Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

Artikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Keyword : pulmonary tuberculosis smear positive, characteristic of patient

HUBUNGAN DUKUNGAN PMO DAN KETERATURAN MINUM OBAT DENGAN KEGAGALAN KONVERSI TB PARU

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS MULTIDRUG RESISTANT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Respon Biologis dan Kejadian TBC Paru di Indonesia

: INDAH DOANITA HASIBUAN NIM.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Tri Kurniasih, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

ABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis penelitian case control

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

Faktor-Faktor Kegagalan Konversi Pasien TB Paru BTA Positif Kategori I pada Akhir Pengobatan Fase Intensif

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

ABSTRAK EVALUASI HASIL TERAPI OBAT ANTI TUBERKULOSIS FASE INTENSIF PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KOTAMADYA BANDUNG TAHUN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang akan

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN GOUTHY ARTHRITIS

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

Ummi Kalsum Supardi 1, Ida Leida M. Thaha 1, Rismayanti 1 1 Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS, KOTA JAYAPURA, PROVINSI PAPUA TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

HUBUNGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT DENGAN KESEMBUHAN TUBERKULOSIS DI UPT PUSKESMAS ARCAMANIK KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I padajurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Putus Berobat Pada Penderita TB Paru BTA Positif (+ ) di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya

DETERMINAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN, PENULARAN PENYAKIT TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENDOSARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. faktor risiko lain yang berperan terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

Transkripsi:

Artikel Penelitian Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan The Role of Drug Consumption Supervisor and Sputum Rechecking Compliance at Final Phase of Tuberculosis Treatment in Bangkalan District Sumarman* Krisnawati Bantas** *Dinas Kesehatan Kabupaten Oku Timur Sumatera Selatan, **Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Abstrak Penderita tuberkulosis yang telah selesai pengobatan namun tidak melaksanakan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan jumlahnya mencapai 117 orang (20% dari total penderita). Pengawas Minum Obat (PMO) mempunyai tugas untuk mengingatkan penderita agar melaksanakan periksa ulang dahak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran PMO dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Kasus adalah penderita tuberkulosis paru basil tahan asam (BTA) positif berumur > 15 tahun yang telah selesai mendapatkan pengobatan kategori 1 dan tidak melakukan periksa ulang dahak pada bulan kelima atau akhir pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel confounder yaitu penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita berhubungan bermakna dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan penderita tuberkulosis dewasa. Hasil multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa peran PMO yang kurang baik berisiko sebesar 3,013 kali untuk menyebabkan penderita tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan penderita yang memiliki peran PMO baik (95% CI = 1,615-5,621) setelah dikontrol variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita. Kata kunci: Pengawas minum obat, periksa ulang dahak, tuberkulosis Abstract Patients with tuberculosis who had completed treatment but did not do sputum rechecking at the end of treatment phase reached 117 people (20% of total patients). The drug consumption supervisor has a duty to remind the patient to carry out sputum rechecking. This study aims to determine the correlation role of drug consumption supervisor with the compliance sputum rechecking at the end of treatment phase. The design study is case-control. Cases are positive pulmonary tuberculosis patients aged > 15 years who had completed a treatment category 1 and did not recheck the sputum at month 5 or the end of treatment. The results showed that statistically vari- able confounder knowledge of extension workers and patients correlated significantly with the compliance sputum rechecking at the end of treatment phase of adult tuberculosis patients. The results of multivariate showed logistic regretion that drug consumption supervisor s role is less well having 3,013 times the risk of causing the patient not adherent to recheck the sputum at the final phase of treatment compared to patients whose drug consumption supervisor role well (95% CI = 1,615 to 5,621) after the controlled variable extension officers and the knowledge of the patient. Key words: Drug consumption supervisor, sputum recheck, tuberculosis Pendahuluan Kasus tuberkulosis di Indonesia diperkirakan lebih dari 520.000 kasus setiap tahun. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan bahwa point prevalence tuberkulosis di Indonesia adalah 289 per 100.000 penduduk. 1 Berdasarkan laporan Millenium Development Goals (MDG s) Indonesia tahun 2007, angka prevalensi tuberkulosis tahun 2005 tercatat 262 per 100.000 penduduk dengan angka kematian mencapai 41 per 100.000 penduduk. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, tuberkulosis berkontribusi sekitar 9,4% terhadap total kematian di Indonesia. Dalam kelompok penyakit infeksi, tuberkulosis merupakan peringkat pertama penyebab kematian di Indonesia. 2 Hasil penelitian Versitaria dan Kusnoputranto, 3 menunjukkan bahwa status gizi yang buruk, jenis kelamin laki-laki, dan jumlah hunian kamar memiliki risiko 29 kali untuk Alamat Korespondensi: Sumarman, Dinkes Kabupaten Oku Timur, Jl. Lintas Timur Sumatera Kompleks Perkantoran Kabupaten Oku Timur Sumatera Selatan 32181, Hp. 081367171725, e-mail: sumarman_plbg@yahoo.com 91

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 2, Oktober 2011 menderita penyakit tuberkulosis paru basil tahan asam (BTA) positif. Kabupaten Bangkalan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur dengan target penemuan kasus tuberkulosis tahun 2010 sekitar 664 penderita BTA positif. Pencapaian angka konversi tuberkulosis telah memenuhi target yang diharapkan pada tahun 2009 sekitar 89% dan tahun 2010 sekitar 91%. Sementara, angka penemuan penderita pada tahun 2009 baru mencapai 60,1% dan tahun 2010 sebesar 61,2%. Angka kesembuhan pada tahun 2009 (78,8%) dan tahun 2010 (78,9%) masih rendah dan tidak mengalami peningkatan yang bermakna. 4 Kegagalan mencapai indikator angka kesembuhan penderita tuberkulosis antara lain disebabkan oleh sebagian penderita tidak melakukan pemeriksaan ulang dahak pada bulan kelima dan akhir pengobatan. Akibatnya, kemajuan pengobatan penderita tidak dapat dievaluasi untuk menentukan kelanjutan pengobatan berdasarkan status kesembuhan penderita. Dampak terhadap program yaitu sulit mencapai target angka kesembuhan (> 85%). Berdasarkan laporan awal yang dikumpulkan dari tiap puskesmas di Kabupaten Bangkalan, jumlah seluruh penderita BTA positif yang ditemukan pada tahun 2010 adalah 585 penderita. Jumlah penderita BTA positif yang tidak melakukan periksa ulang dahak saat sebulan sebelum dan selama akhir pengobatan berada pada kisaran 20% penderita. 4 Selain mengawasi dan memberikan dorongan agar penderita minum obat secara teratur, tugas pengawas minum obatpmo yang lain adalah mengingatkan penderita untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai waktu yang ditentukan. 2 Ada hubungan yang bermakna antara peran PMO yang baik dengan pelaksanaan periksa ulang dahak oleh penderita tuberkulosis dengan nilai odds ratio (OR) = 2,18 (95% CI = 1,15-4,13), tetapi tanpa mengendalikan variabel. 5,6 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peran PMO dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan penderita tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat, bahan masukan dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit tuberkulosis, pengalaman belajar dalam melakukan penelitian, dan dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya di masa mendatang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi kasus kontrol tidak berpadanan (unmatched). 7 Penelitian dilakukan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan pada periode bulan Februari hingga Juni tahun 2011. Populasi adalah semua penderita tuberkulosis BTA positif dewasa (berusia > 15 tahun) yang telah mendapatkan pengobatan lengkap dan tercatat dalam register tuberkulosis puskesmas mulai dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010 dalam wilayah Kabupaten Bangkalan. Sampel adalah sebagian penderita tuberkulosis baru dengan BTA positif dewasa (berusia > 15 tahun) yang telah mendapatkan pengobatan lengkap kategori 1 dan tercatat dalam register tuberkulosis puskesmas mulai dari 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010. Kriteria kasus adalah semua penderita tuberkulosis baru dengan BTA positif dewasa (berusia > 15 tahun) yang telah mendapatkan pengobatan lengkap kategori 1 dan tidak melaksanakan pemeriksaan ulang dahak pada bulan kelima atau akhir pengobatan. Kriteria kontrol adalah sebagian penderita tuberkulosis baru dengan BTA positif dewasa (berusia > 15 tahun) yang telah mendapatkan pengobatan lengkap kategori 1 dan telah melaksanakan pemeriksaan ulang dahak pada bulan kelima dan akhir pengobatan. Besar sampel minimal berdasarkan perhitungan dengan rumus uji hipotesis untuk 2 proporsi populasi. Jumlah sampel yang mungkin untuk variabel independen peran PMO dengan tingkat kesalahan 5% atau Z 1-α/2 = 1,96 dan kekuatan penelitian (power) = 80% atau 0,84. 8 Nilai perkiraan berdasarkan penelitian dengan OR = 2,18 dan P2 = 0,40 maka besar sampel adalah 93. 6 Jumlah kontrol ditetapkan sama banyaknya dengan jumlah kasus (1:1) = 93 kontrol. Penderita yang memenuhi kriteria kasus akan diambil semua menjadi sampel. Variabel dependen adalah kepatuhan periksa ulang dahak untuk memeriksakan dahak fase akhir pengobatan pada bulan kelima pengobatan dan seminggu sebelum AP. Variabel independen meliputi variabel utama (peran PMO), faktor predisposisi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan), faktor pemungkin (jarak rumah ke tempat layanan dan biaya pengobatan) serta faktor penguat (jenis PMO dan penyuluhan petugas). 9 Pengambilan data primer dibantu oleh 22 petugas di puskesmas dan 3 petugas di kabupaten, petugas sebelumnya dilatih. Wawancara dilakukan kepada tiap responden terpilih dengan menggunakan pertanyaan terstruktur. Data sekunder digunakan untuk mengetahui jumlah dan nama penderita yang akan dipilih berdasarkan data yang terdapat di register TB 01, TB 03, dan TB 05 di Puskesmas se-kabupaten Bangkalan. Untuk menjaga kualitas data agar sesuai dengan yang diharapkan dan meminimalkan bias maka akan dilakukan upaya seperti pelatihan singkat bagi tim yang akan melaksanakan pengumpulan data termasuk supervisor/koordinator. Bias seleksi yang mungkin terjadi pada penelitian ini adalah bias yang disebabkan 92

Sumarman & Bantas, Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis Tabel 1. Distribusi Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Berdasarkan Faktor Risiko Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Variabel Kategori Jumlah Tidak Patuh Patuh n % n % n % Peran PMO Kurang baik 70 67,3 44 42,3 114 54,8 Baik 34 32,7 60 57,7 94 45,2 Umur < 40 tahun 65 62,5 61 58,7 126 60,6 > 40 tahun 39 37,5 43 41,3 82 39,4 Jenis kelamin Laki-laki 69 66,3 50 48,1 119 57,2 Perempuan 35 33,7 54 51,9 89 42,8 Pendidikan Rendah 73 70,2 70 67,3 143 68,7 Menengah keatas 31 29,8 34 32,7 65 31,3 Pekerjaan Tidak bekerja 31 29,7 33 31,7 64 30,8 Bekerja 73 70,2 71 68,3 144 69,2 Pengetahuan penderita Kurang baik 61 58,7 44 42,3 105 50,5 Baik 43 41,3 60 57,7 103 49,5 Jarak rumah ke puskesmas Jauh 55 52,9 41 39,4 96 46,2 Dekat 49 47,1 63 60,6 112 53,8 Biaya berobat Mahal 22 21,2 21 20,2 43 20,7 Murah 82 78,8 83 79,8 165 79,3 Jenis PMO Bukan tenaga kesehatan 55 52,9 45 43,3 100 48,1 Tenaga kesehatan 49 47,1 59 56,7 108 51,9 Penyuluhan petugas Kurang mengerti 79 76,0 40 38,5 119 57,2 Mengerti 25 24,0 64 61,5 89 42,8 oleh penolakan responden untuk berpartisipasi sehingga mempengaruhi tingkat partisipasi tingkat kasus maupun kontrol. Pada penelitian ini terdapat 117 calon responden dan terdapat 13 orang (11,1%) yang tidak dapat berpartisipasi karena sulit untuk ditemui dan telah pindah alamatnya. Data yang telah dimasukkan selanjutnya dianalisis dan diinterpretasi dengan program software komputer. Analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu kepatuhan periksa dahak oleh penderita BTA positif. Analisis yang digunakan adalah menghitung OR untuk menunjukkan odds yang terjadi pada kelompok kasus dibandingkan dengan odds yang terjadi pada kelompok kontrol dengan derajat kepercayaan (confident interval, CI) CI 95% = 0,05. 10 Analisis multivariat menggunakan regresi logistik karena variabel terikat dalam penelitian bersifat kategorik-dikotomik. Langkah analisis sebagai berikut: (1) pemilihan variabel kandidat dari hasil analisis bivariat kemudian variabel dengan nilai p < 0,25 dipertimbangkan untuk masuk dalam analisis; (2) pemodelan lengkap yang mencakup variabel utama dan variabel kandidat terpilih untuk dimasukkan dalam model dan dilakukan analisis; (3) pengujian interaksi dan confounding; dan (4) penyusunan model akhir. 11 Hasil Distribusi frekuensi variabel faktor risiko menurut kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dapat dilihat pada Tabel 1. Seleksi Kandidat Model Multivariat Seleksi kandidat model multivariat dilakukan menggunakan analisis bivariat dengan kriteria nilai p uji chi square adalah 0,25. Variabel yang memenuhi kriteria adalah jenis kelamin, pengetahuan penderita, jenis PMO, jarak rumah ke puskesmas, dan pengertian petugas penyuluh dengan nilai p = 0,25 (Lihat Tabel 2). Hasil ujian interaksi antara variabel independen utama dengan penyuluhan petugas, jenis kelamin, jarak rumah ke puskesmas, jenis PMO, dan pengetahuan penderita tidak didapatkan variabel dengan perubahan nilai p < 0,05. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada model ini tidak ada variabel interaksi. Hasil uji confounding didapatkan variabel yang memiliki selisih OR > 10% sebagai syarat untuk memenuhi kriteria confounding adalah variabel pengetahuan penderita dan penyuluhan petugas. Dengan demikian, variabel tersebut dipertahankan dalam model karena secara statistik dapat mendistorsi perkiraan hubungan antara variabel utama dengan variabel outcome. Oleh sebab itu, pada analisis multivariat untuk 93

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 2, Oktober 2011 Tabel 2. Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak pada Fase Akhir Pengobatan Variabel Kategori Nilai p Peran PMO Kurang baik 0,001 Baik Umur < 40 tahun 0,570 > 40 tahun Jenis kelamin Laki-laki 0,008 Perempuan Pendidikan Rendah 0,654 Menengah keatas Pekerjaan Tidak bekerja 0,764 Bekerja Perngetahuan penderita Kurang baik 0,018 Baik Jarak rumah ke puskesmas Jauh 0,052 Dekat Biaya berobat Mahal 0,864 Murah Jenis PMO Bukan tenaga kesehatan 0,165 Tenaga kesehatan Penyuluhan petugas Kurang mengerti 0,001 Mengerti Tabel 3. Model Akhir Analisis Multivariat Regresi Logistik Variabel βb Standar Eror Nilai p OR 95% CI Peran PMO 1,103 0,318 0,001 3,013 1,615-5,621 Penyuluhan petugas 1,691 0,323 0,000 5,426 2,880-10,224 Pengetahuan penderita 0,692 0,315 0,028 1,998 1,078-3,702 Konstanta -5,042 0,883 0,000 0,006 melihat hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan harus dikontrol dengan variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita. Berdasarkan hasil model akhir yang didapat maka peran PMO yang kurang baik mempunyai kecenderungan/berisiko sebesar 3,013 kali untuk menyebabkan penderita tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan penderita yang memiliki peran PMO baik dengan nilai OR = 3,013 (95% CI = 1,615-5,621) setelah dikontrol variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita (Lihat Tabel 3). Pembahasan Hubungan antara variabel utama yaitu peran PMO dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dikontrol oleh variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita. Peran PMO yang kurang baik mempunyai kecenderungan/berisiko untuk menyebabkan penderita tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan sebesar 3,013 kali dibandingkan penderita yang mempunyai peran PMO baik setelah dikontrol variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita dengan nilai OR = 3,013 (95% CI = 1,615-5,621) dan nilai p = 0,001. Penelitian ini sejalan dengan Yuliansyah, 6 yang menyatakan bahwa peran PMO berhubungan dengan kepatuhan periksa ulang dahak. Hasil studi Yuliansyah, 6 menyatakan bahwa peran PMO yang kurang baik akan berisiko sebesar 2,18 kali untuk membuat penderita tidak patuh periksa ulang dahak dibandingkan penderita yang memiliki peran PMO baik dan secara statistik hubungannya bermakna dengan nilai p = 0,025. Hasil penelitian ini juga memperkuat pernyataan sebelumnya bahwa untuk menjamin seorang penderita tuberkulosis menyelesaikan pengobatannya dengan baik dan teratur maka diperlukan peran PMO yang bekerja dengan baik. 10 Penderita tuberkulosis yang tidak mengerti materi penyuluhan yang diberikan petugas berisiko tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan 5,06 kali lebih besar daripada penderita yang mengerti materi penyuluhan (OR = 5,06; nilai p = 0,00; 95% CI = 2,779-9,20). Hasil penelitian Wirdani yang konsisten dengan penelitian ini menyatakan bahwa penyuluhan yang tidak 94

Sumarman & Bantas, Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Periksa Ulang Dahak Fase Akhir Pengobatan Tuberkulosis dimengerti oleh penderita berisiko 4,27 kali menyebabkan penderita tidak patuh berobat. 11 Ketidakpatuhan berobat bukan semata-mata kesalahan pasien, tetapi juga merupakan gambaran kesalahan petugas kesehatan yang gagal meyakinkan pasien. Kemungkinan karena petugas sendiri tidak memberikan penyuluhan dengan baik atau tidak mengerti materi penyuluhan yang berhubungan dengan kepatuhan berobat. 10 Pengetahuan kurang baik tentang periksa ulang dahak berisiko untuk tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan 1,93 kali lebih besar daripada penderita yang berpengetahuan baik (OR = 1,93; nilai p = 0,018; 95% CI = 1,115-3,356). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. 12,13 Pengetahuan adalah proses pengindraan terhadap suatu subjek tertentu. Pengetahuan berpengaruh dominan terhadap tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hipotesis penelitian adalah ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan penderita tuberkulosis paru. Berdasarkan analisis bivariat dan analisis multivariat logistik regresi didapatkan bahwa peran PMO yang kurang baik mempunyai kecenderungan/berisiko untuk menyebabkan penderita tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan 3,013 kali dibandingkan penderita yang mempunyai peran PMO baik, setelah dikontrol variabel penyuluhan petugas dan pengetahuan penderita di Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010 dengan nilai OR = 3,013 (95% CI = 1,615-5,621) dan secara statistik bermakna dengan nilai p = 0,001 sehingga hipotesis penelitian ini dapat dibuktikan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian serta analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peran PMO berhubungan secara bermakna dengan kepatuhan periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan penderita tuberkulosis paru dewasa setelah dikontrol variabel lain. Peran PMO yang kurang baik mempunyai kecenderungan/berisiko 3,013 kali untuk menyebabkan penderita tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan penderita yang memiliki peran PMO baik dengan nilai OR = 3,013 (95% CI = 1,615-5,621), setelah dikontrol variabel pengetahuan penderita (predisposisi) dan penyuluhan petugas (penguat). Saran Ketika memulai pengobatan, setiap penderita dan PMO harus diberikan penyuluhan agar penderita yakin dan mengerti bahwa periksa ulang harus dilaksanakan sesuai jadwal. Petugas khususnya di wilayah pedesaan perlu dilatih secara periodik tentang tuberkulosis agar dapat meyakinkan penderita. Selain itu, perlu adanya peningkatan pengetahuan masyarakat melalui sosialisasi dengan bahasa sederhana dan mudah dimengerti secara lintas program dan sektor dengan melibatkan organisasi pemuda. PMO harus mengingatkan dan memotivasi penderita untuk melakukan pemeriksaan dahak tepat waktu. PMO yang dibekali buku pintar tentang pengobatan tuberkulosis dan jadwal periksa ulang dahak penderita secara proaktif melakukan kunjungan rumah pada penderita yang mangkir agar periksa ulang dahak. Penderita tuberkulosis yang sudah sembuh didorong membentuk wadah untuk memotivasi penderita lain untuk menyelesaikan pengobatan sampai sembuh. Penderita yang sudah sembuh, yang lebih mengerti keadaan dan kondisi yang dialami penderita tuberkulosis, dapat dijadikan diprioritaskan sebagai PMO. Perlu dilakukan penelitian dengan desain kohort untuk melihat variabel yang diteliti terhadap kepatuhan periksa ulang dahak sehingga asas temporality lebih diperhatikan dan efek bias menjadi kecil. Daftar Pustaka 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar tahun 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. edisi ke-2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2008. 3. Versitaria HU, Kusnoputranto H. Tuberkulosis paru di Palembang, Sumatera Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2011; 5 (5): 234-40. 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan. Profil kesehatan tahun 2010. Bangkalan: Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan; 2011. 5. Hamdi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita tb paru pada fase intensif di Kabupaten Majalengka tahun 1997-2000 [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2001. 6. Yuliansyah A. Hubungan persepsi mengenai pemeriksaan dahak dengan kepatuhan pemeriksaan ulang dahak pada penderita tb paru bta positif di Kota Bengkulu tahun 2005-2006 [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2007. 7. Murti B. Prinsip dan metode riset epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2000. 8. Lemeshow. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1997. 9. Green LW. Health education planning a diagnosyic approach. California: Mayfield Publishing Company; 1980. 10. Aditama TY. Sepuluh masalah tuberkulosis dan penanganannya. Jurnal Respirotory Indonesia. 2000; 20 (1). 11. Riyanto A. Penerapan analisis multivariat dalam penelitian kesehatan. Bandung: Nifta Mendia Press; 2009. 95

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 2, Oktober 2011 12. Pirade A. Faktor yang berhubungan dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak pada sputum penderita tb paru bta positif di puskesmas Jakarta Pusat [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2001. 13. Yuliharti A. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan memeriksakan dahak pada akhir fase intensif pengobatan tuberkulosis paru di Kota Sukabumi tahun 2002 [tesis]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2002. 96