BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perum dan terakhir ini telah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Dengan

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II URAIAN TEORITIS. pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan

BAB II URAIAN TEORITIS. Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan

BAB II LANDASAN TEORITIS. job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. makna kepada orang lain dalam bentuk lambang-lambang, simbol, atau bahasabahasa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal. kepuasan yang berbeda-beda seseuai dengan sistem nilai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan, karena suatu aktivitas perusahaan dalam mencapai tujuannya yaitu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan gawat darurat (Undang - Undang No 44 tahun 2009). Rumah sakit didirikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan kepuasan yang dirasakan seorang pekerja secara

BAB II LANDASAN TEORI. Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bandung merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan bagian integral dari seluruh sistem pelayanan kesehatan,

pengaruh variabel bebas (X1, dan X2) adalah besar terhadap adalah kecil terhadap variabel terikat (Y). BAB II URAIAN TEORITIS

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan masalah kesehatan benar-benar merupakan kebutuhan. penting. Oleh karena itu, organisasi pelayanan kesehatan diharapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan umum di bidang kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tingginya pendidikan masyarakat, maka orientasi sistem nilai dalam masyarakat pun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kompensasi merupakan seseuatu yang diterima karyawan sebagai penukar dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang pemimpin harus dapat memberikan pengaruh yang besar dan

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan. tugas teknis operasional (Depkes, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab mempunyai pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membagikan tugas kepada tenaga kerjanya. Hal ini berarti pimpinan harus

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. (motivasi), karakteristik pekerjaan (beban kerja), kinerja perawat dalam

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

No. Responden : Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. atau menambah nilainya sendiri. Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hasibuan (2003), sumber daya manusia adalah. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. didalam suatu organisasi maupun instansi yang bergerak dalam sektor pelayanan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian kinerja (prestasi kerja) menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001 :

KAJIAN PUSTAKA. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya

BAB II KAJIAN TEORITIS. sasaran / kriteria / yang ditentukan dan disepakati bersama. Kinerja pegawai

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks. Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. karakteristik tersendiri dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LILIK SUKESI DIVISI GUNJAL HIPERTENSI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM R.S. HASAN SADIKIN / FK UNPAD BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan jasa pelayanan dibidang kesehatan. Sebagai salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. penunjang medis dan melaksanakan pelayanan administratif. Sumber Daya Manusia (SDM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan dan tempat

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN DAN FUNGSI PERAWAT GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang

BAB I PENDAHULUAN. kategori khusus sebanyak 168. Sedangkan rumah sakit swasta non profit untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. satunya dengan komunikasi yang baik dalam organisasi dimana komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual performance atau level of performance, yang merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri (Priansa, 2014). Kinerja (performance) adalah kuantitas dan atau kualitas hasil kerja individu atau sekelompok di dalam organisasi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang berpedoman pada norma, standar operasional prosedur, kriteria dan ukuran yang telah ditetapkan atau yang berlaku dalam organisasi (Torang, 2014). 2.1.2 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2013) yang merumuskan bahwa : a. Human Performance = Ability + Motivation b. Motivation = Attitude + Situation c. Ability = Knowledge + Skill 10

11 1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata rata (IQ 110 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job). 2. Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). 2.1.3 Standar Kinerja Syarat pertama untuk menghasilkan penilaian prestasi yang efektif adalah menetapkan standar kinerja itu sendiri. Mathis dan Jackson (2000) (dalam Yuli, 2005) menetapkan lima standar utama dalam melakukan penilaian terhadap prestasi/kinerja karyawan, yaitu : 1. Jumlah keluaran (quantity of output) Standar keluaran (output) lebih banyak digunakan untuk menilai prestasi karyawan dibagian produksi atau teknis. Standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara besarnya jumlah keluaran yang seharusnya (standar normal) dengan kemampuan sebenarnya. 11

12 2. Kualitas keluaran (quality of output) Jika yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja karyawan itu adalah sedikitnya jumlah produk yang cacat, maka standar ini disebut sebagai standar quality. Standar ini lebih menekankan pada kualitas barang yang dihasilkan dibanding jumlah output. 3. Waktu Keluaran (timelines of output) Ketepatan waktu yang digunakan dalam menghasilkan sebuah barang sering digunakan sebagai ukuran atau penilaian terhadap prestasi kerja. Apabila karyawan dapat memperpendek/mempersingkat waktu proses sesuai dengan standar, maka karyawan tersebut dapat dikatakan telah memiliki prestasi yang baik. 4. Tingkat Kehadiran (presences at work) Ada sebagian organisasi yang mengukur dan menilai prestasi kerja karyawannya dengan melihat daftar hadir. Asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika kehadiran karyawan di bawah standar hari kerja yag ditetapkan maka karyawan tersebut tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap organisasi. 5. Kerja Sama (cooperativeness) Standar ini biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan pada tingkat supervisor dan manajer. Keterlibatan seluruh karyawan dalam mencapai target yang ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi. Kerja sama antara karyawan dapat ditingkatkan apabila masing masing supervisor mampu memotivasi mereka secara baik.

13 2.1.4 Penilaian Kinerja Armstrong (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa pada umumnya skema manajemen kinerja disusun dengan menggunakan peringkat dan ditetapkan setelah dilaksanakan penilaian kinerja. Peringkat tersebut menunjukkan kualitas kerja atau kompetensi yang ditampilkan pegawai dengan memilih tingkat pada skala yang paling dekat dengan padangan penilai tentang seberapa baik kinerja pegawai. Mathias dan Jackson (dalam Priansa, 2014) menyatakan bahwa penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada pegawai. Penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja individu waktu berikutnya penilaian kinerja menjadi basis bagi keputusan keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi kepegawaian lainnya (Yani, 2012). 2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Yani (2012) pada dasarnya meliputi : 1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini. 2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk kenaikan gaji, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang. 3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan. 13

14 4. Untuk pembeda antar karyawan satu dengan yang lain. 5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam : (1) Penugasan kembali, seperti mutasi atau transfer, rotasi pekerjaan. (2) Promosi, kenaikan jabatan. (3) Training dan latihan. 6. Meningkatkan motivasi kerja 7. Meningkatkan etos kerja. 8. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemauan kerja mereka. 9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier selanjutnya. 10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas. 11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier dan keputusan perencanaan sukses. 12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh. 13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan gaji, upah, kompensasi dan sebagai imbalan lainnya. 14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi maupun pekerjaan. 15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja. 16. Sebagai alat untuk membantu mendorong karyawan mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.

15 17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling ketergantungan di antara fungsi - fungsi SDM. 18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan - hambatan agar kinerja menjadi baik. 19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan. 20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah. 2.2. Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Edwin B Flippo (dalam Hasibuan, 2000), motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Sutrisno, 2010). Motivasi dapat dijelaskan sebagai suatu pembentukan perilaku yang ditandai oleh bentuk bentuk aktivitas atau kegiatan melalui proses psikologis, baik yang dipengaruhi oleh faktor intrinsic maupun extrinsic yang dapat mengarahkannya dalam mencapai apa yang diinginkannya (tujuan). Pengertian ini mengandung arti bahwa seseorang dapat diarahkan pada perilaku tertentu melalui rangsangan dari dalam maupun dari luar (Yuli, 2005). 15

16 Motivasi adalah keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu (Robbins, 2002). 2.2.3 Tujuan Motivasi Menurut Hasibuan (2000), tujuan motivasi antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan. 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. 7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas tugasnya. 10. Meningkatkan efesiensi penggunaan alat alat dan bahan baku. 2.2.4 Jenis Jenis Motivasi Menurut Hasibuan (2000), ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif. 1. Motivasi Positif (Insentif Positif) Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan

17 meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik baik saja. 2. Motivasi Negatif (Insentif Negatif) Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya. 2.2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Faktor Intrinsik terdiri dari : Menurut Herzberg (dalam Munandar, 2011), faktor faktor yang mempengaruhi motivasi adalah terbagi dua, yaitu : 1. Faktor Motivasi (Faktor Intrinsik) a. Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja untuk menjalankan fungsi jabatan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan kemampuan dan pengarahan yang diterima. 17

18 b. Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya seperti naik pangkat. c. Pekerjaan itu sendiri (the work it self), besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya. Aspek ini meliputi pelaksanaan kerja yang aktual dapat dilihat dari rutinitas jumlah pekerjaan dan sifat pekerjannya. d. Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang optimal. Aspek ini meliputi keberhasilan atau kegagalan yang dinilai secara spesifik misalnya pelaksanaan kerja penyelesaian masalah dan usaha untuk mempertahankan keberhasilan. e. Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja. Aspek ini meliputi segala tindakan peringatan, pujian atau teguran yang dapat bersumber dari penyelia, manajemen sebagai suatu kekuatan interpersonal rekan kerja dan masyarakat umum. 2. Faktor Higienis (Faktor Ekstrinsik) a. Administrasi dan kebijakan perusahaan, derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Aspek ini meliputi keadekuatan organisasi dan manajemen perusahaan dan administrasi perusahaan b. Penyeliaan (supervisi), derajat kewajaran yang dirasakan diterima oleh karyawan dari atasannya. Aspek ini meliputi keadilan atasan

19 dalam memperlakukan karyawan ketika atasan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada karyawan. c. Insentif, derajat kewajaran dari insentif yang diterima sebagai imbalan perilaku kerja karyawan. d. Hubungan antar pribadi, derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lain. Aspek ini meliputi interaksi antara karyawan dengan penyelia bawahan dan rekan kerjanya. e. Kondisi kerja, derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. Aspek ini meliputi kondisi fisik tempat karyawan bekerja, termasuk fasilitas dan ciri ciri ruangan. 2.3 Perawat 2.3.1 Pengertian Perawat Menurut Internasional Council of Nursing (dalam Iskandar, 2013), Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan (Undang Undang No. 38 tahun 2014). Berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh, perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal bidang keperawatan minimal setara 19

20 Diploma III (D3) dan/atau Sarjana Strata 1 (S1), baik dalam negeri maupun luar negeri, yang program pendidikannya sesuai dengan standar keperawatan dan diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.0/Menkes/148/I Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat). 2.3.2 Peran Perawat Peran Perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, di mana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara profesional sesuai dengan kode etik profesional (Iskandar, 2013). Peran perawat menurut Doheny (dalam Iskandar, 2013) meliputi : 1. Care Giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan 2. Client Advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien 3. Counsellor, sebagai pemberi bimbingan/konseling klien 4. Educator, sebagai pendidik klien 5. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain 6. Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber sumber dan potensi klien 7. Change Agent, sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan perubahan.

21 8. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah klien 2.3.3 Fungsi Perawat Fungsi Perawat menurut Iskandar (2013), yaitu : 1. Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana perawat dalam menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta dan mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri. Dalam hal ini, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, salah satunya adalah membantu memecahkan masalah yang dihadapi atau mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain dan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan (akuntabilitas). Contoh dari tindakan keperawatan mandiri adalah seorang perawat merencanakan dan mempersiapkan perawatan pada mulut klien setelah mengkaji keadaan mulut pasien. 2. Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain atau dokter. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat 21

22 spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana atau dari dokter ke perawat pelaksana. Contoh dari tindakan fungsi ketergantungan adalah memberikan injeksi antibiotik. 3. Fungsi Interdependen Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya. 2.3.4 Bentuk Pelayanan Perawat Manusia merupakan makhluk yang unik, tetapi masing-masing memiliki kebutuhan dasar yang sama yang terdiri atas aspek biologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Menurut Budiono (2015), bentuk pelayanan perawat antara lain : 1. Kebutuhan Biologis Pelayanan perawat pada kebutuhan biologis diberikan kepada pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara jasmani yang berkaitan dengan kesehatan fisik. 2. Kebutuhan Psikologis Pelayanan perawat pada kebutuhan psikologis diberikan kepada pasien/klien yang membutuhkan perawatan secara psikologis yang berkaitan

23 dengan kesehatan mental pasien. Gangguan kesehatan mental misalnya stress ataupun depresi, yang dapat disebabkan oleh berbagai macam hal. 3. Kebutuhan Sosial dan Kultural Pelayanan perawat pada kebutuhan sosial diberikan kepada pasien/klien yang mengalami hal-hal yang terjadi langsung di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Misalnya, pasien/klien yang mengalami kekerasan fisik yang berdampak pada kesehatan fisik maupun mental. Pelayanannya dapat diberikan dalam bentuk seminar, penyuluhan, ataupun pendampingan terhadap pasien. 4. Kebutuhan Spiritual Pelayanan perawat pada kebutuhan spiritual diberikan kepada pasien/klien yang memerlukan bimbingan spiritual seperti motivasi atau kajian keagamaan. Pelayanan yang diberikan misalnya dalam bentuk mentoring langsung dengan pasien/klien. 2.3.5 Standar Praktek Keperawatan Menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2005), standar praktik keperawatan Indonesia terdiri dari : 1. Standar I : Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian perawat merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang bertujuan menetapkan dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk merumuskan masalah dan rencana tindakan. 23

24 2. Standar II : Diagnosa Keperawatan Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien. 3. Standar III : Perencanaan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan. 4. Standar IV : Pelaksanaan Tindakan (Implementasi) Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang telah diharapkan. 5. Standar V : Evaluasi Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang ulang.

25 2.4 Rumah Sakit 2.4.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal serta administrasi umum dan keuangan (Undang - Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Menurut Adiatama (dalam Herlambang, 2012), rumah sakit merupakan suatu tempat dan juga sebuah fasilitas, sebuah institusi dan organisasi yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap. Rumah sakit juga merupakan suatu tempat bekerja tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien dalam upaya pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit dapat dipandang bertanggung jawab atas kesalahan dan atau kelalaian tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya. 2.4.2 Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, Rumah Sakit Umum berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit dikategorikan menjadi : 25

26 1. Rumah Sakit Umum Kelas A Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit terdiri dari : a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian; c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik; e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas A terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas : 1) 18 dokter umum untuk pelayanan medik dasar; 2) 4 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut; 3) 6 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; 4) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang; 5) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain; 6) 2 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan 7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

27 b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas : 1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit; 2) 5 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian; 3) 5 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 10 tenaga teknis kefarmasian; 4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 tenaga teknis kefarmasian. 5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian; 6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan 7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit. c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan 27

28 2. Rumah Sakit Umum Kelas B Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling sedikit terdiri dari : a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian; c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik; e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas B terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas : 1) 12 dokter umum untuk pelayanan medik dasar; 2) 3 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut; 3) 3 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; 4) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang; 5) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain; 6) 1 dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis; dan 7) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

29 b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas : 1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit; 2) 4 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian; 3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian; 4) 1 apoteker di intalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 tenaga teknis kefarmasian; 5) 1 apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian; 6) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantuk oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuiakan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan 7) 1 apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit. c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan 29

30 3. Rumah Sakit Umum Kelas C Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas C paling sedikit terdiri dari : a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian; c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik; e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas : 1) 9 dokter umum untuk pelayanan medik dasar; 2) 2 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut; 3) 2 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; 4) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang; 5) 1 dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut. b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas : 1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit; 2) 2 apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 4 tenaga teknis kefarmasian;

31 3) 4 apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 tenaga teknis kefarmasian; 4) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan 4. Rumah Sakit Umum Kelas D Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit terdiri dari : a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian; c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik; e. Pelayanan penunjang nonklinik; dan f. Pelayanan rawat inap. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Kelas C terdiri atas : a. Tenaga Medis paling sedikit terdiri atas : 1) 4 dokter umum untuk pelayanan medik dasar; 2) 1 dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut; 31

32 3) 1 dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; b. Tenaga Kefarmasian paling sedikit terdiri atas : 1) 1 apoteker sebagai kepala instalasi farmasi rumah sakit; 2) 1 apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 2 tenaga teknis kefarmasian; 3) 1 apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit; dan c. Tenaga keperawatan d. Tenaga kesehatan lain e. Tenaga non kesehatan 2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit Menurut Herlambang (2012), Standar mutu pelayanan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan rumah sakit tersebut. Standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efesiensi rumah sakit. Ada beberapa aspek penting yang perlu di analisa apabila kita ingin membahas indikator standar mutu pelayanan rumah sakit. Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit adalah semua masukan (input), proses (process), dan hasil atau keluaran (outcome).

33 1. Input Struktur kegiatan operasional di sebuah rumah sakit meliputi tenaga, peralatan, dana, dan sebagainya. Ada sebuah asumsi yang mengatakan bahwa jika struktur input tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu pelayanan serta lebih efisien dan efektif dalam pelaksanaan. 2. Process Process adalah semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penangan penyakit, dan prosedur pengobatan. Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan standards of conduct yang telah diterima dan diakui oleh masingmasing ikatan profesi akan semakin tinggi pula mutu asuhan pelayanan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di rumah sakit dapat diukur dari tiga aspek, yaitu : a. Sesuai tidaknya proses itu bagi pasien. b. Efektivitas prosesnya. c. Kualitas interaksi pelayanan terhadap pasien. 3. Outcome Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di rumah sakit terhadap pasien. Diperlukan sebuah pedoman untuk mengukur mutu pelayanan terhadap pasien. 33

34 2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Motivasi Intrinsik : 1. Tanggung jawab 2. Kemajuan 3. Pekerjaan itu sendiri 4. Pencapaian 5. Pengakuan Motivasi Ekstrinsik : 1. Administrasi dan kebijakan perusahaan 2. Penyeliaan (supervisi) 3. Insentif 4. Hubungan antar pribadi 5. Kondisi Kerja Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep penelitian tersebut maka hipotesis penelitian yaitu ada pengaruh motivasi dengan kinerja perawat di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Djasamen Saragih Kota Pematangsiantar Tahun 2016.