PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR. Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

BAGAIMANA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PAUD?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

PADA KURIKULUM (Mulida Hadrina Harjanti) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi. Diajukan Oleh: Wahyu Setyoasih

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan.

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (sains) memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kata Kunci: karakter, pendekatan saintifik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DAN MEDIA GEOGEBRA UNTUH MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA PELAJARAN MATEMATIKA.

Oleh: Musringah SD Negeri 2 Durenan Kabupaten Tranggalek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ery Nurkholifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas. Oleh karena itu, dunia pendidikan harus mampu meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. Rafika Warma, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1

BAB. I. Pendahuluan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan. menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. pantas, benar dan indah untuk kehidupan. Dengan demikian pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat

bangsa Indonesia yang sedang membangun.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh. Nanda Risanti Dr. Abdurrahman Adisaputera, M.Hum. Abstrak. Kata kunci: Model Pembelajaran Saintifik, Teks Laporan Hasil Observasi.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

Dasar Berpikir melaksanakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif & menyenangkan (PAIKEM); menerapkan pendekatan ilmiah ( scientific

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

BAB I PENDAHULUAN. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri 1

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

Metodi DIdaktik Vol. 10, No. 2, Januari 2016

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT WIRAUSAHAWAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

BAB I PENDAHULUAN. lain perkembangan dibidang sains, teknologi, sosial, budaya dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah beragam, antara lain: kurikulum 2013 hanya akan memberi beban

KEMAMPUAN KOMUNIKASI EFEKTIF DUNIA PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SEBAGAI BAHAN REFLEKSI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. itu guru dapat di katakan sebagai sentral pembelajaran. dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNIPMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Beberapa

Pengembangan Kegiatan Pembelajaran IPA SMP Berbasis Scientific Approach dalam Konteks Kurikulum 2013 pada Topik Pemanasan Global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mengembangkan pengetahuan dan kepribadiannya. Pendidikan ini

PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENDEKATAN SAINTIFIK (SCIENTIFIC APPROACH) DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengganti dan penerus yang mendahuluinya, dan sebagai pewaris-pewaris di muka

BAB I PENDAHULUAN. aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan, kesehatan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar - mengajar. pendidikan beserta staf pengajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Judul. Pengembangan Instrumen Asesmen Otentik pada Pembelajaran Subkonsep Fotosintesis di SMP

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun pelajaran 2013/2014, pemerintah sudah menerapkan kurikulum yang

SILABUS. Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian. Mengamati. Menanya. Mengumpulkan data/eksplorasi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGARUH PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN INQUIRY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

Transkripsi:

PENDEKATAN SCIENTIFIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR Pajar Anugrah Prasetio Universitas Kuningan ABSTRAK Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Salah satu model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran jasmani olahraga dan kesehatan yaitu dengan menerapkan pendekatan scientific. Pada dasarnya pendekatan scientific dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru hanya istilahnya saja yang berbeda namun apabila dalam mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan pendekatan yang jarang dilakukan oleh para guru atau pendidik. Pendekatan scientific ini memiliki ciri-ciri umum dalam kegiatan pembelajaran yang lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan proses bukan hasilnya, yaitu dengan mengamati, menanya, mencoba dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah pada pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran tradisional. Apabila pendekatan scientific pada pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dilakukan dengan kaidah- kaidah yang benar, maka akan menciptakan siswa yang berinovatif, berpikir kritis, kreatif dan peserta didik dituntut untuk mandiri. Artinya pendekatan scientific dapat dijadikan salah satu referensi dalam melakukan pembelajaran penjasorkes. Kata kunci : Pendekatan scientific, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. 359

I. Pendahuluan Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahanperubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaranpun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidi kan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidiakn dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun. Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Sebagai pengatur sekaligus pelaku dalam proses belajar mengajar, gurulah yang mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebeh efektif juga menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan merasa perlu untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut. Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap 360

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan rnembangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Depdikbud (1999). Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksirnal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara atau model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsepkonsep mata pelajaran yang akan disampaikan. Salah satu model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran jasmani olahraga dan kesehatan yaitu dengan menerapkan pendekatan scientific. Pada dasarnya pendekatan scientific dalam dunia pendidikan bukanlah hal baru hanya istilahnya saja yang berbeda namun apabila dalam mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan merupakan pendekatan yang jarang dilakukan oleh para guru atau pendidik. Pendekatan scientific ini memiliki ciri-ciri umum dalam kegiatan pembelajaran yang lebih mengedepankan kegiatan-kegiatan proses bukan hasilnya, yaitu dengan mengamati, menanya, mencoba dan menyimpulkan. Dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan menerapkan pembelajaran tradisional. Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah pendekatanpendekatan ilmiah. Pada pendekatan ilmiah ini harus dimulculkan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, 361

pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilainilai, prinsip- prinsip, atau kriteria ilmiah. Kriteria pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah adalah sebagai berikut: 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kirakira, atau dongeng semata, agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan adanya interaksi yang edukatif antara guru dan siswa terbebas dari prasangka pemikiran yang subjektif dan menyimpang dari alur berpikir yang logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran kepada siswa. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu dengan yang lain dari mata pelajaran penjasorkes. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon mata pelajaran. 6. Pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan sederhana, jelas dan menarik sistem penyajiannya. 8. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat- sifat yang non ilmiah atau hanya asal berpikir kritis saja. Selain kriteria dalam pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah ini adapun langkah- langkah kegiatan pembelajaran dalam 362

kurikulum 2013. Yang dimana dalam pembelajaran kurikulum 2013 ini menggunakan tema-tema yang mengkaitkan materi pembelajaran penjasorkes dengan materi pembelajaran yang lainnya. Langkah- langkahnya yaitu sebagai berikut: 1. Adanya ranah sikap mengamit materi ajar agar siswa tahu mengapa. 2. Adanya ranah keterampilan mengamit materi ajar agar siswa tahu bagaimana. 3. Adanya ranah pengetahuan mengamit materi ajar agar siswa tahu apa. 4. Pada hasil akhirnya adalah peningkatan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang mempunyai keterampilan baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahua untuk hidup dengan layak (hard skill) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. 5. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. 6. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Sedangkan proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Kriteria pembelajaran pada kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: 1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kirakira, atau dongeng semata, agar siswa dapat lebih memahami materi yang diberikan. 2. Penjelasan guru, respon siswa, dan adanya interaksi 363

yang edukatif antara guru dan siswa terbebas dari prasangka pemikiran yang subjektif dan menyimpang dari alur berpikir yang logis. 3. Mendorong dan menginspirasi siswa secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran kepada siswa. 4. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan dan tautan satu dengan yang lain dari mata pelajaran penjasorkes. 5. Mendorong dan menginspirasi siswa untuk mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon mata pelajaran. 6. Pembelajaran berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7. Tujuan pembelajaran harus dirumuskan dengan sederhana, jelas dan menarik sistem penyajiannya. Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan apabila guru dapat memahami pendekatan scientific dan dapat diterapkan dengan baik maka akan menciptakan siswa yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi. II. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengusulkan secara konseptual untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran berbasis pendekatan scientific dalam pembelajaran Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di Sekolah Dasar. III. Pembahasan Proses belajar mengajar di Sekolah Dasar dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Oleh karena itu pada kurikulum 2013 menerapkan esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah ini diyakini sebagai pedoman yang dapat 364

meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan dengan adanya pengembangan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Dalam pendekatan ilmiah ataupun proses kerja yang memenuhi kriteria pendekatan ilmiah, lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif yaitu melihat fenomena umum untuk menarik kesimpulan yang spesifik. Sedangkan, penalaran deduktif yaitu penalaran yang memandang fenomena atau situasi yang spesifik kemudian menarik kesimpulan secara keseluruhan. Sejatinya penalaran induktif dapat menempatkan bukti- bukti spesifik ke dalam relasi idea yang sangat luas. Metode pembelajaran ilmiah pada umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian yang spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan kesimpulan umum. Metode ilmiah ini merujuk pada teknik- teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, untuk dapat memperoleh pengetahuan baru, mengoreksi serta mengaitkan pengetahuan yang sekarang dengan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip- prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis. Dalam pembelajaran berbasis ilmiah ini guru dan siswa harus menggunakan akal sehat selama proses pembelajaran berlangsung, karena hal itu dapat menunjukan ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan yang benar. Namun demikian, jika guru dan siswa hanya semata- mata menggunakan akal sehat dapat pula menyesatkan dalam proses dan pencapaian tujuan pembelajaran. Sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh sematamata atas dasar akal sehat (comon sense) umumnya sangat kuat 365

dibandingkan dengan kepentingan seseorang guru dan peserta didik yang menjadi pelakunya. Ketika akal sehat terlalu kuat didomplengi kepentingan pelakunya, seringkali mereka mengeneralisasi hal-hal khusus menjadi terlalu luas. Hal inilah yang menyebabkan akal sehat menjadi prasangka atau berpikir skeptis. Berpikir skeptis atau prasangka itu memang penting, jika diolah dengan baik. Sebaliknya jika prasangka diwarnai oleh kepentingan subjektif guru dan siswa akan berubah menjadi prasangka buruk. Secara sederhana langkahlangkah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran penjasorkes dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Mengamati Langkah pertama dalam kegiatan pembelajaran penjasorkes adalah mengamati. Mengamati dalam pembelajaran penjasorkes diartikan bahwa peserta didik diajak untuk melihat, baik melihat melalui audio visual ataupun melalui gerakan- gerakan yang akan dipraktekan atau di demonstrasikan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi daya pikir siswa, sampai sejauh mana penguasaan awal tentang materi yang akan diberikan. Dari pengamatan ini nantinya guru akan lebih mudah ataupun sebaliknya lebih sulit memberikan materi tergantung dari hasil pengamatan yang dilakukan sebelumnya. Mengamati dalam pembelajaran penjasorkes ini bisa dilakukan dengan melihat tayangan visual seperti video atau film dokumenter bagi guru atau sekolah yang mempunyai sarana yang memindai. Selain mengamati video pembelajaran atau mengamati aktifitas manusia, seorang guru bisa memberikan contoh gambar baik foto maupun ilustrasi, yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Setelah mengamati video siswa diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat, ataupun ulasan mengenai hal-hal yang baru mereka amati. Dengan langkah 366

ini diharapkan guru akan bisa merangkum dari sekian banyak pendapat yang dilontarkan oleh siswa dan memberikan kesimpulan, sehingga langkah pembelajaran berikutnya guru dengan mudah akan merancangnya. 2. Menanya Setelah menyuruh siswa untuk mengamati tayangan video atau gambar maka tahap berikutnya adalah keterampilan bertanya. Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mempermudah siswa mengetahui tentang makna dari sebuah gerakan teknik dasar dari materi yang akan disampaikan. Dalam tahap bertanya ini terjadi dua arah, maksudnya guru memberikan sebanyakbanyaknya kepada siswa untuk menanyakan apa saja yang telah siswa ketahui, dan dalam kesempatan yang sama guru harus menjawab sejelas mungkin sampai siswa memahaminya. Setelah semua pertanyaan yang dilontarkan oleh siswa sudah terjawab dengan jelas, maka giliran guru yang memberikan pertanyaan kepada siswa. Hal ini dimaksudkan agar guru mengetahui sampai sejauh mana materi yang telah diberikan dikuasai oleh siswa, sehingga guru dengan mudah akan merancang metode dan langkah pembelajaran selanjutnya. 3. Mencoba Pada tahap ini peserta didik diberi kesempatan untuk mencoba melakukan gerakangerakan berdasarkan hasil pengamatan tayangan video ataupun contoh yang di demonstrasikan oleh guru. Pada tahap ini guru mengamati setiap keterampilan gerak yang dilakukan oleh siswa sesuai tayangan video, yang terpenting adalah semua siswa harus mencoba melakukan gerakan dengan sebanyak-banyaknya tanpa melihat benar ataupun salah keterampilan gerak yang dilakukannya. Tujuannya adalah agar semua siswa mempunyai pengalaman gerak yang banyak. Dalam pembelajaran penjasorkes tahapan mempraktekan merupakan tahapan yang wajib 367

dilaksanakan dengan kemampuan motorik masingmasing siswa, karena benar atau tidaknya pola gerak dasar lokomotor bisa dilihat dan diamati serta dinilai dari gerakan. Dalam fase ini guru memberikan kebebeasan untuk mempraktekan apa yang peserta didik pahami dalam langkahlangkah pembelajaran sebelumnya, yaitu dengan mengamati, bertanya, dan diskusi. Dengan fungsi seorang guru yang tidak akan dominan dalam menjelaskan materi pembelajaran penjasorkes, tetapi hanya melakukan pengamatan dan mencatat tentang apa yang kurang dan mesti dikoreksi, ataupun memberikan apersepsi bagi siswa yang mampu melakukan gerakan sesuai dengan teknik yang sebenarnya sesuai demonstrasi yang diberikan guru. 4. Mengolah Setelah siswa mencoba melakukan sebuah keterampilan gerak, tahap selanjutnya melakukan pengulanganpengulangan keterampilan gerak terutama pada bagian- bagian keterampilan gerak yang belum dikuasai. Pada tahap ini siswa harus memperhatikan dengan benar tahapan gerak yang dilakukan apa sudah sesuai dengan gerakan yang benar atau belum. 5. Menyaji Pada tahap ini siswa diberi kesempatan kembali oleh guru untuk menyajikan keterampilan gerak hasil dari latihan yang dilakukan pada tahap mengolah. Disini guru harus memperhatikan semua tahaptahap gerak yang dilakukan oleh peserta didik selama penyajian keterampilan gerak. 6. Menalar Penalaran secara umum adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta- fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Pada tahap pembelajaran ini penalaran bisa dilaksanakan dengan berbagai metode 368

diantaranya dengan diskusi. Dengan diskusi maka akan banyak pendapat yang dikemukakan oleh siswa dengan berbagai alasan. Posisi seorang guru dalam tahapan ini hanyalah sebagai mediator sampai semua pendapat dapat dikemukakan. Tahap berikutnya adalah guru menyimpulkan dari berbagai macam pendapat siswa. Pada tahap ini peserta didik sudah mampu memahami tahap-tahap gerak yang seharusnya dilakukan sesuai dengan pola gerak yang benar. 7. Mencipta Setelah peserta didik memahami betul pola gerak yang harus dilakukan dalam sebuah keterampilan gerak, maka pada tahap berikutnya adalah siswa semaksimal mungkin melakukan gerakan sesuai dengan pola gerak yang benar, bahkan pada tahapan ini siswa harus sudah mampu melakukan variasi dan kombinasi teknik yang dilakukan. IV. Model Pembelajaran Model pembelajaran penjasorkes yang digunakan dalam pembelajaran berbasis ilmiah ini yaitu dengan menggunakan tiga jenis model pembelajaran yaitu mode project basse learning, model problem bassed learning, dan discovery learning. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) adalah salah satu model mengajar dengan cara berkelompok untuk menemukan masalah serta menjadi konteks untuk para siswa agar dapat berperan aktip dan dapat berpikir kritis dalam pembelajaran. Sedangkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berdasarkan masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. 369

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara tersetuktur oleh seorang guru. Pengertian model pembelajaran discovery learning menurut Jerome Bruner (2014: 281) adalah metode belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Pada model pembelajaran discovery learning memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, manbuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dari pembelajaran yang telah diberikan. Model- model pembelajaran di atas dapat diterapkan dalam pembelajaran penjasorkes dengan pendekatan scientific, langkahlangkah pembelajarannya seberti yang digambar pada bagan berikut : Mengamati tanyangan pembelajaran penjasorkes 20 Menit Keterangan: - Mengamati tayangan dengan menggunakan tiga jenis model pembelajaran yaitu model Project Based Learning, Problem Based Learning dan discovery learning. - Menerapkan focus Group Discusion untuk mengidentifikasi karakteristik tiga model pembelajaran tersebut. - Kerja kelompok yaitu untuk mengidentifikasi penerapan Diskusi kelompok (focus Group Discusion) 30 Menit Kerja Kelompok 40 Menit pendekatan scientific pada tiga model pembelajaran. V. Kesimpulan Pada dasarnya pembelajaran penjasorkes yang menggunakan pendekatan scientific menuntut para guru untuk paham dan menguasai teknik dasar yang akan diajarkan kepada siswa, ketika siswa sedang mengamati ataupun menganalisis pembelajaran kemudian melontarkan pertanyaan- pertanyaan, sebagai guru harus dapat menjelaskan dan menganalisis dengan baik dan benar. 370

Misalnya dalam bidang olahraga adalah: - Mengamati : Seperti siswa diberikan video atau media audio visual tentang cara melakukan service dalam olahraga bola voli, kemudian siswa mengamatinya dengan seksama. - Menanya : guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan mengenai teknik service ataupun bagian tubuh yang mana saja yang digerakan pada saat melakukan service. - Mencoba : setelah mengamati dan menannyakan, kemudian siswa melakukan teknik service yang sebenarnya di lapangan (secara praktek). - Menyimpulkan : setelah melakukan gerakan yang benar kemudian siswa mempuat kesimpulan tentang gerakan service yang baik dan benar. Apabila pendekatan scientific dilakukan dengan kaidah- kaidah yang benar, maka akan menciptakan siswa yang berinovatif, berpikir kritis, kreatif dan peserta didik dituntut untuk mandiri. Artinya pendekatan scientific dapat dijadikan salah satu referensi dalam melakukan pembelajaran. VI. Daftar Pustaka Abduljabar, B. (2010). Landasan Ilmiah Pendidikan Intelektual dalam Pendidikan Jasmani. Bandung: RISQI Press. Anitah. (2008). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Dimyati & Mujiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineke Cipta. Edy Sih, Miranto. (2010). Penjas Orkes Untuk SD/MI Kelas IV. Jakarta : CV. Adi Perkasa Irsyada. Habiah, dan Suhna (2009). Konsep Streategi Pembelajaran. Reika Aditama : Bandung. Lutan, Rusli. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Muhajir. (2007). Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Poespradja. (1987). Logika Scientifika. Bandung : Remadja Karya. Ricard (Djamarah). (2010). Model Discovery Learning. Jakarta : Rienka Cipta Rusdiana, Agus. Pengembangan Keolahragaan Nasional Berbasis Sains. Bandung: Auditorium FPOK UPI. www. Model Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013.com 371