabel 6. Daya multiplikasi tunas beberapa varietas padi umur 2 bulan. Varietas Rata-rata jumlah anakan 8,5 6,2 5,0 4,5 Tabel 7. Pertumbuhan akar beberapa varietas padi umur 2 bulan. Varietas Rata-rata jumlah akar 6,0 5,2 4,8 5,0 Gambar 2. Aklimatisasi padi T-309 di rumah kaca, 1 bulan setelah tanam.

80 JURNAL AGROBIOGEN VOL 2, NO. 2 KESIMPULAN 1. Formulasi media terbaik untuk menginduksi pembentukan kalus MS + 2,4-D 2 mg/l + CH 3 mg/l. 2. Formulasi media terbaik untuk regenerasi kalus menjadi tunas adalah MS + BA 3 + thidiazuron 0,1 mg/l atau MS + BA 5 mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l. 3. Semua varietas yang diujikan (,, dan ) mempunyai kemampuan regenerasi melalui jalur organogenesis pada beberapa macam media yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Alam, M.F., K. Datta, E. Abrigo, A. Vasquez, D. Senadhira, and D. Datta, S.K. 1998. Production of transgenik deep water indica rice plants expressing a synthetic Bt cryia(b) gene with enhance resistance to YSB. Plant Sci. 35:25-30. Apelbaum, A. 1990. Interrelationship between polyamines and ethylene and its implication for plant growth and fruit ripening. In Flores, H.E., R.N. Arteca, and J.C. Shannon (Eds.). Polyamines and Ethylene: Biochemistry, Physiology, and Interactions. Amer. Plant Soc. of Plant Physiol. USA. p. 278-294. Aswidinnoor, H. 1995. Transformasi gen: Sumber baru keragaman genetik dalam pemuliaan tanaman. Zuriat 6:56-67. Chung, G.S. 1992. Anther culture for rice improvement in Korea. In Zheng K. and T. Murashige (Eds.). Anther Culture for Rice Breeders. Seminar and Training for Rice Anther Culture at Hangzhou, China. p. 8-37. Dewi, I.S. 2003. Peranan fisiologis poliamin dalam regenerasi tanaman pada kultur antera padi (Oryza sativa). Disertasi S 3. Institut Pertanian Bogor. 147 hlm. Gunawan, L.U. 1988. Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. 304 hlm. Maftuchah. 2003. Transformasi genetik padi indica dengan gen cryia(b) menggunakan Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap hama penggerek batang kuning (Scirpophaga incertulas Walker.). Disertasi S 3. Program Studi Agronomi. Institut Pertanian Bogor. 165 hlm. Purnamaningsih, R. 2003. Seleksi in vitro tanaman padi untuk ketahanan terhadap aluminium. Thesis S 2. Institut Pertanian Bogor. 59 hlm. Sellars, R.M., G.M. Southward, and G.C. Philips. 1990. Adventitious somatic embryogenesis from culture immature zygotic embryos of peanut and soybean. Crop Sci. 30:408-413. Yoshida, T. 1995. Relationship between callus size and plant regeneration in rice (Oryza sativa L.) anther culture. JARQ 29:143-147. Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. 308 hlm.