KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Bahan dan Alat

ANALISIS SPASIAL KEMAMPUAN INFILTRASI SEBAGAI BAGIAN DARI INDIKASI BENCANA KEKERINGAN HIDROLOGIS DI DAS WEDI, KABUPATEN KLATEN-BOYOLALI

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

KESESUAIAN LAHAN TANAMAN JATI PADA KERAWANAN LONGSORLAHAN DI SUB-DAS LOGAWA KABUPATEN BANYUMAS

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

SISTEM INFORMASI BENCANA GUNUNG API (STUDI KASUS GUNUNG API SALAK JAWA BARAT)

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB III TINJAUAN WILAYAH

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL...

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

Transkripsi:

KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR 1) Puncak Joyontono, 1) Subarno, 1) Reineta Puspitasari, 1) Tiara Handayani, 1) Asal Izmi, 1) Cut Ayu Tiara S, 1) M. Rifki Ghozali, 1) Ika Indah Karlina, 1) Muhammad Fitranata N, 2) Suprapto Dibyosaputro 1) Mahasiswa Jurusan Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 2) Dosen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada INTISARI Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendo merupakan salah satu sungai yang berhulu di Gunungapi Ijen sehingga dapat mewakili toposekuen kajian mengenai karakteristik, potensi, dan bahayanya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi 1) karakteristik geomorfologi lingkungan di DAS Bendo, 2) karakteristik tanah di DAS Bendo, 3) kemampuan lahan di DAS Bendo, 4) bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo, 5) penggunaan lahan terpapar bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo. Metode yang digunakan adalah pra-observasi dan observasi (survei lapangan). Pra-observasi dilakukan dengan pembuatan peta tentatif dengan memanfaatkan data Peta RBI Lembar Banyuwangi, Tetelan, Gilimanuk dan Sempol skala 1: 25.000, Peta Geologi Lembar Banyuwangi skala 1:100.000, Citra SRTM Kabupaten Banyuwangi, Citra Google Earth 2014, dan Peta Bahaya Gunungapi Ijen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) geomorfologi DAS Bendo bagian hulu dan tengah merupakan perkembangan dari proses vulkanik masa lampau, sedangkan geomorfologi bagian hilir berkembang dari beberapa proses geomorfologi yang terjadi, antara lain fluviovulkan, dan marin, 2) Karakteristik tanah yang ada di DAS Bendo berasal dari proses pedogenesis material vulkanik, 3) kemampuan lahan DAS Bendo memiliki variasi kelas II hingga kelas VIII (kecuali kelas V), 4) Potensi bahaya yang timbul pada DAS Bendo adalah hujan abu lebat, lontaran batu dan hujan lumpur, lava, aliran piroklastik, lahar letusan serta lahar hujan, 5) Penggunaan lahan yang terpapar bahaya Gunungapi Ijen adalah kawasan cagar alam semak belukar, tegalan, kebun, sawah irigasi, dan permukiman. Kata kunci: DAS Bendo, Geomorfologi, Lahan, Karakteristik, Potensi

PENDAHULUAN Setiap wilayah memiliki sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan baik dalam aspek fisik maupun sosial. Kompleks Gunungapi Ijen merupakan salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman sumberdaya. Sumberdaya yang memiliki ciri khas dan berkembang dengan baik akibat keberadaan Gunungapi Ijen adalah sumberdaya lahan. Karakteristik lahan dapat diidentifikasi melalui kondisi fisik lingkungan (geomorfologi lingkungan) dan kondisi fisik kebencanaan serta potensi pemanfaatan (penggunaan lahan). Kajian analisis lahan di wilayah Gunungapi Ijen ini difokuskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bendo. DAS Bendo merupakan salah satu DAS yang aliran sungainya berhulu di kompleks Gunungapi Ijen, yaitu Gunungapi Rante, Merapi, dan Ijen. Pemilihan lokasi ini dikarenakan aliran lahar melewati Sungai Bendo yang menyebabkan adanya perubahan kondisi lahan di sekitar wilayah Gunungapi Ijen, sehingga DAS Bendo mampu mewakili toposekuen yang dapat menjadi acuan kajian lahan di wilayah Gunungapi Ijen. Pemanfaatan lahan di DAS Bendo perlu memperhatikan kemampuan lahan yang ada guna tetap mempertahankan sumberdayanya. Selain disesuaikan dengan kemampuan lahan, pemanfaatan lahan juga perlu memperhatikan aspek bahaya Gunungapi Ijen. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan apabila terjadi letusan Gunungapi Ijen. Pemanfaatan yang memperhatikan kemampuan lahan dan aspek bahaya yang ada mampu mempertahankan kelestarian sumberdaya di DAS Bendo. TUJUAN 1. Mengidentifikasi karakteristik geomorfologi lingkungan di DAS Bendo. 2. Mengidentifikasi karakteristik tanah di DAS Bendo. 3. Mengidentifikasi kemampuan lahan di DAS Bendo. 4. Mengidentifikasi bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo. 5. Mengidentifikasi penggunaan lahan yang dapat terpapar bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di DAS Bendo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Secara administratif DAS Bendo meliputi beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Licin, Glagah, Giri, dan Banyuwangi. Secara geografis DAS Bendo terletak pada koordinat 114,216 0 BT- 114,391 0 BT dan 8,064 0 LS-8,254 0 LS, dengan luas DAS sebesar 21 km 2. Pemilihan lokasi di DAS Bendo (Gambar 1) dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu (1) variasi kelerengan, bentuklahan, dan penggunaan lahan dari hulu hingga hilir DAS Bendo, sehingga memiliki potensi lahan yang bervariasi dan (2) minimnya penelitian di DAS Bendo terkait potensi lahan dan potensi bahaya Gunungapi Ijen, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Gambar 1. Lokasi Penelitian

Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Global Positioning System (GPS) 2. Pita Ukur 3. Soil Test Kit 4. Kompas Geologi 5. Abney Level 6. Munsell Color Chart 7. Plastik sampel 8. Alat tulis 9. Cek list 10. Buku catatan 11. Kamera 12. Perangkat lunak Arc GIS 10.1 13. Perangkat lunak Ms. Office 2007 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Lembar Banyuwangi, Tetelan, Gilimanuk dan Sempol skala 1: 25.000 2. Peta Geologi Lembar Banyuwangi skala 1:100.000 3. Citra SRTM Kabupaten Banyuwangi 4. Citra Google Earth 2014 5. Peta Bahaya Gunungapi Ijen (Jurnal) Metode Pembuatan Peta Penggunaan Lahan Pembuatan peta penggunaan lahan DAS Bendo memerlukan beberapa datadata dasar, yakni Peta Rupa Bumi Indonesia Digital Skala 1:25.000 dancitra Google Earth Tahun 2014. Peta penggunaan lahan DAS Bendo dibuat menggunakan software ArcGIS 10.1 dengan membandingkan data penggunaan lahan Peta RBI dan penggunaan lahan aktual menggunakan citra satelit google earth 2014. Peta RBI digital selanjutnya ditampalkan dengan citra satelit google earth tahun 2014 hingga terlihat perubahan penggunaan lahan. Pembuatan Peta Geomorfologi Pembuatan peta geomorfologi dilakukan di DAS Bendo dengan skala pemetaan 1:50.000. Geomorfologi merupakan kajian yang berkaitan dengan morfologi, morfogenesa, morfoaransemen, dan morfokronologi. Dalam pemetaan ini meliputi beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu relief, proses geomorfik, dan material penyusun. Identifikasi Karakteristik Tanah Identifikasi tanah dilakukan dengan cara destruksi yaitu membuat profil tanah dengan cara menggali atau membuat singkapan tanah. Obyek pengamatan tanah adalah horizon genetik tanah dengan karakteristik fisik, kimia dan biologi tanah yang ada di lapangan. Identifikasi karakteristik fisik meliputi sifat warna, tekstur, struktur, keberadaan bahan kasar, konsistensi, padas, bentuk. Sifat kimia meliputi bahan organik, karbonat, ph, Fe, drainase. Sifat biologi meliputi pengamatan vegetasi dan biota tanah. Selain pengamatan di lapangan, juga diambil sampel tanah setiap horizon tanah. Pembuatan Peta Kemampuan Lahan Pembuatan peta kemampuan lahan DAS Bendo dilakukan dengan metode Subjective Matching berdasarkan Arsyad (2000). Metode ini merupakan metode penentuan kelas kemampuan lahan dengan penyesuaian kriteria kelas kemampuan lahan terhadap data yang diperoleh di daerah kajian. Metode ini juga memperhatikan faktor yang dominan mempengaruhi suatu kemampuan lahan. Kriteria kelas kemampuan lahan dalam penentuan kelas kemampuan lahan terdiri

dari kemiringan lereng, tingkat erosi, kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, kondisi drainase, jumlah kerikil dan/atau batuan, ancaman banjir. Klasifikasi kemampuan lahan didasarkan pula pada identifikasi bentuklahan sebagai dasar satuan lahan. Potensi Ancaman Bahaya Gunungapi Ijen Penilaian terhadap prakiraan bahaya gunungapi Ijen bersumber dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zaennudin, dkk (2012). Hasil pemetaan prakiraan bahaya gunungapi Ijen menurut penelitian tersebut dilakukan dengan pendekatan deterministik dan probabilistik. Pendekatan deterministik dilakukan berdasarkan data geologi, goefisika, geokimia dan data penunjung lainnya sebagai identifikasi karakteristik vulkanisme. Pendekatan probablistik dilakukan dengan analisis statistik data sejarah letusan. Hasil pemetaan prakiraan bahaya gunungapi Ijen di DAS Bendo yang bersumber dari penelitian Zaenudin, dkk (2012), kemudian dilakukan cek lapangan untuk mengetahui kondisi aktual. Cek lapangan dilakukan dengan mengamati kondisi batuan dan kondisi morfologi serta wilayah sekitar sungai. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Penggunaan Lahan DAS Bendo Penggunaan lahan yang ada pada DAS Bendo sangat bervariasi. Penggunaan lahan yang terdapat di DAS Bendo mencakup hutan lindung, kebun, tanah lading/tegalan, semak belukar, rumput, sawah irigasi, empang, permukiman, dan gedung. Setiap zona pada DAS Bendo memiliki penggunaan lahan yang berbedabeda. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan, ketinggian dan relief, suhu udara, dan ketersediaan air. Bagian hulu merupakan daerah konservasi yang banyak dimanfaatkan untuk cagar alam Kawasan Ijen. Selain itu juga terdapat semak belukar, tegalan, serta perkebunan yang dikelola oleh PT. Lidjen. dengan komoditi cengkeh, kopi, dan hutan tanaman industri berupa gamelia dan sengon. Peta penggunaan lahan yang ada di hulu DAS Bendo dapat dilihat pada Gambar 3.a. Gambar 3.a. Peta Penggunaan Lahan Hulu DAS Bendo Penggunaan lahan bagian tengah didominasi oleh perkebunan yang dikelola PT. Kali Bendo dengan komoditi cengkeh, karet, kopi, dan mahoni. Penggunaan lahan lainnya berupa sawah irigasi dengan sistem terasiring dan pemukiman (Gambar 3.b). Gambar 3.b. Peta Penggunaan Lahan Tengah DAS Bendo Lain halnya dengan penggunaan lahan pada bagian hilir yang cukup kompleks.

Pada bagian hilir ini merupakan daerah padat penduduk dengan penggunaan lahan permukiman, sawah irigasi, tambak, mangrove, dan gedung (Gambar 3.c). Gambar 3.c. Peta Penggunaan Lahan Hilir DAS Bendo Geomorfologi DAS Bendo Secara keseluruhan, DAS Bendo memiliki 3 bentuklahan utama yaitu, bentuklahan asal proses vulkanik, bentuklahan asal fluvial, dan bentuklahan asal marin. Bagian hulu dan tengah DAS Bendo merupakan zona bentuklahan asal vulkanik, sedangkan bagian hilir merupakan bentukan hasil proses fluvial dan marin. Profil pengamatan di lapangan dari hulu ke hilir ditunjukkan pada gambar berikut ini. Material yang ada berupa material breksi gunungapi, lahar, lava, dan tuf. Pembentukan material permukaan pada bentuklahan vulkanik secara keseluruhan dipengaruhi oleh adanya material abu vulkanik gunungapi Morfologi pada bagian hulu adalah bergunung pada bagian lereng atas dan berbukit pada bagian lereng tengah. Proses dominan yang terjadi pada bentuklahan ini adalah erosi dan gerakan massa. Kedua proses ini masih sangat tinggi terjadi dibagian hulu karena juga dipicu dengan adanya kemiringan lereng yang besar dan curah hujan yang tinggi. Tanah longsor yang terjadi diakibatkan adanya pemotongan lereng untuk pembuatan jalan dan dipicu oleh air hujan. Bagian tengah DAS Bendo terdiri dari lereng bawah, dan kaki gunungapi (Gambar 7.b). Pada zonasi ini juga ditemukan adanya material lava andesit yang merupakan material hasil proses erupsi gunungapi yang sudah terendapkan (Gambar 5). Gambar 4. Penampang Melintang Jalur Pengamatan DAS Bendo bagian hulu terdiri dari unit bentuklahan berupa puncak, lereng atas dan lereng tengah (Gambar 7.a). Gambar 5. Material Lava Andesit Proses erosi pada lereng tengah masih memiliki intensitas yang cukup besar. Besarnya erosi yang terjadi juga dipengaruhi oleh jenis vegetasi di perkebunan. Adanya perkebunan di lereng bawah ini juga memicu besarnya erosi yang terjadi. Adanya air terjun

menunjukkan keberadaan air yang dipengaruhi adanya perubahan struktur perlapisan batuan (Gambar 6). Proses yang berlangsung pada kaki gunungapi adalah proses transportasi yaitu peralihan dari erosi menuju sedimentasi sehingga adanya material-material lahar dan piroklastik. (a) Gambar 6. Air Terjun di DAS Bendo Bagian hilir DAS Bendo terdiri dari dataran fluviovulkan (bentuklahan asal proses fluvial dan vulkanik), beting gisik, gisik, dan laguna yang termasuk ke dalam bentuklahan asal marin seperti pada Gambar 7.c. Material yang ada pada dataran fluviovulkan berupa endapan sedimen. Dataran fluviovulkan yang sejatinya merupakan peralihan antara bentuklahan vulkanik dan fluvial ini merupakan kawasan yang cenderung subur. Morfologi yang ada pada bagian hilir adalah datar yang menyebabkan banyaknya kegiatan manusia yang dilakukan pada zona ini. Salah satunya adalah kegiatan pertanian. Berkembangnya lahan pada daerah hilir ini tidak terlepas dari pengaruh proses geomorfologi pada zona hulu, yang mana material dari hulu terendapkan di bagian hilir. Secara lebih rinci peta geomorfologi DAS Bendo ditunjukkan pada gambar berikut ini. (b) (c) Gambar 7. Peta Geomorfologi DAS Bendo bagian (a) Hulu (b) Tengah (c) Hilir Identifikasi Karakteristik Tanah DAS Bendo Salah satu komponen penting penyusun lahan adalah tanah. Tanah berperan dalam menentukan produktifitas lahan. Karakteristik tanah dan ketebalan

tanah di satu tempat dengan tempat lain berbeda-beda. Ketebalan tanah tergantung dari berbagai faktor lereng, proses geomorfologi, vegetasi yang tumbuh diatasnya dan tingkat lapukan batuan. Hal ini juga terjadi pada kondisi tanah di DAS Bendo. Tanah yang ada di DAS Bendo berasal dari proses pedogenesis material vulkanik. Gambar berikut merupakan hasil perbandingan kedalaman tanah dar hulu ke hilir DAS Bendo. Gambar 8. Perbandingan kedalaman tanah hasil pengamatan Perkembangan tanah di bagian hulu memiliki karakteristik tanah dengan kedalaman dan perkembangan horison yang berbeda tetapi mampu membentuk horison O. Kedalaman tanah dipengaruhi morfologi secara lokal dalam lingkup yang lebih kecil, sedangkan perkembangan horisonnya dipengaruhi oleh kemiringan lereng dan vegetasi. Titik sampel pada bagian hulu berada pada bentuklahan lereng tengah yang juga merupakan teras sungai. Horison tanah yang terbentuk adalah A1-A2-B1-C. Tanah yang ada berwarna pucat menandakan hara yang ada dalam tanah sudah sedikit hal ini dikarenakan adanya tanaman karet yang banyak menyerap hara dalam tanah. Tanah di lereng ini memiliki ketebalan yang tebal karena hasil endapan longsoran.tekstur tanah bersifat lempung berdebu (Gambar 9). Gambar 9. Titik Pengamatan 4a Hulu Perkembangan tanah di bagian tengah DAS memiliki karakteristik tanah dengan kedalaman tanah yang dalam (>1,5 m). Bahan induk tanahnya berasal dari material longsoran atau jenis gerak massa lainnya yang mengikuti sistem lereng lembah sungai Bendo. Identifikasi tanah zona tengah mengambil titik sampel pada perbatasan antara lereng tengah dan lereng bawah (Gambar 10). Tanah yang terbentuk meliputi horizon A dan B. Kondisi lereng yang miring membuat proses infiltrasi berkurang, namun proses aliran permukaan juga semakin besar yang mengakibatkan adanya erosi permukaan. Secara pengelolaan mekanik, perlu dibuatkan teras lereng khususnya pada area perkebunan untuk mencegah gerak massa dan erosi yang besar. Gambar 10. Titik Pengamatan 1b Tengah Perkembangan tanah di hilir DAS dipengaruhi oleh proses geomorfologi dan lingkungan. Proses sungai mengendapkan material fluvialtil maupun lahar ke tepi

sungai. Hasilnya adalah bahan induk tanah. Tanah yang terbentuk pun terbilang muda dengan belum atau baru terbentuknya horison tanah. Lingkungan yang berada pada bentuklahan rawa belakang dan gisik juga sangat kontrak ketika berkembang menjadi tanah. Lingkungan rawa belakang membentuk tanah bertekstur lempung berdebu sedangkan gisik membentuk tanah dengan tekstur pasiran. Namun demikian, tanah di hilirlah yang paling potensial untuk dimanfaatkan dengan variasi jenis penggunaan lahan. Mulai dari sawah, permukiman, kebun, tegalan, hingga tambak bisa ada karena kondisi kelerengan dan potensi tanah yang memungkinkan. Identifikais tanah zona hilir berada pada percabangan 2 sungai. Material endapan di bawah tanah adalah material lahar. Diatasnya merupakan tanah subur dengan ketebalan >1m yang digunakan sebagai persawahan. Tanah sudah berkembang membentuk horison genetic A-B-C/Padas. Adanya penghalang di dasar tanah berupa padas mengakibatkan terkumpulnya material lempung diatasnya membentuk horison B, sedangkan material diatasnya adalah material jatuhan gunungapi dengan tekstur pasiran. Kondisi bahan organiknya tinggi dikarenakan pemupukan yang intensif, kemudian meresap pada masing-masing horison tanah (Gambar 11). Gambar 11. Titik Pengamatan 1a Hilir Kemampuan Lahan DAS Bendo Pemanfataan lahan harus diatur sesuai dengan kemampuan lahannya agar sumberdaya lahan yang ada dapat dimanfaatkan secara lestari dan mencegah terjadinya degradasi lahan. Peta kemampuan lahan di DAS Bendo dibuat untuk mengetahui zonasi kemampuan lahan di DAS Bendo yang dapat digunakan sebagai pertimbangan pengelolaan lahan berkelanjutan dan tata ruang wilayah. Hasil klasifikasi kemampuan lahan di DAS Bendo terdiri dari kelas kemampuan lahan II hingga VIII. Kelas kemampuan lahan ini memiliki karakteristik faktor pembatas yang dimiliki oleh suatu lahan berupa bahaya erosi, genangan air, dan penghambat perakaran tanaman. Gambar 12.a. Peta Kemampuan Lahan DAS Bendo Bagian Hulu Kelas kemampuan lahan yang ada di bagian hulu adalah VIIIes dan VIe seperti pada Gambar 12.a. Kelas kemampuan lahan VIIIes berada bentuklahan puncak gunungapi dan lereng atas gunungapi di daerah Hulu DAS Bendo Kelas kemampuan lahan VIIIes mempunyai faktor penghambat dominan yaitu erosi dan tanah yang dangkal. Di bagian hulu pada lereng tengah dan bagian tengah pada lereng bawah gunungapi memiliki kelas kemapuan lahan VIe.

Faktor penghambat dominannya adalah erosi. Kelas kemampuan lahan VIe dapat diperuntukan sebagai kawasan cagar alam, hutan produksi terbatas, pengembangan terbatas, dan pengembangan sedang. Pada bagian tengah DAS Bendo juga terdapat kelas kemampuan lahan IIIe yang terletak di kaki gunungapi dan lereng tengah. Kelas kemampuan lahan ini dapat dimanfaatkan sebagai lahan garapan sedang. Peta kemampuan lahan bagian tengah dapat dilihat pada Gambar 12.b. Kelas kemapuan lahan VIIw berada pada bentuklahan laguna dan gisik dengan faktor penghambat dominan adalah genangan air. Daerah ini dipengaruhi oleh pasang surut dan ketika terjadi hujan akan muncul genangan. Kemiringan lereng yang datar dan letaknya yang berada di hilirmerupakan tempat akumulasi aliran air sehingga ketika hujan terjadi genangan. Peta kemampuan lahan bagian hilir DAS Bendo ditunjukkan pada Gambar 12.c. Gambar 12.b. Peta Kemampuan Lahan DAS Bendo Bagian Tengah Kelas kemampuan lahan yang ada pada bagian hilir adalah IIw, IVw, dan VIIw. Kelas kemampuan lahan IIw terdapat pada bentuklahan dataran fluviovulkan. Kelas kemampuan lahan IIw dapat dimanfaatkan hingga garapan intensif. Kelas kemampuan lahan IVw berada pada bentuk lahan beting gisik dengan faktor penghambat genangan. Daerah ini merupakan beting gisik tua yang sudah berkembang menjadi rawa belakang akibat pengaruh genangan. Kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk kawasan pengembangan intensif dan garapan sedang. Pemanfaatan lahan sebagai tambak udang dan bandeng cukup sesuai namun harus memperhatikan pola waktu terjadinya penggenangan air. Gambar 12.c. Peta Kemampuan Lahan DAS Bendo Bagian Hilir Pemanfaatan lahan di DAS Bendo secara umum sudah sesuai dengan kemampuan lahannya. Keberadaan cagar alam Ijen menjadi faktor penting untuk menjaga kelestarian fungsi DAS, sehingga keberadaannya harus selalu dijaga. Pemanfataan lahan juga harus selalu dimonitoring dan dikontrol sesuai kemampuan lahannya. Keberadaan lahan yang subur akan menjadi faktor pendukung untuk dilakukannya ekstensifikasi dan intensifikasi lahan petanian hingga kelas kemampuan lahan VIIw. Hal ini perlu menjadi perhatian dimasa mendatang dan perlu diantisipasi agar tidak terjadi degaradasi lahan. Pada kawasan perkebunan juga perlu dilakukan upaya konservasi lahan untuk memperkecil intensitas erosi.

Potensi Ancaman Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo 1) Potensi Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo Aktivitas vulkanik Gunungapi Ijen hingga saat ini masih sering terjadi meskipun dengan skala yang sangat kecil. Hal ini mempengaruhi lingkungan sekitar gunungapi, khusunya pada sungai-sungai yang berhulu di Gunungapi Ijen salah satunya adalah DAS Bendo. Secara geomorfologi DAS Bendo memiliki morfologi yang relatif miring hingga kaki gunungapi. Oleh karena itu, apabila terjadi bencana gunungapi di bagian hulu akan cepat untuk mengalir hingga bagian hilir. Menurut Zaennudin dkk (2012) apabila lahar disimulasikan mengarah ke selatan, maka lahar akan mengalir melalui Kali Bendo sejauh 27 km. Bahaya gunungapi yang terjadi di DAS Bendo akibat aktivitas vulkanik terbagi menjadi 2 yaitu bahaya yang langsung dan tidak langsung. Bahaya vulkanik yang terjadi secara langsung antara lain adalah muntahan langsung dari dalam bumi berupa lava dan awan panas, sedangkan yang tidak langsung adalah berupa lahar. Berdasarkan fasiesnya, bahaya gunungapi yang mempengaruhi DAS Bendo dapat terjadi hingga pada fasies distal apabila letusan yang terjadi cukup besar. Letusan dengan skala besar akan memuntahkan material-material piroklastik yang lebih banyak sehingga jangkauan daerah terkena bahaya juga akan semakin luas. Material piroklastik yang bercampur dengan air danau yang sangat asam akan menyebabkan adanya lahar letusan. Selain itu, hal ini juga dapat diperbesar dengan tingginya intensitas dan lamanya durasi hujan yang akan memperbesar debit sungai. Akumulasi air dan material vulkanik akan mampu menyebabkan adanya aliran lahar hujan yang kemudian dapat terendapkan di bagian hilir sungai. Adanya erupsi Gunungapi Ijen juga dapat menyebabkan terjadinya volcanic debris avalanche (longsoran debris vulkanik) karena kuatnya alterasi pada lereng atas dan dinding kawah. Prakiraan bahaya gunungapi yang dapat terjadi di bagian hulu DAS Bendo cukup kompleks. Hal ini mengingat morfologi bagian hulu yang relatif miring. Bahaya gunungapi yang terjadi yaitu hujan abu lebat, lontaran batu dan hujan lumpur, lava, aliran piroklastik, dan lahar hujan. Peta bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo bagian hulu ditunjukkan pada Gambar 13.a. Gambar 13.a. Peta Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo Bagian Hulu Hasil identifikasi langsung di lapangan pada bagian lereng juga memiliki potensi terjadinya longsor dan banjir bandang. Pada lereng atas potensi terjadinya longsor tebing sungai masih sangat besar akibat adanya erosi pada sungai oleh air. Tipe longsoran yang terjadi pada tebing sungai adalah debrisfall dan slide dengan dominasi butiran berupa batu dan kerikil. Selain longsor, menurut keterangan para warga, bahaya yang sering terjadi khususnya ketika musim penghujan

adalah banjir bandang ketika hujan terjadi dengan durasi lebih dari 2 jam. Bahaya gunungapi yang terjadi di bagian tengah DAS Bendo tidak sekompleks di bagian hulu. Hal ini dikarenakan jangkauan bahaya langsung tidak semua sampai ke bagian tengah. Bahaya gunungapi yang masih berpotensi menjadi ancaman besar adalah banjir lahar hujan. Bentuk DAS Bendo bagian tengah yang memanjang dan sempit ini memudahkan aliran lahar untuk mengalir hingga bagian hilir. Jangkauan untuk aliran lava dan material piroklastik masih mungkin terjadi hingga ke tengah apabila skala erupsi yang terjadi adalah eksplosif. Berdasarkan Gambar 13.b, bahaya aliran lava dan material piroklastik hanya sampai pada lereng gunungapi tengah karena prakiraan jangkauan aliran piroklastik adalah 12 km dari Kawah Ijen dan untuk aliran lava adalah 15 km (Zaennudin dkk, 2012). mengalir ke selatan kawah akan memiliki jangkauan sebesar 27 km (Zaennudin dkk, 2012). Melihat jangkauan yang cukup jauh tentu harus diwaspadai mengingat tingginya curah hujan dan morfologi sungai yang relatif miring. Selain itu, pada bagian hilir, aktivitas manusia yang terjadi cukup besar sehingga perlu adanya upaya mitigasi untuk meminimalisir risiko yang dapat terjadi akibat bahaya gunungapi. Peta bahaya Gunungapi Ijen bagian hilir ditunjukkan pada Gambar 13.c. Gambar 13.c. Peta Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo Bagian Hilir 2) Potensi Penggunaan Lahan Terdampak Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo Tabel 1. Luas Penggunaan Lahan yang Terkena Dampak Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo (Ha) Gambar 13.b. Peta Bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo Bagian Tengah Bahaya gunungapi pada bagian hilir hanya berupa lahar hujan. Pada bentuklahan dataran fluviovulkan banyak ditemukan adanya endapan lahar sehingga dapat diindikasikan bahwa daerah ini merupakan zona pengendapan aliran lahar. Berdasarkan prakiraan bahaya Gunungapi Ijen, aliran lahar akibat erupsi yang Potensi bahaya Gunungapi Ijen di DAS Bendo akan menimbulkan dampak

bagi penggunaan lahan yang terdapat di dalamnya. Berdasarkan Tabel 1, potensi bahaya hujan abu lebat menimbulkan dampak terluas yang mengenai semak belukar, hutan dan tanah berbatu di bagian hulu DAS Bendo. Hal ini disebabkan karena potensi bahaya abu lebat diprakirakan dapat mengitari kawasan sekitar kawah sejauh 7 km. Penggunaan lahan berupa semak belukar, hutan, kebun, dan sawah irigasi terkena dampak bahaya gunungapi dengan luasan terbesar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Geomorfologi DAS Bendo bagian hulu dan tengah merupakan perkembangan dari proses vulkanik masa lampau. Geomorfologi DAS Bendo bagian hilir berkembang dari beberapa proses geomorfologi yang terjadi, antara lain fluviovulkan, dan marin. 2. Karakteristik tanah yang ada di DAS Bendo berasal dari proses pedogenesis material vulkanik. Tanah di bagian hulu memiliki kedalaman yang bervariasi dengan perkembangan horison genetic yang berbeda pula tetapi mampu membentuk horison O, tanah di bagian tengah memiliki kedalaman tanah yang dalam (>1,5 m) dengan perkembagnan tanah yang baik, dan di bagian hilir memiliki kedalaman bervariasi dengan karakteristik tanah yang sangat dipengaruhi lingkungan. 3. Kemampuan lahan DAS Bendo memiliki variasi kelas II hingga VIII. Kelas kemampuan lahan IIw terdapat pada bentuklahan dataran fluviovulkan, kelas IIIe terletak di kaki gunungapi dan lereng bawah gunungapi, kelas kemampuan lahan IVw pada benting gisik, kelas VIe di lereng tengah gunungapi, kelas VIIw di laguna dan gisik serta kelas kemampuan VIIIes berada di lereng atas gunungapi. Penggunaan lahan di DAS Bendo secara keseluruhan sudah sesuai dengan kelas kemampuan lahannya. 4. Potensi ancaman bahaya di bagian hulu DAS Bendo adalah hujan abu lebat, lontaran batu dan hujan lumpur, lava, aliran piroklastik, lahar letusan dan lahar hujan. Bahaya yang mengancam pada bagian tengah berupa aliran lava, aliran piroklastik, lahar letusan dan lahar hujan. Pada bagian hilir terdapat ancaman bahaya berupa aliran lahar hujan. 5. Penggunaan lahan yang dapat terpapar bahaya Gunungapi Ijen pada bagian hulu DAS Bendo adalah kawasan cagar alam semak belukar, tegalan dan kebun, ada bagian tengah adalah kebun, sawah irigasi, dan permukiman, sedangkan bagian hilir yang dapat terpapar adalah permukiman dan sawah irigasi di sepanjang badan sungai. Saran Sumberdaya yang ada di Gunungapi Ijen perlu dikenali dengan baik agar bermanfaat untuk mensejahterakan masyarakat. Oleh karena itu juga dibutuhkan pengelolaan yang berkelanjutan. Agar pemanfaatan sumberdaya optimal, perlu dikaji terkait bahaya yang mengancam dan faktor pembatas pemanfaatan sumberdaya. DAFTAR PUSTAKA Zaennudin, A., Wahyudin, D., Sumaryadi, M., dan Abdurachman, E. 2012. Prakiraan Bahaya Letusan Gunungapi Ijen Jawa Barat. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol. 3 No. 2. Hal 109-132.