BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dhias Mei Artanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Dini Asri Kusnia Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Resgiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah et.al open ended

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang berkaitan dengan aljabar banyak ditemukan dalam

DAFTAR ISI. ABSTRAK... ii. KATA PENGANTAR... iv. UCAPAN TERIMA KASIH... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tri Aprianti Fauzia, 2015

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Adakalanya seorang siswa mengalami kesulitan walaupun dia telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nining Priyani Gailea, 2013

BAB I PENDAHULUAN. trigonometri, kalkulus, statistika, dan peluang. dengan yang lain (Bariyah, 2010). Jarak pada bangun ruang adalah salah satu

KECAKAPAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Panji Wiraldy, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan dari hasil penelitian ini diantaranya adalah : siswa dan terkait variasi informasi yang ada pada soal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DESAIN DIDAKTIS KONSEP BARISAN DAN DERET ARITMETIKA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan perkembangan potensi,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Feni Febrianti Kencanawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dwi Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Desain Didaktis Luas Daerah Lingkaran Pada Pembelajaran Matematika SMP

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nora Madonna, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ai Juliani,2016

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di. Sekolah Dasar yang dianggap sebagian siswa terasa sulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

DESAIN DIDAKTIS KONSEP GARIS SINGGUNG LINGKARAN PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Oleh:

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari seperti mengenal garis, bangun datar dan bangun ruang. Geometri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Intan Cahyaningrum, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, berkualitas dan mampu bersaing dalam era teknologi. Dewasa ini. membantu proses pembangunan disemua aspek kehidupan bangsa.

2015 D ESAIN D IDAKTIS UNTUK MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SISWA TERHAD AP KONSEP SUD UT PAD A BANGUN RUANG BERD ASARKAN LEARNING TRAJECTORY

BAB I PENDAHULUAN. matematika di sekolah memiliki tujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi matematika (mathematical communication), penalaran. (mathematical problem solving), mengaitkan ide ide (connection), dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tia Agnesa, 2014

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Learning Obstacle pada Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi segala jenis tantangan di era modern dewasa ini. Lebih lanjut

2015 DESAIN DIDAKTIS PERSAMAAN KUADRAT UNTUK SISWA SMP KELAS VIII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi perkembangan zaman, siswa dituntut menjadi individu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah mengembangkan

ANALISIS MISPERSEPSI GUNA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN DATAR DAN KETRAMPILAN MATEMATIKA SISWA SMP TERBUKA NEGERI 1 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan situasi atau tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN OSBORN DI KELAS VII.D SMP NEGERI 51 PALEMBANG

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kilpatrick et al. (2001), strategic

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. membangun kompetensi untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. Secara tidak langsung banyak hal dalam kehidupan manusia bersentuhan

2015 DESAIN DIDAKTIS UNTUK MENGATASI LEARNING OBSTACLE TOPIK PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL

2015 DESAIN DIDAKTIS KONSEP ASAS BLACK DAN PERPINDAHAN KALOR BERDASARKAN HAMBATAN BELAJAR SISWA PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS KELAS X

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS PENALARAN SPASIAL DAN PENALARAN KUANTITIF DALAM MATERI TEOREMA PYTHAGORAS DI SMP

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran matermatika yang dilakukan di Indonesia kira-kira seperti yang diungkapkan oleh De Lange (dalam Turmudi,2010) bahwa pembelajaran matematika seringkali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan guru, ia mengenalkan subjek, memberi satu atau dua contoh, lalu ia menanyakan satu atau dua pertanyaan, dan pada umumnya meminta siswa yang biasanya mendengarkan secara pasif untuk menjadi aktif dengan memulai mengerjakan latihan yang diambil dari buku. Kemudian pembelajaran berakhir dan tersusun secara rapi. Selanjutnya aktivitas serupa dilakukan untuk pertemuan-pertemuan berikutnya. Aktivitas yang menjadi rutinitas dimana guru menerangkan materi dan murid menerima materi. Senada dengan itu Djojonegoro (dalam Turmudi,2010) mengungkapkan bahwa kebanyakan sekolah dan guru-guru di Indonesia memperlakukan siswa bagaikan suatu wadah yang siap diisi pengetahuan. Sekolah dan guru umumnya terfokus pada perolehan jawaban siswa yang benar dalam mengembangkan proses dan menurunkan jawaban. Aktivitas pembelajaran matematika tersebut masih tergolong kepada pembelajaran konvensional seperti yang dikemukakan oleh Silver (dalam Turmudi,2010) bahwa umumnya pada pembelajaran matematika, siswa menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa mengopi apa yang dituliskan oleh gurunya. 1

2 Senada dengan itu Senk dan Thompson (dalam Turmudi,2010) bahwa dalam kelas tradisional, umumnya guru-guru menjelaskan pembelajaran matematika dengan mengungkapkan rumus-rumus dan dalil-dalil matematika terlebih dahulu, baru siswa berlatih soal-soal yang disediakan. Seharusnya ketika proses pembelajaran matematika berlangsung harus bisa mengkaitkan hubungan antara guru, materi, dan siswa seperti yang diutarakan oleh Suryadi (2010) bahwa Pembelajaran matematika pada dasarnya berkaitan dengan tiga hal yaitu guru, siswa dan matematika, antara ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain yang mempengaruhi jalannya suatu pembelajaran. Maka hubungan guru murid, murid materi, dan guru materi harus lebih diperhatikan sehingga ketika pembelajaran berlangsung bisa lebih baik lagi. Suatu materi mengenai konsep tertentu pun bisa disampaikan secara lugas. Menurut Bruner (dalam Sya ban, 2010) cara belajar yang paling baik bagi siswa untuk memahami suatu konsep, dalil, atau prinsip dalam matematika adalah dengan melakukan sendiri penyusunan representasi dari konsep, prinsip, atau dalil tersebut. Proses membangun pemahaman inilah yang lebih penting dari pada hasil belajar, sebab pemahaman terhadap materi yang dipelajari akan lebih bermakna apabila dilakukan sendiri. Proses pembangunan pemahaman ini bisa dengan memberikan permasalahan yang terkait dengan konsep, prinsip, atau dalil apa yang akan disampaikan selanjutnya. sebuah penyelesaian masalah merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha-usaha untuk menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Usaha-usaha yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah

3 merupakan tahapan dimana siswa menyusun pemahaman yang dimilikinya, sehingga ketika suatu kesimpulan terkait konsep, prinsip, atau dalil tertentu siswa bisa lebih memahaminya. Proses pembelajaran dengan memberikan masalah di awal pembelajarannya ini dikenal dengan model pembelajaran problem solving, seperti yang diutarakan oleh Krishna (2012) Model Pembelajaran Problem Solving atau Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Model pembelajaran problem solving ini khususnya pada pelajaran matematika telah berhasil diaplikasikan di Jepang. menurut Shimizu (2009) seorang guru di Jepang khususnya di tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah tingkat pertama, sering memulai sebuah materi pembelajaran dengan memberikan beberapa masalah yang memiliki banyak solusi pada sebuah kelas. Pemberian masalah ini berguna ketika sebuah konsep baru atau prosedur baru akan dikenalkan pada siswa di awal pembelajaran. Ketika di pertengahan atau di akhir pembelajaran guru kemudian memperlihatkan beberapa penyelesaian yang diperoleh siswa pada saat pembelajaran. Lain halnya dengan pembelajaran di Indonesia saat ini, seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa pada umunya masih bersifat penyampaian informasi tanpa banyak melibatkan siswa untuk dapat membangun sendiri pemahamannya. Kebiasaan siswa yang pasif dan lebih banyak meniru apa yang dituliskan gurunya akan menjadi suatu masalah ketika siswa tersebut dihadapkan pada permasalahan

4 yang belum dicontohkan oleh gurunya. Kemungkinan besar siswa tidak bisa menjawab permasalahan tersebut. Menurut Wadifah (2011) bahwa siswa membentuk pemahaman mengenai suatu konsep berdasarkan pengalaman belajar yang didapat, sedangkan pengalaman belajar tergantung dari seberapa banyak informasi (matematika) yang diperolehnya. Jadi semakin banyak pengalaman belajar yang didapat maka semakin banyak informasi-informasi yang diperoleh untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berbeda. Sedangkan matematika sendiri menurut Harta (2011) merupakan cabang ilmu pengetahuan yang kaya akan konsep. Salah satu bagian penting dari kurikulum matematika adalah geometri dan pengukuran. Menurut Bariyah (dalam Istiqamah, 2012). Geometri adalah salah satu cabang dalam matematika yang mempelajari tentang titik, garis,bidang dan benda-benda ruang beserta sifat-sifatnya, ukuranukurannya, dan hubungannya antara yang satu dengan yang lain. Konsep teorema pythagoras merupakan salah satu konsep bidang geometri yang dipelajari pada Matematika SMP. Pada pembelajaran matematika yang berkaitan dengan konsep teorema pythagoras, pada saat guru menjelaskan tentang teorema pyhtagoras pada suatu segitiga, contoh yang diberikan pada siswa sangatlah terbatas dan tidak beragam. Guru hanya memberikan bagaimana rumus yang berlaku pada teorema pythagoras dan contoh penggunaannya secara terbatas. Sehingga ini tidak cukup untuk memberikan pengalaman belajar yang banyak pada siswa. akibatnya secara alamiah siswa mengalami situasi yang disebut kesulitan belajar (learning obstacle). Menurut Brousseau (dalam Suryadi,2010) bahwa terdapat tiga faktor

5 penyebab munculnya kesulitan belajar, yaitu hambatan ontogeni (terkait kesiapan mental belajar), hambatan didaktis (terkait pengajaran guru) dan hambatan epistimologis (terkait pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas). Dari ketiga kesulitan belajar, atau hambatan belajar yang diutarakan di atas yang mempengaruhi pada desain pembelajaran secara langsung adalah hambatan epistimologis. hambatan epistimologis berkaitan langsung dengan pengetahuan siswa yang memiliki keterbatasan penguasaan suatu konsep tertentu, khususnya teorema Pythagoras. Sehingga ketika dihadapkan pada persoalan yang bervariatif, siswa yang belum memiliki pengalaman belajar yang cukup akan merasa kesulitan. Seperti ketika siswa dihadapkan pada soal seperti di bawah ini. Soal uji instrumen learning obstacle pada konsep teorema pythagoras (Robbiana, 2011) D A E C B Diketahui persegi panjang ABCD dan setengah lingkaran dengan diameter AB, jika panjang AD = 5cm, dan DE = 1cm, maka panjang jari-jari lingkaran tersebut adalah? Dalam uji soal di atas yang dilakukan oleh Robbiana (2011) diperoleh bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan konsep teorema pythagoras pada permasalahan yang memerlukan konstruksi terlebih dahulu. Learning obstacle yang lain adalah kesulitan siswa jika dihadapkan pada permasalahan yang pada perumusan teorema pythagorasnya melibatkan variabel dalam perhitungannya. Dari learning obstacle yang ada ini, sehingga diperlukan adanya

6 suatu proses perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai rancangan pembelajaran (desain didaktis). Desain didaktis ini merupakan langkah awal yang dibuat oleh guru sebelum adanya pembelajaran untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul pada proses pembelajaran. Dengan desain didaktis ini diharapkan mampu mengarahkan siswa pada pembentukan pemahaman yang utuh dan mengurangi learning obstacle yang telah ada sebelumnya serta dapat meningkatkan kemampuan sikap dalam memandang matematika atau yang dikenal dengan disposisis matematis siswa. Menurut Kilpatrick (2001;116) Ada lima kemampuan matematika yang harus dimiliki agar memperoleh kesuksesan dalam pembelajaran matematika. kelima kemampuan tersebut adalah : 1. Conceptual Understanding Pemahaman mengenai konsep, operasi dan relasi pada matematika 2. Procedural Fluency Keterampilan dalam melaksanakan prosedur secara fleksibel, akurat, efisien dan tepat. 3. Strategic Competence kemampuan untuk merumuskan, mewakili, dan memecahkan matematika masalah 4. Adaptive Reasoning kemampuan berpikir logis, refleksi, penjelasan,dan pembenaran. 5. Productive Disposition

7 Kebiasaan untuk cenderung melihat matematika sebagai hal yang masuk akal, berguna, dan bermanfaat, disertai dengan kepercayaan, ketekunan,dan keberhasilan sendiri. Berdasarkan Latarbelakang tersebut peneliti kemudian melakukan penelitian mengenai Desain Didaktis Model Problem Solving untuk Mengatasi Learning Obstacle Pokok Bahasan Teorema Pythagoras dan Meningkatkan Sikap Matematis Siswa Smp B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana teorema pythagoras ditinjau dari perspektif sejarah? 2. Bagaimana desain didaktis tentang pokok bahasan teorema pythagoras berdasarkan perspektif sejarahnya untuk meningkatkan kompetensi matematis sesuai dengan karakteristik siswa SMP kelas VIII dan mengatasi learning obstacle yang ada? 3. Bagaimanakah respon siswa yang muncul saat desain didaktis diimplementasikan? 4. Sejauh manakah desain didaktis dapat mengatasi learning obstacle yang muncul sebelumnya? 5. Bagaimanakah pengaruh desain didaktis terhadap perubahan sikap siswa SMP dalam memandang matematika?

8 C. BATASAN MASALAH Batasan masalah pada penelitian ini adalah 1. Learning Obstacle yang dikaji dalam karya tulis ini berupa Epistemological Obstacle (hambatan epistimologis). 2. Model Problem Solving yang digunakan adalah model pembelajaran problem solving yang dilakukan di Jepang. D. TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui teorema pythagoras ditinjau dari perspektif sejarah. 2. Mengetahui desain didaktis tentang pokok bahasan teorema pythagoras berdasarkan perspektif sejarahnya untuk meningkatkan kompetensi matematis sesuai dengan karakteristik siswa SMP kelas VIII dan mengatasi learning obstacle yang ada. 3. Mengetahui respon siswa yang muncul saat desain didaktis diimplementasikan. 4. Mengetahui sejauh manakah desain didaktis dapat mengatasi learning obstacle yang muncul sebelumnya. 5. Mengetahui pengaruh desain didaktis pada perubahan sikap siswa SMP dalam memandang matematika.

9 E. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi peneliti, mengetahui sejarah dari teorema pythagoras, hubungan teorema pythagoras dengan konsep matematika lainnya, aplikasi dari teorema pythagoras dalam kehidupan sehari-hari, dan desain didaktis bahan ajar pokok bahasan teorema pythagoras serta implementasinya. 2. Bagi guru matematika, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran matematika berdasarkan karakteristik siswa melalui penelitian desain didaktis serta dapat menerapkan dan memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika secara optimal. 3. Bagi siswa, diharapkan dapat lebih memahami konsep teorema pythagoras dalam pembelajaran matematika tanpa adanya kesalahan konsep yang akan berakibat pada pembelajaran matematika berikutnya. F. DEFINISI OPERASIONAL 1. Learning obstacles merupakan hambatan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Dalam tulisan ini, learning obstacles yang dikaji hanya yang bersifat epistimologis. 2. Hambatan epistimologis merupakan hambatan yang berkaitan dengan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu.

10 3. Desain didaktis merupakan rancangan tentang sajian bahan ajar yang memperhatikan prediksi respon siswa. Desain didaktis dikembangkan berdasarkan sifat konsep, urutan materi, dan model pembelajaran yang akan disajikan dengan mempertimbangkan learning obstacles yang telah diidentifikasi dan hasil repersonalisasi pokok bahasan. Sehingga desain didaktis yang dirancang tersebut bisa mengurangi munculnya learning obstacles.