BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan UU KUP. NOMOR 28 TAHUN 2007 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengertian pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara berkembang seperti Indonesia sangat membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa negara merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan data yang diperoleh dari Bapenas menunjukan bahwa Indonesia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. keinginan perusahaan, yang berlomba-lomba untuk mencapai laba. sesuai dengan etika dan menjurus pada pelanggaran hukum.

BAB I PENDAHULUAN. ruang dan waktu setiap individu di dunia. Sehingga terjadilah pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. negara tidak akan bisa berjalan dengan baik. Pembangunan infrastruktur, biaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak terbagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan badan. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pemerintah sangat berusaha untuk mengamankan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat, yaitu tentang data

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dipaksakan oleh negara kepada seluruh warga negaranya, peran pajak tentu. sangat besar dalam perkembangan kemajuan ekonomi negara.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

SURVEY KEPATUHAN WAJIB PAJAK PENGUSAHA UKM DI KOTAMADYA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan realisasi penerimaan pajak untuk beberapa

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pemasukan untuk membiayai pembangunan negara. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan negara antara lain Penerimaan sumber daya alam, Pendapatan

BAB II LANDASAN TEORI. Perpajakan merupakan disiplin ilmu yang dinamis, yang dapat berubah. merefleksikan perubahan-perubahan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan nilai (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin meningkat setiap tahunnya. Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penjualan atas Barang

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan (Dina dan Putu,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. memaksa Indonesia untuk terus mencari cara guna menstabilkan kondisi yang ada.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan dan pembangunan nasional tersebut serta bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

TAX PLANNING : TAX EVASION DAN TAX AVOIDANCE

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan salah satu sektor penerimaan negara yang sangat utama. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang berkesinambungan selama 4 tahun terakhir dalam APBN.

BAB I PENDAHULUAN. dana, tenaga, dan ilmu yang tidak sedikit, yang tidak mungkin hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara yang sedang giat-giatnya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara terbesar. Sumbangan pajak

BAB I PENDAHULUAN. assessmen system, self assessment system, dan withholding system. Pada

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Karena pajak memberikan kontribusi terbesar bagi. penerimaan pajak (Pangestu & Rusmana, 2012).

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara membutuhkan penerimaan untuk memenuhi APBN (Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pajak dan juga petugas pajak agar pembangunan dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sektor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan kewajiban warga negara untuk membayar iuran atas penghasilan yang didapat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. makmur, sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. negara yang utama. Lebih kurang 70% APBN bersumber dari pajak. Oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemakmuran rakyat, dan memelihara fakir miskin dan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan perpajakan (

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS SURABAYA 2016

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Berikut ini akan dijabarkan mengenai teori-teori yang digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian menjadi lebih baik. Dalam melaksanakan kegiatannya, negara

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama negara, yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberi kepercayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Wajib Pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan dalam negeri.

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa seluruh pembiayaan negara harus dibiayai dari pendapatan negeri dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat KPP Pratama Wilayah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi semua sektor, terutama pada sektor perekonomian dalam negeri. Maka dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. sehingga berperan penting bagi negara (Gwartney dan Lawson, 2006). Peran penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

Draft Skripsi ANALISIS PEMAHAMAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI, KHUSUSNYA DOKTER PRAKTEK TERHADAP PELAKSANAAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN DI KOTA PADANG.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian besar negara, termasuk Indonesia pajak selalu menjadi sumber utama pendapatan negara. Dana yang berasal dari pendapatan negara digunakan untuk membiayai pembangunan. Pentingnya peranan masyarakat sebagai wajib pajak dalam pembangunan negara yaitu dengan membayar kewajiban pajaknya. Menurut Soemitro (dalam Sumarsan, 2013:3), pajak adalah: iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang berlaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Dalam hal ini pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang berperan penting dalam kelangsungan suatu negara. Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagai pengelola administrasi perpajakan di Indonesia, selalu berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna untuk kesejahteraan rakyat. Suminarsasi dan Supriyadi (2011) menyatakan bahwa pajak yang dibayarkan rakyat belum sepenuhnya dirasakan untuk kepentingan umum. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat merasa enggan dalam membayarkan kewajiban pajaknya. Salah satu indikasi adanya 1

2 penggelapan pajak mungkin dapat dilihat melalui tidak tercapainya target penerimaan pajak. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat realisasi penerimaan pajak tidak sesuai target Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sejak 2009 hingga 2012 penerimaan pajak selalu dibawah target yang ditetapkan. Realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 835 triliun sementara target APBN 2012 sebesar Rp 900 triliun. Pada 2011, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 872 triliun, di bawah target yang ditetapkan sebesar Rp 878 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan pajak 2010 sebesar Rp 650 triliun, di bawah target Rp 661 triliun, dan realisasi 2009 sebesar Rp 565 triliun, di bawah target yang ditetapkan sebesar Rp 577 triliun (Purnomo, 2013). Ketua BPK mengungkapkan kondisi shortfall penerimaan perpajakan ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang meliputi tiga elemen, yaitu kebijakan pajak, institusi pemungut pajak dan wajib pajak. Faktor internal meliputi reformasi perpajakan sejak 1983 telah menghasilkan berbagai perubahan peraturan dan kebijakan perpajakan, termasuk meningkatkan kekuatan DJP sesuai Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta Undang-undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Namun, kebijakan ini tidak ditopang oleh penegakan hukum perpajakan yang baik dan efektif. Kebijakan perpajakan seharusnya mendorong kepatuhan dengan memiliki Nomor Pokok

3 Wajib Pajak (NPWP) serta melaporkan dan membayar kewajiban secara tepat waktu dan tepat jumlah. Pada faktor eksternal yang terutama adalah wajib pajak, kondisi perekonomian dan resesi global yang mempengaruhi kemampuan wajib pajak untuk meningkatkan dan memenuhi pembayaran pajak (Jurnadil, 2014). Berbagai macam realitas mengenai tidak tercapainya target penerimaan pajak, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak melaporkan semua penghasilannya, serta munculnya kasus kerjasama penggelapan pajak antara petugas pajak dengan wajib pajak (Suminarsasi dan Supriyadi, 2011). Masalah penggelapan pajak sudah sering terjadi di Indonesia. Salah satu contoh kasusnya adalah petugas pajak Gayus Tambunan. Munculnya kasus oknum petugas pajak seperti Gayus, Dhana Widyatmika dan banyak petugas lainnya membuat keyakinan wajib pajak atas kinerja pelayanan pajak berkurang sehingga wajib pajak merasa takut uangnya digelapkan jika membayar kewajiban pajaknya (Nugroho, 2012; dalam Rahcmadi, 2014). Pada dasarnya sistem pemungutan pajak merupakan elemen penting untuk menunjang keberhasilan pemungutan pajak negara. Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga, yaitu official assessment system, self assessment system, dan withholding system (Sumarsan, 2013:14). Sistem pemungutan pajak yang dianut oleh negara Indonesia, yaitu self assessment system. Penerapan self assessment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan

masyarakat secara sukarela telah terbentuk (Darmayanti, 2004; dalam Prasetyo, 2010). Apabila tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayarkan kewajiban pajaknya rendah, maka akan timbul berbagai masalah perpajakan seperti perencanaan pajak. Perencanaan Pajak (Tax Planning) bertujuan untuk meminimalkan jumlah pembayaran pajak. Dalam 4 menyusun perencanaan pajak harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak dikategorikan sebagai tindakan penggelapan pajak. Menurut Zain (2007:44) Penggelapan pajak mengandung arti sebagai: manipulasi secara ilegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang, sedangkan penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk mengefisiensikan pembayaran jumlah pajak yang terutang. Penggelapan pajak telah dilakukan sejak pemerintah mulai memberlakukan tarif pajak atas penghasilan mereka (Adams, 1993; dalam Suminarsasi dan Supriyadi, 2011). Mereka melakukan hal tesebut dikarenakan bahwa pajak dianggap sebagai suatu beban yang akan mengurangi sebagian dari penghasilannya. Apabila tidak ada kewajiban membayar pajak, maka uang yang dibayarkan untuk pajak dapat digunakan untuk keperluannya (Suminarsasi dan Supriyadi, 2011). Beberapa alasan yang sering digunakan untuk membenarkan tindakan penggelapan pajak atas dasar moral adalah tidak mampu membayar, korupsi pemerintah, tarif pajak yang terlalu tinggi atau

tidak mendapatkan imbalan atas pembayaran pajak (Nickerson et al., 2009). Penelitian mengenai etika penggelapan pajak perspektif agama telah dilakukan oleh sejumlah penulis yang membahas aspek etika penggelapan pajak perspektif agama atas dasar etis atau tidak etis. Berdasarkan literatur Islam menyimpulkan bahwa penggelapan pajak mungkin etis jika pajak digunakan untuk menaikkan harga dan menyebabkan kenaikan pajak atas pendapatan yang diterima (McGee, 1997; dalam Nickerson, et al, 2009), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa penggelapan pajak tidak pernah etis, karena adanya pandangan di dalam literatur Yahudi bahwa orang Yahudi tidak boleh mengabaikan Yahudi lainnya. Apabila seorang Yahudi melakukan tindakan penggelapan pajak, maka semua orang Yahudi lainnya akan terlihat buruk (Chon,1998; dalam Nickerson et al., 2009). Pada dasarnya hampir semua literatur menyatakan bahwa penggelapan pajak etis jika dalam kondisi tertentu. Beberapa alasan dalam literatur Katolik yang menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap etis jika tidak mampu membayar pajak dan korupsi pemerintah atas pajak yang dibayarkan (Nickerson et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Nickerson et al., (2009) menemukan: dimensionalitas skala etika dalam penggelapan pajak. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam negara. Sebuah skala delapan belas item disajikan, dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) 5

secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari item-item yang diuji, yaitu: (1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, (2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan negatif atas uang, dan (3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak dalam kondisi tertentu. Keadilan dalam perpajakan dinyatakan dengan suatu pernyataan bahwa setiap warga negara hendaknya berpartisispasi dalam pembiayaan pemerintah yang sesuai dengan kemampuan masing-masing, yaitu dengan cara membandingkan penghasilan yang diterima dengan manfaat yang dirasakan dari negara (Zain, 2007:26). Dalam hal ini keadilan dalam pajak dapat berpengaruh terhadap perilaku wajib pajak. Pemerintah seharusnya dapat memberikan timbal balik yang sesuai dengan pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak. Nickerson et al., (2009) menyatakan bahwa keadilan yang terkait dengan kegunaan positif dari uang dan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Menurut Suminarsasi dan Supriyadi (2011) semakin tinggi tingkat keadilan maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak etis, demikian juga sebaliknya. Penelitian ini menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh secara negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur keadilan pajak dalam masyarakat yaitu yang disebut dengan prinsip manfaat (benefit principle) dan kemampuan membayar (ability to pay principle) Soemarso (2007:6). 6

7 Sistem pemungutan pajak self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar (Sumarsan, 2013:14). Sistem self assessment dapat berhasil dengan baik apabila memenuhi beberapa syarat yaitu kesadaran wajib pajak, kejujuran wajib pajak, tax mindedness wajib pajak dalam membayar pajak, dan tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap peraturan pajak, sehingga pada waktunya wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban-kewajiban pajaknya yang sesuai dengan Undang-undang seperti memasukkan SPT pada waktunya, membayar pajak pada waktunya dan sebagainya (Soemitro, 1990:12). Menurut Suminarsasi dan Supriyadi (2011) semakin baik sistem perpajakannya maka perilaku penggelapan pajak dipandang sebagai perilaku yang tidak etis, demikian juga sebaliknya. Penelitian ini menunjukkan bahwa sistem perpajakan berpengaruh secara negatif terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Diskriminasi mengandung arti perlakuan tidak seimbang terhadap sekelompok orang tertentu, yang pada dasarnya adalah sama dengan kelompok pelaku diskriminasi (Theodorson dan Theodorson, 1979 dalam Danandjaja, 2003). Berdasarkan Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan

8 yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain. Dalam hal ini pandangan mengenai perlakuan yang tidak seimbang terhadap seseorang atau kelompok berbeda-beda. Leiker (1998; dalam Nickerson et al., 2009) meneliti filosofi Rousseau dan menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan pada kondisi tertentu. Beberapa penelitian mengenai penggelapan pajak di berbagai negara juga menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan secara etis dengan berbagai alasan yang biasa diberikan seperti korupsi pemerintah. Hal ini di dukung oleh survei kelompok di Argentina (McGee dan Rossi, 2006), Guatemala (McGee dan Lingle, 2005), Polandia (McGee dan Bernal, 2006), Rumania (McGee, 2005) dan Inggris (McGee dan Sevic, 2008) dalam Nickerson, et al, (2009) menemukan bahwa ada dukungan luas atas penggelapan pajak yang dibenarkan atas dasar etika dalam keadaan tertentu. Selain itu, menurut beberapa literatur mengenai etika penggelapan pajak menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi tertentu.

9 Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suminarsasi dan Supriyadi (2011), peneliti berimplikasi untuk melakukan penelitian ini. Perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang berada di Daerah Surabaya yaitu sebanyak 345 responden, sedangkan penelitian sebelumnya adalah wajib pajak orang pribadi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sebanyak 250 responden. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 sedangkan penelitian sebelumnya pada tahun 2011. Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena banyaknya tindak penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak beserta fiskus. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penggelapan pajak oleh wajib pajak, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel terkait terhadap persepsi dari wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah aspek keadilan dalam perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak?

10 2. Apakah sistem perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak? 3. Apakah aspek diskriminasi dalam perpajakan berpengaruh terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai: 1. Pengaruh aspek keadilan dalam perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak 2. Pengaruh sistem perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak 3. Pengaruh aspek diskriminasi dalam perpajakan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Akademik Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan sebagai bahan acuan untuk perbandingan dengan penelitian serupa 2. Manfaat Praktis

11 Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku penggelapan pajak oleh Wajib Pajak agar nantinya praktik penggelapan pajak dapat ditekan serendah mungkin. 1.5. Sistematika Penulisan BAB 1: PENDAHULUAN Pada bab 1 ini berisi seluruh pokok masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab 2 ini berisi tentang teori-teori dan penelitian yang mendukung penelitian ini. Bab 2 ini berisi penelitian terdahulu, landasan teori, pengembangan hipotesis, dan model penelitian. BAB 3: METODE PENELITIAN Pada bab 3 ini berisi desain penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional, dan pengukuran variabel, jenis dan sumber data, alat dan metode pengumpulan data, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, serta teknik analisis data. BAB 4: ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab 4 ini berisi mengenai hasil penelitian serta pembahasan dari hasil penelitian. Bab 4 ini berisi gambaran

12 objek penelitian, deskripsi data, analisis data, dan pembahasan. BAB 5: SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Pada bab 5 ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian serta keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan dan saran untuk penelitian selanjutnya.