B A B PENDAHULUAN. seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema,

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBAHASAN. seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Implantasi benda asing

METODA PENELITIAN. post test only control group design. Kelompok penelitian dibagi menjadi 3 yaitu

BAB 4 METODA PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

Penelitian Eksperimental Pada Tikus Wistar. Experimental Study in a Rat Model

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. intra abdominal melalui suatu defek bawaan atau yang didapat. Bila organ intra

HALAMAN JUDUL. (Ada di halaman pertama Isi Tesis )

MUHAMMAD PRABU ARYANDA J

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan adhesi (Fang, 2010; Binda,2006; Binda,2009) laparotomi berkisar antara 67% hingga 93%. Adhesi peritonium merupakan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : AHMAD AFIF J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum RS PKU Muhammadiyah Bantul. C yang telah menggunakan Surgical Safety Checklist versi WHO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Adhesi intraperitoneum paska laparotomi merupakan masalah bagi dokter

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan, infertilitas dan nyeri perut. Pengetahuan tentang

PERBEDAAN TERAPI IMAJINASI TERPIMPIN DENGAN MENDENGARKAN MUSIK KERONCONG TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN POST

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

Faktor Risiko Kejadian Infeksi Daerah Operasi pada Bedah Digestif di Rumah Sakit Swasta

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan radang atau degenerasi pada jaringan yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.K DENGAN POST OPERASI HERNIOTOMI DI RUANG ANGGREK RS PANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

BAB I PENDAHULUAN. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat sensitif terhadap sentuhan dan cenderung mengalami robekan. BAK dan aktivitas seksual ibu pasca melahirkan.

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

Pengaruh Faktor Risiko Infeksi Daerah Operasi (IDO) terhadap Kejadian Infeksi Daerah Operasi (IDO) pada Bedah Digestive di sebuah Rumah Sakit Swasta

BAB I PENDAHULUAN. angka yang pasti, juga ikut serta dalam mengkontribusi jumlah kejadian infeksi. tambahan untuk perawatan dan pengobatan pasien.

I. PENDAHULUAN. Luka bakar derajat II (partial thickness) merupakan kerusakan pada kulit yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kesakitandan angka kematian terutama pada negara

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Keselamatan Pasien/ Patient Safety. a. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenainya. Terdapat tipe - tipe dari luka, diantaranya luka insisi, memar,

PENGARUH PEMBERIAN ECHINACEA DAN MINYAK IKAN TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL MENCIT BALB/C YANG DIINFEKSI LISTERIA MONOCYTOGENES

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan panas, api, bahan kimia, listrik, atau radiasi. 1. mortalitas yang tinggi, terutama pada usia dibawah 40 tahun.

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN IODIN 10%, IODIN 70 %, IODIN 80%, DAN NaCl DALAM PERCEPATAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PUNGGUNG TIKUS JANTAN Sprague Dawley

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maupun medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002).

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

induced astigmatism yang rendah. Sayangnya dalam beberapa kondisi teknik operasi fakoemulsifikasi tidak bisa dilakukan, misalnya pada daerah dengan

GAMBARAN PELAKSANAAN PERAWATAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) DAN KEJADIAN INFEKSI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK PENDERITA HERNIA INGUINALIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU TAHUN 2012 Indri Mayasari Sesa 1, Asri Ahram Efendi 2

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia 1.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat berubahnya energi listrik menjadi panas. 1 Kerusakan yang timbul

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkembang. Laser-Assisted insitu Keratomileusis (LASIK) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

RENCANA PEMBELAJARAN MAHASISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Distribusi antara waktu Debridemen dan Insiden Terjadinya Infeksi pada Pasien Patah Tulang Panjang Terbuka

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

I. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542)

BAB I PENDAHULUAN. 50% dari jumlah korban sengatan listrik akan mengalami kematian. 1 Banyaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka kesakitan (morbidity) Usia Lanjut. Frailty. dalam managemen pasien geriatri. Frailty merupakan suatu

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN POST OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS DI RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. sepsis terbanyak setelah infeksi saluran nafas (Mangatas, 2004). Sedangkan

tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

Transkripsi:

B A B I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Repair hernia pada operasi bersih terkontaminasi atau terkontaminasi, seperti hernia inkarserata, masih merupakan perdebatan. Jaringan yang edema, terinflamasi dan rapuh akan didapati pada lapangan operasi, yang dapat berakibat pada angka rekurensi yang tinggi. 1-3 Angka rekurensi yang tinggi pada tehnik repair hernia inguinalis dengan menggunakan fascia atau penjahitan yang tension menjadi dasar penemuan tehnik tension-free, yang dapat dicapai dengan menggunakan mesh (tehnik Lichtenstein) atau nylon darn. 4-7 Tehnik Lichtenstein merupakan tehnik repair hernia terbuka yang terkenal namun di negara-negara berkembang, seperti Indonesia 8, masih sulit diterapkan, antara lain karena harga mesh yang masih mahal. 7 Implantasi benda asing yang cukup banyak, yang dapat meningkatkan angka infeksi luka operasi, dilakukan pada tehnik ini. 1 Penggunaan antibiotika pada operasi bersih repair hernia Lichtenstein dilaporkan menurunkan angka infeksi pasca operasi hampir sebesar 50%. 9,10 Ada beberapa macam mesh, berdasarkan benang yang digunakan, yaitu monofilamen dan multifilamen; dan berdasarkan ukuran pori yaitu dan mikropori. 11-14 Mesh yang mikropori dapat menjadi tempat persembunyian bakteri, sedangkan makrofag dan leukosit PMN tidak dapat masuk ke dalam 1

mesh, sehingga lebih meningkatkan resiko infeksi. 11,12 Mesh multifilamen mempunyai permukaan yang lebih luas daripada mesh monofilamen, dan mempunyai celah yang kecil di antara jalinan filamen-filamen yang membentuk pori sehingga dapat menjadi tempat persembunyian bakteri. 11,12 Penggunaan mesh monofilamen lebih dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi luka operasi. 11,13,14 Tehnik nylon darn, yang menggunakan benang monofilamen nilon, merupakan cara yang murah dan efektif untuk repair hernia namun belum banyak dipakai. Nylon darn repair, dengan jumlah benda asing lebih sedikit daripada mesh dan hasil akhir anyaman yang, bisa merupakan sebuah alternatif untuk repair hernia yang tension-free pada operasi bersih terkontaminasi atau terkontaminasi. 7,20-22 Angka rekurensi repair hernia dengan menggunakan tehnik nylon darn dilaporkan sebesar 0.8 persen, ekuivalen dengan penggunaan mesh, 20,21 namun belum dilaporkan dalam hal angka komplikasi infeksi dan penggunaannya pada operasi bersih terkontaminasi. Penelitian-penelitian terdahulu, pada operasi bersih terkontaminasi, menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal derajat infeksi dan jumlah hitung kuman antara penggunaan mesh monofilamen dibandingkan dengan pure tissue repair yang menggunakan penjahitan fascia yang tension, 15,16 sedangkan pada penggunaan mesh multifilamen dibandingkan dengan pure tissue repair didapatkan jumlah hitung kuman yang lebih banyak secara bermakna meskipun tidak ada perbedaan dalam hal derajat infeksi. 15 2

Tidak adanya perbedaan derajat infeksi yang bermakna meskipun didapatkan perbedaan jumlah hitung kuman pada kelompok mesh multifilamen dibandingkan pure tissue repair mungkin disebabkan karena secara klinis infeksi luka operasi akibat implan benda asing dapat timbul setelah jangka waktu yang lama, dimana pada manusia secara klinis bisa muncul dalam waktu satu tahun setelah tindakan operasi, 17-19 sehingga pada penelitian eksperimental ini diteliti jumlah hitung kuman, derajat infeksi secara klinis, serta hubungan (korelasi) antara keduanya. Penelitian ini menggunakan hewan coba oleh karena resiko infeksi pada penerapan metoda nylon darn repair dalam operasi bersih terkontaminasi belum dilaporkan dalam kepustakaan. Kami memilih tikus wistar sebagai hewan coba karena ukurannya cukup besar untuk diimplantasi mesh dan pemeliharaannya relatif mudah serta murah. 1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang seperti yang disebutkan di atas, maka kami mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar antara penggunaan nylon darn dengan mesh monofilamen? 2. Apakah ada perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar antara penggunaan nylon darn dengan mesh multifilamen? 3

3. Apakah ada perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar antara penggunaan mesh monofilamen dengan mesh multifilamen? 4. Apakah ada korelasi antara derajat infeksi luka operasi dengan jumlah hitung kuman pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar? 1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM Menganalisis perbedaan derajat infeksi dan jumlah hitung kuman metoda hernioplasti antara penggunaan nylon darn repair dengan mesh pada operasi bersih terkontaminasi, serta hubungan antara derajat infeksi dengan jumlah hitung kuman. 1.3.2. TUJUAN KHUSUS 1. Menganalisis perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman antara penggunaan nylon darn dengan mesh monofilamen pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar. 2. Menganalisis perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman antara penggunaan nylon darn dengan mesh multifilamen 4

pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar. 3. Menganalisis perbedaan derajat infeksi luka operasi dan jumlah hitung kuman antara penggunaan mesh monofilamen dengan mesh multifilamen pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar. 4. Menganalisis korelasi antara derajat infeksi luka operasi dengan jumlah hitung kuman pada studi eksperimental operasi bersih terkontaminasi pada tikus wistar. 1.4. MANFAAT PENELITIAN - Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penerapan nylon darn repair yang lebih ekonomis pada operasi hernia inkarserata (pada manusia), yang tergolong sebagai operasi bersih terkontaminasi, dengan melalui tahapan studi klinis. - Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam ilmu bedah digestif berupa tehnik-tehnik operasi hernia yang dapat dipakai pada operasi bersih terkontaminasi. 5

1.5. ORIGINALITAS PENELITIAN Tabel-1. Originalitas Penelitian Penelitian Henry T, et al. 15 Zumaro A, et al. 16 Penelitian ini Judul Perbedaan derajat infeksi dan hitung kuman antara mesh monofilamen dan multifilamen serta pure tissue repair Perbedaan angka kejadian infeksi luka operasi herniorafi teknik Lichtenstein menggunakan mesh monofilamen dengan herniorafi teknik Shouldice pada operasi hernia inkarserata Derajat infeksi dan hitung kuman metoda nylon darn repair, mesh monofilamen dan mesh multifilamen pada operasi bersih terkontaminasi Pelaksanaan 2007 2009 2010 Subyek 18 tikus wistar (dikontaminasi dengan kuman E.coli) 58 pasien hernia inguinalis inkarserata kuman E.coli) Jumlah Kelompok Perlakuan Hasil - Mesh monofilamen - Mesh multifilamen - Pure tissue repair 30 tikus wistar (dikontaminasi dengan 3 2 3 - Penggunaan mesh monofilamen tidak berbeda bermakna dengan perlakuan pure tissue repair dalam hal jumlah kuman di luka operasi dan derajat infeksi (Hulton) pada operasi bersih terkontaminasi. - Jumlah kuman pada penggunaan mesh multifilamen didapatkan lebih banyak secara bermakna dibandingkan dengan perlakuan pure tissue repair pada operasi bersih terkontaminasi, sedangkan untuk derajat infeksi (Hulton) tidak didapatkan perbedaan bermakna. - Jumlah kuman pada penggunaan mesh multifilamen didapatkan lebih banyak secara bermakna dibandingkan dengan mesh monofilamen pada operasi bersih terkontaminasi, tetapi untuk derajat infeksi (Hulton) tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. - Mesh monofilamen - Pure tissue repair (Shouldice) - Tidak ada perbedaan bermakna dalam hal angka kejadian infeksi luka operasi secara klinis antara kelompok mesh monofilamen dengan kelompok Shouldice (pure tissue repair). - Bukti secara mikrobiologis adanya kuman penyebab infeksi luka operasi pada kedua kelompok perlakuan tidak dapat ditentukan, karena tidak ditemukan pasien yang secara klinis mengalami infeksi luka operasi derajat 2 atau lebih. - Mesh monofilamen - Mesh multifilamen - Nylon darn repair (Lihat bab V) 6