HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. satu MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Respon eksplan berbeda pada setiap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

PENGARUH PENAMBAHAN AIR REBUSAN KENTANG (Solanum tuberosum L.), BAP DAN NAA TERHADAP INDUKSI TUNAS JATI EMAS (Cordia subcordata) SECARA IN VITRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan siklamat semakin meningkat. Hal ini nampak pada industri makanan, meningkatkan gizi makanan, dan memperpanjang umur simpan.

BAB 3 BAHAN DAN METODA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Jati Emas (Cordia subcordata) kultur in vitro dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar.

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Fabaceae. Kedudukan tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

LAMPIRAN K1.5 K4.5 K1.3 K3.3 K3.5 K4.4 K2.3 K4.3 K3.2 K5.2 K2.1 K5.3 K3.1 K4.1 K5.4 K1.2 K4.2 K5.5 K3.4 K5.1 K1.4 K2.5 K2.2 K1.1 K2.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

Gambar 3 Peningkatan jumlah tunas aksiler pada perlakuan cekaman selama 7 hari ( ( ), dan 14 hari ( )

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (HST). Data hari muncul kalus yang telah diperoleh dianalisis dengan analisis

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika,

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

Substitusi Medium Sintetik dengan Pupuk Daun, Air Kelapa dan Ekstrak Nabati pada Subkultur Anggrek Cattleya pastoral Innocence secara In Vitro

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar jenis anggrek spesies tersebar di hutan-hutan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

tekanan 17,5 psi. Setelah itu, media disimpan selama 3 hari pada suhu ruangan, untuk memastikan ada tidaknya kontaminasi pada media tersebut.

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA. Suhadirman (1997) menyebutkan bahwa Musa acuminata ini berdasarkan. klasifikasi tumbuhan ini sebagai berikut : Kingdom : Plantae;

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Asia Tenggara, dan telah tersebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Tanaman

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. adalah 81% daun. (5) (6) dari eksplan. hitam/coklat. daun dari 12. stagnan putih 6% 44% 37%

TINJAUAN PUSTAKA. pada posisi 10 cm diatas mata okulasi dengan akar tunggang tunggal atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia dan di dunia,

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Raja Bulu Kuning Kedudukan pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut: Kerajaan :

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN. sintetis dan mulai beralih dengan mengkonsumsi obat-obatan herbal.

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anggrek adalah tanaman hias yang banyak diminati oleh para kolektor

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

I. PENDAHULUAN. Bunga anggrek memiliki pesona yang menarik penggemar baik di Indonesia

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman anggrek termasuk familia Orchidaceae terdiri atas

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

INDUKSI AKAR SARANG SEMUT (Myrmecodia pendansmerr. & L.M.Perry)DENGAN PERLAKUAN ARANG AKTIF DAN IBA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

KULTUR JARINGAN TANAMAN

Transkripsi:

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan dengan adanya koloni-koloni bakteri maupun spora jamur pada permukaan medium atau permukaan eksplan dengan warna putih abu-abu atau kehitaman dan berwarna merah muda. Kontaminasi jamur umumnya baru terlihat pada 1-2 minggu setelah tanam (MST). Pengamatan kontaminasi eksplan meliputi kontaminasi bakteri dan jamur, sedangkan eksplan Browning yaitu terjadinya pencoklatan pada eksplan dipengaruhi oleh senyawa fenol yang dikeluarkan oleh eksplan. Jumlah eksplan yang hidup dicirikan eksplan berwarna hijau atau terbentuknya kalus maupun tunas. Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan hidup, kontaminasi dan Browning dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Persentase Eksplan Hidup, Kontaminasi, Browning, Recovery dan Eksplan Mati Tanaman Jati Emas pada minggu ke-8. Perlakuan Persentase Hidup (%) Persentase Kontaminasi (%) Persentase Browning (%) Persentase Recovery (%) Persentase Mati (%) A 80 10 60 50 10 B 100 0 50 50 0 C 90 10 30 30 0 D 90 0 40 30 10 E 100 0 30 30 0 Keterangan: A = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l B = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l C = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l D = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l E = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l 19

20 A. Persentase Eksplan Hidup Persentase eksplan hidup merupakan kemampuan suatu eksplan untuk tumbuh dan berkembang dalam kultur in vitro. Persentase eksplan hidup dapat dipengaruhi oleh persentase eksplan kontaminasi dan Browning, tujuan pengamatan persentase eksplan hidup adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sterilisasi eksplan yang digunakan dalam penelitian. Hasil pengamatan pada tabel 1 menunjukkan pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l, persentase eksplan hidup mencapai 100%. Hal tersebut diikuti dengan jumlah persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l dan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l mencapai 90%, sementara persentase eksplan hidup terendah pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l sebesar 80 %. Hasil pengamatan jika lebih dari 50 % persentase eksplan hidup dinyatakan tinggi, hal ini dapat dilihat bahwa dari semua perlakuan menunjukkan persentase eksplan hidup tinggi mencapai 80 % - 100%. Tingginya persentase eksplan hidup dikarenakan eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan yang steril dari hasil penelitian sebelumnya, sehingga tingkat kontaminasi terhadap eksplan rendah, selain itu penggunaan zat pengatur tumbuh juga dapat mempengaruhi persentase hidup. Hal ini didukung hasil penelitian Triwari et al., (2002) dengan penggunaan BAP terhadap persentase hidup eksplan Jati dengan perlakuan BAP 22,2 µm mencapai 76,8 %. Tingginya persentase eksplan hidup juga disebabkan oleh komposisi zat dalam medium telah cocok untuk menyokong kehidupan eksplan. Abidin (1993)

21 menyatakan bahwa kemampuan hidup eksplan pada kultur in vitro sangat tergantung dari eksplan itu sendiri, jenis dan komposisi medium sangat mempengaruhi besarnya daya tahan eksplan untuk hidup pada medium tersebut. Selain itu diduga penggunaan medium WPM untuk induksi tunas Jati Emas mampu memberikan persentase eksplan hidup yang cukup tinggi, dikarenakan medium WPM secara umum biasa digunakan dalam kultur in vitro pada berbagai jenis tanaman berkayu. Menurut Pardal et al. (2004) medium WPM banyak digunakan pada berbagai spesies tanaman berkayu, karena memiliki kandungan total ion yang rendah, tetapi kandungan sulfatnya tinggi. Unsur makro yang terdapat pada medium WPM seperti unsur magnesium yang tinggi sangat mendukung dalam pertumbuhan in vitro tanaman. Wetherell (1982) juga menyatakan di dalam medium terkandung mineral, gula, vitamin dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat. Kultur in vitro merupakan budidaya secara heterotrof, dimana sel tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan karbon seperti halnya tanaman autotrof, sehingga sumber karbon harus diperoleh dalam bentuk karbohidrat yang ditambahkan dari luar, sehingga gula merupakan sumber karbon. Jika tidak ada sukrosa, maka aktivitas dan pertumbuhan kalus tidak dapat berlangsung dan pada akhirnya sel-sel tersebut akan mati, karena tidak ada sumber energi (Campbell et al., 2003). Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan hidup yang diamati selama 8 minggu, persentase eksplan hidup minggu 1 dan 2 pada semua perlakuan menunjukkan persentase eksplan hidup mencapai 100%, tetapi pada minggu ke-3 terjadi penurunan yaitu pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100

22 ml/l. Penurunan persentase eksplan hidup ini disebabkan oleh kontaminasi pada eksplan yang bersifat endogen, hal ini dicirikan dengan terjadinya kontaminasi pada minggu ke-3. Menurut Santoso dan Nursandi (2004) kontaminasi yang bersifat endogen atau internal yang terdapat dalam eksplan responnya muncul setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan. Penurunan persentase eksplan hidup tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme, penurunan persentase hidup pada eksplan juga dapat dipengeruhi oleh kematian eksplan akibat senyawa fenol yang dikeluarkan oleh ekspan terlihat pada minggu ke-6, diikuti dengan penurunan persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l pada minggu ke- 4. Denish (2007) mengungkapkan apabila pencoklatan dibiarkan terus-menerus maka penyerapan unsur hara oleh eksplan akan terhambat, sehingga pertumbuhan eksplan juga terhambat bahkan dapat menyebabkan kematian. Penurunan persentase eksplan hidup pada perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l, terjadi bukan disebabkan kontaminasi oleh mikroorganisme melainkan terjadinya penurunan persentase eksplan hidup pada minggu ke-4 karena eksplan mengalami kematian akibat pengeluaran senyawa fenol oleh eksplan yang bersifat toksik, sehingga menyebabkan kematian pada eksplan, sementara pada minggu ke-5 sampai minggu ke-8 persentase eksplan hidup konstan tidak terjadi kontaminasi maupun mati akibat senyawa fenol yang dikeluarkan oleh eksplan. Sari dkk, (2013) mengungkapkan bahwa akumulasi senyawa fenol pada eksplan tersebut dapat menghambat, bahkan bersifat toksik bagi pertumbuhan eksplan.

23 B. Persentase Eksplan Kontaminasi Pengamatan eksplan kontaminasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan sterilisasi baik eksplan, alat maupun medium. Persentase eksplan kontaminasi dapat dilihat dengan adanya bakteri dan jamur yang tumbuh di permukaan eksplan maupun medium. Mencegah dan menghindari kontaminasi merupakan hal yang mutlak dilakukan pada seluruh rangkaian percobaan dalam kultur in vitro, karena lingkungan yang aseptik harus selalu dijaga. Hasil dari tabel 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l ;, BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l persentase eksplan mencapai 0 %, sementara pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l, dan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l mencapai 10%. Kontaminasi diakibatkan oleh mikroorganisme yaitu jamur dan bakteri, kontaminasi yang diakibatkan bakteri dicirikan dengan timbulnya lendir pada permukaan medium maupun di permukaan eksplan (Gambar2.a), sedangkan kontaminasi yang disebabkan oleh jamur dicirikan dengan tumbuhnya miselium jamur pada permukaan medium maupun eksplan dengan warna putih keabu-abuan, sehingga miselium jamur menyelimuti eksplan dan terjadi kematian pada eksplan (Gambar 2.b). Sumber kontaminasi pada eksplan dapat dipengaruhi oleh tingkat sterilisasi eksplan, alat yang digunakan serta kontaminasi yang bersifat endogen atau internal. Menurut Ermayanti (1997) sumber kontaminasi berasal dari mikroorganisme yang tumbuh pada material tanaman yang dibiakkan, serta alat-alat yang digunakan. Ciri-ciri kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur disajikan pada gambar 2.

24 (a) (b) Gambar 1. (a) Eksplan Kalus Jati Kontaminasi Bakteri 2 MST dan (b) Kontaminasi Jamur 3 MST. Eksplan yang terkontaminasi hanya dapat bertahan hidup sampai beberapa hari setelah kontaminan menyebar ke seluruh permukaan eksplan dan medium. Matinya eksplan disebabkan adanya persaingan antara eksplan dengan kontaminan dalam penyerapan unsur hara. Mengingat eksplan maupun kontaminan memerlukan suplai makanan berupa glukosa untuk dapat tumbuh dan berkembang. Kontaminasi dalam kultur in vitro adalah segala bentuk organisme atau mikroorganisme lain yang tumbuh pada medium biakan in vitro di lingkungan aseptik. Sumber kontaminan bisa berasal dari mikroorgansime yang tumbuh pada material tanaman yang dibiakkan, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan tempat penyimpanan biakan di ruang inkubasi. Kontaminan seringkali tumbuh lebih cepat dari in vitro yang sengaja ditumbuhkan sehingga akan terjadi kompetisi penyerapan nutrien antara kontaminan dan in vitro yang sengaja ditumbuhkan. In vitro yang sengaja ditumbuhkan akan kekurangan nutrisi dan

25 dapat menyebabkan kematian pada eksplan yang dikulturkan. Pengamatan Persentase Eksplan Kontaminasi setiap minggu disajikan pada Gambar 3. Persentase Eksplan Kontaminasi (%) 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 A B C D E Minggu Setelah Tanam (MST) Keterangan: A = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l B = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l C = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l D = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l E = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l Gambar 2. Grafik Persentase Eksplan Kontaminasi 1-8 MST Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan kontaminasi yang diamati selama 8 minggu pada gambar 3 menunjukkan bahwa persentase eksplan kontaminasi pada minggu 1 semua perlakuan mencapai 0 %. Kontaminasi mulai terjadi pada minggu ke-2 pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l mencapai 10 %, diikuti dengan terjadinya kontaminasi pada minggu ke-3 pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l mencapai 10%, sedangkan pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l ; BAP 2,0

26 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l persentase eksplan kontaminasi sebesar 0 %. Kontaminasi pada minggu ke-2 diakibatkan oleh bakteri dengan ciri-ciri lendir berwarna kuning maupun merah muda. Kontaminasi bakteri dapat diketahui dengan terlihatnya lapisan seperti lendir yang membentuk koloni-koloni di sekitar bawah eksplan, serta di tepi medium dengan koloni bakteri yang berwarna kekuning-kuningan. Ciri-ciri eksplan terkontaminasi oleh jamur pada minggu ke- 3, kontaminasi akibat jamur pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan bakteri, hal ini disebabkan dalam medium terdapat nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan jamur,tumbuhnya miselium jamur pada permukaan medium maupun eksplan dengan warna putih keabu-abuan, sehingga miselium jamur menyelimuti eksplan dan terjadi kematian pada eksplan. Bidwell (1979) mengungkapkan bahwa sifat spora jamur yang kecil dan ringan membuatnya mudah terbawa oleh aliran udara. Kontaminasi yang terjadi bersifat endogen ditunjukkan dengan kontaminasi muncul pada minggu ke-2 dan ke-3. Menurut Andriyani (2005) kontaminan endogen yang berada dalam in vitro tanaman muncul satu minggu setelah inokulasi, sedangkan menurut Santoso dan Nursandi (2003) bakteri internal yang terdapat dalam eksplan, responnya muncul setelah beberapa hari bahkan sampai satu bulan. Mikroorganisme dapat mensekresikan senyawa tertentu yang bersifat toksik pada medium tumbuh sehingga jika terserap menyebabkan kematian pada eksplan (Ermayanti, 1997).

27 C. Persentase Eksplan Browning Pencoklatan atau Browning merupakan suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang mengakibatkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Selain itu Browning juga timbul karena adanya senyawa fenol yang dikeluarkan akibat pemotongan atau pelukaan pada eksplan. Hasil pengamatan persentase Browning pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadinya pencoklatan eksplan pada minggu ke-2 setelah inokulasi sebesar 60 % pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l dan pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l, mencapai 50%, sementara pada perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 400 ml/l mencapai 40%. Pengamatan persentase eksplan mengalami pencoklatan diakibatkan oleh senyawa fenol yang dikeluarkan eksplan. Sementara persentase eksplan Browning yang terendah pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 300 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 500 ml/l sebesar 30 %. Tingginya persentase eksplan Browning diakibatkan oleh proses biologis tanaman yang mengeluarkan senyawa berupa senyawa fenol. Pengeluaran senyawa fenol tinggi dapat mengakibatkan kematian pada eksplan. Senyawa fenol merupakan enzim polifenol oksidase dan tirosinase, dalam kondisi oksidatif akibat pelukaan enzim secara alami disintesis oleh eksplan dimana saat sel rusak isi dari sitoplasma dan vakuola menjadi tercampur, kemudian senyawa fenol akan teroksidasi yang bersifat racun dan dapat merusak in vitro tanaman (Laukkanen et al., 1999). Santoso dan Nursandi (2003) mengungkapkan bahwa terjadinya pencoklatan diakibatkan oleh sistem biologis tanaman sebagai respon terhadap pengaruh fisik

28 atau biokimia seperti pengupasan, memar, pemotongan, serangan penyakit dan kondisi yang tidak normal. Sementara rendahnya persentase Browning pada eksplan diduga akibat respon eksplan terhadap senyawa atau zat pengatur tumbuh yang diberikan dapat mendorong pertumbuhan mengarah pada pembelahan sel sehingga eksplan dapat pulih kembali setelah perlakuan fisik berupa pemotongan eksplan. Hasil pengamatan persentase Browning setiap minggu disajikan pada gambar 4. Persentase eksplan browning (%) 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 A B C D E Minggu Setelah Tanam (MST) Keterangan: A = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l B = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l C = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l D = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l E = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l Gambar 3. Grafik Persentase Eksplan Browning1-8 MST Hasil pengamatan terhadap persentase eksplan Browning yang diamati selama 8 minggu, menunjukkan bahwa persentase eksplan Browning semua perlakuan pada minggu pertama mencapai 0 %. Pencoklatan pada eksplan mulai

29 terlihat pada minggu ke-2. Gambar 4 menunjukkan bahwa persentase eksplan Browning pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l mencapai 60 % sampai minggu ke- 4, sementara pada perlakuan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l persentase Browning 50 % sampai minggu ke- 5 dan diikuti persentase eksplan Browning pada perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l mencapai 40 % sampai minggu ke-6, sedangkan laju eksplan Browning terendah pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l mencapai 30 % hanya sampai minggu ke-3 dan 4 (Gambar 4). Peningkatan laju persentase Browning disebabkan oleh meningkatnya produksi senyawa fenol yang diikuti oleh aktivitas oksidasi senyawa fenol sehingga terjadi pencoklatan pada eksplan (Prawiranata dkk. 1995). Pencoklatan yang terjadi tidak selalu mengakibatkan kematian pada eksplan sebagaimana terlihat pada gambar 5. (a) (b) Gambar 4. (a) Persentase Eksplan Browning dan (b) Persentase Eksplan Recovery Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beberapa eksplan dapat tumbuh kembali setelah mengalami pencoklatan atau recovery. Recovery merupakan suatu perubahan kalus yang mengalami Browning menjadi hijau kembali,

30 sebagaimana terlihat pada gambar (5.b). Sebaliknya beberapa eksplan yang mengalami pencoklatan atau Browning tidak mengalami recovery atau mati (Gambar 5.a). Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan yang mengalami recovery dari Browning yaitu BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l sebesar 50 % dan BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l terjadi recovery sebesar 50 % dari eksplan yang Browning. Sementara perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l, perlakuan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l dan BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l terdapat 30 % eksplan mengalami recovery dari keseluruhan eksplan yang mengalami pencoklatan (Browning). Recovery dimungkinkan bahwa eksplan telah mampu beradaptasi dan dapat menyerap nutrisi yang terdapat dalam medium, eksplan yang mengalami recovery mengalami perubahan dari sebelumnya yaitu dengan terbentuknya kalus baru hasil dari diferensiasi pembelahan sel baru, hal ini didukung oleh Andriyani (2005) bahwa recovery terjadi karena eksplan telah mampu beradaptasi dengan medium tumbuh dan ZPT yang cukup tinggi. Pierik (1987) mengungkapkan bahwa sel-sel yang telah terdiferensiasi menjadi hidup kembali, hal ini disebabkan eksplan sebenarnya tidak mati namun karena adanya air, nutrisi, dan zat pengatur tumbuh pada medium maka eksplan mengalami imbibisi dan terjadi metabolisme sel sehingga eksplan yang awalnya mengalami pencoklatan dapat tumbuh dan warnanya menjadi hijau kembali.

31 D. Jumlah CalonTunas Pembentukan tunas merupakan salah satu faktor penting di dalam perbanyakan tanaman dengan metode kultur in vitro. Hasil pengamatan menunjukkan pada minggu ke-1 sampai 6 calon tunas belum muncul pada semua perlakuan. Munculnya calon tunas terbentuk mulai pada minggu ke-7 dicirikan dengan terbentuknya tonjolan-tonjolan warna hijau pada eksplan. Pengamatan jumlah calon tunas pada eksplan Jati Emas disajikan pada gambar 6. Jumlah Calon Tunas 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 a a b b b b 40.66 b b b b 36.11 25.33 18.85 21.80 22.90 21.22 15.85 16.85 18.90 A B C D E Perlakuan 7- MST 8- MST Keterangan : A = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l B = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l C = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l D = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l E = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l Gambar 5. Pengaruh Air Rebusan Kentang, BAP dan NAA terhadap Jumlah Calon Tunas Jati Emas pada 7 dan 8 MST Hasil analisis sidik ragam pada minggu ke-6 dan 7 menunjukkan adanya beda nyata terhadap jumlah calon tunas Jati Emas ( Lampiran 5, Tabel Anova). Pembentukan calon tunas pada kalus Jati Emas pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l+ K 300 ml/l minggu ke-7 mencapai 36,11 calon tunas, sedangkan

32 pembentukan calon tunas pada minggu ke-8 mencapai 40,66 calon tunas (Gambar 6 dan Lampiran 6). Jumlah calon tunas tertinggi pada perlakuan BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l baik pada minggu ke-7 maupun ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan mampu merespon zat organik kompleks berupa air rebusan kentang dengan kombinasi BAP dan NAA ke dalam medium. Sumardi (1996), menyatakan bahwa auksin dan sitokinin bekerja bersama-sama dalam menciptakan kondisi optimum untuk pertumbuhan ekspan dan mendorong pembentukan tunas maupun akar. Manfaat dari hormon sitokinin ini diantaranya adalah untuk mempercepat pertumbuhan tunas, mempercepat penambahan jumlah daun, memperbanyak anakan, dan menghambat penuaan organ tanaman. Wetherell (1992) menyatakan bahwa sitokinin mempunyai peran yang penting untuk propagasi secara in vitro, yaitu mendorong pembelahan sel dalam in vitro eksplan dan mendorong pertumbuhan tunas. Wareing dan Phillips (1970) mengemukakan bahwa sitokinin merangsang pembelahan sel tanaman dan berinteraksi dengan auksin dalam menentukan arah diferensiasi sel. Peambahan NAA sejenis hormon auksin berfungsi untuk merangsang pemanjangan sel karena auksin terdapat pada pucuk-pucuk tunas muda atau pada in vitro meristem di pucuk, menyebar luas ke dalam seluruh tubuh tanaman. Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah hingga sampai pada titik tumbuh akar, melalui in vitro pembuluh tipis (floem) atau in vitro parenkhim (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Mekanisme kerja auksin salah satunya adalah mempengaruhi pemanjangan sel. NAA membantu meningkatkan pertumbuhan

33 akar dikarenakan dapat menginduksi sekresi ion H + keluar melalui dinding sel, pengasaman dinding sel menyebabkan K + diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel juga mendorong enzim sellulase memotong-motong ikatan selulosa pada dinding primer hingga dinding elastis dan sel membesar (Gunawan, 1987). Penambahan air rebusan kentang sebagai bahan organik yang banyak mengandung hara berperan baik bagi pertumbuhan tanaman secara in vitro. Vitamin yang terkandung dalam Air rebusan kentang dapat membantu dalam pertumbuhan tanaman secara in vitro. Hal ini dikarenakan sel bagian tanaman yang dikulturkan belum mampu membuat vitamin sendiri untuk kehidupannya, sehingga air rebusan kentang yang mengandung tiamin (vitamin B1), piridoksin (vitamin B6), riboflavin (vitamin B2) dan vitamin C (asam askorbat), sebagai zat suplemen untuk mendorong pertumbuhan dan morfogenesis (George dan Sherrington, 1984). Menurut Wetherell (1992), vitamin berfungsi sebagai katalisator, stimulator pertumbuhan dan meminimalkan stres eksplan dalam kultur. Hendaryono dan Wijayani (1994), menambahkan bahwa tiamin adalah vitamin esensial untuk hampir semua kultur in vitro tanaman. Fungsi tiamin adalah untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar dan juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat. Hasil pengamatan pada perlakuan BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l; BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l dan BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l; BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l, dengan penambahan nutrisi dalam jumlah rendah maupun jumlah yang lebih tinggi,

34 jumlah calon tunas cenderung setara (Gambar 6). Menurut Tripepi (1997) hal ini kemungkinan berhubungan dengan kemampuan sel dalam mencapai batas optimum, sehingga dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang optimum dapat memacu diferensiasi pembentukan tunas. Eksplan mempunyai batas fisiologi untuk dapat berdiferensiasi dapat dilihat pada gambar 7. (a) (b) (c) (d) (e) Keterangan: a = BAP 0,5 mg/l + NAA 0,1 mg/l + K 100 ml/l. b = BAP 1,0 mg/l + NAA 0,2 mg/l + K 200 ml/l. c = BAP 1,5 mg/l + NAA 0,3 mg/l + K 300 ml/l. d = BAP 2,0 mg/l + NAA 0,4 mg/l + K 400 ml/l. e = BAP 2,5 mg/l + NAA 0,5 mg/l + K 500 ml/l. Gambar 6. Pengaruh Air Rebusan Kentang terhadap Jumlah Calon Tunas Jati Emas Minggu ke-8 Hasil pengamatan menunjukkan pada minggu ke-8 lebih terlihat jelas pada calon tunas dengan meningkatnya jumlah calon tunas pada eksplan, pembentukan

35 calon tunas ditandai dengan adanya tonjolan-tonjolan berwarna kehijauan pada eksplan (gambar 7). Perbedaan warna yang terjadi pada kalus menunjukkan tingkat perkembangan kalus yang berbeda-beda pula, hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada medium tumbuh. Warna hijau pada kalus adalah akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil. Menurut Wattimena (1992), sitokinin berperan dalam memperlambat proses senesensi (penuaan) sel dengan menghambat perombakan butir-butir klorofil dan protein dalam sel. Pada penambahan sitokinin dengan konsentrasi yang semakin meningkat cenderung menunjukkan warna hijau cerah. Kalus dengan warna yang hijau tidak hanya dimungkinkan mengandung banyak pigmen klorofil akan tetapi, kalus yang terbentuk juga memiliki ukuran cukup besar yang menandakan bahwa kalus beregenerasi dengan baik dan sel-selnya masih aktif membelah dan memiliki kemampuan untuk membentuk tunas (Lizawati 2012). Pembentukan calon tunas pertama kali muncul pada eksplan merupakan hasil dari diferensiasi kalus yang terus membelah dan berkembang sehingga dengan adanya hormon sitokinin yang seimbang dapat memacu dalam pembentukan calon tunas pada eksplan Jati Emas. Sitokinin yang sering digunakan dalam kultur in vitro adalah BAP (Benzyl Amino Purine). BAP adalah sitokinin yang sering digunakan karena paling efektif untuk merangsang pembentukan tunas, lebih stabil dan tahan terhadap oksidasi serta paling murah diantara sitokinin lainnya. Mekanisme kerja sitokinin dipengaruhi oleh konsentrasi auksin. Sitokinin berperan dalam menghambat pertumbuhan akar melalui peningkatan konsentrasi etilen, sitokinin dapat menghambat pembentukan

36 akar lateral melalui sel periskel dan memblok program pengembangan pembentukan akar lateral sehingga menndorong pembentukan tunas (Santoso dan Nursandi, 2003). Sitokinin mempunyai peran yang penting untuk propagasi secara in vitro, yaitu mendorong pembelahan sel in vitro eksplan dan mendorong pembentukan tunas (Wetherell, 1992). Pengamatan terhadap parameter jumlah calon tunas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efektifitas BAP dan NAA yang dikombinasikan dengan air rebusan kentang dengan konsentrasi tertentu untuk menginduksi tunas pada kalus Jati Emas secara in vitro. Penambahan konsentrasi BAP lebih dari 2 mg/l dan NAA 0,5 mg/l ke dalam medium mengakibatkan terjadi penurunan calon tunas, diduga bahwa pemberian nutrisi dan zat pengatur tumbuh melebihi batas optimum sehingga terjadinya penurunan jumlah calon tunas (Gambar 7.e). Selain itu diduga bahwa eksplan Jati sudah memiliki senyawa endogen sehingga eksplan tercukupi. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa kemampuan suatu eksplan untuk berdiferensisasi tidak hanya bergantung pada penambahan sitokinin dan auksin pada medium pertumbuhan tetapi bergantung pula pada interaksi antara auksin endogen dan eksogen.