Rasionalitas Komunikatif Habermas

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

CRITICAL THEORIES Bagian II

CRITICAL THEORIES Bagian III

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

MEMAHAMI KONSEP HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB V PENUTUP. d. klaim komprehensibilitas (comprehensibility). Dalam masyarakat tentunya seperti hubungan-hubungan yang telah

Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

JURGEN HABERMAS: TEORI KRITIS DENGAN PARADIGMA KOMUNIKASI

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II. Paradigma Sosiologi dan Posisi Teori Konflik

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

PROPORSI PENILAIAN Tugas Mingguan 40% Diskusi Mingguan 20% Ujian Tengah Semester 20% Ujian Akhir Semester 20%

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Etika Emansipatoris Jurgen Habermas: Etika Paradigmatik di Wilayah Praksis

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

Penutup BAB Kesimpulan

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

Makalah. Filsafat Neo Marxisme

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

Memahami Akar dan Ragam Teori Konflik

Sosialisme Indonesia

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF PEDAGOGI PEMBEBASAN PAULO FREIRE TERHADAP MODEL PENYULUHAN AGAMA KRISTEN

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

frankfurt Teori Kritis Madzhab Frankfurt 1 Oleh : Chabib Musthofa 2

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan penelitian yang berjudul PENDIDIKAN. ISLAM INTEGRATIF (Konsep Keilmuan Universitas Islam Negeri Sunan

Starlet Gerdi Julian / /

BAB V PENUTUP A. SIMPULAN

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

Agama, Modernisasi, dan Teori Kritis: Sebuah Potret Pertautan

3 METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Paradigma Penelitian

Teori Konflik I: Marxis dan Neo Marxis

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB V PENUTUP. 1. Filsafat Perennial menurut Smith mengandung kajian yang bersifat, pertama, metafisika yang mengupas tentang wujud (Being/On) yang

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

KONTRUKSI SOSIAL DARI TEORI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL. Oleh : Dr. Purwowibowo, M.Si

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Saeful Ulum, 2013

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Membangun Kritisisme Generasi Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

BAB V PENUTUP V. 1. KESIMPULAN

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

PANCASILA SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU

BAB I PENDAHULUAN. atau tepat. Kecakapan berpikir adalah ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Hegel ini termasuk ke dalam tema sejarah intelektual. Sejarah intelektual adalah

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB V PENUTUP. diajukan dalam rumusan masalah skripsi. Dalam rumusan masalah skripsi ini,

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

Islam dan Sekularisme

Wassalam. Page 5. Cpt 19/12/2012

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

TEORI DAN METODOLOGI

Transkripsi:

Rasionalitas Komunikatif Habermas Ansori *) *) Penulis adalah Magister Agama (M.Ag.), dosen tetap Jurusan Hukum Islam (Syari ah) STAIN Purwokerto, dan sedang melanjutkan studi S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Abstract: Habermas known as one who continue and renew critical Rationality Theory from Frankfurt scholar. Habermas was success to break stagnation and showing enlightenment for critical Rationality Theory. Habermas offer Rationality Communicative concept. Whereas critical rationality orientated on work paradigm, communicate rationality oriented on communication paradigm. With communicative rationality, Habermas struggling social relation network that form inside communication that free from domination. Habermas communicative Rationality is based on communication paradigm that implied on understanding emancipator praxis with dialog and communicative action that resulting enlightenment. Keywords: communication, rationality, inter-subjective. PENDAHULUAN Berdasarkan analisis para tokoh, ilmu alam yang bernuansa positivistis itu lahir dari rasio pencerahan (1350 1800). Pencerahan merupakan momentum manusia untuk keluar dari mitos dan menuju logos. Mitos-mitos yang menyelimuti tabir kehidupan mulai disingkap dengan rasionalitas.pada masa itu, umat manusia memasuki kondisi akil balig. Dengan kata lain, era pencerahan adalah era yang mensyaratkan keberanian manusia untuk menggunakan rasionalitasnya dalam memahami alam, tanpa harus terbayang-bayangi oleh otoritas apapun. Akhirnya, melalui rasio, manusia mencapai pengetahuan tentang alam yang dihuninya. Adapun cara kerja pengetahuan tersebut adalah manusia melakukan penjarakan dengan alam yang hendak diketahui. Cara inilah yang kemudian dikenal dengan istilah objektivisme ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, objektivisme ilmu pengetahuan (rasio pencerahan) ini, ternyata tidak menawarkan sejumlah praksis yang emansipatoris bagi kehidupan karena hanya berorientasikan ilmu untuk ilmu atau pengetahuan untuk pengetahuan. Tidak ada konsekuensi logis dari penemuan atau penelitian dari pengetahuan untuk melakukan pembenahan terhadap ketimpangan atau penyimpangan yang ada (mandul dalam dataran praksisnya). Akibat yang ekstrim dari semua itu (tidak adanya pertautan antara teori/pengetahuan dengan dunia riil) adalah manusia menjadi terasing satu sama lain, bahkan mereka cenderung memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Inilah problem yang menjadi kegelisahan Habermas. Sekalipun hal yang sama juga menjadi kegelisahan kawan-kawannya yang terhimpun dalam Madzhab Frankfurt generasi pertama. 1 BIOGRAFI HABERMAS Jurgen Habermas dilahirkan di Gummersbach pada tahun 1929. la belajar kesusastraan Jerman, sejarah, dan filsafat di Gottingen. Di samping itu, ia juga mempelajari bidang-bidang lain, misalnya, psikologi dan ekonomi. Selang beberapa setelah ia pindah ke Zurich, Habermas melanjutkan studi filsafatnya di Universitas Bonn, tempat ia memperoleh gelar doktor bidang filsafat setelah ia mempertahankan desertasinya yang berjudul Das Absolute und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah). Dalam karya tulis ini, ia banyak mendapat pengaruh dari pemikiran Heidegger. Disamping tekun dalam meniti kariernya di bidang filsafat, ia mempelajari bahkan menekuni bidang politik, dan banyak berpartisipasi dalam diskusi tentang persenjataan kembali (rearmament) di Jerman. Pada tahun 1956, ia bergabung dengan

Lembaga Penelitian Sosial di Frankfurt dan menjadi asisten Adorno (Theodor W. Adorno). la berpartisipasi dalam suatu proyek riset tentang sikap politik para mahasiswa di Universitas Frankfurt, terutama ia mengerjakan segi teoretisnya. Pada awal tahun 60-an, Habermas sangat populer di kalangan mahasiswa Jerman dan oleh beberapa golongan dianggap sebagai ideolog mereka, khususnya beberapa golongan Sozialistische Deut sche Studentenbund (Ikatan Mahasiswa Sosialis Jerman). Akan tetapi, ketika aksi-aksi mahasiswa mulai melewati batas karena mulai menggunakan kekerasan, Habermas tidak segan mengemukakan kritiknya sehingga ia terlibat konflik dengan mahasiswa. Pada tahun 1969, ia menerbitkan buku yang berjudul Protesbewegung und Hochschul-reform (Gerakan Perlawanan dan Pembaharuan Perguruan Tinggi), yaitu suatu evaluasi kritis tentang gerakan protes para mahasiswa. Tahun 1970, Habermas meninggalkan Frankfurt dan pindah ke Starnberg untuk menerima tawaran menjadi direktur pada Max Planck Institut, sebuah lembaga yang mempelajari kondisi-kondisi kehidupan dalam dunia ilmiah-teknis. Karya tulisnya cukup banyak dan seperti pendahulu-pendahulunya dalam Mazhab Frankfurt, ia juga mencoba mempraktikkan filsafat dan sosiologi tanpa membedakan secara tajam antara dua jenis disiplin ilmu tersebut (Bertens, 1990). 2 RASIONALITAS KRITIS Sebelum lebih jauh membahas Habermas dan rasionalitas komunikatifnya, terlebih dahulu dalam sub judul ini, penulis paparkan rasionalitas kritis dan rasionalitas instrumental Madzhab Frankfurt generasi pertama. Hal ini karena pemikiran rasionalitas komunikatif Habermas mempunyai landasan historis dengan pemikiran rasionalitas kritis dan rasionalitas instrumental Madzhab Frankfurt generasi pertama. Sebagaimana paparan dalam pendahuluan di atas, bahwa rasionalitas yang sebelumnya dianggap mampu menyelamatkan manusia dari kebodohan dan kemiskinan, justru menjadi sumber dari malapetaka di dalam peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu, maka para ilmuwan yang tergabung dalam Madzhab Frankfurt generasi pertama berusaha menganalisis untuk menemukan akar permasalahan dari krisis tersebut. 3 Bagi Mazhab Frankfurt generasi pertama, krisis di dalam peradaban manusia modern sudah total, terutama karena tidak ada lagi yang bisa dijadikan sandaran harapan untuk mencapai pembebasan. Rasionalitas justru telah menjadi senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan manusia itu sendiri. Adapun proyek pertama yang mereka lakukan adalah mencari akar dari segenap permasalahan masyarakat modern. Dalam bahasa lain, Marcuse menyebutnya sebagai proses reifikasi, tempat relasi antarindividu tampak sebagai relasi komoditas. Hubungan antarmanusia menjadi sebuah hubungan komoditas yang sifatnya pertukaran ekonomis-politis belaka. Jika dirunut ke belakang, hal ini terpengaruh oleh teori revolusi Karl Marx. Oleh karena terjebak pada paham saintifik, Karl Marx menjadi semata-mata terfokus pada bidang produksi (ekonomi). Dengan seperti itu, hubungan manusia dimaknai sebatas hubungan kerja. 4 Madzhab Frankfurt, dengan tokoh sentralnya Adorno, Horkheimer (direktur yang menjabat institut pada masa itu), dan ditambah dengan Herbert Marcuse, selanjutnya menyerukan adanya pertautan antara teori dengan praksis sebagai solusi dari krisis keterasingan relasi antarmanusia. Langkah yang mereka tempuh berikutnya adalah mencoba mengkonstruksi epistemologis kritis (rasionalitas kritis). 5 Dengan rasionalitas kritis ini, mereka berusaha mengkritisi mitos keampuhan rasionalitas modern sebagai ganti dari mitos tradisional. Rasionalitas modern meniscayakan segala kemampuan diinstrumentalisasikan manusia dalam rangka produksi yang efektif dan efisien. Menurut Madzhab Frankfurt, di satu sisi, memang semangat rasionalitas modern dalam peradaban manusia telah berhasil melepaskan manusia dari penindasan dan kungkungan tradisi lama, tetapi di sisi lain, rasionalitas modern justru melahirkan bentuk penindasan baru, antara manusia dan manusia. Dalam rasionalitas modern, logika manusia tereduksi dalam kepentingan teknis semata sehingga mengesampingkan kepentingan-kepentingan lain yang terdapat dalam masyarakat, beserta nilai-nilai kemanusiaan. Hubungan antarindividu hanya sekadar hubungan objektivisasi sehingga manusia saling menindas satu-sama lain.

RASIONALITAS INSTRUMENTAL Dalam perkembangannya, rasionalitas kritis mengalami kebuntuan ketika setiap bentuk antitesis akhirnya melahirkan sintesis kemapanan baru, yang juga memiliki potensi reduksi dan penindasan. Hal itu terjadi karena rasionalitas kritis berangkat dari mendialektikakan antara mitos dengan logos, yang akhirnya melahirkan logos baru. Kegagalan rasionalitas kritis di atas, kemudian melahirkan rasional instrumental. Rasional instrumental memfokuskan pada sistem kontrol untuk mencapai sasaran. Kalau komunikasi atau interaksi terkait dengan alam, maka akan memunculkan dominasi pekerjaan, dan kalau terkait dengan manusia akan memunculkan tindakan strategis. Tindakan strategis dalam rasionalitas instrumental, komunikasi yang diharapkan adalah agar lawan bicara melakukan apa yang saya harapkan sehingga cenderung mengendalikan lawan bicara (orang lain) dan monologis. Dalam komunikasi ini, ada bujukan rekayasa, manipulasi, paksaan, dan lain-lain. Komunikasi semacam itu (rasionalitas instrumental), menurut Habermas bukan komunikasi dalam arti yang sebenarnya karena tujuannya untuk mencapai hasil yang sudah ditetapkan sebelumnya, bukan kesepakatan bersama yang dihasilkan dari proses komunikasi. 6 Oleh karena itu, Habermas menawarkan konsep rasional komunikatif. Berbeda dengan rasionalitas instrumental, yang hanya membangun komunikasi subjek-objek, dalam rasionalitas komunikatif yang dibangun adalah relasi subjek-objek. Dalam rasionalitas instrumental yang ingin dicapai adalah produksi (product oriented) atau pertumbuhan produksi, sedangkan dalam rasionalitas komunikatif adalah proses emansipasi. 7 Namun demikian, dengan rasionalitas semacam itu menjadikan manusia akan terasing satu sama lain, terutama karena mereka memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Di samping itu, dengan rasio instrumental, manusia berlaku terhadap di luar dirinya dalam hubungan subjek-objek. 8 Tidak hanya kepada alam, melainkan juga kepada sesama manusia. Konsekuensi dari hal ini, pengetahuan yang lahir dari rasio instrumental adalah pengetahuan yang dapat mendefinisikan objek di luar dirinya. Dalam konteks kebuntuan di atas, Habermas muncul dengan menawarkan perangkat lain, yakni rasio komunikatif. Rasio komunikatif ini, ia bedakan secara tegas dengan rasio instrumental. Dalam rasio komunikatif, relasi yang dibangun adalah relasi subjek-subjek. Proses mengetahui bukan dalam rangka mendefiniskan objek di luar dirinya, melainkan membangun pemahaman intersubjektif antarsubjek dalam dunia kehidupan. RASIONALITAS KOMUNIKATIF Sebagaimana telah dipaparkan di atas, rasionalitas instrumental adalah komunikasi subjek objek, sedangkan rasionalitas komunikatif menekankan pada komunikasi intersubjektif (subjek subjek). Dalam konsep komunikasi intersubjektif ini, Habermas menghendaki bahwa komunikasi yang dilakukan antara dua subjek sama kedudukannya, dialogis, dan didasarkan atas argumen yang rasional, saling pengertian. Dengan demikian, konsensus atau kesepakatan yang dihasilkan adalah lahir dari pemahaman intersubjektif peserta diskusi. Tampak Habermas adalah sosok yang anti-fasis. Dalam kerangka besar teorinya, ia tidak ingin menyelesaikan masalah dengan cara kekuasaan atau kekerasaan, melainkan dengan cara adu argumentasi. Dalam proses adu argumen tersebut, peserta diskusi yang kalah (baca: salah) dalam menyusun atau memberikan pendapatnya harus mengakuinya secara jujur dan bijaksana. Dari proses ini, koreksi kesalahan (falsifikasi) dapat terjadi. Harapan dari koreksi atas kesalahan ini, peserta diskusi dapat melakukan proses refleksi diri. Proses komunikasi intersubjektif semacam ini yang menurut Habermas dapat mengembalikan pesona dunia. Manusia berinteraksi bukan hanya karena tujuan-tujuan tertentu saja, melainkan juga dalam rangka membantu memahami yang lain. Egosentrisme tidak harus melulu ada dalam proses interaksi masyarakat manusia. Keseriusan ini juga terungkap dalam tindakan-tindakannya. Habermas turut serta melakukan aksi pengkritisan ketika pemerintah Jerman Barat ingin menceburkan diri dalam aliansi NATO. Ia juga berteriak lantang ketika teknologi clonning terhadap manusia atau pun binatang ditemukan oleh para saintis. Untuk itu, ia mendorong agar masyarakat diajak berdiskusi

atas suatu permasalahan. 9 Dalam konteks tersebut, Habermas menggariskan bahwa diskusi akan optimal ketika jauh dari tekanan dan dalam kesederajatan posisi. Dari dua karya besarnya, Habermas menggarisbawahi bahwa komunikasi intersubjektif sebagai bentuk praksis emansipatoris dapat terjadi ketika setiap individu meneguhkan empat klaim validitas; kebenaran, kejujuran, kejelasan, dan ketepatan. Selain itu, ia juga menggariskan bahwa komunikasi harus jauh dari tekanan atau dominasi. Di samping itu, komunikasi intersubjektif akan terbangun ketika individu berada dalam posisi yang sederajat serta menetralkan kepentingankepentingannya. Konsepsi besar ini merupakan kritik atas rasionalitas intrumental yang menjerembabkan manusia pada nestapa kehidupan dan tragedi kemanusiaan. Selain itu, melalui teorinya, praksis yang emasipatoris akan tercapai ketika individu sampai pada pemahaman intersubjektif. 10 Sebagaimana Madzhab Frankfurt, pemikiran Habermas juga banyak dipengaruhi oleh Marxisme 11. Di antara pengaruh Marx terhadap Habermas adalah teori Revolusionesme Konflik. 12 Di samping itu, Habermas juga dipengaruhi oleh Hegel melalui teori Dialektikanya. 13 Konsep rasio komunikatif adalah representasi dari keterpengaruhan tersebut. Lewat rasionalitas komunikatifnya, Habermas mengurai konstelasi kepentingan-kepentingan dalam masyarakat. Ia menawarkan suatu bentuk masyarakat ideal dalam kritik-kritiknya. Berbeda dari para pendahulunya, Habermas tidak terpaku dalam sorotan terhadap kepentingan teknis (rasionalitas instrumental) semata. Menurut Habermas, masyarakat memiliki tiga jenis kepentingan yang masing-masing memiliki pendekatan dan rasionya masing-masing. Pertama, kepentingan teknis, yaitu kepentingan untuk menyediakan sumberdaya natural. Oleh karena sifatnya yang sangat instrumental dengan tugas yang konkret kerja, maka pada dasarnya adalah kepentingan yang teknis. Kedua, kepentingan interaksi. Oleh karena kerjasama sosial amat dibutuhkan untuk bertahan hidup, maka Habermas menamakannya kepentingan praktis. Kepentingan kedua ini mencakup kebutuhan-kebutuhan manusia untuk saling berkomunikasi beserta praktik-praktiknya. Ketiga, kepentingan kekuasaan. Tatanan sosial, secara alamiah cenderung pada distribusi kekuasaan, namun pada saat yang sama, kita juga memiliki kepentingan untuk membebaskan diri dari dominasi. 14 Kekuasaan mengarah pada distorsi terhadap komunikasi. Dengan menjadi sadar akan adanya ideologi-ideologi yang dominan di masyarakat, suatu kelompok kemudian dapat memberdayakan dirinya untuk mengubah keadaan. Karena itu, kepentingan kekuasaan adalah kepentingan yang emansipatoris. Dalam realitasnya, masyarakat selalu mengandung ketiga jenis kepentingan ini. Pertentangan antar-kepentingankepentingan yang ada, hanya dapat diselesaikan tanpa dominasi salah satu kepentingan di atas yang lain, melalui perdebatan yang rasional. Di sinilah Habermas memperkenalkan konsep Ruang Publik. 15 Baginya, Ruang Publik adalah wahana, tempat setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat memiliki akses yang sama untuk berpartisipasi, kemudian mereka terdorong untuk mendahulukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus mengenai arah masyarakat tersebut ke depan dan menemukan solusi bersama dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Ruang Publik hanya dapat mencapai fungsinya ketika telah tercipta situasi berbicara yang ideal. Situasi yang ideal ini adalah keadaan tempat klaim-klaim yang diperdebatkan dapat dibicarakan dan diargumentasikan secara rasional. Dalam situasi ideal ini, kebenaran tidak menjadi objek dari kepentingan tersembunyi dan permainan, melainkan muncul lewat argumentasi. Ruang publik ini juga merupakan jembatan interaksi antara penguasa dan masyarakat. Kekuasaan mencapai legitimasi dan pengakuan masyarakat, serta memahami arah yang diinginkan masyarakat melalui dialog dalam ruang publik. Sementara itu, masyarakat dapat menyuarakan kepentingannya agar dapat diakomodir oleh penguasa. Hanya melalui ruang publik inilah dapat terwujud masyarakat yang dewasa dan bebas dari penindasanpenindasan dan menanggulangi krisis yang mereka hadapi. 16 Selanjutnya, seperti yang sering dialami oleh para pemikir, adanya pujian juga berarti adanya kritik. Teori Habermas yang brilian ini pun tidak bebas dari kritik, terutama dari kritik yang dilontarkan oleh para pemikir post-modern, seperti Derrida, Lyotard, ataupun Foucault. 17

Para pemikir postmodern ini curiga dengan bentuk teori yang mengklaim mampu menawarkan solusi yang bersifat universal, ontologis, dan berasal dari refleksi metafisika. Konsep rasionalitas komunikatif pun mereka tuduh sebagai solusi universal yang menggendong elemen penindasan di baliknya. Elemen penindasan tersebut terletak pada klaim universalnya yang dianggap mengeliminasi perbedaan, lokalitas, serta segala sesuatu yang bersifat partikular. Jika refleksi filsafat jatuh pada satu konsep kunci yang dianggap mampu mendefinisikan dan menjadi solusi bagi semua permasalahan manusia yang berbeda-beda, maka solusi tersebut sebenarnya sudah menjadi problem baru. Hal ini dikarenakan perbedaan manusia dengan segala pluralitas kehendak, kebertubuhan, ideologi, pemahaman, dan latar belakang sosial direduksi ke dalam terma-terma yang mengklaim dirinya universal, padahal sebenarnya menindas. Para pemikir postmodern pun mencap Habermas sebagai salah satu filsuf yang berpikir dalam paradigma filsafat subjek, yang cenderung mengeliminir perbedaan, dan karena itu menindas. Dengan kata lain, Habermas telah merumuskan sebuah pemikiran yang membenarkan penindasan atas nama universalitas. Kritik para pemikir postmodern tersebut memang layak diperhatikan, tetapi kritik tersebut lebih berada di tataran refleksi filosofis. Mereka tidak menyangkal kegunaan praktisnya sebagai alternatif solusi di dalam menjembatani perbedaan yang ada melalui komunikasi yang sehat, inklusif, bebas dominasi, egaliter, serta dilandasi kejujuran, ketepatan, kebenaran, dan komprehensibilitas. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat Indonesia, tentu konsep rasionalitas komunikatif Habermas mempunyai nilai praksis dan relevansi yang tinggi. Kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk, yang semakin banyak problem muncul akibat perbedaan persepsi, ideologi, agama, serta kepentingan. Tentunya kemampuan berkomunikasi yang baik untuk mencapai kesalingpengertian bersama mutlak diperlukan sehingga integrasi masyarakat yang terdiri dari elemen-elemen sosial yang berbeda dapat terus dipertahankan. PENUTUP Berdasarkan semua paparan di atas, jelas bahwa munculnya pemikiran Habermas adalah akibat kegelisahannya atas problematika rasio modern (pencerahan) yang cenderung berorientasi pada dimensi teknis-instrumental, yakni bentuk rasionalitas yang mengutamakan kontrol/dominasi manusia atas alam ataupun dominasi manusia atas manusia lainnya untuk menghasilkan efektifitas, efisiensi, dan prioritas pada hasil yang paling maksimal. Akibatnya, manusia menjadi terasing satu sama lain, terutama karena mereka memperlakukan manusia lainnya sebagai benda untuk mencapai tujuan mereka masing-masing. Oleh karena itu, yang salah adalah rasionalitas manusia yang telah melulu instrumental, maka solusi menurut Habermas adalah rasionalitas yang bersifat komunikatif, yang terletak pada kemampuan manusia untuk mencapai kesalingpengertian terhadap manusia lainnya. Hubungan antarmanusia tidak didasarkan pada dominatif-oriented, tetapi pada understandingoriented. Pada dasarnya, rasionalitas komunikatif ini sudah tertanam dalam akal budi manusia itu sendiri sehingga ia akan selalu ada dan tidak mungkin dihilangkan selama manusia itu masih ada. Hanya masalahnya, komunikasi tersebut bersifat dominatif ataukah bersifat komunikatif sehingga efektif. Dalam hal ini, menurut Jurgen Habermas (dengan meminjam analisis filsuf Jerman), komunikasi efektif mensyaratkan tiga unsur dasar. Pertama, dalam mengungkapkan sesuatu, seseorang harus benar-benar mengemukakan kebenaran. Kedua, dalam mengemukakan kebenaran itu, seseorang harus mengupayakan keadilan terhadap yang lain. Ketiga, disyaratkan adanya ketulusan hati saat menjalin relasi dengan yang lain, meskipun terhadap rival sekalipun. ENDNOTE

1 Madzhab Frankfurt (Frankfurt School) adalah sekelompok pemikir yang diasosiasikan dengan Institut for Sozialforschung (Institut for social research) didirikan di Frankfurt tahun 1923 oleh Felix J. Weil, Carl Grunberg, M. Horkhreimer, dan Friedrich Pollock. Alex Lanur, Madzhab Frankfurt, dalam Majalah Filsafat Driyarkara,Edisi xxiii, No. I, 1997, hal. 4. 2 E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat (Jakarta: Kanisius, 1999), hal. 87 88. 3 Misi dari pemikiran Madzhab Frankfurt adalah bermaksud memperjelas secara rasional struktur yang dimiliki oleh masyarakat industri dan melihat akibat-akibat struktur tersebut dalam kehidupan manusia dan dalam kebudayaan. Majalah Filsafat,hal. 5. 4 Kerja menurut Karl Marx adalah proses yang terdapat antara manusia dengan alam, suatu proses karena manusia melalui tindakannya: menengahi, mengatur, dan mengawasi pertukaran barang-barang yang mereka miliki dengan alam. E. Sumaryono, Hermeneutika: sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal. 89. 5 Http://mengintip-dunia.blogspot.com/Kritik atas Rasionalitas Masyarakat/diakses pada 24 September 2008. 6 Frans Magnis Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20 (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 220-221. 7 Nafisul Atho dan Arif Fahrudin (ed.), Hermeneutika Transendental (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), hal. 201-202. 8 Ibid. 9 Inilah yang disebut Habermas dengan tindakan komunikatif. Tindakan yang menunjuk kepada interaksi, sekurang-kurangnya dari dua orang yang mempunyai kemampuan berbicara dan bertindak, serta dapat membentuk hubungan antarpribadi, baik secara verbal maupun non verbal. Adapun konsep pokok dalam tindakan komunikatif ini adalah interpretasi. E. Sumaryono,Hermeneutika, hal. 88. 10 Dalam hal ini, Habermas membedakan antara penjelasan dan pemahaman. Penjelasan menuntut penerapan proposisi-proposisi teoritis terhadap fakta yang berbentuk secara bebas melalui pengamatan semantik. Adapun pemahaman adalah suatu kegiatan yang melibatkan pengalaman dan pengertian teoretis berpadu menjadi satu. Ibid., hal. 84. 11 Sekalipun pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Karl Marx, tetapi di satu sisi, ia juga mengkritik Karl Marx, dan pemikirannya tentang rasionalitas komunikatif adalah salah satu bentuk kritiknya kepada teori Marx yang anti dialogis. Ahmad Ali Riyadi, Hermeneutika Ilmu-ilmu Sosial (Studi Atas Pemikiran Jurgen Habermas), dalam Hermeneutika Transendental (Yogyakarta: IRCISoD, 2003), hal. 214. 12 Dalam pandangan Marx, sebenarnya ketenangan dan harmonitas masyarakat berdiri di atas konflik dan hegemoni kelompok status quo. Konflik masyarakat tersebut menunjukkan bahwa masing-masing elemen dalam masyarakat itu memerebutkan kepentingan yang disebut dominasi sosial. Proses perebutan dominasi sosial tersebut terus berjalan dan tidak pernah berhenti. Kelompok status quo tersebut akan terus mendapat ujian dari kelompok-kelompok kepentingan lainnya. Demikianlah, melalui konflik kualitas kelompok dominan akan teruji dalam frame teori survival of fittest, bahwa sesuatu yang akan survive adalah yang paling tahan banting dalam berelaborasi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis(Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 114. 13 Dialektika berarti sesuatu telah benar bila dilihat dari seluruh hubungannya. Hubungan ini disebut negasi. Hanya melalui negasilah kita bisa maju dan menemukan keutuhan. Dialektika memandang apapun yang ada sebagai kesatuan dari apa yang berlawanan, sebagai perkembangan melalui langkah-langkah yang saling berlawanan. Arif Fahrudin, Jurgen Habermas dan Program Dialektika Hermeneutika-Sains, dalam Nafisul Atho -Arif Fahrudin (Ed.), Hermeneutika Transendental, hal. 193-194. 14 Http://outstandjing.blogspot.com/Perspektif Habermas Menuju Ruang Publik/ diakses pada 24 Sepetember 2008. 15 Ibid. 16 Dengan istilah lain, hermeneutika Habermas adalah hermeneutika dialektis, yang memandang antara subjek dan objek memiliki hak untuk menyodorkan wacana dirinya secara terbuka. Tidak ada dominasi karena di sana ada saling kritik-konstruktif-dinamis. 17 Http://rezaantonius.wordpress.com/Rasionalitas komunikatif/ dibaca tanggal24 September 2008. DAFTAR PUSTAKA Atho, Nafisul, Fahrudin, Arif (ed.). 2003. Hermeneutika Transendental. Yogyakarta: IRCISoD. Fahrudin, Arif. 2003. Jurgen Habermas dan Program Dialerktika Hermeneutika-Sains, dalam Nafisul Atho Arif Fahrudin (ed.), Hermeneutika Transendental, Yogyakarta: IRCISoD. Lanur, Alex. 1997. Madzhab Franfurt, dalam Majalah Filsafat Driyarkara,Edisi xxiii, No. I. Riyadi, Ahmad Ali. 2003. Hermeneutika Ilmu-ilmu Sosial (Studi Atas Pemikiran Jurgen Habermas), dalam Hermeneutika Transendental. Yogyakarta: IRCISoD. Sumaryono, E. 1993.Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Suseno, Franz Magnis. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.. 2000. 12 Tokoh Etika Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius. Http://mengintip-dunia.blogspot.com/Kritik atas Rasionalitas Masyarakat Http://outstanding.blogspot.com/Perspektif Habermas Menuju Ruang Publik/dibaca. Http://rezaantonius.wordpress.com/Rasionalitas komunikatif.