Perbedaan Efektifitas Terapi Warna Merah Dan Senam Otak Terhadap Memori Jangka Pendek Pada Lansia Dengan Dimensia Di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Di Sicincin Tahun 2015 1,* Rinawati Kasrin, 2 Yuhendri Putra, 3 Junios 1,2,3 STIKes Prima Nusantara Bukittinggi *email : rinawatikasririn@yahoo.com ABSTRAK Lanjut usia yang berusia diatas 60 tahun berisiko terkena penyakit demensia. Demensia merupakan gangguan intelektual yang menghambat fungsi kerja dan sosial seperti perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Survei awal yang dilakukan pada 6 responden didaapatkan hasil 5 orang (83,33%), dari 6 lansia mengalami Dimensia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektifitas terapi warna merah dan senam otak terhadap memori jangka pendek pada lansia dengan demensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain Quasyeksperimen Non Equivalent Control Group. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah sebanyak 110 lansia dan banyak sampel 32 responden di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih, Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis univariat dengan observasi eksperimental melalui ratarata dan analisis bivariat dengan uji independent ttest secara komputerisasi. Hasil uji statistik didapatkan p value =0.056 > (α = 0.05) yang bearti p > α. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemberian terapi warna merah dan senam otak terhadap memori jangka pendek pada lansia dengan demensia dengan kata lain pemberian terapi warna merah dan senam otak samasama efektif terhadap peningkatan memori jangka pendek dan disarankan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin dan menerapkan terapi warna merah dan latihan senam otak sebagai suatu program dalam rencana kegiatan. Kata Kunci : Lansia, Demensia, Warna Merah, Senam Otak ABSTRACT Elderly aged over 60 years at risk of developing dementia. Dementia is an intellectual disorders that inhibit the function of labor and social changes in anatomical, physiological, and biochemical in the body, setbacks else happens is cognitive abilities such like to forget, deterioration of orientation to time, space, place, and not easily accept new things or ideas new. Initial survey conducted in six respondents available result 5 people (83.33%), from 6 Dementia elderly experience. This research aims to determine differences in the effectiveness of red color therapy and exercise the brain to shortterm memory in elderly people with dementia in Social Institution Tresna Werdha Sabai Nan Aluih in Sicincin 2015. This research was a quantitative research quasyexperimental design "NonEquivalent Control Group", In this research, the population was 110 elderly and samples of 32 respondents in Tresna Werdha Social Institution Sabai Nan Aluih with sampling technique is purposive sampling. This research using univariate analysis techniques with experimental observations through the median and bivariate analysis with independent T Test is computerized. Statistical test results obtained p value = 0.056 > (α = 0.05), which shall mean p> α. It can be concluded that there are no differences in therapy red and exercise the brain to shortterm memory in the elderly with dementia and suggested this study can provide information for PSTW Sabai Nan Aluih in Sicincin and apply the therapy red and exercises the brain as a program in the plan activities. Keywords: Elderly, Dementia, Red, Gymnastics Brain Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 45
PENDAHULUAN Keberadaan usia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta peningkatan pemeliharaan serta kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya guna dan produktif. (Maryam dkk, 2008). Lanjut usia merupakan suatu anugerah menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di Indonesia, istilah untuk kelompok usia ini belum baku, orang memiliki sebutan yang berbedabeda. Ada yang menggunakan istilah usia lanjut ada pula lanjut usia (S. Tamher, 2011), Selain itu, pada lansia juga terjadi penuaan. Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara terusmenerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejalagejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan panggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru (Maryam dkk, 2008. Semua itu dikoordinasikan oleh otak sebagai pusat koordinasi di kehidupan sesorang manusia. Begitu pentingnya sehingga seseorang belum dapat dikatakan meninggal dunia sebelum otak berhenti berfungsi. Otak selain sebagai pengatur kehidupan, juga berfungsi sebagai pusat kecerdasan seperti pada kemampuan untuk mengingat, memusatkan perhatian, bahasa, motivasi, emosi, pengambilan keputusan bahkan sebagai pusat kesadaran. Otak akan menyimpan segala informasi yang kita dapatkan melalui panca indra selama proses mengingat, berbeda pada lansia 75 tahun yang menunjukan kemunduran sebesar 2045% dalam kecepatan menulis tangan, memasang kancing, dan memotong dengan pisau. Selain itu kondisi lain yang berubah adalah melambatnya proses informasi, menurunnya daya ingat jangka pendek. namun demikian, banyak lansia tetap mempertahankan fungsi intelektual dengan baik sampai mereka berusia 80 tahun (Aisyah, 2009). Fungsi intelektual yang mengalami kemunduran biasanya berupa gangguan memori sehingga bisa mengganggu kehidupan seharihari (Setiawan, 2014). Penurunan daya ingat disebut juga dengan dimensia, Demensia merupakan gangguan intelektual yang menghambat fungsi kerja dan sosial. Perubahan kognitif akan menurunkan kemampuan lansia untuk melakukan kegiatan harian (Potter. Perry 2011). Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada Demensia terutama intelegensia umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, dan kemampuan sosial (Ibrahim, 2011). Dimensia ditandai dengan adanya gangguan mengingat jangka pendek dan mempelajari halhal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit menyebutkan nama benda dan mencari katakata untuk diungkapkan), keliru mengenai tempatwaktuorang atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi mebuat rencana, mengatur kegiatan, mengatur kegiatan, mengambil keputusan dan lainlain (Susanto, 2014). Keberhasilan pembangunan yang dicapai suatu bangsa terlihat dari peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup (UHH). Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk di Indonesia meningkatkan UHH di Indonesia. Laporan BPS (badan pusat statistik) pada tahun 2000 di indonesia mencapai 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia pada tahun 2000 mencapai 7,18%). Angka ini terus meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (persentase penduduk lansia mencapai 7,56%) dan pada tahun 2011 UHH di Indonesia meningkat menjadi 69,95 tahun (dengan persentase penduduk lansia mencapai 7,58%). Laporan PBB memprediksikan UHH di Indonesia pada tahun 20452050 mencapai 77,6 tahun (dengan persentase lansia di Indonesia mencapai 28,68%) (Dewi, 2014). Pertambahan jumlah lansia di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 19902025, tergolong tercepat di dunia sebesar 41,4 %, suatu angka yang paling tinggi diseluruh dunia (Kompas 25 Agustus 2014). Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 %. Penduduk dan angka ini merupakan peringkat keempat dunia dibawah Cina, India dan Amerika serikat. Di wilayah Asia Pasifik, Jumlah lanjut usia akan meningkat dengan pesat dari 410 juta tahun 2007 menjadi 733 juta pada 2025, dan diperkirakan menjadi 1,3 miliar pada tahun 2050 (Badan Pusat Statistik, 2010). Undangundang nomor 36 Tahun 2009 pasal 138 ayat1 menetapkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat 2 menetapkan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Memori atau ingatan merupakan suatu proses biologi, yakni informasi diberi kode dan di panggil kembali. Pada dasarnya, menurut Jansen, ingatan adalah sesuatu yang membentuk jati diri manusia dan membedakan manusia dari makhluk lain. Ingatan member manusia titiktitik rujukan pada masa lalu dan perkiraan pada masa depan. Sebelum informasi yang Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 46
akan disimpan dalam jangka waktu yang lama akan melalui tahapan memori jangka pendek (H. Mahmud, 2011). Kehilangan informasi yang tersimpan dalam memori jangka pendek memeiliki karakteristik yang sama pada kehilangan informasi yang tersimpan di memori jangka panjang. Faktor yang mempengaruhi memori ada banyak hal antara lain perhatian, interval waktu penyandian, strategi peningkatan memori, emosi atau juga faktor lain seperti stimulus yang dapat meningkatkan melalui panca indra seperti gambar, suara, sentuhan, rasa atau bahkan bau (Bhinnety, 2009). Menurut Turana (2011) besarnya peran visual, dari seseorang yang bisa menangkap tujuh juta warna berbeda sehingga memberikan efek perubahan fisiologis karena warna mempunyai kekuatan untuk tubuh meskipun bukan obat, tetapi warna bisa membantu proses penyembuhan sebuah penyakit lewat gelombang atau vibrasinya. Warna diserap oleh mata, kulit, tengkorak seperti medan energi magnet untuk tubuh atau aura dan energi warna mempengaruhi tubuh pada semua tingkatan baik fisik, spiritual dan emosional. Pengindraan warna dimulai pada sel kerucut dalam retina. Ada tiga kelompok utama sel kerucut yang bereaksi sangat kuat terhadap warna tertentu dari cahaya. Selsel ini dikelompokkan sebagai selsel kerucut biru, hijau dan merah. Warna merah, biru dan hijau, yang membuat sel kerucut itu bereaksi adalah tiga warna primer yang ada di alam. Dengan rangsangan sel kerucut yang sensitif terhadap ketiga warna ini (Guyton, 2006). Mata sebagai indra penglihatan yang menerima rangsangan berkasberkas cahaya pada retina dengan perentara serabut optikus, dimana serabutserabutnya memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu ditangkai hipofise. Reseptor penglihatan dimata berkaitan langsung ke area limbik melalui nervus optikus yang berada didekat otak bagian depan (Guyton, 2006). Menurut alfa dan magda, area limbik tersebut memiliki kaitan khusus pada wilayah otak yang langsung mempengaruhi lebih dari proses utama pada tubuh seseorang seperti mengatur detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan temperatur kulit, sehingga meningkatkan perfoma kognitif. Disamping itu warna merah juga merangsang hipotalamus sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan memori (Guyton, 2006). Selain terapi warna merah, Senam otak merupakan salah satu bentuk terapi non farmakologis yang sangat penting dilakukan dalam rangka peningkatan daya ingat dan konsentrasi, mengurangi ganguan psikologis seperti depresi, ansientas, agitasi, delusi, halusinasi dan insomnia. Latihan kognitif yakni memberikan stimulasi kognitif seperti berdiskusi tentang topik aktual, mengisi tekateki, main catur, mendengarkan musik nostalgia dan berkesenian, senam otak dapat membantu mempertahankan kemampuan kognitif yang masih ada. Latihan tersebut dapat membantu daya ingat dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Selain itu pemberian latihan juga dapat membantu mempertahankan kualitas hidup demensia dengan memanfaatkan kemampuan yang masih ada seoptimal mungkin. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan terus menstimulasi otak. Saat ini mulai diperkenalkan brain gym atau olahraga/senam otak (Dennison, 2008). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 april 2015 dengan jumlah lansia 110 orang, dari 110 orang lansia 6 yang diwawancarai dengan memakai format MMSE. Hasil dari wawancara didapatkan 5 orang (83,33%), dari 6 lansia mengalami Dimensia di PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin dan untuk meningkatkan daya ingat lansia di PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin sering dilakukan latihan senam otak minimal 2x seminggu. Sedangkan di PSTW Kasih Sayang Ibu Batusangkar dengan jumlah 70 orang, didapatkan data dari petugas bahwa pada lansia ada latihan senam otak 1x seminggu untuk meningkatkan daya ingat. Penurunan daya ingat dan kecerdasan akibat penyusutan otak dapat ditingkatkan dengan melakukan terapi warna merah dan senam otak yang berguna untuk menjaga agar fungsi otak dan menstimulasi otak sehingga dapat berfungsi dengan baik (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini menandakan kejadian penurunan daya ingat di PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin terus meningkat dari tahun ke tahun. Usaha pencegahan terjadinya penurunan daya ingat harus dilakukan di PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin agar angka kejadian penurunan daya ingat tidak terus meningkat di tempat tersebut. SUBJEK DAN METODE PENILITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui segala gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu (Nursalam, 2011). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 719 september 2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia di PSTW sabai nan aluih sicincin yaitu sebanyak 110 lansia. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Univariat Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 47
Memori Jangka Pendek Lansia Sebelum Diberikan Terapi Warna Merah dan Senam Otak Pada Lansia Dengan Dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 Tabel 1 Ratarata Memori Jangka Pendek Lansia Sebelum Diberikan Terapi Warna Merah Pada Lansia Dengan Demensia Memori jangka pendek lansia f % Ringan 5 31.2 Sedang 11 68.8 Total 16 100 Tabel 2 Ratarata Memori Jangka Pendek Lansia Sebelum Diberikan Senam Otak Pada Lansia Dengan Demensia Memori jangka pendek lansia f % Ringan 2 12.5 Sedang 14 87.5 Total 16 100 kehilangan pasangan hidup untuk berbagi yang menambah perubahan pada psikologis yang bisa menyebabkan terjadinya demensia (Maryam dkk, 2008). Hal ini sejalan dengan penelitian Rochmi (2010) bahwa strees dapat menyebabkan demensia karena kondisi pikiran yang penuh beban dan tekanan akan mengganggu otak untuk bekerja. terjadinya penurunan fungsi kognitif sebelum dilakukan terapi warna merah dan senam otak pada lansia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih sicincin disebabkan karena dua faktor yaitu stres dan penuaan karena hal ini dapat dilihat dari ratarata responden stres dalam menghadapi usia lanjutnya, dimana lansia merindukan keluarga yang datang untuk menjenguknya di panti, ketidak cocokan dengan penghuni panti yang lain hal ini menimbulkan stress pada lansia ditambah dengan kehilangan pasangan hidup untuk berbagi yang menambah perubahan pada psikologis yang bisa menyebabkan terjadinya demensia dan berumur 7476 tahun. Memori Jangka Pendek Lansia Sesudah Diberikan Terapi Warna Merah Pada Lansia Dengan Dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 Tabel 3 Ratarata Memori Jangka Pendek Lansia Sesudah Diberikan Terapi Warna Merah Pada Lansia Dengan Demensia Memori jangka pendek lansia f % Berdasarkan tabel 1 deketahui bahwa dari 16 responden terdapat 11 responden (68.8%) yang memiliki dimensia sedang sedangkan tabel 2 diketahui bahwa dari 16 responden terdapat 14 responden (87.5%) yang memiliki dimensia sedang. Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejalagejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan panggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Kondisi lain pada lansia di panti sosial tresna werdha sabai nan aluih berkaitan dengan stres dalam menghadapi usia lanjutnya, dimana lansia merindukan keluarga yang datang untuk menjenguknya di panti, ketidak cocokan dengan penghuni panti yang lain hal ini menimbulkan stress pada lansia ditambah dengan Ringan 15 93.8 Sedang 1 6.2 Total 16 100 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 16 responden terdapat 15 responden (93.8%) yang memiliki dimensia ringan. Peningkatan memori jangka pendek pada lansia sesudah diberikan terapi warna merah disebabkan rangsangan warna merah terhadap sistem saraf otak yang menimbulkan efek secara fisik atau psikologis. Pengindraan warna dimulai pada sel kerucut dalam retina. Ada tiga kelompok utama sel kerucut yang bereaksi sangat kuat terhadap warna tertentu dari cahaya. Selsel ini dikelompokkan sebagai selsel kerucut biru, hijau dan merah. Warna merah, biru dan hijau, yang membuat sel kerucut itu bereaksi adalah tiga warna primer yang ada di alam. Dengan rangsangan sel kerucut yang sensitif terhadap ketiga warna ini (Guyton, 2006). Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 48
Berawal dari mata sebagai indra penglihatan yang menerima rangsangan berkasberkas cahaya pada retina dengan perantara serabut optikus, dimana serabutserabutnya memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu ditangkai hipofise. Reseptor penglihatan dimata berkaitan langsung ke area limbik melalui nervus optikus yang berada didekat otak bagian depan. Menurut alfa dan magda, area limbik tersebut memiliki kaitan khusus pada wilayah otak yang langsung mempengaruhi lebih dari proses utama pada tubuh seseorang seperti mengatur detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan temperatur kulit, sehingga meningkatkan perfoma kognitif. Disamping itu warna merah juga merangsang hipotalamus sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan memori (Guyton, 2006). Hasil penelitian Rachmat Susanto dengan judul Pengaruh Paparan Warna Terhadap Memori Jangka Pendek Penderita Hipertensi Primer didapatkan hasil pengaruh warna hijau terhadap short term memory dengan nilai p 0,001 meningkatkan retensi sebaesar 18,4% dan hsil tidak bermakna pada warna merah dan biru dengan masingmasing p 0,243 dan 0,831 dengan peningkatan memori jangka pendek sebesar 2,3% dan 0,1%. Terapi warna merah tidak akan bermakna meningkatkan memori jangka pendek jika lansia mengalami hipertensi. terjadinya peningkatan fungsi kognitif dari kategori sedang menjadi ringan sesudah dilakukan terapi warna merah pada lansia dengan dimensia di panti sosial tresna werdha, disebabkan karena lansia serius melakukan terapi warna merah yang mana terapi warna merah bisa merangsang retina, sehingga menyebabkan sensasi warna yang baik untuk kegiatan fisik dan untuk menunjukan kepercayaan serta dapat merangsang saraf simpatik sistem yang bisa meningkatkan kesiapan seseorang. Warna merah juga berfungsi untuk memberi energi, menambah keberanian, ketegasan, menstimulasi meningkatkan kemampuan otak, membangkitkan ketajaman mental, konsentrasi, daya ingat sehingga lansia mampu meningkatkan kemampuan kognitif. Memori Jangka Pendek Lansia Sesudah Diberikan Senam Otak Pada Lansia Dengan Dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 Tabel 4 Ratarata Memori Jangka Pendek Lansia Sesudah Diberikan Senam Otak Pada Lansia Dengan Demensia Memori jangka pendek lansia f % Ringan 16 100 Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 16 responden terdapat 16 responden (100%) yang memiliki dimensia ringan. Teori Dennison (2008) bahwa senam otak dilakukan memalui 3 dimensi, yakni lateralisasi komunikasi (dimensia otak kiri dan kanan), pemfokusan pemahaman (dimensia otak muka dan belakang), dan pemusatan peraturan (dimensi otak atas dan bawah). Lateralisasi komunikasi bertujuan untuk mengoptimalkan kemampuan belajar. Gerakan yang diperlukan adalah gerakan menyilang yaitu gerakan untuk merangsang agar kedua belahan otak bekerja secara bersamaan serta membuka bagian otak yang terhambat atau tertutup. Gerakan ini menyangkut mendengar, melihat, menulis, bergerak dan siikap positif. Pemfokusan pemahaman bisa dilakukan dengan gerakan peregangan secara bebas seperti gerakan olengan pinggul dan pengisian energi. Gerakan ini membantu kesiapan dan berkonsentrasi, mengerti dan memahami. Untuk dimensi pemusatan pengaturan akan membuat orang lebih tenang nyaman dan berfikir positif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Guslinda, dkk dengan judul pengaruh senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia dengan dimensia, didapatkan bahwa dari 12 orang responden lebih dari separoh (75%) responden pada kelompok intervensi mengalami peningkatan fungsi kognitif menjadi normal (tidak ada gangguan fungsi kognitif) pada lansia dengan dimensiahal ini hampir sama dengan penelitian festi (2010), juga didapatkan hasil bahwa lebih dari separoh (70%) responden, dari 10 orang responden mengalami peningkatan fungsi kognitif. peningkatan fungsi kognitif dari kategori sedang menjadi ringan sesudah dilakukan senam otak pada lansia dengan dimensia di panti sosial tresna werdha, disebabkan karena gerakan senam otak (brain gym) secara benar dan teratur sesuai dengan gerakan yang telah ditetapkan dengan frekuensi latihan 2 kali seminggu selama 1520 menit selama 2 minggu dan stimulus dari senam otak dapat merangsang kedua belahan otak untuk bekerja atau lebih aktif lagi. Analisa Bivariat Efektifitas Pemberian Terapi Warna Merah Dan Senam Otak Terhadap Memori Jangka Pendek Pada Lansia Dengan Dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 Tabel 5 Perbedaan Efektifitas Pemberian Terapi Warna Merah Dan Senam Otak Terhadap Memori Jangka Pendek Pada Lansia Dengan Dimensia f Sig. T Sig. 2 tail Mea n diff CI 95% Low Up Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 49
Has il inte rve nsi Equal Varie nces assum ed Equal Varie nces not assum ed.05 6.81 4 1.53 0 1.53 0 ed.13 7.13 7.812.812 1.89 7 1.89 8 Dapat dilihat dari tabel 5 menunjukkan ratarata (Mean) post akhir terapi warnapost senam otak sebesar.137 dan Confidence Interval (1.897)(.272). Hasil uji statistik menggunakan uji independent ttest diporeh p value = 0.056 (α=0.05), yang bearti p > α secara statistik adalah Ho diterima Ha ditolak dimana tidak ada perbedaan ratarata (Mean) yang bermakna pada memori jangka pendek pada lansia demensia sesudah (Postest) dilakukan terapi warna merah dan sesudah (Postest) dilakukan senam otak. Dengan kata lain pemberian terapi warna merah dan senam otak samasama efektif terhadap peningkatan memori jangka pendek pada lansia dengan demensia. Merah adalah warna yang paling menarik perhatian.warna merah memiliki karakteristik merangsang saraf, kelenjer adrenal (endokrin) dan saraf sensorik. Merah juga meningkatkan sirkulasi darah dan kereaktifan darah itu sendiri. Warna merah yang merangsan retina, menyebabkan sensasi warna yang baik untuk kegiatan fisik dan untuk menunjukkan kepercayaan serta dapat merangsang saraf simpatik sistem yang bisa meningkatkan kesiapan seseorang (Elvi, 2007). Warna merah juga berfungsi untuk memberi energi menambah keberanian, ketegasan, menstimulasi meningkatkan kemampuan otak, membangkitkan ketajaman mental, konsentrasi, daya ingat. Sedangkan senam otak adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang digunakan untk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan seharihari (Dennison, 2008). Otak manusia memiliki tugas yang spesifik, dimana dalam aplikasi senam otak diapakai istilah dimensi lateralitas, dimensi pemokusan, dan dimensi pemusatan. Dengan senam otak maka ketiga dimensi otak ini akan diaktifkan secara keseluruhan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Untari dan Siti Sarifah yang berjudul Efektifitas senam cegah pikun UP Brain s Game terhadap peningkatan daya ingat pada lansia dengan responden 30 orang.27 2.27 3 lansia dan hasil yang didapat p = 0.000 dan nilai t =8.028. data ini dapat berarti bahwa sebuah intervensi akan memberikan pada suatu kondisi. Menurut analisa peneliti pemberian terapi warna merah dan senam otak dapat menstimulasi peningkatan memori jangka pendek pada lansia karena warna merah juga berfungsi untuk memberi energi menambah keberanian, ketegasan, menstimulasi meningkatkan kemampuan otak, membangkitkan ketajaman mental, konsentrasi, daya ingat. Mata sebagai indra penglihatan yang menerima rangsangan berkasberkas cahaya pada retina dengan perentara serabut optikus, dimana serabutserabutnya memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu ditangkai hipofise. Reseptor penglihatan dimata berkaitan langsung ke area limbik melalui nervus optikus yang berada didekat otak bagian depan. Alfa dan magda, area limbik tersebut memiliki kaitan khusus pada wilayah otak yang langsung mempengaruhi lebih dari proses utama pada tubuh seseorang seperti mengatur detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan temperatur kulit, sehingga meningkatkan perfoma kognitif. Disamping itu warna merah juga merangsang hipotalamus sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan memori (Guyton, 2006). Sedangkan senam otak adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang digunakan untk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan seharihari (Dennison, 2008). Otak manusia memiliki tugas yang spesifik, dimana dalam aplikasi senam otak diapakai istilah dimensi lateralitas, dimensi pemokusan, dan dimensi pemusatan. Dengan senam otak maka ketiga dimensi otak ini akan diaktifkan secara keseluruhan, dan dilihat perkembangannya dengan menggunakan format MMSE, Selama 2 minggu penelitian sampel yang didapatkan 16 orang 1 kelompok, setiap kelompok diberi perlakuan sebanyak 4 kali dalam 2 minggu didapatkan ada peningkatan pada memori jangka pendek lansia. Dengan kata lain pemberian terapi warna merah dan senam otak samasama efektif terhadap peningkatan memori jangka pendek pada lansia dengan demensia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ratarata memori jangka pendek lansia sebelum (Pretest) dilakukan intervensi terapi warna merah pada lansia dengan dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 adalah (18.50)(2.708), dan Ratarata ratarata memori jangka pendek lansia sebelum (Pretest) dilakukan intervensi senam otak pada lansia dengan dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 adalah (18.25)(2.569) 2. Ratarata memori jangka pendek lansia Sesudah (Postest) dilakukan intervensi terapi warna merah Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 50
pada lansia dengan dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 adalah (22.62)(1.408) 3. Ratarata memori jangka pendek lansia Sesudah (Postest) dilakukan intervensi senam otak pada lansia dengan dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih di Sicincin tahun 2015 adalah (23.44)(1.590) 4. Tidak ada perbedaan ratarata (Mean) yang bermakna pada memori jangka pendek pada lansia demensia sesudah (Postest) dilakukan terapi warna merah dan sesudah (Postest) dilakukan senam otak. Dengan kata lain pemberian terapi warna merah dan senam otak samasama efektif terhadap peningkatan memori jangka pendek pada lansia dengan demensia. Saran disarankan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi PSTW Sabai Nan Aluih di Sicincin dan menerapkan terapi warna merah dan latihan senam otak sebagai suatu program dalam rencana kegiatan DAFTAR PUSTAKA Ali, Z. (2010). Pengantar Metode Statistik Untuk Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media Chandra, B. (2009). Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: EGC Darmojo, B. (2009). Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut Edisi 4. EGC Dennison, P.E. (2008). Brain Gym and Me : Merasakan Kembali Kenikmatan belajar. Jakarta Dewi, S.R.. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik / OLEH Sofia Rhosma dewi. Edisi 1. yogyakarta: Deepublish Fatma.(2010). Gizi Usia Lanjut. PT Gelora Aksara Pratama Guslinda, dkk. (2013). Pengaruh Senam Otak Terhadap Fungsi Kognitif pada Lansia Dengan Dimensia di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Alui Sicincin Padang Pariaman Tahun 2014. Diakses pada 15 Maret 2015. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&es rc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved =0CB8QFjAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.merc ubaktijaya.ac.id%2fdownlotfile.php%3ffile%3d 1e.pdf&ei=qd9KVavbAovIuATNxYC4Bw&usg=AF QjCNGPNZ9KId8JrDbZICycJPaZ6xFoA&bvm=bv.92765956,d.c2 E Guyton, C.A. (2006). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC Hidayat, A.A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : salemba Medika (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : salemba Medika Huchendrorf, L.(2007). The effects of color on Memory. Di akses pada tanggal 23 juni 2015. www.the journal.co.uk.colour therapy. Ibrahim, H. A.S. (2011). PSIKIATRI: Pemeriksaan Psikiatri, Wawancara Psikiatri, Psikopatologi Psikiatri, Terapi Gangguan Kepribadian, Mekanisme Pertahana Edisi 1. Tanggerang Keliat, B.A & dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (basic Course). Jakarta: EGC Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan : Topik Utama Gambaran Kesehatan Lanjut Usia Di Indonesia Kushariadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika Mahmud, H. (2010). Psikologi Pendidikan. CV PUSTAKA SETIA Maryam, R.S. & dkk (2008). Mengenal Usia lanjut Perawatannya. Jakarta :salemba Medika Meridean, L.M. & dkk (2011). Asuhan Keperawatan Geriatrik : Diagnosis Nanda, Criteria Hasil NOC, dan Intervensi NIC. Jakarta : EGC Muttaqin, A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nugroho, W.H. (2011). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik (edisi 3). Jakarta : EGC Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Nursalam. (2011).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Patrcia a. Potter anne G Adriana Ferderika Nggie Dripa sjabana (2011). Fundamental keperawatan 1 Edisi 7. Romi, A. (2010). Efektifitas Metode Mnemonik dalam Meningkatkan Daya Ingat Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah. Diakses tanggal 15 september 2015. Sarwono, J. (2009). Statistik Itu Indah. Yogyakarta: CV Andi Offset Setiawan, R.A. (2014). Pengaruh Senam Otak dengan Fungsi Kognitif Lansia Demensia Di Panti Wredha Darma Bakti Kasih Surakata. Skripsi. Tidak dipublikasikan Setyoadi & Kushariyadi (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika Stanley, Mickey. (2007). Buku ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 51
Struthers, J. (2012). Terapi Warna Cara Praktis Menggunakan Warna Untuk Penyembuhan dan Meningkatkan Kualitas Hidup. Yogyakarta : Penerbit Kansius Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung Supardi, D.I. (2012). Pengaruh terapi warna merah terhadap daya ingat pada lansia di unit rehabilitasi sosial dewanata Cilacap Tahun 2012. Skripsi. Tidak dipublikasikan Susanto, R. (2012). Pengaruh Paparan Warna Terhadap Retensi Short Term Memory Penderita Hipertensi Primer. Diakses pada 27 Desember 2014. http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/ files/download/jks201203007106_4457.pdf Tamher, S & Noorkasiani. (2011). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta : salemba Medika Untari, I. dan Sarifa, S. (2009). Efektifitas Senam Cegah Pikun UP Brain s Game Terhadap Peningkatan Daya Ingat Pada Lansia. Diakses tanggal 19 juli 2015. Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatn Jiwa. Jakarta : EGC Jurnal Kesehatan STIKes Prima Nusantara Bukittinggi, Vol.6 No 1 Januari 2015 52