Analisis vegetasi tegakan benih pada tiga areal HPH di Kalimantan Timur

dokumen-dokumen yang mirip
Amiril Saridan dan M. Fajri

ABSTRACT PENDAHULUAN. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. Vlll No. 2 : (2002) Arti kel (Article) Trop. For. Manage. J. V111 (2) : (2002)

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian


KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

Pengamanan Plot STREK Melalui Tree Spiking Di KHDTK Labanan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

PERKEMBANGAN TEGAKAN SETELAH PENEBANGAN DI AREAL IUPHHK-HA PT. BARITO PUTERA, KALIMANTAN TENGAH

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

PERTUMBUHAN TINGGI AWAL TIGA JENIS POHON MERANTI MERAH DI AREAL PT SARPATIM KALIMANTAN TENGAH

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

MODEL RIAP AWAL SETELAH PENEBANGAN DAN PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP PERTUMBUHAN POHON PADA PUP PT SUMALINDO LESTARI JAYA II

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

UJI PENANAMAN DIPTEROKARPA DI JAWA BARAT DAN BANTEN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN JENIS DAN POTENSI TEGAKAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAYA KABUPATEN KETAPANG KALIMANTAN BARAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

UJI SPESIES MERANTI (Shorea spp) DI IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN

Baharinawati W.Hastanti 2

Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas Tebangan di PT Salaki Summa Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI DI AREAL CALON KEBUN BENIH (KB) IUPHHK-HA PT. KAWEDAR WOOD INDUSTRY KABUPATEN KAPUAS HULU

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

Potensi Jenis Dipterocarpaceae di Hutan Produksi Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera Barat

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

KERAGAMAN JENIS DIPTEROKARPA DAN POTENSI POHON PENGHASIL MINYAK KERUING DI HUTAN DATARAN RENDAH KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

KEANEKARAGAMAN VEGETASI DI HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UJI COBA PERTUMBUHAN TIGA KELAS MUTU BIBIT MERANTI MERAH DI TIGA HAK PENGUSAHAAN HUTAN MODEL DI KALIMANTAN

Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda Jl. A. Syahrani Samarinda Telp. (0541) Fax (0541)

HAMA URET PADA TANAMAN KAPUR (Dryobalanops lanceolata Burck)

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

KOMPOSISI JENIS SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM TROPIKA SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

Oleh : Yusliansyah 1 RINGKASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Struktur Dan Komposisi Tegakan Sebelum Dan Sesudah Pemanenan Kayu Di Hutan Alam. Muhdi

Oleh/By : A.Syaffari Kosasih dan/and Nina Mindawati

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Studi Potensi dan Penyebaran Tengkawang (Shorea spp.) di Areal IUPHHK-HA PT. Intracawood Manufacturing Tarakan, Kalimantan Timur

Dewi Kartika Sari, Iskandar AM,Gusti Hardiansyah Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln Imam Bonjol Pontianak

2 dilakukan adalah redesign manajemen hutan. Redesign manajemen hutan mengarah pada pencapaian kelestarian hutan pada masing-masing fungsi hutan, teru

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

DAMPAK PEMANENAN KAYU BERDAMPAK RENDAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL DI HUTAN ALAM

Sistem Tebang Parsial & Tebang Habis

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN TINGKAT POHON PADA HUTAN ADAT GUNUNG BERUGAK DESA MEKAR RAYA KECAMATAN SIMPANG DUA KABUPATEN KETAPANG

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 3, Juni 2015 ISSN:

ANALISA PERTUMBUHAN TEGAKAN MUDA MERANTI (Shorea sp.) DENGAN TEKNIK SILVIKULTUR INTENSIF (SILIN) DI PT. TRIWIRAASTA BHARATA KABUPATEN KUTAI BARAT

INVENTARISASI TEGAKAN TINGGAL WILAYAH HPH PT. INDEXIM UTAMA DI KABUPATEN BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PERTUMBUHAN TIGA KELAS MUTU BIBIT MERANTI MERAH PADA TIGA IUPHHK DI KALIMANTAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM SILVIKULTUR DI INDONESIA 1. Oleh: Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan 2

TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri T. & B) PADA UMUR 8,5 TAHUN DI ARBORETUM BALAI BESAR PENELITIAN DIPTEROKARPA SAMARINDA

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

RIAP TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn) DI KHDTK SAMBOJAKECAMATAN SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KERTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

III. METODOLOGI PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

KERUSAKAN TINGKAT TIANG DAN POHON JENIS KOMERSIAL AKIBAT PENEBANGAN INTENSITAS RENDAH DI IUPHHK-HA PT. INHUTANI II MALINAU ARUM NGESTI PALUPI

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. V, No. 2 : (1999)

SEBARAN DAN POTENSI POHON TENGKAWANG DI HUTAN PENELITIAN LABANAN,KALIMANTAN TIMUR

Sejarah Pengelolaan Tanaman IUPHHK PT. Sukajaya Makmur merupakan salah satu dari enam perusahaan yang pertama kali menjadi tempat percontoha

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor 2)

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

Hutan. Padang, 20 September Peneliti pada Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Aek Nauli

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PAPER BIOMETRIKA HUTAN PENDUGAAN POTENSI EKONOMI TEGAKAN TINGGAL PADA SUATU PERUSAHAAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN (HPH) Oleh : Kelompok 4

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru 2 )Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru ABSTRACT

ANALISIS VEGETASI DAN ASSOSIASI JENIS PADA HABITAT Parashorea malaanonan MERR. M. Fajri dan Ngatiman Balai Besar Penelitian Dipterokarpa RINGKASAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

Oleh/ By : Mawazin 1 dan/and Hendi Suhaendi 2. Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp , ; Fax Bogor

MODUL 1 SISTEM DAN TEKNIK SILVIKULTUR PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI INDONESIA PADA DIKLAT WAS-GANIS PEMANENAN HUTAN PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

KONDISI TEMPAT TUMBUH TEGAKAN ALAM Shorea leprosula, Shorea johorensis DAN Shorea smithiana. Oleh : Nilam Sari, Karmilasanti Dan Rini Handayani

RIAP DIAMETER HUTAN BEKAS TEBANGAN SETELAH 20 TAHUN PERLAKUAN PERBAIKAN TEGAKAN TINGGAL DI LABANAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Abdurachman dan Farida H. Susanty

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Respon Pertumbuhan Meranti Merah Terhadap Lebar Jalur Tanam dan Intensitas Cahaya Matahari dalam Sistem Silvikultur TPTJ

Asef K. Hardjana dan Lydia Suastati

(Varius Kind of Lower Plants on Dipterocarpaceae in KHDTK (Forest Area With Special Purpose) Haurbentes, Kecamatan Jasinga.

Transkripsi:

PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 3, Juni 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 597-601 DOI: 10.13057/psnmbi/m010336 Analisis vegetasi tegakan benih pada tiga areal HPH di Kalimantan Timur Vegetation analysis of seed stands on three areas concession in East Kalimantan RINA W. CAHYANI, ASEF K. HARDJANA Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Jl. A. Wahab Syahrani No. 68, PO. Box 1206, Sempaja, Samarinda 75119, Kalimantan Timur. Tel. +62-541- 206364, Fax. +62-541-742298, email: rinaw.b2pd@gmail.com Manuskrip diterima: 18 Februari 2015. Revisi disetujui: 30 Maret 2015. Cahyani RW, Hardjana AK. 2015. Analisis vegetasi tegakan benih pada tiga areal HPH di Kalimantan Timur. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1: 597-601. Permasalahan yang sering terjadi dalam kegiatan Sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah penyediaan bibit. Pengadaan benih bermutu melalui penunjukan tegakan benih adalah salah satu metode yang tepat untuk menjamin pengadaan benih dan bibit dalam jumlah besar dan bermutu cukup tinggi selama belum tersedia kebun-kebun benih yang dapat menghasilkan benih unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman jenis, dominansi jenis, struktur tegakan, dan kerapatan pohon induk penghasil benih sebagai dasar pembangunan tegakan benih. Penelitian dilakukan di 3 HPH di wilayah Kalimantan Timur, yaitu PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun (hutan bekas tebangan), PT. Inhutani Labanan (hutan primer), dan PT. Inhutani II Sub Unit Malinau (hutan primer). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kerapatan jenis tertinggi pada plot tegakan benih PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun didominasi oleh jenis Shorea bracteolata (NPJ=67,93%), S. leprosula (58,40%) dan S. acuminatissima (47,38%). Kerapatan jenis tertinggi pada plot tegakan benih PT. Inhutani I Labanan didominasi oleh jenis S. laevis (42,48%), S. parvifolia (23,79%) dan S. pauciflora (21,91%). Kerapatan jenis tertinggi pada plot tegakan benih PT. Inhutani II Sub Unit Malinau didominasi oleh jenis S. parvifolia (31,95%), S. leprosula (29,83%) dan Dipterocarpus cornutus (18,67%). Secara umum kondisi tegakan pohon di 3 plot tegakan benih didominasi oleh pohon dengan kelas diameter 30-69,9 cm dari anggota Dipterocarpaceace, dan jumlah jenis semakin berkurang seiring dengan bertambahnya kelas diameter. Areal tegakan benih PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun memiliki kerapatan pohon induk sebesar 3 pohon/hektar dengan luas bidang dasar sebesar 0.011 m 2 /ha. Areal tegakan benih PT. Inhutani I Labanan memiliki kerapatan pohon induk sebesar 11 pohon/hektar dengan luas bidang dasar sebesar 0,028 m 2 /ha. Sedangkan areal tegakan benih PT. Inhutani I Labanan memiliki kerapatan pohon induk sebesar 10 pohon/hektar dengan luas bidang dasar sebesar 0,036 m 2 /ha. Kata kunci: Analisis vegetasi, tegakan benih, HPH Kalimantan Timur Singkatan: HPH (Hak Pengusahaan Hutan) Cahyani RW, Hardjana AK. 2015. Vegetation analysis of seed stands on three areas concession in East Kalimantan. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 1: 597-601. The Problem occur frequently in the activities of silvicultural systems in Indonesian Selective Logging (TPTI) is the availability of seeds. Procurement of quality seed through the application of seed stand is one of the appropriate methods to ensure the accessibility of high quality seeds and seedlings at large quantity in the orchard. This study aimed to collect information on species diversity, dominance type, stand structure, and density of the mother plant as part of basic construction in seed stands. The research was conducted in three concessions in East Kalimantan, namely PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun (logged forest), PT. INHUTANI Labanan (primary forest), and PT. INHUTANI II Sub Unit Malinau (primary forest). The result showed that the highest density in PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun seed stands plot is dominated by Shorea bracteolata (NPJ = 67.93%), S. leprosula (58.40%) and S. acuminatissima (47.38%). The highest density in PT. INHUTANI I Labanan seed stand plot is dominated by S. laevis (42.48%), S. parvifolia (23.79%) and S. pauciflora (21.91%). The highest density in PT. INHUTANI II Sub Unit Malinau seed stand plot is dominated by S. parvifolia (31.95%), S. leprosula (29.83%) and Dipterocarps cornutus (18.67%). In general, the diameter of prevalent trees at 3 seed stands plot is 30 to 69.9 cm and under the class of Dipterocarpaceace, and the number of species decreases with increasing of diameter. Area of seed stand PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun occupies mother tree density of 3 trees/ha with basal area of 0.011 m 2 /ha. While, area of seed stand PT. INHUTANI I Labanan holds mother plant density of 11 trees/ha with basal area of 0.028 m 2 /ha and the area of seed stand PT. INHUTANI I Labanan has mother plant density of 10 trees/ha with basal area of 0.036 m 2 /ha. Keywords: Analysis of vegetation, seed stands, concessions, East Kalimantan PENDAHULUAN Salah satu kegiatan pengelolaan hutan alam di Indonesia adalah dengan menggunakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Dari sistem tersebut, kegiatan utama yang harus dilakukan adalah penanaman di areal bekas penebangan dengan menggunakan jenis-jenis yang dihasilkan dari daerah

598 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (3): 597-601, Juni 2015 setempat. Hutan hujan tropis di Indonesia sebagian besar adalah dataran rendah dan umumnya didominasi oleh jenisjenis pohon yang termasuk suku Dipterocarpaceae. Jenisjenis tersebut merupakan pohon-pohon besar pembentuk lapisan tajuk atas, sedangkan jenis lainnya pada umumnya mendominasi lapisan tajuk di bawahnya. Lebih jauh, dijelaskan bahwa pada distribusi horizontal pada umumnya jenis-jenis Dipterocarpaceae mempunyai distribusi mengelompok, sedangkan jenis-jenis non-dipterocarpaceae mempunyai distribusi random (Mulyana et al. 2005). Untuk itu dalam upaya pemulihan kembali hutan-hutan yang telah dieksploitasi diutamakan jenis-jenis andalan dan komersil ini yang dinomorsatukan untuk ditanam kembali. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengadaan benih bermutu melalui penunjukan tegakan benih yang merupakan salah satu metode yang tepat untuk menjamin pengadaan benih dan bibit dalam jumlah besar dan mutu cukup tinggi selama belum tersedia kebun-kebun benih yang dapat menghasilkan benih unggul. Namun demikian, pembangunan tegakan benih yang dilakukan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu kajian ini dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang valid terhadap pembangunan tegakan benih dan keragaman jenis tingkat pohon di dalamnya, serta diharapkan dapat mengetahui kendala yang dihadapi oleh para pelaksana lapangan dan memberikan masukan berupa informasi yang dapat berguna dalam pengelolaannya yang sesuai, baik secara teknik, ekologi dan ekonomi. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman jenis, dominansi jenis, struktur tegakan, dan kerapatan pohon induk penghasil benih sebagai dasar pembangunan tegakan benih. BAHAN DAN METODE Area kajian Lokasi penelitian digambarkan pada Gambar 1. Cara kerja Pencarian data, informasi, dan pemilihan HPH Pengumpulan dan pengambilan data areal tegakan benih dilakukan di lapangan dan kantor perwakilan HPH. Metode pengumpulan dan pengambilan data ini menggunakan kuisioner dan hasil wawancara dengan pimpinan atau karyawan yang bertugas mengelola areal tegakan benih, selain itu juga dilakukan pengambilan data analisis vegetasi di lapangan. Analisis data Dalam tahap ini data hasil penelitian di lapangan diolah menggunakan formula tertentu yang mengacu pada tujuan dan harapan dalam penelitian. Adapun pengolahan data untuk masing-masing elemen sebagai berikut: : PT. Sumalindo Lestari Jaya II site Long Bagun : PT. Inhutani I unit Labanan : PT. Inhutani II sub unit Malinau Gambar 1. Lokasi penelitian 3 areal HPH di Kalimantan Timur

CAHYANI & HARDJANA Tegakan benih pada areal HPH di Kalimantan Timur 599 Indeks keanekaragaman jenis. Menunjukkan tingkat stabilitas tegakan, baik tingkat pertumbuhan atau pada tipetipe hutan, jadi nilai kestabilitasan tegakan yang tinggi mununjukan tingkat keanekaragaman tegakan yang tinggi pula. Shanon dan Wiener (1949) dalam Shanon dan Weaver (1949), keanekaragaman jenis dapat ditentukan dengan rumus: ni ni log N N Dimana: H = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu tiap jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Indeks dominansi (C). Untuk menentukan apakah individu-individu lebih terpusat pada satu atau beberapa jenis dari suatu tingkat pertumbuhan, maka digunakan besaran dari Indeks Dominansi (C) menurut Simpson (1949) dalam Odum (1993) dengan rumus sebagai berikut: C = [ni/n] 2 Dimana: C = Indeks dominansi ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Kerapatan. Kerapatan pohon dinyatakan dengan luas bidang dasar per hektar (m 2 /ha) Kerapatan (m 2 /ha) = Jumlah LBD Luas plot HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman jenis Indeks keanekaragaman (H) dan indeks dominansi (C) pohon induk di areal tegakan benih pada ketiga HPH dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin (2009) yang menyatakan bahwa hutan dengan keadaan lingkungan yang stabil (primer) cenderung memiliki keanekaragaman jenis yang lebih besar dengan dominansi jenis yang rendah dibanding masyarakat tumbuhan yang sering mendapat gangguan alam maupun manusia. Hal ini dikarenakan pada hutan utuh, vegetasinya telah mencapai tahapan suksesi klimatis dengan kestabilan yang mantap, sementara itu di hutan bekas tebangan suksesi tengah berlangsung guna mengembalikan kondisi vegetasi ke keadaan semula (klimaks). Nilai keanekaragaman (H) berkorelasi positif dengan tingkat kestabilan suatu komunitas. Suatu komunitas yang telah tua dan stabil akan mempunyai keragaman yang tinggi. Keanekaragaman (H) yang lebih tinggi pada tingkat pohon dapat dijelaskan bahwa distribusi dari individuindividu pada jenis-jenis yang ada pada tingkat pohon lebih merata atau terdapatnya jenis-jenis yang mempunyai jumlah individu sedikit adalah lebih kecil apabila dibandingkan dengan tingkat-tingkat pertumbuhan yang lainnya, hal ini juga dapat dilihat dari indeks kemerataan sedang untuk indeks dominansi (C) yang rend ah tersebut menunjukkan bahwa dominansi jenis tidak hanya terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis saja, seperti yang dinyatakan Odum (1993) bahwa untuk menunjukkan derajat dominansi yang dipusatkan dalam satu atau beberapa jenis dapat dinyatakan dengan indeks dominansi. Nilai-nilai yang menunjukkan dominasi jenis-jenis yang ada pada ketiga areal tegakan benih disajikan pada Tabel 2. Dari kondisi tersebut di atas, secara umum jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi tidak mempunyai kendala dalam regenerasinya, sehingga untuk kelestarian dan kesinambungan hanya diperlukan pemeliharaan untuk mendapatkan pohon-pohon yang baik dan berkualitas. Kemelimpahan jenis dari suku Dipterocarpaceae sangat dipengaruhi oleh penaungan di bawah tegakan, karena jenis tanaman ini sangat membutuhkan naungan pada pertumbuhan awalnya (Widiyatno et al. 2011). Adanya perbedaan jenis pada ketiga areal tegakan benih dikarenakan adanya pengaruh perbedaan ketinggian tempat dari permukaan laut, keadaan tanah, iklim, dan kondisi tegakan yeng memenuhi kriteria untuk dijadikan pohon induk serta manajemen pihak perusahaan yang hanya mentargetkan salah satu jenis andalan yang dijadikan pohon induk. Hal ini terlihat pada data PT. Inhutani I Labanan yang memilih pohon induk dari suku Dipterocarpaceae saja. Struktur tegakan Klasifikasi diameter berdasarkan jumlah individu yang dikelompokkan dalam jenis Dipterocarpaceae dan non- Dipterocarpaceae dapat dilihat pada Tabel 3. Hubungan antara jumlah individu pohon dengan kelas diameter mengakibatkan bahwa semakin besar kelas diameter, semakin berkurang jumlah individu. Hal ini sesuai dengan pendapat Loetch et al. (1973) yang mengatakan bahwa pohon-pohon berdiameter kecil jumlah individunya berlimpah dan akan berkurang dengan kenaikan ukuran diameter batangnya. Rendahnya jumlah kelompok diameter besar disebabkan karena dampak pemanenan seperti penebangan dan penyaradan serta karena adanya kegiatan persiapan lahan sebelum dilakukan penanaman jenis meranti (Widiyatna et al. 2011). Tabel 1. Indeks keanekaragaman (H) dan pada areal tegakan benih Tegakan benih HPH PT. SLJ II Site Long Bagun (hutan bekas tebangan) PT. Inhutani II Malinau (hutan primer) PT. Inhutani I Labanan (hutan primer) indeks dominansi (C) Indeks Keanekaragaman Dominansi (H) (C) 0,8682 0,1583 1,2902 0,0593 1,3151 0,0606

600 PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (3): 597-601, Juni 2015 Tabel 2. Hasil perhitungan Nilai Penting Jenis (NPJ) pada ketiga areal tegakan benih Plot pengamatan Jenis Suku KR FR DR NPJ (%) (%) (%) (%) PT. SLJ II Site Long Bagun Shorea bracteolata Dipterocarpaceae 25.86 20.94 21.12 67.93 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 20.69 15.71 22.01 58.40 Shorea acuminatissima Dipterocarpaceae 14.48 15.18 17.71 47.38 Dryobalanops aromatica Dipterocarpaceae 8.62 9.42 9.71 27.76 Shorea palembanica Dipterocarpaceae 7.93 8.38 8.25 24.55 Dipterocarpus borneensis Dipterocarpaceae 6.90 9.42 6.92 23.24 Shorea johorensis Dipterocarpaceae 6.90 9.95 5.99 22.83 Koompassia exelsa Caesalpiniaceae 6.21 7.85 6.90 20.96 Eusideroxylon zwageri Lauraceae 2.41 3.14 1.39 6.95 PT. Inhutani II Malinau Shorea parvifolia Dipterocarpaceae 11.71 7.65 12.60 31.95 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 10.47 7.27 12.10 29.83 Dipterocarpus cornutus Dipterocarpaceae 6.42 5.35 6.89 18.67 Shorea sp. Dipterocarpaceae 5.91 6.50 5.93 18.34 Shorea stenoptera Dipterocarpaceae 5.91 5.74 5.13 16.77 Dipterocarpus humeratus Dipterocarpaceae 5.49 4.59 5.68 15.76 Palaqium sp. Sapotaceae 5.49 5.93 4.64 16.06 Shorea pinanga Dipterocarpaceae 5.39 5.35 5.98 16.72 Dryobalanops aromatica Dipterocarpaceae 5.18 4.78 5.11 15.08 Shorea johorensis Dipterocarpaceae 4.77 4.78 4.61 14.16 Eusideroxylon zwageri Lauraceae 4.56 5.16 2.97 12.69 Shorea eliptica Dipterocarpaceae 3.83 4.78 4.05 12.67 Dipterocarpus sp. Dipterocarpaceae 3.52 4.59 3.43 11.54 Dipterocarpus confertus Dipterocarpaceae 3.32 4.40 3.29 11.00 Vatica rassak Dipterocarpaceae 2.59 3.44 2.31 8.35 Agathis borneensis Araucariaceae 2.38 2.49 2.12 6.99 Shorea laevis Dipterocarpaceae 2.28 2.29 2.21 6.78 Hopea mengarawan Dipterocarpaceae 2.18 3.44 2.04 7.66 Dryobalanops sp. Dipterocarpaceae 1.97 3.25 2.10 7.32 Shorea seminis Dipterocarpaceae 1.97 2.49 1.62 6.07 Hopea dryobalanoides Dipterocarpaceae 1.76 2.68 1.92 6.36 Koompasia malaccensis Caesalpiniaceae 1.66 1.53 1.91 5.10 Parashorea sp. Dipterocarpaceae 1.24 1.53 1.65 4.43 PT. Inhutani I Labanan Shorea laevis Dipterocarpaceae 13.84 7.73 20.91 42.48 Shorea parvifolia Dipterocarpaceae 8.61 6.55 8.63 23.79 Shorea pauciflora Dipterocarpaceae 7.76 6.72 7.42 21.91 Shorea faguetiana Dipterocarpaceae 6.74 5.71 6.74 19.18 Shorea multiflora Dipterocarpaceae 6.36 5.71 5.86 17.93 Shorea sp. Dipterocarpaceae 5.61 5.38 5.55 16.54 Dipterocarpus verrucocus Dipterocarpaceae 4.86 4.71 5.12 14.69 Shorea leprosula Dipterocarpaceae 4.58 5.55 3.18 13.31 Dipterocarpus humeratus Dipterocarpaceae 4.40 4.71 4.04 13.14 Dipterocarpus sp. Dipterocarpaceae 4.12 4.37 0.04 8.53 Dipterocarpus tempehes Dipterocarpaceae 4.02 3.36 4.15 11.54 Dipterocarpus confertus Dipterocarpaceae 3.74 4.37 3.25 11.37 Shorea pinanga Dipterocarpaceae 3.55 3.03 3.48 10.06 Vatica oblongifolia Dipterocarpaceae 3.18 4.71 1.25 9.14 Parashorea sp. Dipterocarpaceae 2.25 2.69 1.98 6.91 Shorea smithiana Dipterocarpaceae 2.15 3.36 2.77 8.28 Shorea ovalis Dipterocarpaceae 1.78 2.86 2.42 7.05 Shorea ochracea Dipterocarpaceae 1.68 2.86 1.20 5.74 Hopea dryobalanoides Dipterocarpaceae 1.59 1.85 0.78 4.22 Shorea beccariana Dipterocarpaceae 1.50 2.02 1.44 4.96 Vatica rassak Dipterocarpaceae 1.40 1.85 0.78 4.03 Shorea johorensis Dipterocarpaceae 1.22 2.18 1.02 4.42 Shorea macrophylla Dipterocarpaceae 1.22 2.02 1.38 4.61 Shorea polyandra Dipterocarpaceae 1.22 1.85 0.58 3.65 Parashorea malaanonan Dipterocarpaceae 0.84 1.01 0.51 2.36 Hopea pachycarpa Dipterocarpaceae 0.65 1.01 0.28 1.94 Vatica sp. Dipterocarpaceae 0.65 1.01 0.56 2.23 Hopea sp. Dipterocarpaceae 0.47 0.84 0.17 1.48

CAHYANI & HARDJANA Tegakan benih pada areal HPH di Kalimantan Timur 601 Tabel 3. Jumlah individu berdasarkan kelas diameter dan kelompok jenis Plot penelitian Kelompok jenis Kelas diameter (cm) 30-69,9 70-89,9 90 up Jumlah 1 Dipterocarpaceae 170 71 24 265 (PT. SLJ) Non-Dipterocarpaceae 16 6 3 25 Jumlah 186 77 27 290 % 64,14 26,55 9,31 100 2 Dipterocarpaceae 443 305 81 829 (PT. INH II) Non-Dipterocarpaceae 95 35 6 136 Jumlah 538 340 87 965 % 55,75 35,23 9,02 100 3 Dipterocarpaceae 829 151 89 1069 (PT. INH I) Non-Dipterocarpaceae 0 0 0 0 Jumlah 829 151 89 1069 % 77,55 14,13 8,33 100 Kerapatan pohon induk Di dalam plot penelitian jenis S. leprosula mempunyai luas bidang dasar yang paling besar di antara jenis-jenis yang lain. Tanaman S. leprosula merupakan jenis tanaman fast growing dan pertumbuhannya relatif pesat dibanding jenis lain dengan perlakuan penanaman yang sama (Kosasih dan Mindawati 2011). Pertumbuhan diameter S. leprosula dilaporkan oleh Subiakto et al. (2002) sebesar 8 cm pada umur 3 tahun di Leuwiliang, Bogor. Sedangkan di Parawang, Riau, berdiameter 4 cm pada umur 2 tahun. Hasil uji jenis pada beberapa Shorea umur 2,5 tahun dilaporkan Soekotjo (2006) dalam rangka penerapan silvikultur intensif di beberapa HPH bahwa jenis S. leprosula unggul dalam kecepatan tumbuh dibanding jenis Shorea lainnya. Dalam uji keturunan jenis S. leprosula sudah mencapai tinggi 5,4 m pada umur yang sama. Pada 3 buah plot penelitian rata-rata jumlah individu didalam plot adalah sebesar 8 pohon/ha dengan rata-rata luas bidang dasar sebesar 0,025 m 2 /ha. Dan bila diuraikan untuk masing-masing plot tegakan benih, maka didapatkan plot tegakan benih PT. SLJ II Site Long Bagun memiliki kerapatan pohon per hektar sebesar 3 pohon/ha dengan rata-rata luas bidang dasar sebesar 0,011 m 2 /ha, dilanjutkan pada plot tegakan benih PT. Inhutani II Malinau memiliki kerapatan pohon per hektar sebesar 10 pohon/ha dengan rata-rata luas bidang dasar sebesar 0,036 m 2 /ha, dan pada plot tegakan benih PT. Inhutani I Labanan memiliki kerapatan pohon per hektar sebesar 11 pohon/ha dengan rata-rata luas bidang dasar sebesar 0,028 m 2 /ha. Dalam kegiatan identifikasi sumber benih di hutan alam, jumlah pohon induk perlu diperhatikan karena berkaitan dengan luasan sumber benih yang harus ditunjuk dan menjaga variasi genetik pohon induk yang lebar. Jumlah minimal pohon induk yang diperlukan adalah 25 pohon, namun apabila sulit menemukan 25 pohon maka disarankan tidak kurang dari 10 pohon induk (RPLS 2004). Dari hasil penelitian ini bisa dilihat bahwa tegakan benih yang memenuhi kriteria lebih dari 10 pohon induk dalam satu hektar adalah lokasi PT. INHUTANI I dan PT. INHUTANI II yang masih berupa hutan primer meskipun bisa dikatakan bahwa lokasi ini masih kurang layak dikatakan sebagai sumber benih. Dari data-data yang terkumpul pada ketiga areal tegakan benih HPH ini dapat diperoleh sumber informasi (database) jenis-jenis andalan setempat yang menjadi sumber benih unggul dalam rangka pengembangan dan penyediaan kebutuhan bibit unggul di masa mendatang. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa atas bantuan dan dukungannya dalam penyelesaian penelitian ini. Disampaikan pula ucapan terima kasih kepada Pimpinan perusahaan HPH PT. Inhutani I Unit Berau, PT. Inhutani II Malinau dan PT. Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun atas ijin penelitian dan segala bantuan selama kegiatan penelitian di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Kosasih AS, Mindawati N. 2011. Pengaruh jarak tanam pada pertumbuhan tiga jenis meranti di hutan penelitian Haurbentes. Jurnal Penelitian Dipterokarpa 5 (2): 1-10. Loetch F, Zohrer F, Haller KE. 1973. Forest inventory Vol II. Forest inventory section. Federal Research Organization Far Forest and Forest Products, Reinbeck. BLV. Verlagsgeselll Schaft Munchen Bern Wein. Mulyana M, Hardjanto T dan Hardiansyah G. 2005. Membangun Hutan Tanaman Meranti, Membedah Mitos Kegagalan Melanggengkan Tradisi Pengusahaan Hutan. Wana Aksara. Banten. Perangin-angin YP. 2009. Keadaan tegakan dan pertumbuhan Shorea parvifolia Dyer pada sistem silvikultur tabang pilih tanam jalur (TPTJ) (Studi kasus di areal IUPHHK PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah). Institut Pertanian Bogor, Bogor. RPLS. 2004. Petunjuk teknis pembangunan dan pengelolaan sumber benih. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta. Shannon CE, Weaver W. 1949. The Mathematical Theory of Communication. University of Illions Press, Urbana, USA Subiakto A, Sunaryo, Nurohniah HS. 2002. Pengembangan Meranti Bintang oleh Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Silvatropika. Balitbang Kehutanan. Jakarta. Soekotjo. 2006. Langkah-Langkah dan Kemajuan dalam Melaksanakan Silvikultur Intensif di 6 IUPHHK model. Dep. Kehutanan, Jakarta. Widiyatno, Soekotjo, Naiem M, Hadiwinoto S, Purnomo S. 2011. Pertumbuhan meranti ( Shorea spp.) pada sistem tebang pilih tanam jalur dengan teknik silvikultur instensif (TPTJ -SILIN). Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 8 (4): 373-383.