BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. Kaki diabetik merupakan komplikasi dari diabetes melitus (DM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB I PENDAHULUAN. I.A Latar Belakang. Diabetes merupakan salah satu penyakit yang. diperkirakan prevalensi di seluruh dunia akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7

BAB I PENDAHULUAN. yang timbul karena kelainan metabolisme yang disebabkan oleh tidak bekerjanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat tidak

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk mengetahui bagaimana melakukan tindakan. Disadari bahwa bila

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan metabolik

BAB 1 PENDAHULUAN. atau oleh tidak efektifnya insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. degeneratif dan salah satu penyakit tidak menular yang meningkat jumlahnya

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Indonesia setiap tahun meningkat. World Health Organization (WHO) besar pada tahun-tahun mendatang (Gustaviani, 2007).

Obat Untuk Diabetes Dengan Komplikasi Neuropati Perifer

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO NEUROPATI DENGAN KEJADIAN ULKUS KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD MOEWARDI SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya ( American Diabetes Association, 2013). Pasien DM

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurun atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin

Obat Penyakit Diabetes dan Berbagai Komplikasi Neuropati

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. syaraf) (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo,

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) merupakan yang tertinggi di dunia (Wild, et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 I. PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relative insentivitas sel

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi penderita Diabetes Mellitus (DM) di dunia menurut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit

2003). Hiperglikemia juga menyebabkan leukosit penderita diabetes mellitus tidak normal sehingga fungsi khemotaksis di lokasi radang terganggu.

BAB I PENDAHULUAN. Prevelensi Diabetes Melitus (DM) setiap tahunnya semakin. meningkat, berdasarkan data dari World Health Organization / WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

yang merusak harus dihentikan dengan imobilisasi. Penyembuhan dapat terjadi secara teratur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (2006), merumuskan bahwa diabetes. melitus (DM) merupakan kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun (Guariguata et al, 2011). Secara

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia. Penderita Diabetes Mellitus diperkirakan akan terus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati ( Hadisaputro &

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

BAB I PENDAHULUAN. seseorang oleh karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii

ABSTRAK. Kadar HbA1C 6,5serta lama ulkus 3 bulan merupakan faktor-faktor risiko terjadinya amputasi pada pasien kaki diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tubuh dan menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, kerusakan saraf, jantung, kaki

BAB V PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) semakin bertambah. Pada

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Diabetes melitus (DM) terutama DM tipe 2 merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berumur 30 tahun (Riskesdas 2013) , dengan usia 15 tahun sebanyak 6,9 %, data Rikesdas 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kematian karena non communicable disease sangat besar yakni mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER 2015:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis merupakan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, dan pankreas dapat menghentikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini menempati posisi keempat dari jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita dan akan terus meningkat mencapai 21,3 juta penderita pada tahun 2030 (Wild et al., 2004). Prevalensi DM di Indonesia diperkirakan mencapai 1,2% hingga 2,3% usia di atas 15 tahun. Meningkatnya jumlah penderita DM diduga karena adanya pertumbuhan populasi, penuaan, urbanisasi, meningkatnya prevalensi obesitas, serta menurunnya kegiatan fisik (Shaw et al., 2010). Ulkus kaki diabetik merupakan komplikasi tersering dari diabetes, yang terjadi pada 15% populasi diabetik (Reiber et al., 1998). Ulkus kaki diabetik didefinisikan sebagai luka yang timbul di bawah pergelangan kaki pasien diabetes, tanpa memandang durasi waktu (International Working Group on the Diabetic Foot, 2003). Luka tersebut berupa erosi kulit yang ditandai dengan hilangnya epitel yang meluas ke dalam atau melalui dermis ke jaringan-jaringan yang lebih dalam (Reiber et al., 1998). Ulkus diabetik tersebut biasanya berkembang pada titik-titik tekanan di permukaan plantar, caput metatarsal, ibu jari kaki, serta di tumit (White & McIntosh, 2008). Hubungan antara neuropati diabetik, kaki yang tidak sensitif, dan ulkus kaki telah dikenal oleh Pryce, ahli bedah dari Inggris, sejak satu abad yang lalu. Dia menyebutkan bahwa, Terdapat bukti yang jelas bahwa penyebab sebenarnya ulkus

2 perforasi adalah degenerasi saraf perifer dan diabetes itu sendiri berperan penting dalam menyebabkan ulkus perforasi (Pryce, 1887). Ulkus kaki diabetik, selain merupakan komplikasi tersering diabetes, juga menjadi penyebab penderita menjalani rawat inap pada populasi diabetes. Pada penderita DM yang dirawat di rumah sakit, 56,7% di antaranya disebabkan karena ulkus kaki diabetik (Health and Social Care Information Centre, 2013). Sekitar 15% dari populasi ulkus kaki diabetik ini berakhir dengan amputasi ekstremitas bawah (Oyibo et al., 2001). Ulkus kaki dan gejala lain yang mengikutinya adalah sumber utama morbiditas dan beban ekonomi bagi penderita dengan diabetes. Suatu penelitian di Swedia menyebutkan rata-rata pengeluaran untuk penyembuhan ulkus kaki diabetik mencapai $6000 per tahun. Penelitian lain di Amerika Serikat bahkan menyebutkan bahwa rata-rata pengeluaran untuk diagnosis dan pengobatan ulkus kaki mencapai $16.602. Penelitian-penelitian tentang ulkus kaki diabetik saat ini berfokus pada beratnya masalah yang ditimbulkan akibat kejadian ulkus diabetik, konsekuensi ulkus kaki diabetik terhadap kualitas hidup, pengembangan tes diagnostik neuropati, dan juga hubungan antara neuropati dan angiopati pada diabetes (Meijer, 2002). Terdapat dua faktor patogenik utama dalam perkembangan timbulnya ulkus kaki, yaitu neuropati perifer dan penyakit vaskular perifer (Morbach et al., 2004; Singh et al., 2008). Neuropati perifer dapat berupa neuropati sensorik perifer, neuropati motorik perifer, dan neuropati otonom (Smith & Nephew, 2012). Faktor vaskular adalah penyakit vaskular perifer, yang meskipun peranannya dalam dasar terjadinya neuropati diabetik cukup strategis, tetapi pada ulkus diabetik

3 kemungkinannya tidak independen. Hal ini mendorong perlunya penelitian tentang peran neuropati perifer pada ulkus diabetik (Unachukwu et al., 2004). Pada ulkus kaki diabetik yang mengalami amputasi, sekitar 72% persen di antaranya terjadi dari trauma kecil yang berkembang menjadi ulkus kaki dan kegagalan penyembuhan. Kondisi iskemia didapatkan pada 46% pasien ulkus kaki diabetik yang mengalami amputasi, sedangkan neuropati didapatkan pada 61% pasien (Pecoraro et al., 1999). Penelitian lainnya menyebutkan bahwa simptom neuropati perifer didapatkan pada 74,5% pasien ulkus kaki diabetik dan tanda neuropati perifer didapatkan pada 86,3% pasien. Sejumlah 35,3% pasien tidak didapatkan pulsasi arteri pedis dorsalis maupun pulsasi arteri tibialis posterior. Dari sejumlah pasien yang tidak didapatkan pulsasi arteri-arteri tersebut, 83,3% persen di antaranya memiliki tanda-tanda neuropati perifer (Unachukwu et al., 2004). Hal ini membuktikan bahwa penyakit vaskular perifer saja bukan merupakan etiologi utama ulkus kaki diabetik. Neuropati perifer sangat mungkin berperan penting dalam etio-patogenesis ulkus kaki diabetik. Polineuropati simetris distal pada diabetes terdiri dari neuropati aksonal dan demyelinasi. Neuropati diabetik ini berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada kecepatan hantar saraf dan amplitudo (Dyck et al., 1985), yang dapat diketahui dari pemeriksaan elektrodiagnostik yaitu pemanjangan latensi dan perlambatan KHS pada demyelinisasi serta perlambatan KHS ringan dan penurunan amplitudo motorik dan sensorik pada degenerasi aksonal (Misra et al., 2008). Pada neuropati diabetik, gangguan yang terjadi diawali dari aksonopati yang diikuti demyelinasi sekunder

4 (Said, 2007; Meijer, 2008). Degenerasi aksonal terjadi terutama pada serabut saraf yang tidak bermyelin dan serabut saraf kecil bermyelin (Kimura, 2001). Demyelinasi bermakna terjadi pada neuropati berat dan progresif (Stewart et al., 1996). Beberapa penelitian tentang jenis neuropati perifer yang paling berhubungan dengan kejadian ulkus pada subjek DM menunjukkan hasil yang bervariasi (Young et al., 1986; Young et al., 1994; Laing, 1998; van Schie et al., 2004). Secara klinis, neuropati sensorik diduga memiliki peran yang lebih penting dibandingkan jenis neuropati lainnya sebagai penyebab ulkus kaki (Young et al., 1986; Young et al., 1994; Laing, 1998). Penelitian tentang neuropati motorik masih sedikit dilakukan. Suatu penelitian melaporkan bahwa neuropati motorik berhubungan dengan berkembangnya ulkus kaki diabetik. Neuropati motorik menyebabkan kelemahan otot-otot intrinsik kaki, yang menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksor dan ekstensor jari-jari kaki. Atrofi otot-otot kecil ini bertanggung jawab terhadap terjadinya deformitas kaki. Kelemahan otot dan deformitas kaki tersebut ditemukan lebih berat pada subjek DM dengan ulkus kaki (Murray et al., 1996). Faktor risiko neuropati dapat dinilai secara elektrodiagnostik. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (nerve conduction velocities [NCV]) merupakan pemeriksaan elektrodiagnostik untuk menentukan seberapa cepatnya konduksi impuls saraf pada suatu saraf. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui adanya tanda-tanda kerusakan saraf. Pada pemeriksaan ini, elektrode permukaan ditempelkan pada kulit di sekitar saraf yang akan diperiksa, kemudian stimulus elektrik diberikan pada suatu

5 saraf, dan dilakukan pengukuran terhadap impuls listrik yang berjalan dari stimulus (Sheath, 2011). Abnormalitas konduksi saraf berhubungan dengan terjadinya ulkus kaki diabetik. Beberapa penelitian tentang variabel elektrodiagnostik yang abnormal secara bermakna pada penderita ulkus diabetik menunjukkan hasil yang bervariasi. Neuropati sensorik diduga memiliki peran yang lebih penting dibandingkan jenis neuropati lainnya sebagai penyebab ulkus kaki (Laing, 1998). Penurunan amplitudo sensorik merupakan parameter yang paling penting secara klinis karena berhubungan dengan hilangnya sensasi proteksi sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki (Kiziltan et al., 2007). Young et al. (1986) melaporkan bahwa ulkus kaki berhubungan dengan abnormalitas variabel amplitudo sensorik nervus medianus dan suralis, kecepatan hantar saraf (KHS) motorik nervus medianus dan peroneus, serta KHS sensoris nervus medianus dan suralis yang lebih berat. Penelitian lain oleh van Schie et al. (2004) melaporkan bahwa abnormalitas variabel elektrodiagnostik didapatkan hanya pada variabel KHS motorik nervus tibialis dan peroneus yang mengalami perlambatan yang lebih berat secara bermakna pada subjek ulkus diabetik. Abnormalitas KHS motorik nervus tibialis dan peroneus berkorelasi dengan kelemahan otot dan deformitas kaki (van Schie et al., 2004) yang meningkatkan risiko ulkus kaki diabetik. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui variabel-variabel elektrodiagnostik apa yang paling terganggu pada pasien ulkus kaki diabetik. Masih belum jelas variabel-variabel diagnostik konduksi saraf apa saja yang mengalami abnormalitas bermakna pada pasien ulkus diabetik

6 tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variabel elektrodiagnostik apa saja yang mengalami abnormalitas bermakna pada subjek DM dengan ulkus dan subjek DM tanpa ulkus. B. Perumusan Masalah Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Ulkus diabetik merupakan komplikasi tersering pasien DM menjalani rawat inap, sebagian pasien harus menjalani operasi amputasi. 2. Faktor risiko ulkus diabetik terdiri dari faktor risiko neuropati dan faktor risiko vaskular, neuropati perifer adalah faktor risiko yang paling berperan. 3. Faktor risiko neuropati dapat diukur dengan pemeriksaan elektrodiagnostik. 4. Hasil penelitian parameter elektrodiagnostik yang berhubungan dengan ulkus diabetik bervariasi, sebagian penelitian melaporkan penurunan amplitudo, sedangkan penelitian yang lain melaporkan perlambatan KHS atau pemanjangan latensi distal yang paling berhubungan dengan kejadian ulkus diabetik.

7 C. Pertanyaan Penelitian 1. Apakah terdapat perbedaan abnormalitas elektrodiagnostik antara subjek DM dengan ulkus dan subjek DM tanpa ulkus? 2. Variabel elektrodiagnostik apa yang paling berhubungan dengan kejadian ulkus diabetik? D. Tujuan Penelitian 1. Membandingkan abnormalitas elektrodiagnostik (nilai konduksi saraf motorik dan sensorik) antara subjek DM dengan ulkus dan subjek DM tanpa ulkus. 2. Menilai variabel elektrodiagnostik yang paling berhubungan dengan kejadian ulkus diabetik.

8 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran, didapatkan beberapa penelitian mengenai peranan neuropati diabetik terhadap ulkus diabetik sebagai berikut: Penelitian Hamni, A., Asdie, & Danawati, W., 1999 Carrington et al., 2002 van Schie et al., 2004 Harahap, E.S., Wibowo, S., & Asmedi, A., 2013 Penelitian ini, 2013 Judul, Metode Faktor risiko terjadinya ulkus pada penderita diabetes mellitus. Potong lintang Can motor nerve conduction velocity predict foot problems in diabetic subjects over a 6- year outcome period? Diabetes Care 25: 2010 5. Kohort prospektif Muscle weakness and foot deformities in diabetes. Diabetes Care 27: 1668 73. Potong lintang 'Peranan glycosilated haemoglobin (HbA1c) terhadap derajat neuropati diabetes melitus'. Potong lintang Perbandingan abnormalitas konduksi saraf pada penderita diabetes melitus dengan ulkus dan tanpa ulkus. Tabel 1. Keaslian penelitian Subjek, Outcome Penderita DM di RSUP Dr. Sardjito Pasien DM di Washington (Amerika Serikat) dengan nilai ABI 0,75, outcome; terjadinya ulkus dan amputasi Penderita DM tipe 1 atau tipe 2 di Manchester (Inggris) Penderita DM di RSUP Dr. Sardjito Penderita DM di RSUP Dr. Sardjito Alat Ukur Catatan Medik RSUP Dr. Sardjito Monofilamen Semmes-Weinstein, Neurothesiometer, pemeriksaan EMG, Doppler ultrasound Pemeriksaan EMG, monofilamen Semmes- Weinstein, Neurothesiometer Pemeriksaan elektrodiagnostik Pemeriksaan elektrodiagnostik Hasil Faktor risiko yang bermakna terhadap kejadian ulkus diabetik adalah kadar gula darah yang tidak terkontrol (P<0,05) dengan OR=2,29 Kecepatan hantar saraf motorik yang melambat ( 40 m/s) dapat memprediksi ulkus kaki dan kematian pada pasien diabetes Terdapat hubungan antara defisit konduksi saraf motorik (motor nerve conduction) dan kelemahan otot; tetapi masih belum jelas apakah fungsi saraf yang abnormal, yang menyebabkan penurunan kekuatan otot, adalah yang bertanggung jawab terhadap deformitas kaki Kadar HbA1c berkorelasi positif dengan derajat neuropati diabetik secara klinis dan diagnostik

9 Potong lintang F. Manfaat Penelitian 1. Memberikan edukasi kepada subjek DM tentang perbedaan gambaran elektrodiagnostik yang terjadi pada subjek DM dengan ulkus diabetik dan tanpa ulkus diabetik, sehingga dapat dilakukan upaya prevensi primer subjek DM agar tidak mengalami ulkus diabetik atau prevensi sekunder subjek ulkus diabetik agar tidak amputasi. 2. Memberikan informasi kepada klinisi mengenai derajat neuropati diabetik berdasarkan pemeriksaan elektrodiagnostik. 3. Membantu klinisi mengidentifikasi subjek DM yang berisiko mengalami ulkus diabetik.