BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi Kematangan Buah Manggis Ekspor dan Lokal Berdasarkan Warna dan Tekstur Menggunakan Fuzzy Neural Network

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia. Buah-buahan memiliki tingkat permintaan yang tinggi.

BAB III PEMBAHASAN. A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel pengujian menggunakan sebanyak 1 buah sampel beras A, 7 buah

SAMPLING DAN KUANTISASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

GRAY LEVEL COOCURENCE MATRIX SEBAGAI PENGEKSTRAKSI CIRI PADA PENGENALAN NASKAH BRAILLE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

PERBANDINGAN TINGKAT AKURASI JENIS CITRA KEABUAN, HSV, DAN L*a*b* PADA IDENTIFIKASI JENIS BUAH PIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder berupa citra Magnetic Resonansi Image (MRI) yang diperoleh dari

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

IDENTIFIKASI TAHAP KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 4 Pengolahan Titik (2) Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

DAFTAR ISI BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

BAB III PEMBAHASAN. arsitektur, prosedur, dan hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Pengenalan Telur Berdasarkan Karakteristik Warna Citra Yustina Retno Wahyu Utami 2)

IMPLEMENTASI PENGOLAHAN CITRA UNTUK MENGHITUNG RESISTANSI RESISTOR MENGGUNAKAN METODE BACK PROPAGATION

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

Identifikasi Jenis Buah Jeruk Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Berdasarkan Tekstur Kulit

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan tugas akhir ini akan membangun suatu model sistem yang

PENGEMBANGAN MODEL KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGGIS BERDASARKAN WARNA MENGGUNAKAN FUZZY NEURAL NETWORK RETNO NUGROHO WHIDHIASIH

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI IDENTIFIKASI ISYARAT TANGAN SEBAGAI PENGOPERASIAN E-KIOSK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 DISAIN MODEL. Pengguna. Citra. Ekstraksi Ciri x. Antar muka (Interface) Data Hasil Ekstraksi Ciri. Testing dan Identifikasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA HASIL SISTEM. Lingkup uji coba aplikasi web ini adalah pada komputer yang terdapat web server

BAB IV PEMBAHASAN. A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function

UKDW BAB I PENDAHULUAN

EKSTRAKSI CIRI TEKSTUR CITRA WAJAH PENGGUNA NARKOTIKA MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL CO-OCCURANCE MATRIX. Abstrak

BAB 3 ANALISIS DAN KEBUTUHAN ALGORITMA

KLASIFIKASI JENIS DAGING BERDASARKAN TEKSTUR MENGGUNAKAN METODE GRAY LEVEL COOCURENT MATRIX

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

PERANCANGAN SISTEM IDENTIFIKASI KUALITAS KAYU UNTUK QUALITY KONTROL BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dosen Program Studi Ilmu Komputer Universitas Pakuan Bogor

KLASIFIKASI STADIUM KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Prosesor : Intel Core i5-6198du (4 CPUs), ~2.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat. Alat dan bahan yang digunakan sebelum pengujian:

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR...

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Metode GLCM ( Gray Level Co-Occurrence Matrix)

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Warna merupakan ciri dominan yang bisa dibedakan secara visual untuk

KLASIFIKASI JENIS IKAN KOI MENGGUNAKAN GRAY LEVEL CO- OCCURRENCE MATRIX DAN ALGORITMA NAIVE BAYES

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK

PENDETEKSIAN OBJEK BERWARNA BIRU MENGGUNAKAN MATLAB R2013a

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB IV PENGUJIAN SISTEM. mendeteksi tempat parkir yang telah selesai dibuat. Dimulai dari pengambilan

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa citra buah manggis Padang dengan tingkat ketuaan atau kematangan tahap 2, 3, 4, 5 dan 6. Jumlah dari masing-masing tahap kematangan sejumlah 25 citra, sehingga jumlah data citra keseluruhan adalah 125 citra buah manggis. Citra buah manggis ini merupakan hasil capture buah manggis pada tiap tahap kematangan, yang diambil dengan perlakuan yang sama, dari buah manggis kematangan tahap 2 yang dikembangkan sampai tahap 5. Citra yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 2. Penentuan tahap kematangan atau tingkat ketuaan yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat ketuaan berdasarkan Ditjen tanaman buah dalam Standar Prosedur Operasional (SPO) manggis deptan 2004. Tahap kematangan pada SPO manggis tersebut dimulai dari kematangan tahap 0 sampai kematangan tahap 6. Ciri perubahan pada tiap tahap kematangannya adalah perubahan warna kulit manggis, yaitu perubahan dari warna kuning kehijauan yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 0, berangsur-angsur berubah warna pada tiap tahap kematangannya ke warna ungu kehitaman yang merupakan warna kulit buah manggis pada tahap kematangan 6. Hal ini disajikan pada Tabel 1. Penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah manggis kedalam kelompok buah mentah untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 2, buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan buah lokal/domestik untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6.

38 Data citra buah manggis yang digunakan tidak mempunyai ukuran yang seragam dan tidak memperhitungkan diameter buah manggis dalam pengolahan menjadi nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu tahap kematangan buah manggis. Citra buah manggis yang berjumlah 125 diolah menggunakan Matlab R2009a sehingga didapatkan nilai-nilai RGB dari rata-rata semua piksel, yang disajikan pada Lampiran 3. Nilai-nilai RGB tersebut diolah kembali untuk mendapatkan parameter-parameter yang digunakan sebagai variabel penentu tahap kematangan buah manggis, yaitu HSV, L*u*v* dan L*a*b*. Dilakukan juga ekstraksi ciri pada citra buah manggis tersebut menggunakan metode gray-level co-occurrence matrix (GLCM) untuk mendapatkan ciri tekstur yang meliputi entropi, kontras, energi dan homogenitas. Ekstraksi ciri dilakukan menggunakan orientasi sudut 0 o dan level keabuan 8. Selanjutnya data ini dibagi menjadi dua kelompok data yang saling asing, yaitu data pelatihan/training sebanyak 105 data atau 85% dan data uji/testing sebanyak 20 data atau 15%, setelah sebelumnya dilakukan transformasi nilai-nilai tersebut kedalam selang 0 sampai 1. 4.2 Hubungan Indek RGB dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian, perkembangan warna R, G dan B pada tiap tahap kematangan tidak mempunyai pola yang teratur. Tidak ada pola yang jelas untuk naik atau turunnya nilai RGB pada tiap perkembangan tahap kematangan. Pada tahap perkembangan yang sama suatu data ada yang nilai RGB naik, sebagian data yang lain nilainya turun, demikian juga terjadi pada tahap-tahap perkembangan yang lain. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 17. Nilai rata-rata sebaran indek RGB pada penelitian ini menunjukkan derajat kemerahan, kehijauan dan kebiruan buah yang menurun seiring dengan tingkat ketuaan atau bertambahnya tahap kematangan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 18 dan Lampiran 4. Perubahan nilai RGB dapat menjelaskan fenomena bertambahnya tingkat ketuaan buah manggis yang ditandai dengan perubahan dari warna kuning kehijauan menjadi ungu kehitaman.

39 0.8000 Nilai 0.7500 0.7000 0.6500 Merah Hijau Biru Fitur Penduga Tahap Kematangan Gambar 17 Sebaran RGB pada tiap tahap kematangan Nilai RGB 0.7800 0.7600 0.7400 0.7200 1 2 3 4 5 6 7 blue red green Tahap Kematangan Gambar 18 Rata-rata nilai RGB Indek warna RGB mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Lampiran 5. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan tahap kematangan adalah model regresi menurut warna g (hijau). Nilai R 2 warna g sebesar 0.4548 mengindikasikan bahwa sebesar 45% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan warna g. 4.3 Hubungan HSV dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 19, perkembangan nilai H naik turun tidak berpola pada tiap tahap kematangannya dan nilai S mempunyai nilai yang mirip pada tiap tahap kematanganannya, sehingga nilai H dan S tidak dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis.

40 Nilai 1.1000 0.9000 0.7000 0.5000 0.3000 0.1000-0.1000 H S V Fitur Penduga Tahap Kematangan Gambar 19 Sebaran HSV pada tiap tahap kematangan Nilai rata-rata V menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 20 dan Lampiran 6. Sebaran nilai V overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Lampiran 7. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut nilai value. Nilai R 2 sebesar 0.4062 mengindikasikan bahwa sebesar 40% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai value. Rata-rata 1.0000 0.5000 0.0000 1 2 3 4 5 6 7 H S V Tahap Kematangan Gambar 20 Rata-rata nilai HSV Menurunnya nilai value menunjukkan menurunnya tingkat kecerahan manggis, yang mengakibatkan perubahan warna dari merah kearah hitam. Hal ini menjelaskan perubahan warna dari kuning kemerahan ke warna ungu kehitaman pada buah manggis. 4.4 Hubungan L*a*b* dengan Tahap Kematangan Buah Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai L* (luminance/lightness) menurun seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis,

41 nilai a* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis, dan nilai b* tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tahap ketuaan buah manggis, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 21, Gambar 22 dan Lampiran 8. Menurunnya nilai L* menunjukkan perubahan warna dari terang ke warna gelap, yaitu dari warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Meningkatnya nilai a* menunjukkan terjadi perubahan kadar warna merah yaitu warna kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Secara umum perubahan warna L*a*b* seiring dengan tingkat ketuaan buah menunjukkan perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Nilai 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000 L* a* b* Fitur Penduga Tahap Kematangan Gambar 21 Sebaran L*a*b* pada tiap tahap kematangan Rata-rata 1.0000 0.5000 0.0000 1 2 3 4 5 6 7 L* a* b* Tahap Kematangan Gambar 22 Nilai rata-rata L*a*b* Nilai L* dan a* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Lampiran 9. model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*a*b* dengan kematangan

42 adalah model regresi menurut nilai a*. Nilai R 2 sebesar 0.4808 mengindikasikan bahwa sebesar 48% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai a*. 4.5 Hubungan u*v* dengan Tahap Kematangan Buah Data pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai u* dan v* meningkat seiring dengan tingkat ketuaan buah manggis. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 23, Gambar 24 dan Lampiran 10. 1.0000 0.8000 Nilai 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000 u* v* Fitur Penduga Tahap Kematangan Gambar 23 Sebaran u*v* pada tiap tahap kematangan Rata-rata 0.4400 0.2400 1 2 3 4 5 6 7 u* v* Tahap Kematangan Gambar 24 Nilai rata-rata u*v* Meningkatnya nilai u* dan v* menunjukkan bahwa terjadi perubahan kuat warna merah ke hijau oleh nilai u* dan terjadi perubahan kuat warna kuning ke biru oleh nilai v*. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan warna dari kuning kemerahan menjadi warna ungu kehitaman. Nilai u* dan v* mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Lampiran 11. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna L*u*v* dengan kematangan adalah

43 model regresi menurut nilai u*v*. Nilai R 2 sebesar 0.5856 mengindikasikan bahwa sebesar 59% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai u*v*. 4.6 Hubungan Tekstur dengan Tahap Kematangan Buah Berdasarkan data penelitian, nilai entropi (keteracakan dari distribusi perbedaan lokal dari sebuah citra) semakin kecil seiring dengan bertambahnya tahap kematangan, nilai kontras dan keragamannya meningkat seiring dengan ketuaan buah manggis, nilai energi dan homogenitas tidak mempunyai keteraturan pola pada perkembangan tiap tahap kematangan, hal ini ditunjukkan oleh Gambar 25, Gambar 26 dan Lampiran 12. 0.8500 Nilai 0.6500 0.4500 0.2500 0.0500 entropi kontras energi homogenitas Fitur Penduga Tahap Kematangan Gambar 25 Sebaran entropi, kontras, energi dan homogenitas pada tiap tahap kematangan Nilai Rata-rata 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000 1 2 3 4 5 6 7 entropi kontras energi homogenitas Tahap Kematangan Gambar 26 Nilai rata-rata entropi, kontras, energi dan homogenitas Hal ini menunjukkan manggis yang lebih muda permukaan kulitnya mempunyai warna yang hampir seragam (homogen) sehingga intensitas warna yang diterima kamera lebih tinggi. Menurut Ahmad (2005) dan Harlick et al.

44 (1973) kontras merupakan fitur tekstur yang digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra. Nilai entropi dan kontras mempunyai nilai yang overlap pada tiap tahap kematangan dengan tahap kematangan yang berbeda, namun tetap dapat digunakan sebagai penduga model kematangan buah manggis menggunakan nilai koefisien determinasi (R 2 ) seperti pada Lampiran 13. Model regresi yang diduga kuat memiliki keeratan hubungan antara warna dengan kematangan adalah model regresi menurut fitur entropi. Nilai R 2 sebesar 0.3189 mengindikasikan bahwa sebesar 32% derajat kematangan ditentukan oleh perubahan nilai entropi. 4.7 Parameter Penentu Tahap Kematangan Manggis Parameter yang digunakan untuk menentukan tahap kematangan manggis dalam penelitian ini adalah warna kulit manggis. Sebelum membangun sistem untuk menentukan tahap kematangan buah manggis, terlebih dahulu dicari variabel yang mempunyai korelasi dengan tingkat ketuaan atau tahap kematangan buah manggis. Variabel ini selanjutnya digunakan sebagai variabel penduga dalam penentuan tahap kematangan. Variabel-variabel yang diuji adalah RGB, HSV, l*a*b*, l*u*v* dan entropi, energi, kontras serta homogenitas. Berdasar hasil analisis, variabel penduga yang digunakan dalam penentuan tahap kematangan buah manggis adalah nilai RGB, V, a*, u*, v*, entropi, energi, kontras dan homogenitas. Dalam penelitian ini digunakan 4 model kombinasi variabel dari variabelvariabel penduga, disajikan pada Tabel 4. Empat model tersebut digunakan sebagai input/masukan pada FNN yang akan digunakan sebagai model untuk menentukan tahap kematangan buah manggis. Selanjutnya diambil hasil FNN yang terbaik dari keempat model masukan tersebut sebagai model klasifikasi kematangan buah manggis.

45 Tabel 4 Model variabel input/masukan penentuan tahap kematangan manggis Model R G B V a* u* v* entropi energi kontras homogenitas FNN1 FNN2 FNN3 FNN4 4.8 Paramater Output Tahap Kematangan Manggis Parameter output yang digunakan sebagai target pembelajaran dalam penelitian ini adalah tahap kematangan manggis. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penentuan tahap kematangan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penentuan tahap kematangan menjadi tiga kelompok/kelas, yaitu membagi buah manggis kedalam kelas buah mentah atau belum matang untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 2, kelas buah ekspor untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 3 dan 4, dan kelas buah lokal/domestik untuk buah manggis yang berada pada kematangan tahap 5 dan 6. Nilai output yang digunakan adalah 1 untuk kelas manggis yang belum matang, 2 untuk kelas manggis ekspor dan 3 untuk kelas manggis lokal/domestik, disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai output/keluaran tahap kematangan manggis Output Tahap kematangan Keterangan 1 2 mentah/belum matang 2 3 4 ekspor 3 5 6 domestik Sebelum proses training, akan dilakukan pengubahan nilai target pelatihan menjadi target bernilai fuzzy terlebih dahulu, yaitu berupa derajat keanggotaan tiap pola input terhadap tiap kelas kematangan, yang nilai-nilainya disajikan pada Lampiran 14 dan grafiknya disajikan pada Gambar 27.

46 Gambar 27 Derajat keanggotaan target pelatihan Berdasarkan pembahasan sebelumnya disebutkan bahwa semua variabel yang dapat digunakan sebagai model penduga tahap kematangan buah manggis tidak dapat ditarik garis pembeda pada tiap tahap kematangannya karena terdapat nilai-nilai atau pola yang berada diantara dua kelas. Hal ini terlihat pula pada derajat keanggotaan yang terbentuk, yang mempunyai nilai sangat dekat satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ambiguitas yang tinggi dalam penentuan kelas kematangan buah manggis jika dilakukan menggunakan klasifikasi klasik. 4.9 Program Model Penentuan Tahap Kematangan Buah Manggis Program model penentuan tahap kematangan buah manggis dalam penelitian ini mempunyai beberapa tahapan, yaitu memanggil file citra yang sudah disimpan, melakukan proses pengolahan citra untuk mendapatkan parameter penentu tahap kematangan manggis, dan menentukan tahap kematangan buah manggis dari citra tersebut. Citra buah manggis yang dipanggil akan menghasilkan nilai RGB yang merupakan parameter penentu utama, yang diperoleh dari nilai rata-rata keseluruhan piksel objek. Selanjutnya program tersebut akan menghitung parameter penduga tahap kematangan buah manggis, yaitu mengkonversi parameter warna dari model warna RGB ke nilai value, a*, u*, v*, serta menghitung nilai entropi, kontras, energi dan homogenitas. Kemudian program akan menampilkan variabel-variabel penduga penentu tahap kematangan buah

47 manggis yang digunakan sebagai input/masukan model FNN, yaitu R, V, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Tahap terakhir adalah menentukan tahap kematangan dari citra buah manggis tersebut berdasarkan bobot yang telah didapatkan dari hasil terbaik percobaan pelatihan menggunakan FNN. Bentuk antar muka program model ditunjukkan pada Gambar 28, sedangkan source code desain program antar muka disajikan pada Lampiran 15. Gambar 28 Antar muka model penentuan tahap kematangan manggis 4.10 Analisis Hasil Pemodelan FNN Percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun pengujian pada data testing. Dari empat model input yang dicobakan pada model output dengan tiga kelas target didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Maksimum epoch yang digunakan adalah 3000 dan learning rate adalah 1. Berikut adalah hasil percobaan yang dilakukan pada variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi dari model FNN3. Hasil percobaan dari tiap model input lainnya disajikan pada Lampiran 16.

48 a. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 2 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000179 yang diperoleh pada epoch 9, yang ditunjukkan oleh Gambar 29. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000175 pada epoch 15. Gambar 29 Pelatihan dengan 2 neuron pada lapisan tersembunyi Proses validasi dilakukan dengan menguji jaringan yang terbentuk menggunakan data training. Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 79 data dari 105 data atau 75%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 14 data dari 20 data atau 70%. b. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 5 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000210 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan oleh Gambar 30. Proses training selesai dengan durasi kurang dari 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000200 pada epoch 11. Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 75 data dari 105 data atau 71%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%.

49 Gambar 30 Pelatihan dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi c. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 10 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000309 yang diperoleh pada epoch 15, yang ditunjukkan oleh Gambar 31. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000129 pada epoch 21. Gambar 31 Pelatihan dengan 10 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 77 data dari 105 data atau 73%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%. d. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 15 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.0001671 yang diperoleh pada epoch 16, yang ditunjukkan oleh Gambar 32. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000161 pada epoch 22.

50 Gambar 32 Pelatihan dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 76 data dari 105 data atau 72%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 17 data dari 20 data atau 85%. e. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 20 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 4.389e-005 yang diperoleh pada epoch 14, yang ditunjukkan oleh Gambar 33. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 0.000199 pada epoch 20. Gambar 33 Pelatihan dengan 20 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 78 data dari 105 data atau 74%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 15 data dari 20 data atau 75%. f. Lapisan tersembunyi dengan jumlah neuron 25 Validasi terbaik dari proses training didapatkan pada saat mencapai error (MSE) sebesar 0.000429 yang diperoleh pada epoch 5, yang ditunjukkan

51 oleh Gambar 34. Proses training selesai dengan durasi 1 detik dengan error (MSE) terkecil sebesar 9.42e-05 pada epoch 11. Gambar 34 Pelatihan dengan 25 neuron pada lapisan tersembunyi Hasil dari proses validasi mampu mengenali sebanyak 80 data dari 105 data atau 76%. Pada proses pengujian menggunakan data testing mampu mengenali sebanyak 16 data dari 20 data atau 80%. Dari gambar proses training pada Gambar 26 sampai dengan Gambar 31 diatas menunjukkan bahwa jumlah epoch yang berbeda tidak menentukan waktu pelatihan yang berbeda, bahkan justru menunjukkan waktu pelatihan yang ratarata hampir sama. Dengan kata lain bahwa secara umum jumlah epoch, waktu pelatihan dan MSE yang didapatkan secara random tidak mempunyai pengaruh satu sama lain. Bentuk grafik yang landai menunjukkan lambatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen, sedangkan bentuk grafik yang menukik tajam menunjukkan cepatnya perubahan bobot untuk mencapai konvergen. Dengan memperhitungkan akurasi dan waktu pada saat pengenalan tahap kematangan buah manggis hasil pelatihan pada Tabel 6, maka model jaringan yang terbaik untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ini adalah model jaringan yang menggunakan 15 neuron lapisan tersembunyi. Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbaik menggunakan 20 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi sebesar 65%. Perbandingan hasil percobaan pelatihan dengan 3

52 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 17, hal tersebut menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan pengenalan yang lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis. Perbandingan hasil proses validasi dan testing dari FNN dan NN disajikan pada Gambar 35, dengan akurasi rata-rata FNN sebesar 85% dan NN sebesar 65%. FNN3 Tabel 6 Hasil pelatihan pengenalan tahap kematangan Lapisan Durasi MSE Epoch Akurasi Akurasi Tersembunyi Pelatihan Validasi(%) Testing(%) 2 neurons 0 0.000175 15 75 70 5 neurons 0 0.000200 11 71 75 10 neurons 1 0.000129 21 73 75 15 neurons 1 0.000161 22 72 85 20 neurons 1 0.000199 20 74 75 25 neurons 1 9.42e-05 11 76 80 Gambar 35 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan testing Berdasarkan matriks confussion pada Gambar 36, akurasi yang dihasilkan oleh model FNN untuk buah manggis kelas mentah dan kelas ekspor adalah 100%. Hal ini berarti untuk menjaga kualitas buah manggis mentah dan ekspor teknik ini bisa diandalkan. Untuk kelas manggis lokal teknik ini tidak bisa dipergunakan. Dengan kata lain bahwa buah manggis dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu kelas mentah, kelas ekspor, kelas bukan mentah dan bukan ekspor. Jika hal tersebut yang dilakukan maka teknik mampu melakukan klasifikasi dengan baik sebesar 100%.

53 Gambar 36 Matriks confussion hasil klasifikasi (a) FNN (b) NN Kesalahan pendugaan sistem sebesar 15% pada model FNN dapat terjadi karena ukuran sampel manggis yang digunakan tidak seragam dan dalam pengambilan nilai-nilai fitur yang digunakan sebagai penentu kematangan manggis mengabaikan diameter buah manggis. Jika ukuran sampel manggis yang digunakan seragam dan atau pengambilan nilai-nilai fitur dilakukan hanya pada area kulit buah manggis yang mengalami perkembangan warna seiring dengan ketuaan atau tahap kematangan dimungkinkan akan mendapatkan nilai-nilai fitur yang lebih mencirikan buah manggis tersebut. Atau dengan kata lain, akan didapatkan nilai-nilai fitur yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap tahap kematangan buah manggis, sehingga kesalahan pendugaan bisa menjadi lebih kecil. Berdasarkan perbandingan pengenalan tersebut diatas, FNN mempunyai kemampuan yang lebih bagus dalam pengenalan terhadap tahap kematangan buah manggis, sehingga model FNN layak digunakan sebagai model klasifikasi kematangan buah manggis. Model FNN yang dikembangkan untuk klasifikasi kematangan buah manggis menggunakan bobot yang didapatkan dari model FNN3 dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. 4.11 Analisis Hasil Pemodelan FNN Pembanding FNN pembanding yang dimaksud dalam penelitian ini adalah FNN untuk mengklasifikasi tahap kematangan manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui akurasi model FNN yang dilatih menggunakan data, variasi input dan variasi jumlah neuron pada lapisan input yang sama namun menggunakan jumlah target yang berbeda. Lima kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan lima tahap kematangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kelas 1 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 2 (mentah), kelas 2 untuk buah yang berada pada

54 tahap kematangan 3 (ekspor1), kelas 3 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 4 (ekspor2), kelas 4 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 (lokal/domestik1) dan kelas 5 untuk buah yang berada pada tahap kematangan 6 (lokal/domestik2). Dua kelas target klasifikasi buah manggis menunjukkan tahap kematangan buah untuk kelas ekspor dan lokal/domestik. Kelas 1 (ekspor) untuk buah yang berada pada tahap kematangan 2, 3 dan 4. Kelas 2 (lokal/domestik) untuk buah yang berada pada tahap kematangan 5 dan 6. Nilai output untuk penentuan tahap kematangan buah manggis ke dalam 5 kelas dan 2 kelas target disajikan dalam Lampiran 18. Seperti pada percobaan sebelumnya, percobaan-percobaan dilakukan untuk mendapatkan model jaringan FNN yang terbaik dalam penentuan tahap kematangan buah manggis. Model FNN yang terbaik adalah yang memberikan akurasi optimal ketika dilakukan validasi terhadap data training maupun pengujian pada data testing. a. Percobaan dengan 5 kelas target output Dari empat model input yang dicobakan pada 5 kelas target output didapatkan hasil terbaik pada model FNN3. Model FNN3 menggunakan parameter g, v, a*, u*, v*, entropi, kontras, energi dan homogenitas. Hasil terbaik yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 70% dengan 15 neuron pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model FNN3 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 19. Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN3 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbagus menggunakan 25 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi testing sebesar 40%. Pada perbandingan percobaan pelatihan dengan 5 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 20 menunjukkan bahwa FNN mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan NN dalam menentukan tahap kematangan buah manggis, yaitu

55 akurasi testing sebesar 70% untuk FNN dan akurasi testing sebesar 40% untuk NN. Perbandingan prosentase hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN dapat dilihat pada Gambar 37, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna kulit menggunakan FNN adalah sebesar 70%, sedangkan menggunakan NN sebesar 40%. Gambar 37 (a) Perbandingan validasi (b) Perbandingan pengenalan b. Percobaan dengan 2 target output Dari empat model input yang dicobakan pada 2 kelas target output didapatkan hasil terbaik pada model FNN2. Model FNN2 menggunakan parameter r, g, b, v, a*, u*, v* dan entropi. Hasil terbaik yang didapatkan adalah testing dengan akurasi sebesar 90% dengan 5 neuron pada lapisan tersembunyi. Hasil percobaan model input 2 dengan variasi jumlah neuron pada lapisan tersembunyi disajikan pada Lampiran 21. Untuk mendapatkan perbandingan kemampuan pengenalan tahap kematangan buah manggis antara FNN dan NN pada penelitian ini, maka variabel-variabel model FNN2 dicobakan ke dalam jaringan NN dengan variasi jumlah neuron pada layar tersembunyi yang sama pula. Hasil pelatihan NN memberikan hasil terbagus menggunakan 15 neuron pada lapisan tersembunyi dengan akurasi testing sebesar 90%. Perbandingan percobaan pelatihan dengan 2 kelas target menggunakan FNN dan NN yang disajikan pada Lampiran 22 menunjukkan bahwa FNN dan NN mempunyai kemampuan pengenalan yang sama dalam penentuan tahap kematangan buah manggis dengan 2 kelas target, yaitu memberikan akurasi testing sebesar 90%.

56 Perbandingan hasil proses validasi dan testing pada FNN dan NN disajikan pada Gambar 38, ketepatan penentuan tahap kematangan buah manggis berdasarkan warna kulit menggunakan FNN dan NN adalah sama yaitu sebesar 90%. Gambar 38 (a) Perbandingan validasi, (b) Perbandingan testing 4.12 Analisis Hasil FNN Berdasarkan Jumlah Target Kelas Klasifikasi Berdasarkan hasil percobaan dalam penelitian ini menyatakan bahwa FNN dalam mengklasifikasi tahap kematangan buah manggis menggunakan data yang sama namun menggunakan jumlah target kelas yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Demikian juga halnya klasifikasi menggunakan NN, akan memberikan hasil yang berbeda jika menggunakan jumlah target kelas yang berbeda. Perbandingan rata-rata hasil validasi dan testing pada pelatihan FNN dan NN dengan jumlah kelas target yang berbeda disajikan pada Gambar 39. Gambar 39 Perbandingan hasil pelatihan (a) Validasi (b) Akurasi rata-rata

57 Dalam penelitian ini nilai akurasi rata-rata menunjukkan bahwa penggunaan FNN dalam klasifikasi tahap kematangan buah mangis ini memberikan hasil yang lebih bagus daripada menggunakan NN. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan fuzzy yang mempunyai derajat keanggotaan antara 0 dan 1 dapat digunakan untuk memisahkan pola yang mempunyai nilai ambigu atau berada diantara dua kelas menggunakan derajat keanggotaan, yang tidak bisa dilakukan menggunakan klasifikasi klasik pada NN.