BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi dari penelitian ini diskemakan dalam bentuk flowchart seperti tampak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PEMODELAN DAN SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis 1,28 Tbps Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) Menggunakan Modulasi Eksternal dan Deteksi Langsung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Perbandingan CWDM Dengan Modulasi Eksternal Menggunakan Penguat EDFA dan Tanpa Penguat

Analisis Penguat EDFA dan SOA pada Sistem Transmisi DWDM dengan Optisystem 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

± voice bandwidth)

BAB II WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (WDM) Pada mulanya, teknologi Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SIMULASI KINERJA MODULATOR OPTIK TIPE MACH-ZEHNDER BERDASARKAN RAGAM FORMAT MODULASI

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.3 Desember 2017 Page 3743

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS DAN PENGUJIAN

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO AHMAD YANI KE APARTEMEN GATEWAY

STUDI PERANCANGAN SISTEM RoF-OFDM POLARISASI TIDAK SEIMBANG MENGGUNAKAN MODULASI QPSK DAN QAM

ANALISIS PERBANDINGAN PULSA GAUSSIAN DENGAN PULSA SECANT HIPERBOLIK PADA TRANSMISI SOLITON UNIVERSITAS TELKOM

Analisis Parameter Signal to Noise Ratio dan Bit Error Rate dalam Backbone Komunikasi Fiber Optik Segmen Lamongan-Kebalen

ANALISIS DAN SIMULASI EFEK NON LINIER THREE WAVE MIXING PADA LINK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM) SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

STUDI PERBANDINGAN PERFORMANSI SEMICONDUCTOR OPTICAL AMPLIFIER DENGAN ERBIUM DOPED FIBER AMPLIFIER TUGAS AKHIR

SIMULASI DAN ANALISIS JARINGAN TIME AND WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING PASSIVE OPTICAL NETWORK MENUJU NEXT GENERATIO NETWORK

ANALISIS PANJANG GELOMBANG DOWNSTREAM DAN UPSTREAM PADA SISTEM JARINGAN NG-PON 2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

PENGGUNAAN KOMPENSATOR DISPERSI PADA JARINGAN BERBASIS OPTIK ANTARA STO LEMBONG DAN STO CIANJUR MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING

Aplikasi In-line Amplifier EDFA Pada Sistem Transmisi Panjang Gelombang Tunggal dan Transmisi Berbasis WDM

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM UNTUK PERUMAHAN PERMATA BUAH BATU I BANDUNG

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data

BAB III METODE ANALISIS

PERENCANAAN JARINGAN NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM PADA PERUMAHAN GRAND SHARON BANDUNG

GENERASI SELANJUTNYA NON-ZERO DISPERSION SHIFTED OPTICAL FIBER PURE METRO

ANALISIS EFEK NON LINIERITAS FIBER PADA LINK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

ASSESMENT CLO 3 - RMG PENGENALAN TEKNIK TELEKOMUNIKASI

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.2 Agustus 2017 Page 1907

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

PERANCANGAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SANGATTA-TOWALE

Performansi SCM/WDM Radio Over Fiber dengan Arsitektur PON menggunakan M-ary PSK

PERANCANGAN DAN ANALISIS JARINGAN FIBER TO THE HOME (FTTH) UNTUK PERUMAHAN PESONA CIWASTRA VILLAGE BANDUNG MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI OPTISYSTEM

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK. Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

ANALISIS PERFORMANSI JENIS FORMAT MODULASI PADA NG-PON2 MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TWDM

SISTEM TRANSMISI DIGITAL. Ref : Keiser

ANALISA KINERJA SISTEM KOMUNIKASI OPTIK JARAK JAUH DENGAN TEKNOLOGI DWDM DAN PENGUAT (EDFA)

SISTEM TRANSMISI DIGITAL. Ref : Keiser

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO KOPO KE NATA ENDAH KOPO UNIVERSITAS TELKOM

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 124

SIMULASI PENINGKATAN KEAMANAN JARINGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PENGUAT SINYAL OPTIK

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM TRANSMISI DIGITAL

BAB III CROSSTALK PADA JARINGAN DWDM. (tersaring). Sebagian kecil dari daya optik yang seharusnya berakhir di saluran

ANALISIS PERFORMANSI ARRAY WAVEGUIDE GRATING MENGGUNAKAN FILTER FIBER BRAGG GRATINGS PADA JARINGAN SCM/WDM RADIO OVER FIBER

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 132

ROMARIA NIM :

BAB III PERANCANGAN SISTEM

OPTIMASI KOMPENSASI DISPERSI UNTUK SALURAN TRANSMISI SOLITON 40 GB/S JARAK JAUH DENGAN METODE Q-MAP

Pengertian Multiplexing

BAB IV HASIL KELAYAKAN PERANCANGAN JARINGAN

Makalah Seminar Kerja Praktek POWER KALKULASI PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE JAWA LINK PURWOKERTO - YOGYAKARTA

ANALISIS PENGARUH DISPERSI TERHADAP RUGI-RUGI DAYA TRANSMISI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE REKOMENDASI ITU-T SERI G.655

Prodi S1 Teknik Telekomunikasi, Fakultas Teknik Elektro, Universitas Telkom

BAB I PENDAHULUAN.

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PASSIVE SPLITTER PADA JARINGAN PASSIVE OPTICAL NETWORK (PON)

ANALISIS KINERJA KOMBINASI TOPOLOGI JARINGAN NG-PON2 Analysis of Combination Topology Performance on NG-PON2 Network

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1560

LAPORAN SKRIPSI ANALISIS UNJUK KERJA MODULASI EKSTERNAL OPTIS DALAM MODEL DETEKSI KOHEREN PADA SISTEM BASEBAND OVER FIBER

PENGARUH ALOKASI KANAL DAN KARAKTERISTIK SERAT OPTIS TERHADAP BESARNYA EFEK FOUR WAVE MIXING (FWM) DALAM KOMUNIKASI OPTIS

BAB IV ANALISA SISTEM PROTEKSI MS-SP RING PADA RING 2

BAB III DISPERSI PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE. Serat optik memiliki beberapa karakteristik penting dalam menyalurkan

BAB II DASAR TEORI. yang biasanya berbentuk sinyal listrik menjadi sinyal cahaya dan kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENERAPAN OPTICAL ADD-DROP MULTIPLEXER (OADM) MENGGUNAKAN FIBER BRAGG GRATING (FBG) PADA TEKNIK DENSE WAVELENGTH DIVISION MULTIPLEXING (DWDM)

ANALISIS PENGUJIAN IMPLEMENTASI PERANGKAT FIBER TO THE HOME (FTTH) DENGAN OPTISYSTEM PADA LINK STO CIJAWURA KE BATUNUNGGAL REGENCY CLUSTER ELOK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA KINERJA DWDM HUAWEI BWS1600 PADA LINK KEBAGUSAN JAMPANG

PENGGUNAAN NON ZERO DISPERSION SHIFTED FIBER PADA TRANSMISI KOMUNIKASI SERAT OPTIK KANAL 40 Gbit/s

Application of Radio-Over-Fiber (ROF) in mobile communication

PERANGKAT DWDM ZTE PADA JARINGAN BACKBONE

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA :

Overview Materi. Redaman/atenuasi Absorpsi Scattering. Dispersi Rugi-rugi penyambungan Tipikal karakteristik kabel serat optic

SIMULASI DAN ANALISIS EFEK NONLINIER PADA PERFORMANSI SISTEM VERY NARROW CHANNEL SPACING DWDM-ROF

PERANCANGAN JARINGAN FIBER TO THE HOME PERUMAHAN NATAENDAH KOPO DENGAN OPTISYSTEM

PENGARUH KABEL DISPERSION COMPENSATING FIBER (DCF) PADA LINK SITEM KOMUNIKASI OPTIK LONG HAUL DENGAN SKEMA BERBEDA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: ( Print) A-199

SIMULASI PERGESERAN DISPERSI PADA SERAT OPTIK MODA TUNGGAL. Mutia Dwi Purnama*, Saktioto, Dedi Irawan

BAB III IMPLEMENTASI PENERAPAN METRO WDM PADA JARINGAN TRANSMISI SERAT OPTIK

BAB III. Perencanaan Upgrade Kapasitas. dengan Tuas (Singapura ) memiliki kapasitas trafik sebesar 8 X 2.5 Gbps yang

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 8 Pengantar Serat Optik

BAB III MEKANISME KERJA

Aplikasi Multiplexer -8-

EVALUASI PENERAPAN PENGUAT OPTIK EDFA RAMAN PADA SISTEM KOMUNIKASI FIBER OPTIK

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN LINK BUDGET DALAM PENERAPAN METRO WDM

Abstrak. 30 DTE FT USU. sistem pembagian spektrum panjang gelombang pada pentransmisiannya.

Transkripsi:

BAB III PERANCANGAN MODEL JARINGAN 3.1 Prosedur Kerja Tugas Akhir Gambar berikut memperlihatkan prosedur kerja Tugas Akhir yang berdasarkan pada multi methodological research di bawah ini. Theory Building Literature Review Metode Observation Pengumpulan Data Systems Development Membuat Model Jaringan Experiment Simulasi Model Jaringan Gambar 3.1. Multi-methodological Research (Nunamaker dkk, 1991) (Sumber: Nunamaker, Chen, dan Purdin 1991) 3.1.1 Theory Building Pada tahap ini dilakukan literature review yang berasal dari buku, jurnal, prosiding, dan dokumen resmi ITU. Berdasarkan literature review yang didasarkan pada current progress atau penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini. 3.1.2 Observation Pada tahap observasi ini dilakukan pengumpulan data. Data diperoleh dari literature review yang bersumber dari buku, jurnal, prosiding, dan dokumen resmi ITU. Data yang

diperoleh pada tahapan ini diperlukan nantinya untuk memodelkan jaringan yang akan dibuat dalam Tugas Akhir ini. 3.1.3 System Development Pada tahap ini dilakukan pengembangan sistem dengan membuat model jaringan DWDM dengan menggunakan penguat optik SOA. Data-data yang diperoleh pada tahapan sebelumnya ( observation) dan dari literature review digunakan sebagai parameter set up untuk memodelkan jaringan. Model jaringan dimodelkan dengan menggunakan software simulasi optisystem, karena optisystem mempunyai kemampuan dalam menggantikan peran komponen dan peralatan nyata yang ketersediaannya terbatas. Disamping itu optisystem juga dilengkapi dengan alat ukur virtual ( virtual instrument). Model jaringan yang didesign pada tahapan ini selanjutnya akan disimulasikan. 3.1.4 Experiment Pada tahapan ini dilakukan experiment dengan melakukan simulasi terhadap model jaringan. Kemudian dilakukan simulasi dengan menggunakan komponen parameter SOA yang berbeda-beda. Hasil akhir dari Tugas Akhir ini adalah untuk mendapatkan suatu model jaringan DWDM dengan menggunakan penguat optik SOA dengan kinerja yang optimal yang mempunyai efek Four Wave Mixing (FWM) minimum dan dengan standard ITU-T dengan nilai BER lebih kecil dari 10-9. 3.2 Model Jaringan Optik dengan Teknologi DWDM Gambar 3.2 di bawah ini menunjukkan rancangan model jaringan dengan menggunakan teknologi DWDM yng menggunakan penguat optik SOA ( Semiconductor Optical Amplifier). III-2

PRBS NRZ CW lasser 1 PRBS CW lasser 2 MZM NRZ MZM W D M M U X OA SMF SMF SMF OA OA OA Gambar 3.2. Model jaringan Optik dengan Teknologi DWDM (Sumber: Surawan Adi Putra 2009) Berikut adalah penjelasan berdasarkan gambar di atas. Keterangan: 1. Pseudo Random Bit sequence (PRBS) Pseudo Random Bit sequence (PRBS) digunakan untuk menghasilkan Bit dengan pola tertentu. Merupakan komponen yang digunakan untuk membangkitkan sinyal digital. 2. Non Return to Zero (NRZ) Non Return to Zero (NRZ) berfungsi untuk mengkodekan Bit-Bit informasi yang dikirim oleh PRBS. Teknik NRZ lebih banyak digunakan untuk pengkodean dibandingkan dengan RZ, karena NRZ lebih tahan terhadap noise dan tidak di pengaruhi oleh level tegangan. 3. Mach Zehnder Modulator (MZM) Mach Zehnder Modulator (MZM) alat ini digunakan untuk memodulasi sinyal elektrik dari lasser yang membawa frekuensi yang telah diatur sedemikian rupa. Sehingga keluaran sinyal berupa sinyal cahaya (optik) yang membawa frekuensi tertentu untuk ditransmisikan melalui fiber optik. 4. Wavelenght Division Multiplexer (WDM MUX) Wavelenght Division Multiplexer (WDM MUX) perangkat ini digunakan untuk menggabungkan beberapa sinyal informasi dengan panjang gelombang yang berbedabeda kemudian memisahkan kembali sinyal informasi tersebut sesuai dengan panjang gelombangnya. III-3

5. Single Mode Fiber (SMF) Single Mode Fiber (SMF) merupakan media transmisi yang digunakan untuk mengirimkan sinyal informasi melalui kabel fiber optik. SMF digunakan karena memiliki 1 mode propagasi cahaya, Yaitu merambat lurus sejajar dengan core. Sehingga rugi-rugi delay dapat di minimalkan. 6. Semiconductor Optical Amplifier (SOA) Semiconductor Optical Amplifier (SOA) merupakan jenis penguat yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis penguat lain seperti EDFA yang biasa digunakan dalam komunikasi optik. Disamping itu SOA juga memiliki efek ketidaklinieran salah satuya FWM. Dalam Tugas Akhir ini SOA digunakan sebagai penguat sinyal informasi yang akan dikirimkan di penerima. Model jaringan pada gambar 3.2 di atas menunjukkan bahwa sinyal digital terlebih dahulu dibangkitkan oleh Pseudo Random Bit Sequence (PRBS) yang menghasilkan bilangan bit binner secara Random atau acak. Kemudian sinyal-sinyal digital tersebut dikodekan dengan Non Return to Zero (NRZ) menjadi sinyal sinyal input elektrik yang akan ditransmisikan. NRZ digunakan karena tahan terhadap noise dan perubahan level tegangan. Setelah itu sinyal diteruskan ke perangkat modulasi yaitu Mach Zehnder Modulator (MZM). Perangkat ini berfungsi untuk memodulasi sinyal elektrik dari CW laser yang telah membawa frekuensi tertentu dan telah diatur sedemikian rupa sehingga sinyal keluaran yang telah dimodulasi oleh MZM menjadi sinyal cahaya yang akan ditransmisikan kedalam fiber optik begitu juga untuk intput CW laser 2. Kemudian sinyal-sinyal informasi tersebut digabungkan ke dalam blok diagram WDM MUX selanjutnya sinyal akan diteruskan ke fiber optik. Kemudian sinyal akan dikuatkan menggunakan amplifier SOA. Letak amplifier SOA dalam Tugas Akhir ini dilakukan pada postline yaitu penguatan di awal setelah perangkat WDM MUX, Inline yaitu SOA terletak di antara dua fiber optik dan preline penguatan yang dilakukan di penghujung setelah fiber optik. Dalam Tugas Akhir ini, simulasi pemodelan jaringan dilakukan dengan software optysistem. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar mempermudah penulis dalam melakukan perhitungan dan pemodelan sebuah jaringan transport optik yang menggunakan teknologi DWDM. Software ini dilengkapi dengan virtual instrument, sehingga untuk pemodelan jaringan optik murni yang menggunakan teknologi DWDM dapat dilakukan secara lancar dan mudah tanpa ada gangguan dari keterbatasan peralatan. III-4

3.3 Parameter Set Up 3.3.1 Global Parameter Beberapa parameter dasar yang perlu diperhatikan sebelum melakukan simulasi. Tabel berikut akan menunjukan beberapa parameter yang harus diatur sebelum melakukan simulasi. Tabel 3.1. Global Parameter Parameter Nilai Unit Bit Rate 2500000000 Bits/s Time window 51,2 x 10-9 S Sample rate 16 x 10-9 Hz Sequence length 128 Bits Samples per bit 64 Number of samples 8192 Gbps. Bit Rate sistem yang digunakan pada Tugas Akhir ini diasumsikan sebesar 2,5 3.3.2 Parameter Continuous Wave (CW) Laser Parameter CW laser harus diatur sedemikian rupa sehingga didapatkan hasil yang maksimal dengan mengatur frekuensi serta channel spacing antar kanal masukan. Karena akan berpengaruh pada panjang gelombang yang akan digunakan. Sehingga dapat memaksimalkan kinerja dari CW laser yang membawa sinyal informasi yang akan di transmisikan. Tabel 3.2. CW Laser Parameters Parameter Nilai Unit Keterangan Power CW Laser -10 s/d 10 dbm Iterasi [0] 1550 nm - [1] 1550,2 nm Channel Spacing 0,2 nm Panjang gelombang yang akan digunakan adalah 1550 nm pada CW laser yang pertama dan dengan channel spacing yang diatur sebesar 0,2 nm. Kemudian pada laser yang kedua menggunakan frekuensi 1550,2 nm. Panjang gelombang 1550 nm digunakan karena dalam sistem komunikasi optik pada panjang gelombang tersebut memiliki atenuasi III-5

terkecil sehingga banyak engineer yang menggunakan panjang gelombang tersebut (Anne Vilcot dkk, 2003). Sesuai dengan recomendasi ITU-T G.694.1 (2012) dalam sistem Multichannel, channel spacing yang digunakan pada sisem DWDM dirokemendasikan menggunakan beberapa channel spacing yaitu 0,1 nm, 0,2 nm, 0,4 nm, 0,8 nm hingga mencapai 1,6 nm. Pada Tugas Akhir ini, model sistem diasumsikan menggunakan channel spacing 0,2 nm. 3.3.3 Parameter WDM MUX Dalam sistem komunikasi serat optik digunakan perangkat WDM MUX, yang berfungsi untuk memultiplexing-kan atau menggabungkan beberapa sinyal informasi yang akan ditransmisikan dalam sebuah fiber optik tunggal. Beberapa paremater yang harus diperhatikan dalam perangkat WDM ketika akan membangun sebuah jaringan komunikasi optik. Diantaranya akan dilihatkan pada tabel 3.3 di bawah ini. Tabel 3.3. Parameter WDM MUX Parameter Nilai Unit Bandwidth 2,5 GHz Panjang gelombang 1 1550 nm Panjang gelombang 2 1550,2 nm Pada perangkat WDM MUX beberapa parameter disesuaikan dengan kanal masukan seperti panjang gelombang yang digunakan pada WDM MUX harus disesuaikan atau sama dengan panjang gelombang yang membawa sinyal informasi pada sumber, yaitu panjang gelombang operasi CW laser. 3.3.4 Parameter Semiconductor Optical Amplifier (SOA) Amplifier yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah SOA. Pada SOA terdapat beberapa parameter, yaitu optical confinement factor dan differential gain. Nilai dari parameter-parameter ini yang akan disesuaikan berdasarkan peneliti-peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini untuk meminimalakan efek dari FWM yang dihasilkan dari penguatan SOA tersebut. Karena sealain memiliki beberapa keunggulan SOA juga memiliki kekurangan yang menyebabkan penguatan terhadap efek nonlinieritas fiber optik itu sendiri. Sehingga nantinya didapat kan hasil yang maksimal dengan III-6

menekan level daya FWM yang berasal dari penguatan SOA seminimal mungkin. Tabel berikut adalah data nilai parmeter yang memenuhi kriteria dalam komunikasi optik. Tabel 3.4. Data Parameter SOA optical No Data Parameter Simulasi confinement differential gain (Ag) factor ( ) 1 Gueorgui Toptchiyski (1999) 0,29 250 x10-22 m 2 2 MARK.A (1999) 0,3 2,7 x10-20 m 2 3 Amir R. Sharifi Pur Shirazi (2011) 0,4 2,5 x 10-20 m 2 4 Alessandro Marques de Melo (2007) 0,35 3,0 x 10-20 m 2 Tugas Akhir ini menggunakan empat sumber referensi di atas. Nilai BER yang diperoleh dengan parameter-parameter yang tersebut di atas adalah sebesar 1,06x 10-09 untuk sumber jurnal Gueorgui Toptchiyski (1999), 1,19 x 10-18 untuk MARK A (1999), BER 3,35 x 10-10 untuk Amir R. Sharifi Pur Shirazi (2011), dan 1,40471 x 10-76 untuk sumber jurnal Alessandro Marques de Melo (2007). Dengan 2 buah parameter SOA dari 4 referensi di atas, akan dihasilkan 16 kombinasi nilai optical confinement factor dan differential gain. Pada Tugas Akhir ini dilakukan simulasi terhadap model sistem untuk 16 kombinasi tersebut. 3.3.5 Parameter Fiber Optik Akibat ketergantungan indeks bias yang dihasilkan dari fiber optik, maka menimbulkan efek ketidaklinieran terutama fenomena FWM. Oleh karena itu perlu mengetahui parameter yang mempengaruhi efek ketidaklinieran FWM. Parameter fiber optik diperlihatkan pada tabel 3.5 di bawah ini. Tabel 3.5. Parameter Fiber Optik Parameter Nilai Unit Panjang Fiber Optik 10 km Redaman 0,2 db/km Dispersi 1 ps/nm/km Dispersion slope 0,11 ps/nm 2 /km Effective area 64 m 2 III-7

Atenuasi yang digunakan berdasarkan standar komunikasi optik sebesar 0,2 db didapat berdasarkan perhitungan di bawah ini. = 1,7 [. ] = 0,153 db/km Jadi = 0,2-0,153 = 0,0047 db/km Selisih dari 0,153 db ke 0,2 db untuk redaman adalah 0,047 db yang juga diasumsikan sebagai loss lain dalam sistem komunikasi optik, seperti loss absorpsi dan microbending. 3.4 Skenario Tugas Akhir Skenario Tugas Akhir ini dilakukan dengan cara memberi beberapa iterasi daya input untuk CW laser untuk skenario kerja yang pertama. Untuk skenario kedua dan selanjutnya daya pada sinyal input tidak diiterasi karena hanya mengatur parameter SOA seperti optical confinement factor dan differential gain untuk meminimalkan level daya FWM yang dihasilkan dari penguatan SOA tersebut. Sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari sistem yang akan dibuat. Berikut ini adalah penjelasan dari skenario-skenario kerja dalam Tugas Akhir ini. 3.4.1 Pengaruh Level Daya Input CW Laser terhadap Perubahan Level Daya FWM Pada bagian ini, perencanaan simulasi dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari daya input CW laser terhadap perubahan level daya sinyal FWM yang dihasilkan. Simulasi dilakukan dengan cara memberi beberapa iterasi pada daya input laser yaitu dari -10 dbm sampai 10 dbm serta dengan mengatur channel spacing sebesar 0,2 nm. Gambar 3.3 di bawah ini memperlihatkan bentuk gambar dari skenario kerja pertama dari Tugas Akhir ini. III-8

Gambar 3.3. Skenario Tugas Akhir Pertama (Sumber: Rika Susanti dkk 2012) Parameter daya input akan diatur pada CW laser, yang diperlihatkan pada tabel 3.2, sebelumnya daya pada CW laser akan di iterasi dari 10 s/d -10 dbm. Sistem ini dibangun tanpa menggunakan penguat SOA. Kemudian akan dilihat seberapa besar pengaruh tersebut terhadap perubahan level daya FWM yang timbul dari sistem yang telah dibuat. Selanjutnya kita akan melihat pada skenario kerja yang kedua yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya. 3.4.2 Pengaruh Perubahan Nilai Parameter SOA terhadap Perubahan Level Daya FWM Pada skenario ini daya input CW laser tidak diiterasi dan diasumsikan daya keluaran CW laser sebesar 0 dbm, karena hanya akan melihat pengaruh perubahan nilai parmeter SOA terhadap level daya FWM yang dihasilkan dari sistem. Serta mengatur panjang fiber sejauh 10 km dengan channel spacing antar kanal masukan sebesar 0,2 nm. Oleh karena itu skenario selanjutnya dilakukan dengan mengatur parameterparameter SOA seperti optical confinement factor dan differential gain. Perameter tersebut akan diatur untuk mendapatkan level daya FWM minimum yang dihasilkan akibat dari pengutan SOA. Penguatan sinyal informasi dengan menggunakan amplifier SOA akan dilakukan secara Postline, Inline, dan Preline. Perubahan kedua nilai parameter tersebut didasarkan pada peneliti-peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini. Tentunya juga dengan mempertimbangkan verifikasi jaringannya terhadap perubahan nilai parameter SOA tersebut. Sehingga nantinya, nilai parameter SOA optical confinement factor dan III-9

differential gain yang didapat dari sumber jurnal-jurnal terkait Tugas Akhir ini layak untuk disimulasikan di optisystem. Gambar berikut menunjukan skenario Tugas Akhir kedua. Gambar 3.4. Skenario Tugas Akhir Kedua (Sumber: Michael j. Conelly 2004). Berdasarkan gambar skenario kerja di atas, bahwasannya penguatan akan dilakukan di tiga tempat yaitu postline, Inline dan preline. Beberapa parameter yang terdapat di SOA akan di gunakan dan diubah-ubah untuk mendapatkan level daya FWM seminimal mungkin. Parameter-parameter tersebut diantaranya optical confinement factor dan differential gain untuk mendapatkan Level daya FWM terendah. Penguatan akan dilakukan di tiga tempat seperti yang akan dijelaskan pada bagian sub bab di bawah ini. 3.5 Aplikasi Amplifier SOA 3.5.1 Penguatan Postline Pada bagian ini amplifier akan di letakkan setelah multiplexer WDM dan sebelum diteruskan ke fiber optik. Serta dengan mengubah-ubah beberapa parameter yang ada di SOA diantaranya optical confinement factor dan differential gain kemudian menetapkan nilai dari parameter-prameter tersebut Untuk mendapatkan level daya FWM yang seminimal mungkin pada penguatan postline. 3.5.2 Penguatan Inline Selanjutnya untuk penguatan inline amplifier SOA terletak di antara dua buah fiber optik. Kemudian nilai dari parmeter-parameter SOA seperti optical confinement factor dan differential gain juga akan dirubah-rubah sehingga nantinya didapatkan nilai parameter III-10

SOA yang sesuai untuk menekan level daya FWM seminimal mungkin yang terjadi pada sistem. 3.5.3 Penguatan Preline Sama seperti penguatan postline dan Inline, Pada posisi preline penguatan akan dilakukan di penghujung fiber optik dan parameter-parameter yang ada di SOA seperti optical confinement factor dan differential gain akan diubah-ubah untuk menghasilkan level daya FWM yang minimum. 3.6 Model Jaringan Pemodelan jaringan pada Tugas Akhir ini, terdapat beberapa iterasi daya pada CW laser untuk skenario kerja pertama, dan untuk skenario kerja kedua daya input tidak di iterasi. Dikarenakan hanya mengatur parameter SOA untuk dapat menghasilkan level daya FWM terkecil akibat proses amplifikasi sinyal informasi. Berikut ini perancangan model jaringan yang akan ditunjukan pada gambar 3.5, 3.6, dan 3.7 akan dibuat skema pengutan daya sinyal pada postline, Inline, dan preline. Berikut adalah gambar perencanaan model jaringan. Gambar 3.5. Postline Amplifikasi di Optisystem III-11

Gambar 3.6. Inline Amplifikasi di Optisystem (Sumber: Optisystem 2010) Gambar 3.7. Preline Amplifikasi di Optisystem (Sumber: Optisystem 2010) III-12