Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik ========================================================== Oleh : Syakwan Lubis

dokumen-dokumen yang mirip
PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

I. PENDAHULUAN. diperlukan sikap keyakinan dan kepercayaan agar kesulitan yang kita alami. bisa membantu semua aspek dalam kehidupan kita.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat akan dapat dengan mudah mengetahui informasi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, salah satunya adalah pertukaran informasi guna meningkatkan. ilmu pengetahuan diantara kedua belah pihak.

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

TATA KELOLA PEMERINTAHAN, KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK. Hendra Wijayanto

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

MATERI KEENAM LESSONS LEARNED IN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (PEMBELAJARAN DALAM PEMBANGUNAN YANG BERTUMPU PADA MASYARAKAT)

BAB I PENDAHULUAN. negara yang sentralistik, dimana segala bentuk keputusan dan kebijakan yang ada

BAB V Kesimpulan dan Saran

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. wujud dari prinsip kedaulatan rakyat, dalam sistem penyelenggaraan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan fungsinya. Menurut World Bank, Good Governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jurnalisme online pada saat sekarang ini lebih banyak diminati oleh

Kuliah 2 Luas Lingkup dan Perkembangan Studi Implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahapan dan tatacara penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

E-Government: Strategi Meraba Gajah

REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PKN SD

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan kepada Undang-Undang. Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah, menekankan adanya

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN HASIL STUDI/KAJIAN PENGEMBANGAN MEDIA KOMUNITAS

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BAB VII PENUTUP. perekonomian yang cukup tinggi serta akan menjadikan Bali sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

Hambatan dan Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance melalui Penerapan E-Government di Indonesia *

Partisipasi LSM..., Firsty Husbani, FISIP UI, 2009 Universitas Indonesia. Mundurnya Demokrasi di Indonesia. Demos.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dari Ide ke Perkumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB I PENDAHULUAN. paradigma Good Governance, dimana keterlibatan pihak-pihak selain pemerintah

I. PENDAHULUAN. suatu periode yang akan datang (Suraji, 2011: xiii). Pengertian anggaran

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PENEGAKAN HUKUM DAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK 1

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA Menuju Masyarakat Informasi Indonesia

konsil lsm indonesia

BAB I KEBIJAKAN KEPEGAWAIAN NEGARA SETELAH PEMERINTAHAN REFORMASI

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA,

SAMBUTAN KUNCI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN PADA PERTEMUAN BAKOHUMAS TINGKAT NASIONAL DAN ANUGERAH MEDIA HUMAS TAHUN 2013

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG : DAN DEMOKRATISASI POLITIK LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. ruang publik, sebagai Public Service atau pelayanan publik. Hal ini tujuan untuk

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

PERAN PROGRAM SRAWUNG PRAJA RRI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

KESIMPULAN DAN SARAN

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA. Oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan

Pengalaman Indonesia MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN PUBLIK TERHADAP PARLEMEN:

Indonesian Journal of Sociology and Education Policy

JAKARTA, 11 Juli 2007

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Transkripsi:

Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik ========================================================== Oleh : Syakwan Lubis ABSTRACT Since the Reform era Indonesian government tries to prepare a more democratic governance system. Participation which is implemented in the era of New Order differ from that of in the Reform era. Briefly, the essence of political reform required public involvement or participation in decision making of public policy. This pattern is often defined as public participation. Thhis article tries to describe some issues of public participation in development, especially decision making of public policy Kata kunci: Partisipasi, masyarakat, partisipasi masyarakat, kebijakan, kebijakan publik I. PENDAHULUAN Semenjak bergulirnya era Reformasi di Indonesia sampai saat ini, pemerintah Indonesia berupaya untuk berbenah dalam membentuk sistem politik yang demokratis. Pemerintah sebelumnya (Orde Baru) ternyata telah berhasil melembagakan kekuasaan otoriter sehingga rakyat hanya menjadi obyek pembangunan. Selama masa itu terlihat bahwa rakyat seringkali didorong untuk menjadi inspirator perubahan. Maka terjadilah perubahan yang mendasar dalam hal keterlibatan masyarakat dalam prosesproses sosial, ekonomi dan politik, dari kebijakan yang bertumpu pada top down menuju bottom up. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa esensi dari perubahan politik ke arah demokrasi yang terjadi pada masa itu menuntut keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan polapola seperti itu sering dirumuskan sebagai partisipasi masyarakat. Pada masa Pemerintah Orde Baru berkuasa di Indonesia, pengambilan kebijakan publik seringkali dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah secara teknokratis. Selain itu proses pembuatan kebijakan juga sering dilakukan semata-mata bersandar pada orang-orang ahli yang ada di pusat dengan kurang memperhitungkan aspirasi masyarakat di daerah, bahkan tidak melibatkan pemerintah lokal. Para pelaksana yang ada di daerah tinggal mengimplementasikan juklak-juklak yang disodorkan pusat. Hampir tidak pernah terjadi diskusi publik yang kemudian dijadikan sebagai masukan dalam kebijakan. Mobilasi sosial dengan kekuatan Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik 73

birokrasi seringkali mendominasi penetapan kebijakan. Akibatnya, masyarakat selalu menjadi tertekan dan tidak mampu menumbuhkan inisiatif lokal secara mandiri karena mereka telah menjadi the real silent majority. Namun, pada saat era reformasi bergulir, terjadilah ledakan partisipasi. Akan tetapi karena secara kultural dan institusional masyarakat kita belum memiliki pengalaman berdemokrasi maka ledakan partisipasi tersebut justru sering mendatangkan hal-hal yang bersifat negatif dan destruktif 1. Penuangan aspirasi masyarakat dalam bentuk unjuk rasa dengan maksud menentukan atau mengubah sebuah kebijakan publik tidak jarang berubah menjadi anarkisme dan tindak kekerasan. Tulisan ini akan mencoba membahas mengenai berbagai persoalan menyangkut partisipasi masyarakat dalam kebijakan pembangunan, terutama yang terkait dengan keterlibatan masyarakat dalam perumusan atau pembuatan kebijakan publik. II. PARTISIPASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK Partisipasi Masyarakat Sebenarnya konsep atau istilah partisipasi sudah sangat sering dan lama dikenal dalam berbagai literatur keilmuan. Namun sebagai konsep dan 1 Arief Budiman. 2001. Negara dan Masyarakat Madani dalam ST Sularso (ed), Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi. Jakarta: Kompas. praktek operasional ia baru mulai dibicarakan sejak tahun 1970-an, yaitu ketika beberapa lembaga internasional mempromosikan praktek partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ada beberapa bentuk atau jenis partisipasi, terutama bila dikaitkan dengan praksis pembangunan masyarakat yang demokratis, antara lain: 1) partisipasi politik dan 2) partisipasi sosial. Partisipasi Politik sering diartikan sebagai hubungan interaksi perseorangan atau organisasi, biasanya partai politik, dengan negara. Karena itu partisipasi politik seringkali dihubungkan dengan demokrasi politik, perwakilan, dan partisipasi tak langsung. Sedangkan Partisipasi Sosial sering diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam proyekproyek pembangunan. Model partisipasi ini seringkali dipergunakan selama rezim orde baru berkuasa. Dengan kata lain, partisipasi sosial seringkali diartikan sebagai terlibatnya masyarakat untuk ikut gotong royong dalam proyek pembangunan negara yang bersifat swadaya masyarakat, meskipun dalam praksisnya partisipasi selalu diartikan sebagai kewajiban masyarakat untuk membantu pemerintah dan bukan sebagai hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapat bantuan dari pemerintah. Sebenarnya, partisipasi sosial lebih tepat diartikan sebagai upaya terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan 74 DEMOKRASI Vol. VI No. 1 Th. 2007

lembaga pengatur dalam keadaan sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang dikesampingkan dalam fungsi pengawasan. Dalam pengertian ini, partisipasi ditempatkan di luar negara atau lembaga-lembaga formal pemerintahan. Karena sifatnya yang berada di luar lembaga negara atau lembaga formal pemerintahan, konsep ini dapat disebut sebagai partisipasi sosial. Selain itu, partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari penilaian kebutuhan, perencaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan evaluasi program. Partisipasi Masyarakat dalam Pengambilan Kebijakan Publik Salah satu persyaratan agar ada ketertiban sosial dalam proses pengambilan kebijakan publik dengan melibatkan peran serta kekuatan politik masyarakat adalah terjadinya penguatan masyarakat warga (civil society) 2. Dalam pengertian yang luas munculnya masyarakat warga ini ditandai dengan civility, yaitu ketertiban sosial yang terjadi bukan karena paksaan dari the power holder tetapi karena kebutuhan masyarakat luas. Penguatan masyarakat warga merupakan faktor yang mutlak dalam 2 Neera Chandaoke. 1995. Stateand Civil Society: Exploration in Political Theory. London: Sage. proses pengambilan kebijakan publik yang melibatkan segenap lapisan sosial. Ada dua pola yang dapat dilakukan dalam rangka menggalang partisipasi masyarakat untuk pembuatan kebijakan publik di era demokratisasi seperti yang sedang bergulir di tanah air akhir-akhir ini, yaitu partisispasi tidak langsung, seperti partisipasi melaui media massa (cetak dan elektronik), dan partisipasi langsung dengan menggunakan struktur-struktur mediasi. Meskipun harus diakui bahwa pola-pola partisipasi ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Di sisi lain Partisipasi dapat pula dibedakan menjadi partisipasi manipulasi (bersifat manipulatif) dan partisipasi konsultatif. Partisipasi dikatakan bersifat manipulatif karena pemerintah memberikan informasi yang keliru kepada publik. Namun Suhirman menyatakan bahwa para praktisi umumnya menerima konsep bahwa manipulasi pada dasarnya bukanlah partisipasi 3. Partisipasi bersifat konsultatif adalah partisipasi dimana pemerintah meminta saran dan kritik pada sebelum keputusan ditetapkan. Sayangnya konsultasi ini sering kali hanya bersifat formalitas atau untuk diperalat melegitimasi belaka. Karena pada kenyataannya saran dan kritik masyarakat tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 3 Suhirman. 2003. Partisipasi dalam Proses Pembuatan Kebijakan disampaikan pada Seminar yang diselenggarakan oleh USAID Jakarta 12 Agustus 2003 Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik 73

1) Partispasi Tidak Langsung Partisipasi melalui media massa termasuk bentuk partisipasi tidak langsung. Media komunikasi secara prinsip terbagi menjadi dua bentuk yaitu, media cetak (koran, majalah, tabloid, dan sebagainya) dan elektronik (radio, televisi, internet, dan sebagainya). Kedua bentuk media komunikasi tersebut sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi komunikasi yang secara terselubung memilki kepentingan ekspansif untuk memperluas wilayah-wilayah komunikasi, mengaitkan budaya-budaya, mengikat berbagai kepentingan dan space binding culture 4. Namun harus diakui bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah memperluas peran masyarakat dalam partisipasi pilitik. Proses-proses politik tidak lagi hanya sekadar melalui diskusi langsung yang terikat oleh dimensi ruang, tetapi juga tidak terikat oleh dimensi waktu. Di tanah air juga sering diselenggarakan diskusi publik melalui talk show di radio maupun televisi yang bersifat interaktif. Hal ini jelas ini merupakan sebuah proses politik yang dimediasi oleh teknologi komunikasi elektronik. Sistim politik demokrasi memperoleh dukungan dengan perkembangan teknologi komunikasi karena proses politik dapat dipindahkan dari ruang publik fisik ke 4 Ien Ang. 1994. In the Realm of Uncertainty: The Global Village and Capitalist Postmodernity, London, Polity Press. ruang publik cetak dan elektronik yang kemudian menghasilkan fenomena online politic. 5 Perluasan ruang publik akibat kemajuan teknologi komunikasi tersebut dapat dipandang sebagai salah satu cara untuk semakin mengefisienkan lembaga-lembaga politik guna mendukung demokrasi. Persoalan yang paling mendasar adalah akses ke media cetak dan elektronik yang tidak dimiliki secara seimbang oleh setiap warga masyarakat dapat mengakibatkan distorsi dalam pengambilan kebijakan publik. Ketidakseimbangan ini bersumber pada problem kemiskinan dan iliterasi sebagian warga yang bila tidak diatasi akan menjadi sumber masalah politik. Maka tidak ada cara lain selain mendistribusikan sarana-sarana pendukung teknologi komunikasi secara memadai agar semua lapisan masyarakat dapat mengaksesnya sehingga dapat terlibat dalam setiap pembuatan kebijakan publik. 2) Partisipasi Langsung. Partisipasi langsung didefinisikan sebagai partisipasi yang melibatkan banyak orang yang memanfaatkan ruang publik fisik untuk tujuan artikulasi kepentingan. Partisipasi langsung dapat berupa partisipasi yang menempati ruang publik fisik seperti 5 W. Lance Bennett & Robert M. Entman, Mediated Communicetion in the Future of Democracy, Cambridge: Cambridge University Press 76 DEMOKRASI Vol. VI No. 1 Th. 2007

gedung DPR, Balai Pertemuan, Lapangan terbuka, dan lain-lain. Salah satu contohnya adalah dengar pendapat yang dilakukan antar warga masyarakat dengan pihak eksekutif atau legislatif di gedung DPR dalam rangka mencapai kesepakatan atas suatu kebijakan tertentu. Di era reformasi partisipasi langsung frekuensinya cenderung meningkat karena orang, lapisan, atau kelompok sosial tidak lagi memiliki hambatan dalam mengekspresikan kepentingannya. Meskipun demikian partisipasi langsung ini tidak dapat berjalan spontan sebab biasanya dipengaruhi atau diorganisir oleh figur-figur yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi orang lain atau person-person yang memiliki kharisma yang besar. Kelemahannya adalah bahwa partisipasi langsung dapat terjadi manipulasi kepentingan pribadi, figur kharismatis atas kepentingan bersama yang mengatasnamakan publik. Partisipasi langsung yang melibatkan warga masyarakat di ruang publik selain untuk memberi masukan kepada eksekutif dan legislatif dalam mengambil kebijakan juga dapat digunakan untuk melakukan tekanantekanan politik terhadap kedua lembaga tersebut. Tekanan-tekanan itu dapat berupa permintaan sekelompok orang untuk merealisasikan kepentingan mereka, mengevaluasi kebijakan tertentu atau membatalkan undang-undang, dan lain-lain. Pada umumnya partisipasi langsung yang menggunakan pengerahan massa bertujuan untuk melakukan unjuk rasa diorganisir olerh organisasi sosial atau politik. Oleh karena itu tidak jarang terjadi bias-bias kepentingan organisasi tertentu atau politisasi kepentingan publik untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. Di era reformasi fenomena unjuk rasa dengan menggunakan kekuatan massa merupakan hal yang biasa. Persoalannya adalah kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan, kemiskinan yang parah dan institusi negara yang tidak kokok (korupsi yang menjamur) akan membuat distorsi dalam proses partisipasi publik secara langsung. Akhir-akhir ini telah terbukti bahwa demonstrasidemonstrasi yang dilakukan dengan melibatkan banyak orang jauh dari sikap volunter karena didanai oleh fihak-fihak yang mempunyai kepentingan. Fenomena politk uang ini merupakan konsekuensi dari lemahnya penegakan hukum dan akan sangat mengganggu dalam proses pendewasaan demokrasi 6. Oleh karena itu demokrasi harus diproteksi oleh kebijakan publik agar tidak mengarah pada anarkisme. Salah satunya adalah dengan cara perbaikan ekonomi, pemerataan dan keadilan. III. PENUTUP Pengambilan kebijakan publik yang demokratis tidak dapat melepaskan 6 George Sorensen. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang Berubah, Yogyakarta, CCSS & Pustaka Pelajar. Partisipasi Masyarakat dalam Kebijakan Publik 73

diri dari aspek partisipasi masyarakat. Namun karena masa kekuasaan Orde Baru yang otoriter selama lebih dari 30 tahun tidak mensosialisasikan keterlibatan masyarakat hingga akar rumput dalam proses pengambilan kebijakan publik, maka masyarakat Indonesia kurang memiliki kemampuan dalam menggalang partisipasi masyarakat secara riil. Sisa-sisa budaya mobilisasi politik masih terasa hingga saat ini meskipun era telah berubah menuju demokratisasi. Untuk mewujudkan kebijakan publik yang representatif maka partisipasi masyarakat secara aktif diperlukan mengingat prilaku eksekutif dan legislatif yang sering meninggalkan aspirasi rakyat ketika mereka sudah duduk di kursi empuk. Partisipasi rakyat secara aktif ini diperlukan disamping sebagai kekuatan kontrol terhadap jalannya kekuasaan juga sebagai sarana masukan dalam setiap pembuatan kebijakan publik, Untuk mengatasi ketimbangan akses partisipasi diperlukan sinergi dengan pola-pola partisipasi yang lain, yaitu partisipasi melalui strukturstruktur mediasi dan partisipasi rakyat secara langsung. Parsipasi dengan menggunakan struktur-struktur mediasi ini akan meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam proses penuangan aspirasi warga komunitas karena mereka merasa menghadapi secara bersama persoalan-persoalan konkrit di sekitarnya. Ini merupakan proses pengambilan kebijakan publik yang bersandar pada kenyataan politik keseharian. Sedangkan partisipasi langsung dengan pengerahan individuindividu juga dapat digunakan terutama untuk membuat tekanantekanan sosial kepada pemegang kekuasaan ketika proses-proses politik mengalami distorsi. DAFTAR KEPUSTAKAAN Arief Budiman. 2001. Negara dan Masyarakat Madani dalam ST Sularso (ed), Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi. Jakarta: Kompas. Neera Chandaoke. 1995. Stateand Civil Society: Exploration in Political Theory. London: Sage. Suhirman. 2003. Partisipasi dalam Proses Pembuatan Kebijakan disampaikan pada Seminar yang diselenggarakan oleh USAID Jakarta 12 Agustus 2003 Ien Ang. 1994. In the Realm of Uncertainty: The Global Village and Capitalist Postmodernity, London, Polity Press. W. Lance Bennett & Robert M. Entman, Mediated Communicetion in the Future of Democracy, Cambridge: Cambridge University Press George Sorensen. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia Yang Berubah, Yogyakarta, CCSS & Pustaka Pelajar, 78 DEMOKRASI Vol. VI No. 1 Th. 2007