PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO. Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

dokumen-dokumen yang mirip
Contak person: ABSTRACT. Keywords: Service per Conception, Days Open, Calving Interval, Conception Rate and Index Fertility

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KABUPATEN MALANG

PERFORMANS REPRODUKSI INDUK SAPI LOKAL PERANAKAN ONGOLE YANG DIKAWINKAN DENGAN TEKNIK INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN TOMPASO BARAT KABUPATEN MINAHASA

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN DI KECAMATAN PADANG KABUPATEN LUMAJANG

REPRODUCTION PERFORMANCE OF LIMOUSIN CROSSBREED IN TANGGUNGGUNUNG DISTRICT TULUNGAGUNG REGENCY

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indicus yang berasal dari India, Bos taurus yang merupakan ternak keturunan

EVALUASI EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH PERANAKAN FRIES HOLLAND (PFH) PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD SUMBER MAKMUR KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam

INDEK FERTILITAS SAPI PO DAN PERSILANGANNYA DENGAN LIMOUSIN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN PERANAKAN LIMOUSIN PADA PARITAS BERBEDA DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Potong pada Usaha Peternakan Rakyat di Kecamatan Mojogedang

PERFORMA REPRODUKSI PADA SAPI POTONG PERANAKAN LIMOSIN DI WILAYAH KECAMATAN KERTOSONO KABUPATEN NGANJUK

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SAPI PERANAKAN LIMOUSINE DI KECAMATAN BERBEK KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

Cahyo Andi Yulyanto, Trinil Susilawati dan M. Nur Ihsan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Jl. Veteran Malang Jawa Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI (P)

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

PERBEDAAN PERFORMAN REPRODUKSI SAPI PO DAN BRAHMAN CROSS DI BERBAGAI LOKASI DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

D.B.A. San, I.K.G.Yase Mas dan E. T. Setiatin* Program S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Salmiyati Paune, Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Tri Ananda Erwin Nugroho

Adrial dan B. Haryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jalan G. Obos Km.5 Palangka Raya

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN SAPI POTONG DI TINJAU DARI ANGKA KONSEPSI DAN SERVICE PER CONCEPTION. Dewi Hastuti

Kinerja Reproduksi Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo

PERFORMAN REPRODUKSI SAPI MADURA INDUK DENGAN PERKAWINAN INSEMINASI BUATAN DI KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Keberhasilan IB menggunakan semen beku hasil sexing dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll (SGDP) pada sapi Peranakan Ongole (PO)

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERANAKAN SIMMENTAL DI KABUPATEN TULUNGAGUNG JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair pada sapi Peranakan Ongole

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

Efisiensi reproduksi sapi perah PFH pada berbagai umur di CV. Milkindo Berka Abadi Desa Tegalsari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang

ABSTRAK. Oleh: *Ramli Idris Mantongi, **Suparmin Fathan, ***Fahrul Ilham

JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

KAJIAN PERFORMANS REPRODUKSI SAPI ACEH SEBAGAI INFORMASI DASAR DALAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH GENETIK TERNAK LOKAL

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah (Studi Kasus Di Perusahaan Peternakan Sapi Perah KUD Sinarjaya)

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan teknologi yang diikuti dengan kemajuan ilmu

TEKNIK DAN MANAJEMEN PRODUKSI BIBIT SAPI BALI DI SUBAK KACANG DAWA, DESA KAMASAN, KLUNGKUNG ABSTRAK

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI PERAH PADA BERBAGAI PARITAS DI WILAYAH KUD BATU

EVALUASI REPRODUKSI SAPI PERAH PFH PADA BERBAGAI PARITAS DI KUD TANI MAKMUR KECAMATAN SENDURO KABUPATEN LUMAJANG

Agros Vol. 16 No. 1, Januari 2014: ISSN

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

Kinerja Reproduksi Induk Sapi Silangan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Peranakan Ongole Periode Postpartum

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI ACEH DENGAN SAPI BRAHMAN DAN DENGAN SAPI SIMENTAL MELALUI INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN PADANG TIJI

COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI PERAH EKS-IMPOR DAN LOKAL PADA TIGA PERIODE KELAHIRAN DI SP 2 T, KUTT SUKA MAKMUR GRATI, PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN DENGAN KUALITAS DAN DEPOSISI SEMEN YANG BERBEDA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

EFISIENSI REPRODUKSI KAMBING PERANKAN ETAWA DI LEMBAH GOGONITI FARM DI DESA KEMIRIGEDE KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. Masalah utama peternakan kita sampai saat ini bertumpu pada

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

TAMPILAN REPRODUKSI SAPI Friesian Holstein PADA BERBAGAI PARITAS DI KOPERASI AGRONIAGA DESA GADING KEMBAR KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEBUNTINGAN (CONCEPTION RATE) PADA SAPI POTONG SETELAH DILAKUKAN SINKRONISASI ESTRUS DI KABUPATEN PRINGSEWU

Performan reproduksi pada persilangan Kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

Evaluasi Penerapan Aspek Teknis Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong

PENGARUH METODE PERKAWINAN TERHADAP KEBERHASILAN KEBUNTINGAN SAPI DONGGALA DI KABUPATEN SIGI

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE (BCS),SUHU RECTAL DAN KETEBALAN VULVA TERHADAP NON RETURN RATE (NR) DAN CONCEPTION RATE (CR) PADA SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Permintaan daging sapi terus meningkat seiring pertumbuhan

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

KINERJA REPRODUKSI SAPI POTONG PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DAERAH KANTONG TERNAK DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi

Transkripsi:

PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN BOJONEGORO Moh. Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang RINGKASAN Suatu penelitian untuk mengevaluasi penampilan reproduksi yang diukur berdasarkan indeks fertilitas pada sapi potong telah dilaksanakan di Kabupaten Bojonegoro. Dalam penelitian ini digunakan sampel pemilik sapi yang diambil secara acak dari 11 kelompok peternak yang terdapat di wilayah kerja inseminator di Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Variabel yang diukur meliputi Days open (DO), Service per Conception (S/C), Calving Interval (CI), Conception Rate (CR) dan indeks fertilitas (IF). Hasil penetlitian menunjukkan bahwa IF sapi Peranakan Ongole, Limosin dan Simental masing-masing pada paritas 2 dan 3 adalah 47.5 dan 50.6. Disimpulkan bahwa indeks fertilitas masing-masing bangsa sapi maupun paritas tidak menunjukkan perbedaan. Kata kunci: indeks fertilitas, paritas dan sapi potong REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF BEEF CATTLE IN BOJONEGORO REGENCY ABSTRACT The research for evaluation reproductive performance measured by fertility index of beef cattle has carried out at Bojonegoro regency. The materials used in this study is to beef cattle (Ongole, Limousin and Simental filial), used the gathering of secondary data from 11 farmer group in Tambakrejo district, Bojonegoro regency. The observed variables are Service per conception (S / C), Days open (DO), Calving interval (CI), Conception rate (CR) and Fertility index. The experiment showed that fertility index for Ongole, Limosin and Simental filial in second and thirh parity is 47.5 and 50.6 respectively. It was concluded that there was not difference of fertility index between Ongole, Limousin and Simental filial on 2 nd and 3th parity. Key words : Fertility index, parity and beef cattle. PENDAHULUAN Persilangan bangsa sapi Bos indicus (Persilangan Ongole) dengan bangsa sapi Bos taurus (Sapi Limousin) bertujuan untuk menghasilkan sapi potong yang memiliki reproduksi dan pertumbuhan yang bagus. Pemeliharaan sapi Persilangan Limousin lebih disukai oleh peternak karena memiliki tubuh yang lebih besar serta harga jual yang lebih tinggi dari sapi lokal. Sapi Bos taurus (Limousin) mempunyai sifat reproduksi yang tinggi, ukuran tubuh besar dengan 74. Penampilan reproduksi sapi... Moh Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih

kecepatan pertumbuhan sedang sampai tinggi, sedangkan bangsa sapi Bos indicus (PO) mempunyai sifat yang kurang baik dalam hal reproduksi dan kecepatan pertumbuhannya, tetapi sifat menyusui terhadap anaknya (mothering ability) sangat bagus. Dari kelebihankelebihan yang dimiliki oleh kedua bangsa tersebut diharapkan mampu terekspresikan pada hasil silangannya. Persilangan yang memanfaatkan heterosis hanya dapat meningkatkan karakteristik produksi, tetapi tidak reproduksinya.. Hal itu terlihat dari jarak beranak yang mencapai 20 bulan, yangterkait erat dengan tingginya anestrus pasca beranak serta tingginya kawin berulang. (Astuti 2004). Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi ternak dipengaruhi oleh lima hal yaitu. sngka kebuntingan (conception rate); jarak antar kelahiran (calving interval); jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (service periode); angka kawin per kebuntingan (service per conception); angka kelahiran (calving rate) (Hardjopranjoto, 1995). Laju populasi sapi potong di Jawa Timur lebih rendah dengan permintaan daging yang semakin meningkat, sehingga mengakibatkan adanya impor sapi potong bakalan tiap tahunnya. Solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas reproduksi dengan cara persilangan bangsa sapi Bos Indicus (Persilangan Ongole) dengan bangsa sapi Bos taurus (Sapi Limousin) sehingga impor sapi dapat dikurangi. Penampilan reproduksi di peternakan rakyat secara umum masih tergolong rendah, sehingga perlu adanya evaluasi reproduksi sapi potong pada paritas berbeda Paritas adalah tahapan seekor induk ternak melahirkan anak. Paritas pertama adalah ternak betina yang telah melahirkan anak satu kali atau pertama. Demikian juga untuk kelahirankelahiran yang akan datang disebut paritas kedua dan seterusnya (Hafez, 2000). Daya reproduksi ternak pada umumnya dipengaruhi terutama lama kehidupan, dimana lama kehidupan produktif sapi potong lebih lama bila dibandingkan dengan sapi perah yaitu 10 sampai 12 tahun dengan produksi 6 sampai 8 anak. Faktor ini sangat penting bagi peternakan dan pembangunan peternakan, karena setiap penundaan kebuntingan ternak, mempunyai dampak ekonomis yang sangat penting (Toelihere, 1985). Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur. Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan sebelah Barat berbatasan dengan Cepu Jawa Tengah. Luas wilayah kurang lebih 2.384,02 km². Secara geografis Kabupaten Bojonegoro terletak pada 6 59 sampai dengan 7 37 Lintang Selatan dan diantara garis bujur timur 112 25 sampai 112 09. Kabupaten Bojonegoro memiliki 27 Kecamatan, 420 Desa dan 7 Kelurahan. Dengan jumlah penduduk ± 1. 213.000 kepadatan 509 jiwa/km². Populasi sapi tahun 2010 sebanyak 156.512 ekor, dengan populasi tertingi di kecamatan Ngasem (11.399 ekor), Kedungadem (10.983 ekor) dan Tambakrejo (8274 ekor). Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya pengkajian di lapang tentang evaluasi reproduksi pada sapi J. Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 76-80, 2011 75

potong pada paritas berbeda dengan tujuan untuk mengevaluasi indeks fertilitas sapi potong pada paritas berbeda yang dipelihara oleh peternak, dan diharapkan dari penelitian akan memebrikan jawaban tentang teknik pengembangan sapi potong di Kabupaten Bojonegoro METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu status pendekatan yang mempertahankan keutuhan status obyek dan bersifat eksploratif, yang berguna untuk informasi pada penelitian lebih lanjut, karena dapat memberikan penjelasan tentang variable-variabel penting serta proses dalam pengamatan. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi potong dari 11 kelompok peternak yang diambil secara acak yang terdapat di wilayah kerja inseminator Kecamatan Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro. Variabel yang diamati dalam penelitian adalah Days open (DO), Service per Conception (S/C), Calving Interval (CI), Conception Rate (CR). Data dianalisis secara kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari angka angka Days Open (DO), Service per Conception (S/C), Calving Interval (CI), dan Conception Rate (CR). UntukAngka DO dan CI dianalisa menggunakan uji kesamaan dua ratarata yaitu uji-t tidak berpasangan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data. Penampila reproduksi ternak dapat diukur berdasarkan Indeks Fertilitas (IF) yang dihitung berdasarkan tiga variabel saja yaitu tingkat kebuntingan pada perkawinan yang pertama (CR), jumlah kawin per kebuntingan (S/C) dan jarak rata-rata lama kosong (DO) dengan rumus sebagai berikut : IF = CR S / C - (DO 125) Untuk mengetahui perbedaan masing-masing paritas dihunakan dianalisis menggunakan uji kesamaan dua rata-rata yaitu uji-t tidak berpasangan (Dajan, 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks fertilitas Fertilitas adalah derajat kemampuan bereproduksi baik pada ternak jantan maupun betina. Hasil indeks fertilitas dan interval kelahiran dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Rataan indeks fertilitas dan interval kelahiran (CI) sapi PO, persilangan Limousin dan persilangan Simental No Bangsa IF CI Paritas 2 Paritas 3 Paritas 2 Paritas 3 1 PO 45,27 47,21 411.06 409.53 2 Limousin 46,27 47,79 378.63 396 3 Simental 51,11 57,01 408.47 402 Rata-rata 47,55 50,67 462.76 402.95 76. Penampilan reproduksi sapi... Moh Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh paritas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal tersebut dikarenakan jarak masingmasing paritas sangat pendek yaituk sekitar satu tahun sehingga kondisi alat reproduksi ketiga bangsa tersebut masih dalam kondisi sama. Nilai indeks fertilitas pada sapi PO, persilangan Limousin dan persilangan Simental masih tergolong rendah sampai sedang yaitu dibawah angka normal 60%. Nilai S/C dan CR di lokasi penelitian masih dalam kategori ideal, akan tetapi nilai indeks fertilitas yang rendah. Besar kecilnya indeks fertilitas bukan hanya ditentukan S/C dan CR, tetapi juga panjang pendeknya lama kosong, dan jarak beranak. Hal itu disebabkan inseminator di lokasi penelitian sudah berpengalaman dan didukung keadaan berahi sapi yang baik saat di-ib, akan tetapi sapi yang diib sudah pada estrus kedua atau ketiga setelah melahirkan sehingga masa DO menjadi panjang. Panjangnya jarak beranak pada indukinduk sapi disebabkan oleh kegagalan dalam mengawinkan sapi induk tersebut yang berakibat terjadinya kawin berulang. Beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan induk sapi adalah tingkat kesuburan pejantan, kesuburan betina, efisiensi kerja inseminator, nutrisi dan musim (Toelihere, 1995, dan Yusran et al., 1994). Dengan rendahnya nilai fertilitas tersebut menunjukkan bahwa kurang efisiensinya pengelolaan reproduksi ternak betina di lokasi penelitian. Rendahnya nilai fertilitas selain mengurangi efesiensi reproduksi juga dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan peternak dan bertambahnya biaya pemeliharaan, karena pada populasi dengan tingkat fertilitas yang rendah masa pemeliharaan akan lebih panjang akibat panjangnya jarak beranak karena kawin berulang. Fertilitas betina dapat dilihat dari adanya kebuntingan, kondisi saluran reproduksi, pakan yang diberikan, perubahan kondisi tubuh dari kelahiran sampai perkawinan kembali, umur dan bangsa (Nebel, 2002). Jika diperhatikan nilai S/C masing bangsa dan paritas menunjukkan hasil yang normal dan ideal, sebagimana tercantum dalam tabel 2. Tabel 2. Rataan nilai S/C sapi Peranakan Ongole, Sapi Limousin dan Sapi Simental No Bangsa Paritas 2 Paritas 3 Paritas 2 Paritas 3 S/C DO (hari) 1 (PO) 1.42 1.41 125.28 123.93 2 Limousin 1,36 1.36 114.77 114.00 3 Simental 1.35 1.23 122.18 117.30 Rataan 1.37 1.33 120.11 118.41 J. Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 76-80, 2011 77

Kisaran S/C antara 1.3 menunjukkan bahwa kesuburan induk sangat baik, karena karena sapi saat di IB masih nampak tanda-tanda berahi sehinggajika di lakukan Ib hanya memerlukan sekali saja. Inseminator di lokasi penelitian hanya mau menginseminasi sapi yang memiliki tanda-tanda berahi yang jelas dan laporan peternak ke petugas. Nilai S/C rata-rata dari tiga bangsa sebesar 1.37 pada paritas 2 dan 1.33 pada paritas 3, merupakan angka yang sangat baik karena kisaran normal S/C berkisar antara 1.5-2.0 (Nur Ihsan. 1996). Demikian juga CR masing-masing bangsa dan paritas sangat baik yaitu antara 64-65%, DO 114-120 hari dan interval kelahiran panjang yaitu lebih 400 hari. Dalam pengamatan meskipun memiliki nilai S/C dibawah 1.6 lama DO dan CI masih panjang, hal itu disebabkan oleh deteksi berahi peternak yang kurang cermat sehingga pelaksanaan IB dilakukan pada berahi yang ketiga atau keempat setelah melahirkan. Selain itu kebiasaan peternak yang mengawinkan sapinya setelah pedet disapih yang dilakukan pada umur 100-120 hari. Rata-rata waktu melahirkan sampai ternak bunting adalah 60 90 hari. DO yang panjang menunjukkan reproduksi ternak tersebut kurang efisien dan akan merugikan peternak. DO merupakan indikator dari efisiensi reproduksi seekor ternak. Tidak efisiennya reproduksi di lokasi penelitian ini disebabkan karena sapi yang dikawinkan dengan cara IB pada estrus kedua atau ketiga. Astuti (2004); Aryogi, dkk. (2006) menyebutkan nilai S/C terkecil adalah 1.23 pada sapi Peranakan Simental paritas 3 dan yang terbesar adalah 1.42 pada sapi Peranakan Ongole paritas 2. Pada sapi Peranakan Limousin dan persilangan Simental di Indonesia nilai S/C berturut-turut 2.2 dan 2.3. Sapi peranakan Limousin dan persilangan Simental di Indonesia memiliki nilai S/C yang hampir sama dengan sapi PO, sebab sapi persilangan Limousin dan persilangan Simental adalah sapi hasil persilangan dengan sapi PO yang sudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Rata-rata nilai S/C hasil pengamatan masih lebih baik, hal itu membuktikan bahwa 3 bangsa sapi yang diamati memilki adaptasi lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik di daerah penelitian. Susilawati dan Affandy (2004) menyatakan bahwa apabila terdapat jarak beranak yang panjang sebagian besar karena DO yang panjang. Hal ini disebabkan: (1) anaknya tidak disapih sehingga munculnya berahi pertama post partum menjadi lama; (2) peternak mengawinkan induknya setelah beranak dalam jangka waktu yang lama sehingga lama kosongnya menjadi panjang; (3) tingginya kegagalan inseminasi buatan sehingga S/C nya menjadi tinggi; (4) umur pertama kali dikawinkan lambat. Hal itu disebabkan karena selang waktu beranak sampai terjadi konsepsi kembali yang terlalu lama. Panjangnya jarak beranak disebabkan beberapa faktor diantaranya panjangnya masa berahi setelah melahirkan, pemakaian kerja yang terlalu untuk mengolah lahan dan kurangnya perhatian petani terhadap ternak yang sedang berahi dan minta kawin yang menyebabkan perkawinan sapi tersebut terhambat dan faktor lain yaitu interval antara munculnya berahi pertama 78. Penampilan reproduksi sapi... Moh Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih

dengan terjadinya kebuntingan, kegagalan perkawinan dan kematian embrio Angka konsepsi berkisar antara 64-65 % menunjukkan bahwa tingkat ketrampilan isneminator di lokasi penelitian sangat baik. Hal ini ditunjukkan pula renmahnya angka S/C dibawah 1.5. Tingginya nilai CR yang diperoleh tidak terlepas dari rata-rata pemberian kandungan nutrisi dalam pakan setiap harinya oleh peternak yang melebihi kebutuhan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa agar proses reproduksi berjalan dengan normal, diperlukan ransum pakan yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan maupun reproduksi.kemampuan sapi betina untuk bunting pada inseminasi pertama sangat dipengaruhi oleh nutrisi pakan yang diterima sebelum dan sesudah beranak, dimana angka konsepsi yang baik apabila telah mencapai 60 persen atau lebih. Sedangkan menurut Hunter (1995) menyatakan angka konsepsi untuk sapi berkisar antara 60-73 persen (Winugroho, dkk, 2002). KESIMPULAN 1. Paritas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampilan reproduksi sapi potong di Bojonegoro. 2. Indeks fertilitas ketiga bangsa sapi potong tidak menunjukkan perbedaan nyata meskipun angka tergolong sedang, akibat dari panjangnya lama kosong. DAFTAR PUSTAKA Aryogi, Rasyid dan Mariono. 2006. Performance Sapi Silangan Peranakan Ongole Pada Kondisi Pemeliharaan di Kelompok Peternakan Rakyat. Loka Penelitian Sapi Potong. Grati. Pasuruan. http://peternakan.litbang.deptan.g o.id/publikasi/semnas/pro06-23.pdf Astuti, M. 2004. Potensi dan Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi Peranakan Ongole (PO). Lokakarya Ternak Potong. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hafez, E.S.E., 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Maryland. USA. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya Nur Ihsan, M. 1996. Manajemen Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Hunter, R.H.F., 1981. Physiologi and Technologi of Reproduction in Female Domestic Animal. Terjemahan DK Harya Putra (1995). Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Penerbit ITB Bandung Nebel, R.L. 2002. What should your AI Conception Rate be?. Extension Dairy Scientist, Reproductive Management. Virginia State University. http://jds.fass.org/cgi/reprint/87/1 1/3665 Susilawati, T dan Affandi, L, 2004. Tantangan dan Peluang Peningkatan Produktivitas Sapi Potong melalui Teknologi Reproduksi. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan. Fakultas J. Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 76-80, 2011 79

Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Toelihere, M. R, 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Winugroho, M. 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan Untuk Memperbaiki Efisiensi Reproduksi Induk Sapi. Balai Penelitian Ternak. http://www.pustaka-deptan.go.id/ publication/p3211023.pdf. Yusran, M.A., Maryono, L. Affandy dan U.Umiyasih. 1994. Tampilan beberapa sifat reproduksi 80. Penampilan reproduksi sapi... Moh Nur Ihsan dan Sri Wahjuningsih

J. Ternak Tropika Vol. 12, No.2: 76-80, 2011 81