DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB I PENDAHULUAN. Rabies merupakan penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

Knowledge, attitude, and practice related to rabies incidence in Flores Timur, Sikka, Manggarai, and Ngada District, East Nusa Tenggara Province

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

Peran FAO sebagai Badan Internasional dalam Mendukung Program Pengendalian dan Pemberantasan Rabies di Indonesia (Bali dan Flores)

GAMBARAN RABIES DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

Hubungan Pengetahuan Masyarakat Pemelihara Anjing Tentang Bahaya Rabies Terhadap Partisipasi Pencegahan

SITUASI RABIES DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA TIMUR BERDASARKAN HASIL DIAGNOSA BALAI BESAR VETERINER MAROS

PENYAKIT RABIES DI KALIMANTAN TIMUR

SITUASI RABIES DAN UPAYA PENANGANAN DI KABUPATEN FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (NTT)

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

PARTISIPASI PEMILIK HPR TERHADAP PROGRAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES DI DESA ABIANSEMAL DAN DESA BONGKASA PERTIWI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. terkena virus rabies kepada manusia yang disebut dengan zoonosis. Penyakit rabies

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PEMASUKAN HEWAN PENULAR RABIES KE WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA,

ISSN situasi. diindonesia

GAMBARAN RABIES DAN UPAYA PENGENDALIAN DI KABUPATEN NGADA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) Staf Loka Litbang P2 B2 Waikabubak

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP PEMILIK ANJING DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ONGKAW KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PENYAKIT-PENYAKIT ZOONOSIS DI NUSA TENGGARA TIMUR

Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMELIHARAAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Umur Korban Gigitan Anjing Diduga Berpenyakit Rabies pada Manusia di Bali. (The Distribution of Ages on Victims of Rabies in Bali)

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPADATAN POPULASI ANJING SEBAGAI PENULAR RABIES DI DKI JAKARTA, BEKASI, DAN KARAWANG, Salma Maroef *) '4B STRACT

LAPORAN GAMBARAN DURATION OF IMMUNITY VAKSIN RABIVET 92. Pusat Veterinaria Farma ABSTRAK

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMELIHARAAN DAN LALU LINTAS HEWAN PENULAR RABIES DI KABUPATEN BADUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V HASIL PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGASAHAN... RIWAYAT HIDUP... ABSTRAK... v. KATA PENGANTAR. vii. DAFTAR ISI. ix. DAFTAR TABEL.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

Bambang Sumiarto1, Heru Susetya1

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Rabies yang dikenal juga dengan nama Lyssahydrophobia, rage, tollwut,

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menular pada manusia. Oleh karena itu, rabies dikategorikan sebagai penyakit

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit zoonosis di

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit ini tetap menjadi salah satu

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

Ekologi dan Demografi Anjing di Kecamatan Denpasar Timur

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT RABIES. Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran jiwa, terbanyak di daerah pedesaan Afrika

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : lo96/kpts/tn.120/10/1999

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Proses Penularan Penyakit

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

SITUASI PENYAKIT ANTRAKS DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Situation of Anthrax Disease in East Nusa Tenggara Province

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

PENGARUH PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENANGANAN ANJING PELIHARAANNYA TERaADAP TINGKAT KEBERaASILAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMBERANTASAN RABIES

PEMETAAN DAERAH PENYEBARAN KASUS RABIES DENGAN METODE GIS (Geographical Informasion System) DI KABUPATEN SIKKA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Modul Komunikasi Informasi dan Edukasi Zoonosis (Rabies) Kata Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan

Transkripsi:

DISTRIBUSI KASUS GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DAN KASUS RABIES DI KABUPATEN NGADA, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR The Distribution of Cases of Rabies-Transmitting Animal s (RTA) Bites and Cases of Rabies in Ngada District, East Nusa Tenggara Province Ira Indriaty P.B Sopi, Fridolina Mau 1 Loka P2B2 Waikabubak Jl. Basuki Rahmat Km. 5 Email: indriantibule@yahoo.co.id Diterima: 13 Agustus 2013; Direvisi: 26 Agusutus 2013; Disetujui: 2 September 2013 ABSTRACT Rabies is a zoonotic acute infection disease in central nerve system caused by family of Rhabdovirus and genus of Lyssavirus. The data about the spread of Rabies at Kabupaten Ngada showed there were 3 cases in 2000. This study aims to describe the distribution of cases of rabies-transmitting animal s (RTA) bites and cases of rabies in Kabupaten Ngada. This is a descriptive study using cross-sectional design. The data were collected from cases of RTA bites and cases of rabies from 2004 to October 2008. The data is a secondary data derived from Health Department of Kabupaten Ngada s report. The results showed that the highest rates of the cases of RTA bite per-community Health Centre (CHN), which was 79 cases, was found at Watumanu in 2007.The peak number of cases of RTA bite was found in 2004, 78 cases on Mei and 77 cases on June. Median cases per month on July were 26 cases. The most common pet which transmit rabies was dog. Persuasive and intensive health educations to vaccinate pets is strongly needed.high awareness about the importance of pet vaccination will support the success of rabies eradication program in Kabupaten Ngada. Keywords: Distribution, Bites Cases, Rabies-Transmitting Animal (RTA), Rabies Cases ABSTRAK Rabies adalah penyakit infeksi zoonotic akut padasystem saraf pusat yang disebabkan oleh family Rhabdovirus dan genus Lyssavirus. Data tentang penyebaran rabies di Kabupaten Ngada menunjukkan bahwa ada 3 kasus rabies pada tahun 2000. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan distribusi kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) dan kasus rabies di Kabupaten Ngada. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan desain cross-sectional. Data dikumpulkan dari kasus gigitan HPR dan kasus rabies tahun 2004 sampai Oktober 2008. Data tersebut merupakan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus gigitan HPR tertinggi per puskesmas adalah di Puskesmas Watumanu pada tahun 2007, yaitu 79 kasus. Puncak terjadinya kasus gigitan HPR adalah pada tahun 2004, yaitu 78 kasus di bulan Mei, dan 77 kasus di bulan Juni. Median kasus per bulan pada bulan Juli, yaitu 26 kasus. Hewan peliharaan masyarakat yang paling sering menularkan rabies adalah anjing. Pendekatan persuasive dan intensif melalui pendidikan kesehatan untuk mengajak masyarakat memvaksinasi hewan peliharaan sangat dibutuhkan. Hal ini karena, kesadaran masyarakat tentang pentingnya vaksinasi hewan peliharaan, akan mendukung keberhasilan program pemberantasan rabies di Kabupaten Ngada. Kata kunci: Distribusi, Kasus Gigitan, Hewan Penular Rabies (HPR), Kasus Rabies PENDAHULUAN Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit menular yang akut, menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh virus dari famili rhabdovirus dan genus Lyssavirus (Soeharsono, 2002). Virus ini akan ditularkan ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui luka gigitan. Hewan karnivora adalah hewan yang paling utama sebagai penyebar rabies (Sinta, 2011). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular tertua yang dikenal manusia, bersifat fatal bagi penderitanya, yang disebabkan oleh virus neurotropik dengan sasaran akhirnya

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 3,September 2013 : 206 212 pusat susunan syarat, otak dan sumsum tulang belakang, dari hewan berdarah panas dan manusia. Karena itu rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia, melalui gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) (Subronto, 2010). Pada hewan dan manusia, rabies dapat dicegah dengan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR). Hewan yang sudah divaksinasi memiliki kekebalan dan tidak mudah tertular virus rabies (Soeharsono, 2002). Kasus rabies diperkirakan sekitar 35.000 kasus di seluruh dunia (Faisal, 2004). Di Indonesia rabies masih menjadi masalah kesehatan di 22 provinsi (Windiyaningsih, 2004). Jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada manusia oleh HPR tiga tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 ( 57%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (Serum Anti Rabies). Kasus rabies rata-rata per tahun 59 pada manusia, 2.244 spesimen hewan yang diperiksa, 1.327 (59 %) menunjukan positif rabies (Depkes RI, 2005). Pulau Flores yang merupakan salah satu gugusan pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi daerah endemis sejak ditemukannya kasus rabies pertama kali pada tahun 1997. Daerah pantai merupakan lokasi yang paling rentan tertular rabies dari daerah lain karena banyaknya pelabuhan tradisional yang tidak dapat diawasi keluar masuknya HPR dari daerah yang endemis rabies. Wabah rabies muncul di Kabupaten Flores Timur-NTT pertama kali pada akhir tahun 1997 sebagai akibat pemasukan secara ilegal anjing dari Pulau Buton, Sulawesi Tenggara yang merupakan daerah endemik rabies (Andi, 2007). Bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat memiliki dampak buruk yang selalu diakhiri dengan kematian. Maka program pemberantasan yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan kesepakatan Nasional melalui kerja sama kegiatan 3 (tiga) Depertemen yaitu Depertemen Pertanian (Ditjen Peternakan), Departeman Dalam Negeri dan Depertemen Kesehatan (Ditjen PPM & PLP). Penanganan kasus gigitan HPR pada manusia dan pemberantasan rabies pada manusia menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan, sedangkan penanganan HPR dan pemberantasan rabies pada hewan menjadi tanggung jawab Dinas Pertanian dan Peternakan (Depkes RI, 2000). Di Kabupaten Ngada terjadi kasus rabies sejak tahun 2000 ditemukan 3 kasus rabies (Akoso, 2007). Kasus gigitan HPR di daerah tersebut terjadi sepanjang tahun dan tidak mengenal musim. Mengingat akan bahaya rabies terhadap kelangsungan hidup manusia, daerah tersebut harus mewaspadai kasus yang terjadi baik kasus gigitan HPR maupun kasus rabies pada manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi kasus gigitan HPR dan kasus rabies di Kabupaten Ngada. Oleh karena itu perlu mengetahui data kasus gigitan HPR dan data kasus rabies pada manusia. Hasil yang diperoleh dapat memberikan gambaran mengenai distribusi kasus gigitan HPR dan rabies serta dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut di daerah tersebut. BAHAN DAN CARA Tulisan ini merupakan bagian dari penelitian Survei Data Dasar Kasus Rabies di Pulau Flores Propinsi NTT Tahun 2008. Pengambilan data dilaksanakan di 8 (delapan) Kabupaten mulai akhir Bulan Oktober s/d Desember 2008 yaitu di Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Sikka, Ende, Flores Timur dan Kabupaten Nagekeo. Pada tulisan ini hanya memuat gambaran distribusi kasus rabies di Kabupaten Ngada, oleh karena kabupaten tersebut memiliki kasus kematian tertinggi akibat rabies urutan ketiga setelah Kabupaten Manggarai dan Flores Timur selama 5 (lima) tahun (2004 s/d 2008). Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Data yang dikumpulkan berupa data kasus gigitan HPR dan kasus rabies kurun waktu lima tahun terakhir (2004 s/d bulan Oktober 2008). Pelaksanaan pengambilan data tersebut pada awal bulan November 2008 sehingga data yang diperoleh sampai pada bulan Oktober 2008. Dalam analisis data yang digunakan adalah data sekunder

diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, cara pengumpulan data telaah dokumen terhadap data kasus gigitan HPR dan kasus rabies. Data diolah dan dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan jumlah kasus gigitan HPR dan kasus rabies dari tahun ke tahun, disajikan dalam bentuk narasi dan gambar. HASIL Kondisi Geografis Kabupaten Ngada terletak di Pulau Flores bagian barat NTT tepatnya di koordinat 8 0 Lintang Selatan dan 120.45 0-121,5 0 Bujur Timur dengan luas wilayah 3.037,88 KM 2. Wilayah Kabupaten Ngada dibatasi oleh sebelah utara laut Flores, sebelah selatan dibatasi Laut Sawu, sebelah timur dibatasi Kabupaten Nagekeo dan sebelah barat dibatasi Kabupaten Manggarai Timur. Kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Gambar 1 menunjukkan kasus gigitan HPR per puskesmas di Kabupaten Ngada tahun 2004 s/d Oktober 2008 menunjukkan bahwa kasus tertinggi di Puskesmas Watumanu tahun 2007 sebanyak 79 kasus, selanjutnya pada tahun 2008 mengalami penurunan sebanyak 7 kasus. Puskesmas yang memiliki kasus gigitan HPR terendah sebanyak 5 kasus berdasarkan laporan tahun 2007 dan 2008 secara berurutan adalah Puskesmas Koeloda dan Maronggela, walaupun dilaporkan di Puskesmas Koeloda terdapat 72 kasus pada tahun 2004 dan selama 4 tahun (2004-2007) di Puskesmas Maronggela tidak ada atau belum ada laporan kasus gigitan HPR, selain Puskesmas Maronggela berturut-turut yaitu di Puskesmas Riung, Watumanu, Riung Barat, Koeloda dan Kota. Gambar 1. Kasus gigitan HPR per Puskesmas di Kabupaten Ngada tahun 2004 s/d Oktober 2008 Berdasarkan Gambar 2 di bawah ini, terlihat kasus gigitan HPR per bulan di Kabupaten Ngada selama tahun 2004 s/d Oktober 2008 tiap bulan dalam setahun selalu terdapat kasus gigitan, puncak kasus tiap-tiap tahun berbeda. Puncak kasus pada tahun 2004 yaitu bulan Mei dan Juni masingmasing sebanyak 78 dan 77 kasus, sedangkan kasus terendah tahun 2004 dan 2007 pada bulan Oktober sebanyak 1 kasus. Gambar 3 menunjukkan median kasus gigitan HPR per bulan dengan puncak kasus terjadi pada Bulan Juli sebesar 26 kasus.

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 3,September 2013 : 206 212 90 80 70 60 Kasus 50 40 30 20 10 Bulan 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des 2004 9 18 22 22 78 77 28 9 2 1 3 5 2005 28 28 15 8 9 25 26 5 20 29 11 63 2006 27 23 21 34 3 2 3 2 4 0 4 6 2007 14 24 14 16 10 17 33 15 23 1 8 13 2008 16 12 3 4 6 2 2 8 5 8 Gambar 2. Kasus gigitan HPR per bulan di Kabupaten Ngada tahun 2004 s/d Oktober 2008 30 25 20 Kasus 15 10 5 0 Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Median 16 23 15 16 9 21 26 8 5 4,5 6 9,5 Gambar 3. Median kasus gigitan HPR per bulan di Kabupaten Ngada tahun 2004 s/d Oktober 2008 Kasus Rabies Pada Manusia Pada gambar 4 berikut ini menunjukkan kasus rabies pada manusia di Kabupaten Ngada tertinggi pada tahun 2005 sebanyak 5 kasus, selanjutnya mengalami penurunan tahun 2006 s/d 2007 masingmasing terdapat 1 kasus sedangkan tahun 2008 tidak ditemukan kasus meninggal akibat rabies. Total kematian pada manusia karena rabies di kabupaten tersebut sebanyak 10 kasus. Kabupaten Ngada merupakan kabupaten urutan ketiga dengan kasus kematian tertinggi setelah Kabupaten Manggarai sebanyak 14 kasus dan Flores Timur sebanyak 12 kasus.

Gambar 4. Kasus Rabies Pada Manusia di Kabupaten Ngada tahun 2004 s/d Oktober 2008 PEMBAHASAN Daerah yang selama ini terbebas rabies di Indonesia salah satunya adalah Propinsi NTT, merupakan daerah yang secara tradisional tidak pernah ditemukan penyakit rabies kecuali Pulau Flores. Berdasarkan pembagian status daerah rabies, Kabupaten Ngada yang letaknya di Pulau Flores termasuk dalam daerah tertular rabies, hal ini dikarenakan dalam 5 (lima) tahun terakhir dari 2004 s/d Oktober 2008 di Kabupaten tersebut terdapat kasus pada hewan dan manusia secara klinis epidemiologis dan dikonfirmasi secara laboratoris. Khusus untuk manusia kasusnya berasal dari daerah tersebut bukan kasus import atau kasus dari daerah lain. Rabies dapat menyerang hewan dan manusia, namun pokok masalah penularan dan penyebarannya terletak pada hewannya terutama jenis hewan yang berperilaku suka menggigit. Kasus penularan rabies pada dasarnya hampir semua terjadi melalui luka gigitan. Namun demikian, penularan rabies dapat pula terjadi melalui air liur hewan yang terserang rabies masuk melalui luka oleh berbagai sebab, misalnya melalui jilatan atau sewaktu memeriksa mulut anjing yang mengidap rabies (Akoso, 2007). Pada gambar 1 tampak bahwa kasus gigitan HPR di Kabupaten Ngada per kecamatan selama kurun waktu 5 tahun memiliki jumlah kasus yang bervariasi. Kecamatan dengan kasus tertinggi gigitan di Kecamatan Watumanu tahun 2007 sebanyak 79 kasus gigitan, sedangkan pada tahun 2008 di Kecamatan tersebut hanya 7 kasus. Walaupun masih terdapat puskesmas yang tidak ada atau belum ada laporan kasus (gambar 1). Kasus yang dilaporkan kemungkinan diperkirakan jauh berada di bawah angka kejadian sebenarnya, hal ini disebabkan karena masih awamnya masyarakat terhadap pentingnya memberikan vaksinasi pada hewan (Fridolina dkk, 2008). Puncak kasus gigitan HPR perbulan di Kabupaten Ngada terjadi pada bulan Mei dan Juni tahun 2004 (gambar 2), dengan median kasus terjadi pada bulan Juli (gambar 3). Hal ini kemungkinan disebabkan pada bulan tersebut terjadi musim kawin anjing. Walaupun rabies bisa terjadi disetiap musim atau iklim, dan kepekaan terhadap rabies kelihatannya tidak berkaitan dengan usia, seks atau ras. Perubahan iklim dan cuaca di suatu daerah tidak banyak berpengaruh terhadap kejadian dan distribusi rabies. Namun demikian, ada korelasi peningkatan kasus rabies dengan keadaan sewaktu terjadi musim kawin pada anjing. Menurut (Akoso,2007) kecenderungan anjing rabies yang berkelana tanpa tujuan karena hilangnya daya ingatan dapat memicu semakin luasnya penularan penyakit sewaktu hewan memasuki daerah asing. Masa inkubasi rabies pada anjing 10-15 hari, dan pada hewan lain 3-6 minggu. Masa inkubasi kadang berlangsung sangat panjang 1-2 tahun. Gejala yang ditimbulkan pada semua hewan hampir sama, termasuk kucing dengan bentuk ganas dan tenang. (Subronto, 2010). Masa inkubasi pada orang yang digigit anjing rabies sangat bervariasi mulai dari hanya beberapa hari sampai sangat

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 12 No 3,September 2013 : 206 212 lama. Masa inkubasi rata-rata antara 3-8 minggu, tergantung pada potensi daerah luka gigitan. Gigitan yang terjadi di dekat kepala berarti lebih dekat ke otak karena melibatkan daerah yang memiliki banyak jaringan saraf, maka memiliki kecendrungan masa inkubasi pendek (Akoso, 2007). Terjadinya infeksi sangat tergantung pada masuknya virus rabies yang berada di dalam air liur penderita ke dalam tubuh melalui luka gigitan, cakaran, goresan atau melalui permukaan kulit yang utuh. Rabies pada manusia biasanya terjadi setelah kontak dengan hewan. Diagnosa kasus positif rabies di Kabupaten Ngada dibuktikan dengan pemeriksaan darah dan dikirim ke laboratorium Balai Penelitian Veteriner Maros Makasar dan Bogor, namun ada juga yang hanya mengandalkan gejala klinis. Pada manusia gejala klinis berupa keluhan demam, mengigil, lemah, letih, lesu, sakit kepala, sakit otot, cemas, depresi dan mudah tersinggung (Windiyaningsih, 2004). Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang serius karena manusia yang menderita rabies selalu menyebabkan kematian setelah timbul gejala klinis dengan tingkat kematian sampai 100% (Direktorat Kesehatan Hewan, 2007). Pada gambar 4 terlihat kasus rabies pada manusia yang menyebabkan kematian di daerah tersebut tertinggi pada tahun 2005 sebanyak 5 kasus walaupun pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan, namun bila dilihat dari total kasus meninggal selama 2004 s/d Oktober 2008 sebanyak 10 kasus. Kasus meninggal di Kabupaten Ngada kemungkinan disebabkan oleh masa inkubasi rabies pada manusia yang pendek setelah mendapatkan gigitan dari hewan yang terinfeksi virus rabies. Selain itu menurut (Akoso, 2007) kematian pada manusia karena rabies sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama berkaitan dengan fasilitas tempat memperoleh pengobatan dan pemahaman masyarakat tentang perlunya pengobatan pasca gigitan HPR. Populasi anjing yang tinggi merupakan media efektif sebagai penyebar rabies. Di indonesia anjing mempunyai potensi menularkan virus rabies pada hewan lain dan juga manusia dibandingkan dengan kucing dan kera karena mempunyai kebiasaan menggigit dan hidupnya sangat dekat dengan manusia (Dinas Peternakan Propinsi NTT, 2007). Pada umumnya HPR yang menularkan rabies di Kabupaten Ngada adalah anjing, karena merupakan hewan kesayangan atau hewan pekerja yang dipelihara untuk berbagai kepentingan misalnya sebagai penjaga rumah agar terhindar dari tindak kejahatan, penjaga kebun atau lahan dari serangan babi hutan dan digunakan untuk berburu. Dalam upaya menurunkan penyebaran rabies di Kabupaten Ngada tentunya diperlukan peningkatan upaya pemerintah daerah bersama masyarakat. Tidak ada penyakit yang dapat hilang tanpa ada koordinasi yang baik melalui usahausaha preventif dan kuratif. Kebijakan memberantas rabies dilaksanakan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa liar (Direktorat Kesehatan Hewan, 2007). Selain itu perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengendalikan masalah rabies di wilayah tersebut antara lain vaksinasi massal, eliminasi populasi satwa liar, pengamatan hewan yang diduga tersangka rabies, observasi hewan yang diduga penderita rabies dan mengirimkan spesimen ke laboratorium apabila hewan bersangkutan mati atau telah dibunuh, melakukan pengobatan dan perawatan terhadap orang yang digigit hewan tersangka penderita rabies. (Direktorat Kesehatan Hewan, 2004). Penyuluhan kepada masyarakat mengenai beberapa hal yang harus dilakukan untuk menghindari rabies yaitu menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya, menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik, melaksanakan vaksinasi rabies secara teratur setiap tahun serta menghindari kontak dengan hewan liar yang tidak jelas asal usulnya (Sinta, 2011). KESIMPULAN DAN SARAN Distribusi kasus gigitan HPR per puskesmas tertinggi di puskesmas Watumanu tahun 2007 sebanyak 79 kasus. Kasus gigitan perbulan puncak kasus tahun 2004 di bulan Mei dan Juni masing-masing 78 kasus dan 77, sedangkan median kasus gigitan terjadi Bulan Juli sebesar 26 kasus. Kasus rabies

pada manusia di daerah tersebut tertinggi pada tahun 2005 sebanyak 5 kasus, dengan total kasus meninggal sebanyak 10 kasus Kemungkinan kasus yang dilaporkan tersebut diperkirakan masih kurang dari kejadian sebenarnya, oleh karena itu perlu sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya pelaporan kasus gigitan HPR pada sarana kesehatan setempat, perlu penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan dapat dijangkau oleh masyarakat sebagai tempat untuk memperoleh pengobatan dan vaksin anti rabies maupun serum. HPR pada umumnya yang menularkan rabies di Kabupaten Ngada adalah anjing selain kucing dan kera. Agar program pengendalian dan pemberantasan HPR ini dapat berhasil, diharapkan Pemerintah Kabupaten terus meningkatkan pengawasan lalu lintas HPR, perlunya melakukan pendekatan khusus kepada masyarakat seintensif mungkin melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan terutama agar masyarakat di daerah tersebut bersedia melakukan vaksinasi pada hewan peliharaannya terutama anjing. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pembina penelitian dari Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada, yang telah mendukung dan memfasilitasi dalam pelaksanaan penelitian di wilayah tersebut. DAFTAR PUSTAKA Andi (2007) Rabies di Indonesia, http//:www.vetindo.com/artikel-member/hari-rabiessedunia-08-september-2007.>[accessed 12 Januari 2013) Budi Akoso (2007) Pencegahan dan Pengendalian Rabies (Penyakit Menular Pada Hewan dan Manusia), Penerbit Kanisius. Jakarta. Depertemen Kesehatan RI (2000) Petunjuk Pelaksanaan dan Penata Laksana kasus gigitan Hewan Tersangka Rabies di Indonesia. Jakarta. Depertemen Kesehatan RI (2005) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur (2007). Penyakit Rabies Pedoman Teknis Bagi Petugas Kesehatan Hewan. Kupang. Direktorat Kesehatan Hewan (2004) Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular. Jakarta. Direktorat Kesehatan Hewan (2007) Kiat Vetindo Rabies Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Rabies, Jakarta. Faisal (2004) Macam-Macam Penyakit Menular dan Pencegahannya. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Fridolina dkk (2008) Survei Data Dasar Kasus rabies di Pulau Flores Propinsi Nusa Tenggara Timur Tahap I. Loka Penelitian dan pengembangan P2B2 Waikabubak. Laporan. Sumba Barat. Sinta S.N, (2011) Ensiklopedi Penyakit Menular dan Infeksi. Sendangadi. Yogyakarta. Soeharsono (2002) Zoonosis Penyakit Menular Dari Hewan Ke Manusia, Penerbit Kanisius. Jogjakarta. Subronto (2010) Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba Pada Anjing dan Kucing. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Windiyaningsih (2004) Rabies Menjadi Ancaman Di Indonesia Dan Asia 2004, Warta PBB edisi Juli. Jakarta.