KARAKTERISTIK SENSOR AF-30 PADA RANGKAIAN DETEKTOR ASAP. Sapto Haryoko Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNM. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
Elektronika. Pertemuan 8

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Aplikasi Pengukur Konsentrasi Asap Rokok Dengan Sensor AF-30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN. blok rangkaian penyusun sistem, antara laian pengujian Power supply,

BAB III PERANCANGAN ALAT

3.2. Tempat Penelitian Penelitian dan pengujian alat dilakukan di lokasi permainan game PT. EMI (Elektronik Megaindo) Plaza Medan Fair.

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB III PERENCANAAN DAN REALISASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan mulai pada November 2011 hingga Mei Adapun tempat

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III DESAIN DAN IMPLEMENTASI

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 14 (DAC 0808)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai November

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

Mekatronika Modul 1 Transistor sebagai saklar (Saklar Elektronik)

PENGUAT OPERASIONAL AMPLIFIER (OP-AMP) Laporan Praktikum

BAB IV CARA KERJA DAN PERANCANGAN SISTEM. Gambar 4.1 Blok Diagram Sistem. bau gas yang akan mempengaruhi nilai hambatan internal pada sensor gas

TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR DAN SUMBER ARUS

RANCANG BANGUN ROBOT PENGANTAR SURAT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER AT89S51

APLIKASI PENGOLAHAN DATA DARI SENSOR-SENSOR DENGAN KELUARAN SINYAL LEMAH

Modul 04: Op-Amp. Penguat Inverting, Non-Inverting, dan Comparator dengan Histeresis. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat

BAB III PERENCANAAN. Pada bab ini akan dijelaskan langkah-langkah yang digunakan dalam

Dalam kondisi normal receiver yang sudah aktif akan mendeteksi sinyal dari transmitter. Karena ada transmisi sinyal dari transmitter maka output dari

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI SISTEM. menggunakan sensor gas MQ-2 yang ditampilkan pada LCD 16x2 diperlukan

BAB III PERANCANGAN Bahan dan Peralatan

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

(b) Gambar 3.1 (a) Blok Diagram Sistem Telemetri Bagian Pengirim Data. (b) Blok Diagram Sistem Telemetri Bagian Penerima Data

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

MAKALAH BENGKEL ELEKTRONIKA PENDETEKSI KEBAKARAN DENGAN MENGGUNAKAN SENSOR SUHU LM355. Oeh:

PRAKTIKUM II PENGKONDISI SINYAL 1

JOBSHEET SENSOR CAHAYA (PHOTOTRANSISTOR, PHOTODIODA, LDR)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. perangkat yang dibangun. Pengujian dilakukan pada masing-masing subsistem

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

PERCOBAAN 9 RANGKAIAN COMPARATOR OP-AMP

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA. serta pengujian terhadap perangkat keras (hardware), serta pada bagian sistem

Dalam pengukuran dan perhitungannya logika 1 bernilai 4,59 volt. dan logika 0 bernilai 0 volt. Masing-masing logika telah berada pada output

Bab III. Operational Amplifier

Tugas Akhir PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT UKUR JARAK PADA KENDARAAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535 OLEH : PUTU TIMOR HARTAWAN

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB IV ANALISA DAN PENGUJIAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN. Gambar 3.1. Blok sistem secara keseluruhan. Sensor tegangan dan sensor arus RTC. Antena Antena. Sensor suhu.

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA MERANGKAI DAN MENGUJI OPERASIONAL AMPLIFIER UNIT : VI

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

RANCANG BANGUN SISTEM PENGAMAN KEBAKARAN OTOMATIS BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51

PERANCANGAN ALAT PENGUKUR KONSENTRASI ASAP ROKOK PADA RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER

Jurnal Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana ISSN : PERANCANGAN KONTROL OTOMATIS TEMPERATUR RUMAH KACA BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

No Output LM 35 (Volt) Termometer Analog ( 0 C) Error ( 0 C) 1 0, , ,27 26,5 0,5 4 0,28 27,5 0,5 5 0, ,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PERANCANGAN ALAT. Alat Warning System Dan Monitoring Gas SO 2 merupakan detektor gas

DETEKTOR JUMLAH BARANG DI MINIMARKET MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED DAN PPI 8255 SEBAGAI INTERFACE

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN RANGKAIAN

INSTRUMENTASI INDUSTRI (NEKA421) JOBSHEET 2 (PENGUAT INVERTING)

BAB III PERANCANGAN ALAT

Penguat Kelas A dengan Transistor BC337

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. Sistem pengukur pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu:

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan dari hasil uji coba yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain :

PENGENALAN OPERATIONAL AMPLIFIER (OP-AMP)

MODUL 08 OPERATIONAL AMPLIFIER

Modul 3. Asisten : Catra Novendia Utama ( ) : Derina Adriani ( )

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

KAJIAN SISTEM ALARM PEKA CAHAYA MENGGUNAKAN TRANSISTOR dan Op-Amp 741

MODUL 05 TRANSISTOR SEBAGAI PENGUAT

Gambar 2.1. simbol op amp

BAB III PERANCANGAN ALAT

OPERATIONAL AMPLIFIERS (OP-AMP)

RANCANG BANGUN ALAT UJI EMISI KENDARAAN BERMOTOR DENGAN TAMPILAN LCD BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega16

RANCANG BANGUN PENGAMAN MOBIL BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 DENGAN APLIKASI TELEPON SELULER SEBAGAI INDIKATOR ALARM

BAB IV PENGUJIAN DAN PENGUKURAN ALAT

BAB III. Perencanaan Alat

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM. kadar karbon monoksida yang di deteksi oleh sensor MQ-7 kemudian arduino

Penguat Inverting dan Non Inverting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya kebocoran gas. Sensor ini merupakan suatu semikonduktor oksida-logam,

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB IV PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA HASIL PENGUJIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan Januari 2013.

JOBSHEET 2 PENGUAT INVERTING

BAB III PERANCANGAN. Microcontroller Arduino Uno. Power Supply. Gambar 3.1 Blok Rangkaian Lampu LED Otomatis

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 3.2. Bahan dan Alat yang Dibutuhkan

BAB III PERANCANGAN Gambaran Alat

BAB III ANALISA SISTEM

Bias dalam Transistor BJT

SISTEM KONVERTER DC. Desain Rangkaian Elektronika Daya. Mochamad Ashari. Profesor, Ir., M.Eng., PhD. Edisi I : cetakan I tahun 2012

Daerah Operasi Transistor

BAB III PERANCANGAN DAN REALISASI ALAT

Pengkondisian Sinyal. Rudi Susanto

LAPORAN PRAKTIKUM ELKA ANALOG

Transkripsi:

KARAKTERISTIK SENSOR AF-30 PADA RANGKAIAN DETEKTOR ASAP Sapto Haryoko Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika FT UNM Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah Mempelajari karakteristik dari sensor AF-30 yang dapat digunakan sebagai pendeteksi adanya gas hidrogen dan ethanol pada suatu ruangan. Mempelajari cara kerja rangkaian sensor yang dapat mengeluarkan sinyal tegangan dari perubahan resistansi sensor. Pengamatan dan peninjauan alat untuk kemudian dilakukan penganalisaan serta pengumpulan datadata. Perancangan dan pemodifikasian rangkaian alat, yaitu penyediaan seluruh komponen yang dibutuhkan selanjutnya merakit dan membuat Alat. Sensor AF-30 memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi terhadap gas hydrogen dan ethanol. Gas hydrogen dan ethanol merupakan gas dominan yang terkandung dalam asap rokok sehingga sensor AF-30 dapat dikatakan sebagai sensor pendeteksi asap rokok. Sensor AF-30 merespon perubahan besaran fisik dari lingkungan dalam bentuk perubahan hambatan sensor. Peletakan sensor AF-30 perlu disesuaikan dengan tempat yang me-mungkinkan sensor dapat mendeteksi perubahan besaran fisik pada lingkungan dengan sempurna, sehingga proses pendeteksian dapat berjalan seperti yang diharapkan. Kata Kunci : Sensor AF-30, Detektor Asap. Pengendalian berkaitan erat dengan strategi yang memungkinkan sebuah komputer yang berperan sebagai otak dalam sistem pengendalian mengerahkan gerakan-gerakan dari sebuah alat terkendali, dan menerima respon dari sensor yang dimiliki oleh alat terkendali tersebut ke komputer. Strategi inilah yang dikenal sebagai teori pengendalian. Pengendalian ini telah dikembangkan dan diterapkan secara luas dalam masalah perekayasaan. Industri besar dan modern sangat memerlukan tenaga ahli perencanaan sistem pengendali dan perancangan desain sistem pengendali, termasuk teknisi profesional sebagai operator. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka berasal dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan karena teori sistem pengendali modern dikembangkan guna mengatasi kerumitan yang dijumpai pada berbagai sistem pengendalian yang menuntut kecepatan dan ketelitian yang tinggi dengan hasil output yang optimal. Sejak tahun 1960, teori klasik yang membahas sistem satu masukan dan satu keluaran sudah tidak dapat digunakan untuk sistem pengendali yang membutuhkan banyak masukan dan banyak keluaran. Sistem pengendali dengan banyak masukan dan banyak keluaran menjadi semakin rumit, sehingga untuk memecahkannya diperlukan banyak persamaan dan peralatan bantu yang memadai. Dalam sistem pengendali dikenal adanya Sistem Pengendali Loop Terbuka (Open-loop Control Sistem) dan Sistem Pengendali Loop Tertutup (Closed-loop Control Sistem). 1. Sistem Pengendali Loop Terbuka Sistem pengendali loop terbuka adalah sistem pengendali yang mana sinyal keluarannya tidak berpengaruh terhadap aksi pengendalian karena di dalam sistem pengendali loop terbuka tidak ada proses umpan balik dari sinyal output ke dalam sinyal input. Dengan demikian di dalam sistem pengendali ini tidak ada proses untuk membandingkan antara sinyal keluaran dengan sinyal masukan. Gambar berikut adalah diagram blok untuk sistem kendali loop terbuka. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan antara masukan dan keluaran untuk sistem pengendali loop terbuka. Elemen kendali Alat terkendali Gambar 1. Sistem pengendali loop terbuka

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009 Gambar diagram blok di atas menggambarkan, bahwa di dalam sistem tersebut tidak ada proses umpan balik untuk memperbaiki keadaan alat terkendali jika terjadi kesalahan. Jadi tugas dari elemen pengendali hanyalah memproses sinyal masukan kemudian mengirimkannya ke alat terkendali. Setiap loop pengendali terbuka harus dikalibrasi dengan hati-hati agar ketelitian sistem tetap terjaga dan dapat berfungsi dengan baik. Dengan adanya gangguan sistem baik dari dalam maupun dari luar, maka sistem pengendali loop terbuka tidak akan dapat bekerja dengan baik seperti yang diharapkan. 2. Sistem Pengendali Loop Tertutup Sistem pengendali loop tertutup adalah sistem pengendali yang mana sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap aksi pengen-daliannya. Yang menjadi ciri dari sistem pengendali tertutup adalah adanya sinyal umpan balik. Sinyal umpan balik merupakan sinyal keluaran atau suatu fungsi keluaran dan turunannya, yang diumpankan ke elemen kendali untuk memperkecil kesalahan dan membuat keluaran sistem, hingga mendekati harga yang diinginkan. Sinyal Input Pengendali Sinyal Umpan Balik Alat terkendali Sinyal Output Pada gambar di atas terdapat lingkaran dengan tanda silang di dalamnya yang disebut sebagai error detector atau pendeteksi kesalahan. Di dalam diagram di atas terdapat dua sinyal yang masuk ke lingkaran, yaitu sinyal input dan sinyal umpan balik. Keluaran dari lingkaran ini berupa sinyal kesalahan yang nilainya merupakan selisih antara sinyal input dengan sinyal umpan balik. Jadi sinyal kesalahan adalah perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Sinyal kesalahan ini kemudian dikirim ke elemen pengendali. Pengendali adalah komponen yang bertugas menerima sinyal kesalahan. Dari sinyal kesalahan tersebut akan dihasilkan sinyal keluaran yang akan dikirim ke alat terkendali. Dalam berbagai contoh di dalam pengendali terdapat basis data sinyal kesalahan. Basis data ini akan menghasilkan sinyal keluaran dari elemen pengendali yang berbeda-beda sesuai sinyal kesalahan yang masuk ke elemen pengendali. Alat terkendali adalah piranti yang sedang dikendalikan. Sinyal keluaran yang dihasilkan oleh elemen pengendali akan menjadi dasar untuk sifat yang terjadi pada alat terkendali. Sinyal umpan balik adalah piranti yang sengaja disediakan untuk men-deteksi sinyal output alat terkendali. Piranti ini dalam berbagai aplikasi praktis berupa sensor yang peka terhadap sinyal keluaran dari alat terkendali. Sinyal yang diterima oleh sensor tersebut akan dimasukkan ke dalam error detector. B. Sistem Pendeteksi dan Pengukur Konsentrasi Asap Berikut adalah gambar diagram blok sistem yang dibuat: Gambar 2. Sistem pengendali loop tertutup Gambar di atas menyatakan hubungan antara masukan dan keluaran dari suatu loop sistem tertutup. Sinyal input yang sudah dibandingkan dengan sinyal umpan balik menghasilkan sinyal selisih atau sinyal kesalahan yang akan dikirimkan ke dalam elemen pengendali, sehingga menghasilkan sebuah sinyal keluaran yang akan dikirim ke alat terkendali. Sinyal input merupakan masukan referensi yang akan menentukan suatu nilai yang diharapkan bagi sistem yang dikendalikan tersebut. Dalam berbagai sistem pengendalian, sinyal input dihasilkan oleh komputer. AF-30 User Signal Conditioning Signal Processing Buzzer ADC Gambar 3. Blok diagram Sistem Pendeteksi dan Pengukur Asap Pada Ruangan

Untuk menghubungkan sensor dengan komputer diperlukan beberapa rangkaian seperti pada blok diagram rangkaian di atas, diantaranya yaitu: 1. Rangkaian penyesuai keluaran sensor yaitu untuk mengubah besaran keluaran sensor yang pada mulanya berupa hambatan diubah menjadi tegangan. Berikut gambar rangkaian pengubah keluaran hambatan menjadi keluaran tegangan: Rangkaian penyesuai tegangan (signal conditioning) yang terdiri dari Op-amp digunakan untuk menguatkan atau menyesuaikan tegangan keluaran sensor yang nantinya akan masuk pada rangkaian pengkonversi dari besaran analog ke bentuk besaran digital (rangkaian ADC). rokok tersebut dibakar, maka kandungan dari asap rokok tersebut terdiri dari bermacammacam gas. Namun pada aplikasi ini hanya dibatasi dengan mengukur gas-gas yang dianggap mewakili kandungan asap rokok secara keseluruhan. Gas-gas ter-sebut adalah Hydrogen dan Ethanol. Pada dasarnya prinsip kerja dari sensor AF-30 adalah mendeteksi ke-beradaan gas-gas yang dianggap mewakili kandungan dari asap rokok secara keseluruhan, yaitu gas Hydrogen dan Ethanol. Sensor AF-30 mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap dua jenis gas tersebut. Jika sensor tersebut mendeteksi keberadaan gas-gas tersebut di udara dengan tingkat konsentrasi tertentu, maka sensor akan menganggap terdapat asap rokok di udara. Ketika sensor mendeteksi keberadaan gas-gas tersebut, maka re-sistansi elektrik sensor akan turun. Dengan memanfaatkan prinsip kerja dari sen-sor AF-30 ini, kandungan gas-gas tersebut dapat diukur. Cara mendeteksi asap rokok yaitu dengan meletakkan sensor AF-30 di dalam suatu ruangan, bila di dalam ruangan tersebut terdapat asap rokok, maka sensor akan mengeluarkan sinyal hambatan yang nantinya akan diolah oleh komputer. Gambar berikut menunjukkan dimensi sensor AF-30. Gambar 4. Rangkaian pengubah keluaran hambatan menjadi keluaran tegangan 2. Rangkaian ADC yaitu rangkaian pengubah besaran analog ke bentuk besaran digital. Komponen utama pada rangkaian ini adalah IC ADC 0804. Sebagai antarmuka dengan komputer, rangkaian ini memanfaatkan port printer atau yang disebut juga sebagai port paralel sebagai masukan data dari rangkaian ADC. Kemudian sebagai pengolah data (signal processing) digunakan komputer dengan memanfaatkan program Visual Basic sebagai bahasa pemrogramannya. 1. Sensor AF-30 Rokok merupakan campuran dari tembakau, cengkeh dan bahan lainnya yang dibungkus oleh kertas. Kandungan zat-zat yang ada pada rokok terdiri dari nikotin, karbon monoksida (CO), tar yang bersifat karsinogenik dan radikal bebas, seperti radikal nitric oxide (- NO, -NO2) dan sebagainya. Kemudian saat Gambar 5. Dimensi sensor AF-30 Gambar 6. Penampang atas sensor AF-30

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009 2. Pengkondisi Isyarat Untuk Masukan ADC Rangkaian pengkondisi isyarat (signal conditioning) seperti pada gambar 2.9 di atas merupakan rangkaian yang akan menyesuaikan isyarat keluaran dari sensor untuk kemudian diolah oleh rangkaian ADC sebagai isyarat masukan PC yang akan ditampilkan pada monitor. Penyesuaian isyarat ini sangat diperlukan untuk keakuratan data hasil pengukuran yang akan ditampilkan oleh PC. Rangkaian ini menggunakan komponen utama penguat operasional (Op-Amp). Operational Amplifier atau lebih dikenali sebagai Op-Amp adalah sejenis penguat berprestasi tinggi yang mempunyai masukan Inverting dan Non-inverting. Dengan menyambungkan beberapa komponen pada IC Op-Amp, maka dapat dilakukan penggandaan tegangan, lebar jalur frekuensi serta impedansi. Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial. Penguat operasional memilki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground). 3. Rangkaian Buzzer (alarm) Rangkaian buzzer di sini dibuat untuk difungsikan sebagai isyarat yang dapat didengar oleh indera pendengaran manusia. Rangakian buzzer akan berbunyi apabila sensor menerima tanggapan dari luar atau mendeteksi adanya asap rokok di udara. Dan sebaliknya jika tidak ada asap rokok yang terdeteksi oleh sensor maka buzzer tidak akan berbunyi. Sehingga dengan adanya rangkaian buzzer di sini akan memperkecil kelengahan manusia dalam melakukan pen-jagaan yang dalam hal ini adalah penjagaan terhadap ruangan yang bebas rokok. Dalam perancangannya, rangkaian buzzer di sini memanfaatkan prinsip kerja pensaklaran dari transistor yang bekerja dengan rele yang mana transistor akan on apabila mendapat sinyal basis, sehingga rele akan tersambung dan akan mengalirkan arus ke buzzer. Transistor yang digunakan dalam perancangan adalah jenis transistor BC 107. a. Transistor Sebagai Saklar Transistor adalah komponen yang memiliki impedansi rendah saat bersifat sebagai penghantar dan sebaliknya memiliki impedansi yang sangat tinggi saat transistor dalam keadaan tidak menghantar (Atmos,1996:131). Transistor bekerja pada daerah jenuh (saturasi) sebagai saklar tertutup (On) dan pada daerah mati (Off), pada daerah jenuh (saturasi) arus mengalir tanpa halangan dari terminal kolektor menuju emitor VCC (VCE=0) dan arus kolektor jenuh IC Sat =. RC Kondisi ini menyerupai sebuah saklar mekanis dalam keadaan tertutup (On). Untuk membuat transistor konduksi diperlukan arus basis yang besarnya minimal se-besar IB Sat IC >, pada saat transistor bersifat bukan Hfe sebagai penghantar (Cut Off) berlaku ketentuan VCE = VCC, di mana IC = 0. Dalam kondisi demikian dapat direalisasikan dengan memberi bias basis IB = 0 atau pada terminal basis diberi tegangan mundur terhadap emitor. Analisis perhitungan untuk kondisi saklar secara teoritis adalah sebagai berikut: a. Kondisi Cut Off VCE = VCC IC RC, karena IC = 0 maka, VCE = VCC Besarnya arus basis adalah: IC IB =, karena IC = 0 maka Hfe IB = 0 b. Kondisi Saturasi VCE = VCC IC RC, karena VCE = 0 maka, VCC IC = RC c. Besarnya tahanan basis RB untuk mendapatkan arus basis IB pada kondisi benar-benar saturasi adalah ( VBB -VBC) RB = IB Sat d. Besarnya arus basis IB Saturasi adalah: IC Hfe IB > IC atau IB Sat > Hfe HASIL DAN PEMBAHASAN Rangkaian Sensor Rangkaian sensor di sini pada dasarnya merupakan rangkaian yang mengubah besaran perubahan hambatan sensor menjadi besaran tegangan yang menyesuaikan besaran hambatan sensor tersebut. Berikut gambar skema rangkaian sensor:

Gambar 7. Skema rangkaian sensor Dari gambar skema rangkaian sensor di atas, Vc dan Vh merupakan tegangan +5 Volt dari catu sedangkan R L merupakan hambatan yang berperan dalam mengubah output sensor tersebut menjadi bentuk besaran tegangan (V out ). Dalam lingkungan yang bersih (bebas dari asap rokok), V out sensor tersebut berkisar pada range 0 Volt 2.8 Volt. Namun jika sensor tersebut berada dalam lingkungan yang telah terkontaminasi, V out ini memiliki nilai tegangan pada range antara ±3.4 Volt hingga ±4.8 Volt. Rangkaian Pengkondisi Isyarat (Sgnal Conditioning) Rangkaian pengkondisi isyarat merupakan rangkaian yang bertugas untuk mengolah isyarat analog keluaran dari sensor agar dapat menjadi input yang sesuai bagi rangkaian ADC. Perlunya penyesuaian isyarat analog sebelum diolah oleh ADC adalah agar proses pengukuran yang dilakukan oleh PC memiliki tingkat ketepatan yang tinggi atau dengan persen error yang kecil. Gambar 8. Signal Conditioning Input dari rangkaian di atas berasal dari V out sensor. Proses penyesuaian isyarat analog dari sensor ini dengan jalan mengatur nilai output dari signal conditioning (pin 7) menjadi 0 Volt saat V out sensor = 2.8 Volt (udara bersih). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel pengujian di bawah ini: Tabel 1. Hasil pengujian pada pin-pin Op-Amp (JRC 4558) Keluaran tegangan pada kaki-kaki IC input (V) 1 2 3 4 5 6 7 8 0 0 0 0-12 0 0-2.8 12 1-1 0 0-12 0 0-1.815 12 2.8-2.8 0 0-12 0 0 0 12 4-4 0 0-12 0 0 1.18 12 4.8-4.8 0 0-12 0 0 1.87 12 Pada gambar 7 dan pada perhitungan di atas dapat dilihat, bahwa nilai tegangan pada R7 diatur sebesar 2.8 Volt. Nilai ini merupakan nilai tegangan sensor saat berada dalam ruangan atau lingkungan yang berudara bersih. Nilai ini digunakan sebagai acuan agar masukan ADC bernilai 0 Volt saat keadaan udara lingkungan bersih, sehingga pada saat ini keluaran ADC bernilai 0000 0000 b atau 00 h. Dengan demikian hasil pengukuran pada PC saat udara bersih adalah 0 PPM. Pengujian keluaran data ADC dengan V ref/2 = 1 volt dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Tabel data hasil pengujian pada ADC 0804 dengan V ref/2 = 1 volt Vin (V) Data Hexa Data Biner 0 1 2 3 4 5 6 7 0 00 0 0 0 0 0 0 0 0 0,598 4D 1 0 1 1 0 0 1 0 0.830 6A 0 1 0 1 0 1 1 0 1.097 8C 0 0 1 1 0 0 0 1 1.272 A3 1 1 0 0 0 1 0 1 1.580 CA 0 1 0 1 0 0 1 1 1.704 DA 0 1 0 1 1 0 1 1 1.835 EA 0 1 0 1 0 1 1 1 Rangkaian Alat dan Program Pengamatan terhadap rangkaian alat secara keseluruhan hanya dilakukan pada titiktitik tertentu yang mana nilai keluaran pada titiktitik tersebut selalu menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada sensor. Titik-titik ini adalah pada keluaran sensor, keluaran rangkaian inverting dan penjumlah pada rangkaian pengkondisi isyarat, keluaran rangkaian inverting, penguat inverting dan rangkaian pembatas pada rangkaian buzzer serta pin 6 dan pin 11-18 pada IC ADC 0804.

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009 Pengamatan terhadap masing-masing titik di atas dilakukan pada masing-masing nilai kadar gas dalam PPM yang terukur oleh program. Program pengukur konsentrasi asap rokok di sini dibuat berdasarkan perhitunganperhitungan yang diperoleh dari grafik hubungan antara {(R saat udara terkontaminasi asap rokok)/(r udara bersih)} terhadap konsentrasi gas dalam PPM sebagai berikut: Gambar 10. Grafik karakteristik gas Hydrogen Gambar 9. Grafik hubungan antara Rgas/ Rbersih terhadap konsentrasi gas (ppm) Dari grafik tersebut diperoleh grafik karakteristik gas Hydrogen dan Ethanol sebagai berikut Analisis hasil pengujian pada tabel 3: 1. Hydrogen terukur = 2 ppm Ethanol terukur = 5 ppm Persamaan Hydrogen saat 1-5 PPM : PPM = 0.074 x data 4,698 PPM + 4,698 0,074 Persamaan Ethanol saat 1-5 PPM: PPM = 0.0784 x data 1,744 PPM +1,744 0,0784 Tabel 3. Hasil pengujian pada rangkaian secara keseluruhan Kadar gas (PPM) Tegangan pada titik-titik pengukuran Hydrogen Ethanol A B C D E F Data : 0 = 0 Volt ; 1= 5 Volt Terukur Terukur (V) (V) (V) (V) (V) (V) G H I J K L M N 2 5 3.41-3.43 0.63-0.62 3.4 1.13 0 1 1 0 1 0 1 0 3 7 3.5-3.52 0.76-0.76 4.12 2.89 1 1 0 0 0 1 1 0 3 8 3.55-3.56 0.78-0.75 4.3 3.12 1 0 1 0 0 1 1 0 3 9 3.58-3.6 0.84-0.84 4.5 3.25 0 1 0 1 0 1 1 0 4 9 3.61-3.63 0.86-0.85 4.66 3.8 1 1 1 1 0 1 1 0 4 10 3.63-3.65 0.88-0.88 4.8 4.14 1 0 0 0 1 1 1 0 5 15 3.75-3.77 0.97-0.97 5.29 5.03 1 0 1 1 1 1 1 0 5 20 3.82-3.83 1.02-1.01 5.55 5.03 1 0 1 0 0 0 0 1 6 24 3.85-3.87 1.08-1.08 5.87 5.03 0 1 0 1 0 0 0 1 8 31 3.93-3.94 1.16-1.14 6.3 5.03 1 0 1 0 1 0 0 1 10 40 4.05-4.06 1.27-1.27 7.01 5.04 1 1 0 0 0 1 0 1 20 47 4.15-4.16 1.36-1.36 7.4 5.04 1 1 1 1 0 1 0 1 30 66 4.23-4.25 1.46-1.46 7.96 5.03 1 1 0 1 1 1 0 1 40 82 4.34-4.35 1.56-1.56 8.5 5.04 0 1 1 0 0 0 1 1 50 100 4.44-4.45 1.65-1.65 8.97 5.04 0 1 0 0 1 0 1 1 60 159 4.49-4.51 1.71-1.7 9.38 5.04 0 1 0 1 1 0 1 1 70 193 4.54-4.55 1.74-1.74 9.5 5.04 0 1 1 1 1 0 1 1 80 226 4.6-4.6 1.78-1.76 9.65 5.04 0 1 0 0 0 1 1 1 90 259 4.62-4.65 1.8-1.8 9.81 5.04 0 1 1 0 0 1 1 1 100 292 4.66-4.67 1.83-1.83 9.95 5.04 0 1 0 1 0 1 1 1 200 367 4.7-4.7 1.9-1.87 10.3 5.04 0 1 0 0 1 1 1 1 300 442 4.77-4.78 1.98-1.98 10.8 5.04 0 0 1 1 1 1 1 1

Dari persamaan di atas maka: 1,74 + 4,698 Hydrogen è = 87 0,074 Data 87 = 0101 0111 b 5,077 + 1,744 Ethanol è = 87 0,0784 Data 87 = 0101 0111 b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 87 = 01010111 b Data hasil pengukuran = 01010110 b = 86 87-86 x 100 % = 1,14 % 87 Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: V c = data x 0,00784 = 87 x 0,00784 = 0.682 Volt V c hasil pengukuran = 0.63 Volt 0,68-0,63 x 100 % = 7.3 % 0,68 V c = (-) (V B 2,8) = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 0,63) = (-) 3,43 Volt V B V B hasil pengukuran = - 3,43 Volt 0 % V A = 3,41 Volt V B = -3, 43 Volt 3,43-3,41 3,41 x 100 % = 0.6 % 2. Hydrogen terukur = 6 ppm Ethanol terukur = 24 ppm Persamaan Hydrogen saat 6-10 PPM: PPM = 0,174 x data 18,36 PPM +18,36 0,174 Persamaan Ethanol saat 10-50 PPM: PPM = 0.645 x data 65,55 PPM + 65,55 0.645 Dari persamaan di atas maka: Hydrogen è 5,78 + 18,36 0,174 = 139 Data 139 = 10001011 b 24,10 + 65,55 Ethanol è = 139 0,645 Data 139 = 10001011 b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 139 = 10001011 b Data hasil pengukuran = 10001010 b = 138 139-138 x 100 % = 0.7 % 139 Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: Vc = data x 0,00784 = 139 x 0,00784 = 1,089 Volt Vc hasil pengukuran = 1,08 Volt 1,089-1,08 x 100 % = 0,9 % 1.089 Vc = (-) (V B 2,8) V B = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 0,9) = (-) 3,7 Volt V B hasil pengukuran = - 3,87 Volt (-) 3,7 - (-) 3,87 x 100 %= 4,5 % (-) 3, 7 V A = - (-) 3,7 V A = 3, 7 Volt V A hasil pengukuran = 3,85 Volt 3,7-3,85 x 100 % = 4 % 3,7 3. Hydrogen terukur = 20 ppm Ethanol terukur = 47 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat 10 50 PPM: PPM = 0.85 x data 128,55 PPM +128,55 0,85 Untuk persamaan Ethanol saat 10-50 PPM: PPM = 0.645 x data 65,55 PPM + 65,55 0.645 Dari persamaan diatas maka:

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 1, Juni 2009 20,2 + 128,55 Hydrogen è = 175 0,85 Data 175 = 10101111 b 47,32 + 65,55 Ethanol è = 175 0.645 Data 175 = 10101110 b Dari hasil perhitungan diatas, maka error (%): Data hasil perhitungan = 175 = 10101111 b Data hasil pengukuran = 10101111 b = 175 0 % Dari perhitungan tersebut maka dapat diketahui nilai tegangan di titik A,B dan C: Vc = data x 0,00784 = 175 x 0,00784 = 1,372 Volt Vc hasil pengukuran = 1,36 Volt 1,36-1,372 x 100 % = 0,8 % 1,36 Vc = (-) (V B 2,8) V B = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 1,36) = (-) 4,16 Volt V B hasil pengukuran = - 4,16 Volt 0 % V A = - (-) 4,16 V A = 4,16 Volt V A hasil pengukuran = 4,15 Volt 4,16-4,15 x 100 % 4,16 = 0,2 % 4. Hydrogen terukur = 60 ppm Ethanol terukur = 159 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat 50 100 PPM: PPM = 2.5 x data 485 PPM + 485 2,5 Untuk persamaan Ethanol saat > 100PPM: PPM = 8.3 x data 1650 PPM +1650 8,3 Dari persamaan diatas maka: 60 + 485 Hydrogen è 2,5 = 218 Data 218 = 11011010 b 159,4 + 1650 Ethanol è = 218 8,3 Data 218 = 11011010 b Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 218 = 11011010 b Data hasil pengukuran = 11011001 b = 217 218-217 x 100 % = 0.4 % 218 Tegangan di titik C, B dan A adalah: Vc = data x 0,00784 = 218 x 0,00784 = 1,709 Volt Vc hasil pengukuran = 1,71 Volt 0% Vc = (-) (V B 2,8) V B = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 + 1,71) = (-) 4,51 Volt V B hasil pengukuran = - 4,51 Volt 0 % V A = - (-) 4,51 V A = 4,51 Volt V A hasil pengukuran = 4,49 Volt 4,51-4,49 x 100 % = 0,4 % 4,51 5. Hydrogen terukur = 200 ppm Ethanol terukur = 367 ppm Untuk persamaan Hydrogen saat > 100 PPM: PPM = 11.1 x data 2497.4 PPM + 2497.,4 11,1 Untuk persamaan Ethanol saat > 100 PPM: PPM = 8.3 x data 1650 PPM +1650 8,3 Dari persamaan di atas maka: 200 + 2497,4 Hydrogen è = 243 11,1 Data 248 = 11110011 b 366,9 + 1650 Ethanol è = 243 8,3 Data 243 = 11110011 b

Dari hasil perhitungan di atas, maka Error (%): Data hasil perhitungan = 243 = 11110011 b Data hasil pengukuran = 11110010 b = 242 243-242 x 100 % = 0.4 % 243 Tegangan di titik C, B dan A adalah: Vc = data x 0,00784 = 243 x 0,00784 = 1,905 Volt Vc hasil pengukuran = 1,9 Volt 1,905-1,9 x 100 % = 0,2 % 1.905 Vc = (-) (V B 2,8) V B = (-) (2,8 + Vc) = (-) (2,8 +1,905) = (-) 4,705 Volt V B hasil pengukuran = - 4,7 Volt (-) 4,705 - (-) 4,7 x 100 % (-) 4, 705 = 0,1 % V A = - (-) 3,7 V A = 4,705 Volt V A hasil pengukuran = 4,7 Volt 4,705-4,7 x 100 %= 0,1 % 4,705 SIMPULAN Berdasarkan analisis data yang dihasilkan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain Sensor AF-30 memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi terhadap gas hydrogen dan ethanol, Gas hydrogen dan ethanol merupakan gas dominan yang terkandung dalam asap rokok sehingga sensor AF-30 dapat dikatakan sebagai sensor pendeteksi asap rokok, Sensor AF-30 merespon perubahan besaran fisik dari lingkungan dalam bentuk perubahan hambatan sensor, Hambatan sensor AF-30 berbanding terbalik dengan tingkat konsentrasi gas hydrogen dan ethanol di udara dalam ppm (semakin tinggi kadar gas hydrogen dan ethanol di udara maka hambatan sensor AF-30 semakin rendah). Agar konsentrasi gas hydrogen dan ethanol dapat terukur dengan menggunakan PC maka perubahan hambatan dari sensor perlu diubah terlebih dahulu menjadi besaran tegangan dan kemudian diolah dengan menggunakan signal conditioning, ADC untuk kemudian diproses dengan menggunakan program perhitungan yang telah dibuat, Signal conditioning di sini digunakan untuk memberikan nilai nol saat sensor berada dalam lingkungan udara bersih sehingga proses pengukuran akan memberikan nilai terukur yang akurat, Rangkaian ADC berguna untuk mengubah sinyal analog dari sensor menjadi bentuk data digital. Rangkaian ADC sangat diperlukan karena PC hanya dapat membaca sinyal dalam bentuk data digital. DAFTAR PUSTAKA Andi, 2003, Pengembangan Sistem Pakar Menggunakan Visual Basic, ANDI OFFSET: Yogyakarta. Firdaus, 2006, 7 Jam Belajar Interaktif Visual Basic 6.0 Untuk Orang Awam, Maxikom: Palembang. Kurniawan, Tri Basuki. Misinem, 2006, Pemrograman pada Port Printer, ARDANA MEDIA: Yogyakarta. Roddy, Dennis. Colen, John, 1997, Komunikasi Ektronika, Jilid I, Erlangga: Jakarta. Supriadi, Muhammad, 2005, Pemrograman IC PPI 8255, ANDI OFFSET: Yogyakarta Sutrisno, 1987, Elektronika Teori dan Penerapannya, Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Warsito S, 1997, Data Sheet Book I, PT.Elek Media Komputindo: Jakarta. www.ilmu_komputer.com, diakses tanggal 19 September 2006. www.datasheetcatalog.com, diakses tanggal 22 September 2006.