NAHIYAH JAIDI FARAZ.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

HAKIKAT MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) 1 (School Based Management/SBM)

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. OLEH: ASEP SURYANA,M.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UNJUK KERJA KOMITE SEKOLAH DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TESIS

MATERI KULIAH MANAGEMEN BERBASIS SEKOLAH. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

PERUMUSAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH Oleh : Suyanto SMK 2 Wonosobo. Faktor keberhasilan pendidikan di SMK yang dapat dilihat secara umum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa dan Negara yang otentik

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA ERA GLOBALISASI. Paningkat Siburian. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah. Dikarenakan

Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bukan merupakan tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut. sebelumnya maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Bantuan United Nations Children s Fund (UNICEF) Dalam Mensukseskan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN RELEVANSINYA DI ERA PENDIDIKAN MASA KINI. DR. H. Ma mur Sutisna WD, M.M.Pd Dosen FKIP Universitas Subang ABSTRAK

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta)

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd

BAB 1 PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG

BAB V PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN. secara berurutan sebagaimana telah disajikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal. Di

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sejak tahun 1998 merupakan era transisi dengan tumbuhnya

WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), cet. 1, hlm Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah,

ABSTRAKSI PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA GURU DI SMA NEGERI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN. dan pemerintah. Dapat dikatakan pada saat ini tanggung jawab masing masing

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian yang bermakna sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Seutuhnya (Integrated School Development) disingkat SID. dan sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan era kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini tantangan yang dihadapi lembaga-lembaga pendidikan

peningkatan SDM berkualitas menjadi sangat penting, Terutama dengan dua hal (teori dan praktek) harus berjalan seiring dan saling melengkapi.

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan globalisasi yang semakin terbuka. Sejalan tantangan kehidupan global,

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan bertujuan untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang positif bagi

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan. Perkembangan dunia pendidikan yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

MEMBANGUN KOMPETENSI PENGELOLAAN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH Oleh : Hj.Lusiana

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

PENINGKATAN MUTU MADRASAH (Analisis Keefektifan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah) Buna i

PENGARUH KEMAMPUAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA PELAKSANAAN PROGRAM MPMBS PADA SMA NEGERI 2 WONOGIRI TAHUN 2005 TESIS.

Inisiasi 1 Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Seminar Internasional, ISSN Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. akan terwujud dengan baik apabila didukung secara optimal oleh pola. upaya peningkatan pola manajerial sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Dengan demikian nilai modal ( human capital ) suatu bangsa tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang memiliki jenis flora dan fauna serta dilintasi garis

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di sekolah sehingga apa yang menjadi kelebihan sekolah dapat lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam kemajuan bangsa, dan

BAB I PENDAHULUAN. pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata Kunci : Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan tempat dimana

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah yakni: input, proses, dan out put (Rivai dan Murni, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB V PENUTUP. Islamic School) Kota Pekanbaru, belum sepenuhnya berorientasi pada manajemen

Transkripsi:

NAHIYAH JAIDI FARAZ nahiyah@uny.ac.id

Mutu pendidikan di Indonesia tidak mengalami peningkatan secara merata dikarenakan beberapa faktor, yaitu: Pertama kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan inisiatif mengembangkan dan memajukan serta meningkatkan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

Ketiga, peran serta warga sekolah khususnya guru dan peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas dukungan dana, sedangkan dukungan seperti pemikiran, moral, barang dan jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas sekolah terhadap masyarakat juga lemah. Sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (Stakeholder) (Depdiknas, 2001:1-2).

Prubahan struktur dan manajemen pendidikan merupakan keharusan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Zamroni dalam Nursisto menyatakan perubahan yang harus terjadi mencakup dua hal, yaitu: Pertama, pengelolaan sekolah akan semakin mendekati konsep yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management), artinya berbagai keputusan yang menyangkut kehidupan sekolah khususnya proses belajar mengajar akan diputuskan oleh sekolah sendiri. Kedua, pendidikan sekolah harus dilihat sebagai proses kultural yang bersifat organik, artinya peningkatan mutu akan sangat ditentukan sejauhmana kita berhasil mengembangkan kultur sekolah yang positif dan kondusif yang mendorong peningkatan mutu (2001:xi-xii).

Defenisi yang lebih luas tantang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman (1996) (dalam Hasbullah, 2006: 67), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah tak lain adalah Kepala Sekolah, guru, konselor, pengembang kurikulum, administrator, orang tua siswa, masyarakat sekitar, dan siswa). Sehubungan dengan pendapat tersebut, bahwa aspek politik dalam penyelenggaraan pendidikan di tingkat bawah menjadi tanggung jawab sekolah karena kewenangan dan kekuasaan yang selama ini terkonsentrasi pada pemerintah diserahkan ke sekolah sebagai penyelenggara pendidikan di masyarakat.

Secara konseptual istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), di antaranya school based management atau school based decision making and management. Konsep dasar MBS adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat,diknas Provinsi, Diknas Kab/Kota, Dinas ke level sekolah. Mulyasa (2006:11) mengutip pendapat BPPN dan Bank Dunia (1999) memberi pengertian MBS atau SBM merupakan alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai dengan seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pembangunan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat. Hal ini berarti bahwa sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

MBS bertujuan untuk menjadikan sekolah lebih mandiri atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi); fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah dalam mengelola sumber daya; dan mendorong partisipasi warga sekolah serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan (Halim Malik,2011)

Direktorat SLTP Departemen Pendidikan Nasional (2002), secara khusus tujuan implementasi MBS adalah: (1). Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; (2). Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; (3). Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk meningkatkan mutu sekolah; (4). Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Manajemen Berbasis sekolah, mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut : a. Kemandirian Sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif, dan inovatif b. Keterbukaan, artinya MBS dilakukan secara terbuka kepada komponen sekolah c. Kebersamaan, artinya MBS dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat. d. Berkelanjutan, artinya berkelanjutan tanpa dipengaruhi oleh pergantian pimpinan e. Menyeluruh, artinya MBS yang disusun hendaknya mencakup semua komponen

f.pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan MBS dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pihakpihak yang berkepentingan. g. Demokrasi, artinya keputusan yang diambil dalam MBS hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat. h. Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu pendidikan. i. Pencapaian standar pelayanan minimal sekolah secara total dan berkelanjutan j. Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh pendidikan yang sama. (M. Aliyenah, 2010)

MBS yang lazim diimplementasikan pada sekolah yang berkarakter effective School /sekolah efektif/sekolah unggul (A. Chaedar, 2006:1). Jika MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka effective school merupakan isinya. Karakteristik MBS memuat elemen-elemen effective school, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output (Depdiknas, 2001:11). Menurut A. Chaedar, effective school mempunyai karakteristik : a) Visi, misi sekolah jelas; b) Komitmen yang tinggi; c) Kepemimpinan yang mumpuni (terutama dalam shared decision making); d) Kesempatan belajar dan pengaturan waktu yang jelas; e) Lingkungan yang aman dan teratur; f) Hubungan yang baik antara rumah dan sekolah; g) Monitoring kemajuan siswa secara berkala (2006:1-2)

Karakteristik MBS dengan pendekatan sistem input-prosesoutput diperinci : (Depdiknas, 2001:11). a. Input, meliputi : Memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas; Sumber daya tersedia dan siap; Staff yang berkompeten dan berdedikasi tinggi; Memiliki harapan dan prestasi yang tinggi; Fokus pada pelanggan (siswa); dan Input manajemen (manajemen efektif). b.process, meliputi : Proses pembelajaran yang efektif; Kepemimpinan sekolah yang kuat; Lingkungan sekolah yang aman dan tertib; Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif; Sekolah memiliki budaya mutu; Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis; Sekolah memiliki kewenangan /kemandirian;

Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat; Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi menajemen); Sekolah Memiliki kemauan untuk berubah; Sekolah Melakukan evaluasi dan perbaikan berkelanjutan; Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan; Komunikasi yang baik; Sekolah memiliki akuntabilitas; dan Memiliki lingkungan hidup yang sehat c. Output, meliputi : Prestasi Akademik (academic achievement) dan Prestasi Non Akademik atau non academic achievement (Depdiknas, 2001:11-20)

MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada masyarakat tingkat sekolah. (Halim Malik,2011) Menurut Hasbullah (2006: 69) MBS menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada di sekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi.

Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. (Mulyasa, 2006). Untuk mengimplementasikan MBS secara efektif dan efisien, hal penting yang harus diperhatikan adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Salah satu komponen yang harus dikelola dengan baik, yaitu manajemen sekolah dengan masyarakat. Karena, dalam MBS partisipasi masyarakat sangat penting, tidak seperti pada masa lalu yang hanya terbatas pada mobilisasi dana. Keterlibatan masyarakat benar-benar sangat menentukan setiap pengambilan keputusan.

Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep penyelenggaraan pendidikan sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, di samping itu juga dibutuhkan peran orang tua, masyarakat, maupun pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Peran serta masyarakat dan orang tua murid sangat luas. Diantaranya meliputi: memberikan dukungan dana atau sumbangan; merencanakan kegiatan dan kemungkinan pendanaan kegiatan-kegiatan tersebut, ikut menambah guru yang tidak ada atau kurang, bahkan menjadi guru pengganti. Jadi tokoh masyarakat dan orang tua siswa benar-benar merupakan mitra sejajar sekolah (Kepala Sekolah dan guru), yang ikut terlibat secara aktif memikirkan kemajuan sekolah; memberikan masukan dan mendiskusikan pelaksanaan pembelajaran, kinerja para guru, prestasi belajar anak, kendala yang dihadapi, dan sebagainya; masyarakat juga dapat terlibat dalam memilih dan memasukkan guru-guru yang diperlukan sekolah, serta memberhentikan guru yang prestasinya tidak memuaskan. (Halim Malik,2011)

Terciptanya hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan sarana yang strategis dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan untuk: 1. Memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak. 2. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat. 3. Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah (Halim Malik,2011)

Cara menjalin hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat, antara lain: memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang sekolah yang bersangkutan, transparan dalam pengelolaan dana sekolah, bersifat terbuka dalam menampung aspirasi dari masyarakat. Melalui hubungan yang harmonis tersebut diharapkan tercapai tujuan hubungan sekolah dan masyarakat, yaitu terlaksananya proses pendidikan di sekolah secara produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan sekolah yang produktif dan berkualitas. Lulusan yang berkualitas ini tampak dari penguasaan peserta didik terahadap ilmu pengetahuan, ketrampilan dan sikap, yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang berikutnya atau hidup di masyarakat sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup. (Halim Malik,2011)

Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan.

Ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu : 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan (Marihot Manulang, 2007:1).

Budaya sekolah merupakan sesuatu hal yang penting juga dalam kesiapan sekolah. Dalam MBS sekolah dituntut adanya perubahan budaya orgranisasi yang diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan, karena aspek budaya memiliki peran yang cukup penting dalam mencapai mutu keberlanjutan. Budaya organisasi di sekolah tersebut dimaksudkan adalah adanya kerjasama individu-individu dalam sekolah dalam satu tim untuk mencapai mutu pendidikan. (Halim Malik,2011)

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, berperilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini terefleksikan pada perilaku, nilai-nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya. Selanjutnya yang dimaksud kultur sekolah adalah polapola nilai, norma-norma, sikap, rituals, mitos, kebiasaankebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah (Zamroni dalam Nursisto, 2001:xxvi).

Pengaruh kultur sekolah yang sehat memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, sikap dan motivasi kerja guru, dan produktifitas serta kepuasan kerja guru. Sebaliknya kultur sekolah yang tidak baik/sehat akan menimbulkan ketidak kondusifan dalam lingkungan sekolah. Hasil penelitian Ann Bradley di New York terhadap 1000 siwa menunjukan para siswa tidak bekerja keras, tidak menghendaki tes, tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek dan hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR.

Kultur Sekolah yang baik / sehat diantaranya :. Budaya persaingan yang sehat. Siswa pengatur kedisiplinan sekolah Guru Siaga Tegur sapa antar komponen sekolah Memberdayakan Gemar membaca Pengaktifan MGMP Sekolah Menjungkir kursi Piala bergilir Absen datang dan pulang Paraf lembar ulangan Merangsang siswa untuk bertanya. Paraf lembar ulangan Disiplin ; Dan lain-lain (Nursisto, 2001:iii-v).

Kultur sekolah yang tidak sehat diantaranya Meremehkan waktu Datang terlambat Tidak disiplin Suka menunda pekerjaan Menyontek Merokok disembarang tempat Tidak mau membaca Membuang sampah sembarangan;dll

Kepala sekolah merupakan individu yang penting dalam pengelolaan sekolah, sebab ia merupakan pimpinan tertinggi di sekolah. Bekal untuk memimpin dan mengelola sekolah haruslah memadai dan dapat diperoleh melalui pendidikah dan pelatihan, membaca buku referensi, bertanya/berdiskusi dengan teman sejawat maupun belajar dari pengalaman. Oleh karena itu kepemimpinan kepala sekolah perlu mendapat perhatian yang serius.

Menurut H.G. Hicks dan C.R. Gullet dalam Wahjosumidjo, mengemukakan tentang 8 (delapan) macam peranan pemimpin yaitu bersikap adil, mampu memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi dan mau menghargai (2000:15). Jadi Kepemimpinan kepala sekolah haruslah situasional dan melihat peran apa yang saat ini perlu dilakukan artinya kepemimpinan kepala sekolah dapat efektif untuk situasi tertentu dan kurang efektif untuk situasi yang lain. Untuk itu kepala sekolah haruslah mempunyai kepribadian yang kuat, memahami tujuan pendidikan, pengetahuan luas, dan ketrampilan perofesional.

Tipe pemimpin dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: Tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas, dan tipe pemimpin yang berorietasi pada bawahan. Perilaku pemimpin yang pertama, ditandai beberapa hal, diantaranya : pemimpin memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan, pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan, pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya, dan pemimpin yang lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan.

Sedangkan perilaku pemimpin tipe kedua, merupakan tipe kepemimpinan motivasi ditandai dengan : pemimpin memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, dan pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling hormat menghormati diantara semua anggota kelompok (Wahyosumidjo, 2000:31).

Dalam pelaksanaan otonomi pendidikan terjadi pengaturan perimbangan kewenangan antara pusat dan daerah, masing-masing harus mempunyai komitmen tinggi untuk mewujudkannya, sebab keberhasilan otonomi daerah ditentukan tiga hal, yaitu: (1) adanya political will dan political commitment dari pemerintah pusat untuk benar-benar memberdayakan daerah; (2) adanya itikad baik dari pemerintah dalam membantu keuangan daerah; (3) adanya perubahan perilaku elit lokal untuk dapat membangun daerah. (Halim Malik,2011)

Menurut Osborn dan Gaebler (2005: 41) peran birokrasi pemerintah adalah mengarahkan organisasi mencapai sasaran dari pada mengayuh. Bahwa untuk mencapai tujuan suatu kebijakan khususnya di bidang pendidikan, peran pemerintah lebih bersifat strategis, sebagai fasilitator, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan operasional akan ditentukan oleh sekolah berserta orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya (stakeholders).

Menurut Hasbullah (2006:42) Pemerintah pusat mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal strategis pendidikan pada tatanan nasional meliputi: (1) mengembangan kurikulum pendidikan nasional; (2) bantuan teknis; (3) bantuan dana; (4) monitoring; (5) pembakuan mutu; (6) pendidikan moral dan karakter bangsa; (7) pendidikan bahasa Indonesia. Sedangkan pemerintah daerah mempunyai komitmen untuk mengurus hal-hal operasional pendidikan, khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang meliputi aspek-aspek: (1) kelembagaan; (2) kurikulum; (3) sumber daya manusia; (4) pembiayaan; (5) sarana prasarana.

Brown,Daniel J. (1990) Decentralization and school- based management. New York: The Falmer Press. Depdiknas, Ditjen Dikdasmen, Direktorat Dikmenum, 2001 Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen, Direktorat Dikmenum. Departemen Pendidikan Nasional, 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Buku 1 : Konsep dan Pelaksanaannya). Jakarta : Dirjen Dikdasmen, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Halim Malik (Kompas,2/5/11) Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (Hardiknas-Rangkat) Hasbullah, Otonomi Pendidikan, 2006 Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mulyasa, 2006. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Impelemtnasi, Bandung: PT Remaja Rosdakar ya.

Muhammad Aliyenah, S.Pd ( Makalah,2010 ) Manajemen Berbasis Sekolah dan Kultur in konvensional Sebagai Upaya Meningkatkan mutu Pendidikan Sekolah di kota Prabumulih. Nursisto, 2001. Spektrum Pengalaman Lapangan dalam Dunia Pendidikan. Jakarta : Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan Sekolah Menengah Umum Jakarta, Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Wahjosumidjo. 2000. Dasar-dasar Kepemimpinan dan Komitmen Kepemimpinan Abad XXI. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Manulang, Marihot. 2007. Otonomi Pendidikan. http://pakguruonline.pendidikan.net. Zamroni (2008) School Based Management. A reader. Volume 1 Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.