LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2013

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

L A P O R A N K I N E R J A B B V E T W A T E S T. A

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

LAPORAN PERTEMUAN JEJARING LABORATORIOUM DAN PUSKESWAN

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2009

LAPORAN PEMBINAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS PUSKESWAN

1 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah 2015 Balai Veteriner Lampung

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 04/Permentan/OT.140/1/2013 TENTANG UNIT RESPON CEPAT PENYAKIT HEWAN MENULAR STRATEGIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

[Pick the date] [Laporan Kinerja Direktorat Kesehatan Hewan BAB I PENDAHULUAN

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 83/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

(Rp.) , ,04

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Lampiran 2. Rencana Kinerja Tahunan Balai Besar Veteriner Denpasar Tahun : 2010

KESIAPAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN HEWAN

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

LAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

KATA PENGANTAR. Bandar Lampung, Pebruari Panitia

LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

Tenet Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Bakteriologi (9 uji) ; Patologi (4 uji) ; Toksikologi (2 uji) ; Mikologi (3 uji) dan Parasitolo

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS VETERINER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KINERJA BALAI BESAR VETERINER DENPASAR KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

KEBIJAKAN PENGENDALIAN ZOONOSIS DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAN KEPEGAWAIAN DRAH KATA PENGANTAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 58 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini membahas mengenai implementasi pelayanan kesehatan

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

6. Puskeswan Sungayang

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 26 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PELAYANAN JASA MEDIK VETERINER

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 51/Kpts/OT.140/10/2006 TENTANG

BUPATI BADUNG NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG OTORITAS VETERINER KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

BAB l. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

KEBIJAKAN NASIONAL DAN STRATEGI PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT RABIES

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN,

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

PROFIL LABORATORIUM KESEHATAN HEWAN DAN PUSAT KESEHATAN HEWAN DINAS PERTANIAN KABUPATEN TORAJA UTARA

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENYAKIT ZOONOSIS BERDASARKAN PRIORITAS DEPARTEMEN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA SINGKAWANG PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

- 1 - BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN 2014 PENDAHULUAN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap sosial ekonomi, menyebabkan kematian hewan yang tinggi dan menimbulkan keresahan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No:4026/kpts/OT.140/4/2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS), 1 April 2013 di Indonesia terdapat 22 (dua puluh dua) penyakit hewan Menular strategis (Anthrax, Rabies, Salmonellosis, Brucellosis (Brcella Abortus), Avian Influenza, PRRS, Helminthiasis, Septicemia Epizooticae, Nipah Virus Enchephalitis, Infectious Bovine Rhinotracheitis, Bovine Tuberculosis, Leptospirosis, Brucellosis (Brucella Suis), Penyakit Jembrana, Surra, Paratuberculosis, Toxoplasmosis, Clasical Swine Fever (CSF), Swine Influenza Novel (H1N1), Campylobacriosis, Cysticercosis dan Q fever. Semua penyakit tersebut pernah terjadi selama tahun 2012-2014 di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Selain beberapa penyakit hewan endemik perlu juga diwaspadai beberapa penyakit hewan eksotik. Penyakit hewan eksotik adalah penyakit hewan yang belum pernah terjadi di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi khususnya dan Indonesia umumnya. Beberapa penyakit hewan eksotik yang harus diwaspadai antara lain PMK, Nipah, dan BSE. Balai Veteriner (BVET) Bukittinggi merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Balai Veteriner Bukittinggi merupakan laboratorium diagnostik penyakit hewan rujukan untuk propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau. Balai Veteriner (BVET) Bukitinggi menjalankan fungsi surveilans, penyidikan, pengujian dan diagnosa penyakit hewan yang didasarkan atas kaidah ilmiah dan fakta yang ada, tanpa terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Salah satu tugas pokok dan fungsi Balai Veteriner

Bukittinggi adalah melakukan penyidikan terhadap kejadian penyakit hewan di wilayah kerja regional II. Penyidikan penyakit hewan ini bertujuan utuk meneguhkan diagnosa, melaui pengambilan sampel dan pengamatan secara lagsung di lapangan serta pengujian di laboratorium. Diharapka dengan adanya kegiatan tersebut dapat menentukan penyebab penyakit hewan secara tepat sehingga dapat memberikan rekomendasi dalam rangka penanggulangan dan pemberantasan penyakit hewan yang sedang terjadi. Balai Veteriner Bukittinggi melalui sumber dana APBN tahun 2014 telah melakukan kegiatan pemberantasan penyakit hewan melalui kegiatan penyidikan terhadap penyakit hewan menular strategis dan eksotik di wilayah kerja. Selain itu untuk mendukung kegiatan National Veterinary Service (NVS) maka pada tahun ini dianggarkan kegiatan surveilans dan monitoring untuk mendukung program tersebut. Kegiatan dalam rangka mendukung NVS ini dilakukan di lima kabupaten/kota di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Kegiatan yang dilakukan yaitu peningkatan kemampuan petugas puskeswan dalam diagnosa laboratorium penyakit hewan sederhana. Terwujudnya usaha peternakan yang maju, kompetitif, mandiri dan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan akan menghasilkan produktifitas ternak yang sehat dan berkualitas. Hal tersebut akan tercapai dengan ditunjang pelayanan yang prima di bidang kesehatan hewan. Pelayanan kesehatan hewan yang profesional akan terlaksana apabila didasari prinsip nilai strategis dengan tindakan pengamatan, penyidikan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan serta penyuluhan. Untuk itu dibutuhkan media pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu adanya Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Kualitas pelayanan prima di Puskeswan sangat dipengaruhi oleh praktisi medik veteriner yang terampil, profesional dan handal dalam pelayanan kesehatan hewan. Wabah merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam populasi hewan yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi).

Pada tahun 2014 ada beberapa kasus yang terjadi di beberapa Kabupaten dalam wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi yang menyebabkan kematian hewan (itik) yang cukup banyak dan setelah di uji laboratorium hasilnya adalah Virus Avian Influenza clade 2.3.2, dan juga terjadi kematian sapi yang cukup banyak. Setelah ditelusuri dan diuji penyebab kematian sapi-sapi tersebut adalah karena adanya penyakit Jembrana, avian influenza dan ada juga karena beberapa penyakit lain. PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan baru dapat dilaksanakan apabila terdapat laporan kejadian wabah suatu penyakit hewan (menular maupun zoonosis) di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Namun kejadian wabah dapat diprediksi berdasarkan situasi wabah penyakit hewan pada tahun tahun sebelumnya serta prediksi waktu pergantian musim. Pada saat pergantian musim pada hewan dengan daya tahan tubuh menurun maka memungkinkan munculnya beberapa penyakit endemis. Balai Veteriner Bukittinggi melalui sumber dana APBN tahun 2015 akan melakukan kegiatan pemberantasan melalui kegiatan penyidikan terhadap penyakit hewan menular strategis dan eksotik di wilayah. Untuk mendukung kegiatan National Veterinary Service (NVS) maka pada tahun ini dianggarkan kegiatan untuk mendukung hal tersebut. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Melakukan investigasi wabah penyakit hewan yang terjadi di lapangan serta melakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium, untuk menentukan penyebab wabah penyakit hewan. 2. Menentukan penyebab wabah dan kematian ternak secara tepat dengan cara pengamatan di lapangan secara langsung, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium. 3. Merekomendasikan pengendalian wabah penyakit hewan yang sedang terjadi

HASIL YANG DIHARAPKAN 1) Terkendalinya wabah penyakit hewan sehingga akan mengefektifkan upaya penanggulangan dan pemberantasan. 2) Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan Kesehatan hewan melalui Perlindungan Hewan Terhadap penyakit hewan menular strategis dan eksotik 3) Tersedianya data kesehatan hewan yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh Dinas/instansi terkait. 4) Terciptanya rasa aman bagi masyarakat Para Peternak pada kesehatan ternak peliharaannya KOMPONEN KEGIATAN : Komponen kegiatan ini meliputi antara lain : Pengadaan bahan/kit pengujian penyakit hewan menular Pengadaan bahan dan alat aktif servis Pengadaan bahan dan peralatan pengujian parasitologi dan patologi Operasional petugas lapangan dalam rangka kegiatan investigasi wabah penyakit hewan Kegiatan Investigasi wabah penyakit hewan meliputi uang saku harian dan uang penginapan SUMBER PEMBIAYAAN Kegiatan ini menggunakan sumber dana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2015

III. HASIL KEGIATAN Selama tahun 2014 telah dilakukan kegiatan investigasi wabah penyakit hewan sebanyak 8 kali kegiatan. Pelaksanaan investigasi ini berdasarkan laporan Dinas Peternakan Propinsi, Kabupaten / Kota di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi. Lokasi kegiatan investigasi wabah penyakit hewan tahun 2014 terdapat pada tabe 1. Tabel 1. Kegiatan Investigasi Wabah Penyakit Hewan No Lokasi Tanggal Personil Keterangan 1 Batang Hari 25-27/6/2014 Drh. Rina Hartini Propinsi Jambi 2 Payakumbuh 30/6 2014 Drh. Ibenu Rahmadani, M.Si Avian Influenza Propinsi Sumatera Barat 3 Kab. Pelalawan 22-26/9 2014 Drh. Yuli Miswati, M.Si Jembrana Propinsi Riau 4 Indragiri Hulu 27-30/9 /14 Drh. Katamtama Anindita Propinsi Riau 5 Pekanbaru 3-6/11/14 Drh. Rudi Harso Nugroho, M.Biomed Propinsi Riau 6 Sarolangun 3-5/11/14 Drh. Rudi Harso Nugroho, M.Biomed Propinsi Jambi 7 50 Kota 11/11/2014 Drh. Cut Irzamiati Propinsi Sumatera Barat 8 Agam 21/11/14 Drh. Eliyus Putra Propinsi Sumatera Barat Dalam Pelaksanaan Investigasi di lapangan dilakukan pengamatan gejala klinis, jika terdapat hewan yang mati dilakukan bedah bangkai untuk mengetahui perubahan patologi anatomi, kemudian dilakukan pengambilan sampel untuk konfirmasi laboratorium. Dalam pelaksanaan investigasi ini satu tim terdiri dua atau tiga personil yang terdiri dari satu Dokter Hewan, satu Paramedik Veteriner dan satu sopir. Hasil Lengkap laporan per kegiatan Investigasi Wabah Penyakit Hewan tahun 2014 terdapat dalam lampiran. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Selama tahun 2014 Penyakit Jembrana mewabah di beberapa kabupaten/kota di Propinsi Riau dan ini merupakan kasus baru yang terjadi di Propinsi Riau.

2. Penyakit Non infeksius seperti defisiensi kalsium dan kasus keracunan terjadi di Kabupaten/Kota Propinsi Sumbar dan Jambi. 3. Penyakit Avian Influenza pada itik masih terjadi di Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Barat. SARAN 1. Perlu koordinasi yang lebih bagus dengan Dinas Peternakan Propinsi, Kabupaten dan Kota di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi untuk menginformasikan kejadian wabah penyakit hewan yang sedang terjadi. 2. Perlu diwaspadai penyakit hewan non infeksius. Penyusun Drh. HELMI NIP. 19760108 200801 1 009