3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6

dokumen-dokumen yang mirip
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

revisi/ perubahan prosedur-prosedur secara tidak syah yang prakteknya, pelanggaran-pelanggaran rutin jarang sekali dianggap

PENANGANAN PENUMPANG YANG AKAN DI DEPORTASI

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN [LN 1992/53, TLN 3481]

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi di segala bidang maka perindustrian di

KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 200 Tanggal 15 Februari 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan kerja yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan banyaknya korban

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan dan keselamatan kerja masih merupakan salah satu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG KEAMANAN DAN KESELAMATAN PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. itu keselamatan menjadi prioritas utama dalam operasi penerbangan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1986 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENGGUNAAN TANAH SERTA RUANG UDARA DI SEKITAR BANDAR UDARA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi kebanyakan orang di Indonesia maupun di dunia, bekerja adalah

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (P.K.P.S)

BAB I PENDAHULUAN. banyak orang yang melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lain

Tanggung Jawab Pengangkut di Beberapa Moda Transportasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Analisis Penyebab Kecelakaan Kerja Dengan Metode Human Factor Analysis and Classification System di perusahaan Fabrikator Pipa

Personel fasilitas keamanan penerbangan yang telah memiliki lisensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

BAB I PENDAHULUAN. Penerbangan merupakan sarana transportasi yang sudah dalam kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

URGENSI DAN PRINSIP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. regional, nasional maupun internasional, dilakukan oleh setiap perusahaan secara

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan di sektor industri dewasa ini berlangsung dengan cepat

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1976 (4/1976) Tanggal: 27 APRIL 1976 (JAKARTA)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia serta perubahan zaman dengan dilihat dari arus globalisasi di

PT. ADIWARNA ANUGERAH ABADI

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

BAB II. Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun. itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP yang

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

Tujuan Dari Sistem Manajemen K3

Budaya Keselamatan dalam dunia Transportasi Udara

No Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 369 Undang- Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Undang- Undang Nomor 22

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 01 TAHUN 2014 TENTANG PEMBINAAN POTENSI SAR BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. produk yang akan dihasilkan untuk memenuhi persaingan pasar. Dalam masalah

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan bahwa ketel uap adalah suatu

ETIKA PROFESI AIR TRAFFIC CONTROLLER (ATC) BEKERJA DI BANDARA DI SUSUN OLEH :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperhatikan manusia sebagai human center dari berbagai aspek. Kemajuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan prioritas tempat duduk. 1. prioritas pelayanan di terminal; menyediakan fasilitas untuk penyandang

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dari masa ke

BAB III LANDASAN TEORI

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sarana dan prasarana transportasi terus mengalami perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan. Sebagai layanan masyarakat,

K3 dan Lingkungan. Pertemuan ke-12

KETENTUAN HUKUM DALAM PENGGUNAAN DRONE DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

RINGKASAN INFORMASI PRODUK DAN/ATAU LAYANAN FAMILY IN CARE

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP URUSAN BENCANA, KECELAKAAN DAN KONDISI BAHAYA

TIN211 - Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi

REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN

URGENSI DAN PRINSIP K3 PERTEMUAN #2 TKT TAUFIQUR RACHMAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA INDUSTRI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

yang tidak menyediakan bahan pemadam api sesuai dengan

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG INDUSTRI PEMANFAAT TENAGA LISTRIK SUB BIDANG PENUNJANG

Tujuan Pembelajaran Taufiqur Rachman 1

2017, No Perubahan Ketiga atas Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 684); 4. Peratur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi dan globalisasi harus didukung dengan peralatan dan teknologi

1. Menyiapkan upaya penyelamatan

Angka kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2010 hingga Juli mencapai kasus.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

DAFTAR ISI Pendahuluan Halaman ii Daftar Isi iii 1. Maksud dan Tujuan 1 2. Latar Belakang 1 3. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Yang Berhubungan 2 4. Kesalahan Manusia 2 5. Definisi - definisi 4 6. Perilaku Yang Dapat Diterima Dan Tidak Dapat Diterima 6 7.Tanggapan dari Organisasi 6 8. Tanggung Jawab Karyawan Dan Kebijakan Pelaporan Keselamatan 7 m

PETUNJUK DAN TATA CARA BAGIAN 120 - CSEA 023 TENTANG PANDUAN TERHADAP SIKAP/PERILAKU YANG DAPAT DAN TIDAK DAPAT DITERIMA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PELAPORAN KESELAMATAN YANG EFEKTIF MAKSUD DAN TUJUAN. Petunjuk dan Tata Cara ini diterbitkan untuk memberikan panduan kepada penyedia jasa layanan dan para karyawan/pekerja mengenai pentingya mengidentifikasi perbedaan antara perilaku karyawan yang dapat dan tidak dapat diterima dengan maksud untuk mendukung sistem pelaporan keselamatan yang efektif. LATAR BELAKANG. Manual Manajemen Keselamatan ICAO (Doc 9859) mengidentifikasi bahwa pelaporan keselamatan adalah suatu aspek kunci dari suatu sistem manajemen keselamatan yang efektif. Pelaporan Keselamatan yang efektif membutuhkan pelaporan secara sukarela semua bahaya yang mungkin mereka ketahui, terjadi atau memiliki pengetahuan/pengalaman mengenai bahaya yang mungkin terjadi. Untuk mendukung semua ini, penyedia layanan harus menciptakan dan menjaga suatu lingkungan yang mendorong pelaporan: BP 3a-4 - Setiap individu profesi penerbangan yang mempunyai dampak/pengaruh terhadap keselamtan penerbangan mengerti arti yang jelas terhadap apa yang dianggap perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima. Pelaporan Keselamatan harus dipromosikan/disebarluaskan, dan tidak dihambat dengan cara apapun. Adalah penting untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk mendorong pelaporan dengan kebutuhan untuk mendapatkan konsekuensi/hasil yang sangat beratu terhadap perilaku yang dapat diterima. Suatu kebijakan pelaporan keselamatan yang efektif akan secara aktif mendorong pelaporan keslematan dan dengan menentukan garis batas antara perilaku yang dapat diterima dan perilaku yang tidak dapat dterima, memberikan perlindungan yang adil kepada para pelapor.

Bahaya didefinisikan sebagai suatu kejadian, kondisi atau keadaan yang dapat berakibat suatu kehilangan. Bahaya-bahaya dapat diklasifikan ke dalam satu atau dua kategori: - ancaman, yang berakibat terhadap situasi-situasi fisik; atau - kesalahan, yang melibatkan faktor-faktor manusia. Setiap kategori tersebut perlu disampaikan untuk mencapai suatu lingkungan yang selamat. Petunjuk dan Tata Cara ini akan difokuskan pada kesalahan dan pentingnya suatu kebijakan pelaporan keselamatan untuk mengidentifikasi perilaku yang bisa diterima dari perilaku yang tidak dapat diterima. 3. PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL YANG BERHUBUNGAN. Peraturan - peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (PKPS): a. Bagian 91 tentang Peraturan Umum Pengoperasian Pesawat Udara; b. Bagian 121 tentang Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara Yang Melakukan Penerbangan Dalam Negeri, Internasional dan Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal; c. Bagian 135 tentang Persyaratan-persyaratan Sertifikasi dan Operasi Bagi Perusahaan Angkutan Udara Niaga Untuk Penerbangan Komuter dan Charter; d. Bagian 145 tentang Organisasi Perusahaan Perawatan Pesawat Udara. 4. KESALAHAN MANUSIA Kesalahan Manusia adalah tindakan yang tidak disengaja - orang tidak memilih untuk berbuat suatu kesalahan - dan ini adalah kontributor paling besar dalam banyak kegagalan sistem dalam skala besar. Dr. James Reason (1990) membuat revolusi (perubahan besar) mengenai pengertian dari kontribusi kesalahan manusia dalam investigasi kecelakaan. Selanjutnya, Drs. Scott Shappell dan Doug Wiegmann mengembangkan suatu metode analisis sistematik - Sistem Analisis dan Klasifikasi Faktor-Faktor

Manusia (HFACS) - untuk menggali penyebab-penyebab kesalahan manusia menjadi empat tingkatan berbeda: Unsafe act (tindakan berbahaya), pra-kondisi sebelum terjadinya tindakan berbahaya, supervisi/pengawasan yang lemah, dan faktor-faktor organisasi. Pengaruh-pengaruh Organisasi termasuk: Iklim/keadaan organisasi: Atmosfir/pandangan dalam organisasi termasuk hal-hal sebagai kebijakan-kebijakan, struktur komando, dan budaya. Proses-proses operasional: Proses-proses formal termasuk operasi-operasi, prosedur-prosedur, dan pengawasan. Manajemen Sumber Daya: Menguraikan bagaimana sumber daya manusia, keuangan dan peralatan/fasilitas dikelola. Pra-kondisi untuk tindakan-tindakan berbahaya termasuk: Faktor-faktor lingkungan '. o Lingkungan Teknologi: Termasuk macam-macam permasalahan mencakup rancang bangun peralatan dan pengendalian, karakteristik penampilan/kesesuaian, bentuk/format daftar pemeriksaan, faktor-faktor tugas/pekerjaan dan otomatisasi. o Lingkungan Fisik : Termasuk keduanya yaitu setting operasional (seperti cuaca, ketinggian, perbukitan/hambatan) serta lingkungan ambien/iklim, seperti panas, getaran, penerangan, racun dan Iain-lain. Kondisi individu (karyawan) o Keadaan Mental yang buruk : kondisi-kondisi psikologis dan/atau mental yang akut yang mempengaruhi kinerja karyawan secara negatif, seperti kelelahan mental, perilaku membahayakan, dan motivasi yang salah/keliru.

o Keadaan Psikologis yang Buruk : kondisi-kondisi medis dan/atau psikologis yang akut yang mempengaruhi keselamatan operasi, seperti sakit, keracunan, dan berbagai ketidaknormalan penggunaan obat-obatan yang diketahui akan mempengaruhi kinerja. o Keterbatasan fisik/ mental : cacat fisik/mental permanen yang dapat berakibat buruk terhadap kinerja, seperti data penglihatan yang buruk, fisik yang lemah, kemampuan mental, pengetahuan umum serta berbagai penyakit mental kronis yang lain. Pengawasan keselamatan termasuk: Pengawasan yang tidak memadai: pengawasan dan manajemen personil serta sumber daya termasuk pelatihan, panduan profesi dan kepemimpinan operasional, diantara aspek-aspek lainnya. Operasi-operasi tidak memadai yang terencana: manajemen dan penugasan pekerjaan termasuk aspek-aspek manajemen resiko, pasangan awak pesawat, tempo operasional, dan Iain-lain. Kegagalan memperbaiki masalah-masalah yang sudah diketahui: banyak contoh-contoh dimana terjadi penyimpangan/kekurangan diantara individu, peralatan, pelatihan atau area-area terkait keselamatan lainnya yang diketahui oleh penyelia/supervisor, namun dibiarkan untuk berlanjut tanpa koreksi. Pelanggaran-pelanggaran fungsi pengawasan: kesengajaan untuk mengabaikan ketentuan-ketentuan, peraturanperaturan, perintah-perintah atau prosedur-prosedur standar operasi yang ada oleh manajemen selama mereka melaksanakan tugas. DEFINISI-DEFINISI Pelanggaran-pelanggaran rutin adalah pelanggaran-pelanggaran yang sudah menjadi cara normal/lazim dalam melakukan usaha/bisnis. Hal tersebut terjadi dalam rangka menyelesaikan pekerjaan bilamana kelompok kerja mengalami kesulitan