Pemeliharaan dan regenerasi lingkungan KEBERLANJUTAN MENYELURUH. Perkembangan ekonomi dan kinerja sistem transportasi

dokumen-dokumen yang mirip
Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

IDENTIFIKASI PELUANG JALUR SEPEDA DI SEKELILING RAYA BOGOR ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 1. Pendahuluan. pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GREEN TRANSPORTATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Studi beberapa..., Annisa Putri Handayani, FKM UI, 2009

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

BAB IV : KONSEP. 4.1 Konsep Dasar. Permasalahan & Kebutuhan. Laporan Perancangan Arsitektur Akhir

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

Kualitas Walkability pada Koridor Jalan Kayu Aya Seminyak Bali

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

KAJIAN ASPEK KENYAMANAN PADA JALUR PEDESTRIAN PENGGAL JALAN PROF. SOEDHARTO, SEMARANG (NGESREP (PATUNG DIPONEGORO) - GERBANG UNDIP)

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN OBJEK

Penyediaan fasilitas parkir untuk sepeda

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PERANCANGAN. Dalam kajian perancangan ini berisi tentang penjelasan dari proses atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

PENGERTIAN GREEN CITY

SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN MANDIRI CITRALAND SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

Fasilitas Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Tunadaksa di Stasiun KA Kota Baru Malang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

PRASARANA KOTA DI JALAN KOLONEL ATMO PALEMBANG

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

PENGANTAR TEKNIK TRANSPORTASI

KONSEP PENATAAN LANJUTAN JALUR PEJALAN KAKI DI KOTA SURABAYA

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 2 DATA DAN ANALISA

TEORI Kota Cerdas dari Dimensi Mobilitas Cerdas

6.1 Peruntukkan Kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

BAB III GAMBARAN OBYEK PENELITIAN. adapun obyek dalam penelitin ini adalah jalur sepeda tahap-1 di Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aksesibilitas a. Geometri koridor jalan b. Tautan & kontinuitas akses spasial & visual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah


Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kenyamanan adalah keadaan nyaman;kesejukan. Kolcaba (2003) menjelaskan

BAB 5 KESENJANGAN KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG KEGIATAN PARIWISATA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan penjelasan mengenai teori dan kebijakankebijakan/peraturan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari studi literatur (pustaka), dimana di dalamnya terdiri dari penjelasan mengenai walkability, perkeretaapian dan fasilitas jalur pedestrian. 2.1 Sustainable Transportation (Transportasi Berkelanjutan) Konsep sustainable transportation atau transportasi berkelanjutan ini telah diterapkan hampir diseluruh dunia termasuk di Indonesia karena dampak positif yang ditimbulkan untuk lingkungan, masyarakat dan ekonomi. 2.1.1 Definisi Transportasi Berkelanjutan Center for Sustainable Development (1997) mendefinisikan sistem transportasi yang berkelanjutan sebagai suatu sistem yang menyediakan akses terhadap kebutuhan dasar individu atau masyarakat secara aman dan dalam cara yang tetap konsisten dengan kesehatan manusia dan ekosistem, dan dengan keadilan masyarakat saat ini dan masa mendatang. Pemeliharaan dan regenerasi lingkungan KEBERLANJUTAN MENYELURUH Keadilan sosial dan kesejahteraan Perkembangan ekonomi dan kinerja sistem transportasi Gambar 2.1 Interaksi Antar Elemen Dalam Sistem yang Berkelanjutan Sumber: Center for Sustainable Development (1997) 15

16 Ofyar Z Tamin (2008:941) menjelaskan bahwa transportasi yang berkelanjutan (sustainable transportation) merupakan salah satu aspek dari keberlanjutan menyeluruh (global sustainability) yang memiliki tiga komponen yang saling berhubungan, yakni: lingkungan, masyarakat dan ekonomi. 2.1.2 Prinsip Dasar Sistem Transportasi Berkelanjutan Terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dilakukan dalam usaha mencapai terciptanya suatu kota yang mempunyai sistem transportasi yang berkelanjutan. Beberapa prinsip dasar akan diterangkan sebagai berikut : a. Aksesibilitas bagi siapa saja; Tujuan utama tersedianya sistem transportasi adalah menyediakan aksesibilitas (kemudahan) bagi setiap pengguna (manusia), barang, dan jasa secara adil, seimbang, biaya rendah dan mempunyai dampak kecil. Kebijakan transportasi tidak harus selalu melihat faktor mobilitas (kemudahan untuk bergerak) sebagai tujuan akhir dengan selalu mengusahakan semakin banyak kendaraan yang bergerak dengan kecepatan yang lebih tinggi. Perencanaan aksesibilitas bertujuan untuk menjamin bahwa setiap tempat tujuan tetap mudah dicapai dengan segala jenis moda transportasi yang tersedia terutama kendaraan tidak bermotor, angkutan umum, dan paratransit. b. Keadilan sosial bagi siapa saja; Sering terjadi dmanapun bahwa transportasi selalu tidak diprioritaskan bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah. Transportasi selalu mempunyai dampak negatif bagi masyarakat yang hidup dalam kemsikinan, orang cacat, wanita, anak-anak, manula, dan bagi masyarakat yang tidak mempunyai tempat tinggal. Kebijakan keadioan sosial seharusnya memberikan prioritas bagi tersedianya angkutan umum, pejaln kaki dan kendaraan tidak bermotor yang mudah dijangkau bagi siapapun dan berdampak kecil. c. Berkelanjutan dalam lingkungan (ecological sustainability); Lingkungan lokal dari suatu permukimanbanyak yang rusak akibat jumlah kendaraan bermotor yang terlalu banyak. Dampak lokal dari sektor

17 transportasi tersebut adalah polusi udara dan suara (kebisingan), yang banyak ditemukan di kota-kota besar di Asia. Terbukti bahwa tempat-tempat yang mempunyai sistem transportasi yang mempunyai dampak kecil terhadap lingkungan adalah tempat-tempat yang penggunaan kendaraan pribadinya rendah dan penggunaan kendaraan umu, pejalan kaki, dan bersepedanya tinggi. d. Kesehatan dan keselamatan; Transportasi berdampak besar terhadap kesehatan dan keselamatan. Kendaraan bermotor mempunyai kontribusi sekitar 70% dari populasi udara di banyak tempat di kota-kota besar dunia. Di Negara yang sedang berkembang, leih dari 60% dari korban adalah pejalan kaki. Perjalanan lebih aman di tempat-tempat yang menyediakan fasilitas angkutan umum dan fasiltas bagi pejalan kaki dan pengendara sepeda. e. Partisipasi public dan transportasi; Perencanaan transportasi adalah salah satu cara yang baik untu melibatkan setiap kontinuitas yang pasti akan terkena dampak perencanaan tersebut. Konsep perencanaan tranportasi tradisional menyerahkan prosesperencanaan hanya kepada para pakar. Akan tetapi, pada saat ini, semakin banyak pihak yang menyatakan bahwa proses perencanaan transportasi harus dilakukan secara terbuka melibatkan semua pihak yang terkait (stakeholders). f. Ekonomis dan murah; Terlalu banyak kita temukan perencanaan transportasi yang berujung pada mega proyek yang sangat mahal. Sebaliknya, kebijakan transportasi yang berujung pada mega proyek yang sangat mahal. Sebaliknya kebijakan transportasi yang berkelanjutan seharusnya berujung pada proyek yang berbiaya murah dan sekaligus membatasi penggunaan moda transportasi yang pembangunannya membutuhkan biaya yang sangat mahal (mobil pribadi). Dengan membatasi kendaraan pribadi dan kendaraan bermotor lainnya dan mencoba menghambat pertumbuhannya, maka kota-kota akan terhindar dari

18 keharusan membangun jaringan jalan yang mahal dan mempromosikan penggunaan angkutan umum, berjalan kaki dan bersepeda. g. Informasi dan analisis; Untuk melakukan sesuatu, komunitas harus mengerti hal-hal yang berkaitan dengan proiritas yang harus dilakukan sehingga tidak terjadi kesalahan. h. Advokasi; Advokasi sangat diperlukan karena pemerintah hanya akan mendengar keinginan investor besar yang mempunyai kepentingan tertenu. Advokasi dari masyarakat yang berekonomi rendah melalui LSM sangat dibutuhkan. Kemampuan advokasi mutlak diperlukan dalam sistem transportasi berkelanjutan. i. Capacity Building; Dirasakan perlu terbentuknya komitmen bersama antar pengambil keputusan utnuk mengubah paradigm perencanaan untuk perencanaan untuk mengganti mobilitas kendaraan pribadi ke angkutan umum. Organisasi masyarakat harus disiapkan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menyampaikan haknya berbicara tentang isu transportasi, mengerti isu mendasar dan tahu bagaimana langkah yang harus dilakukan selanjutnya. j. Jejaring. Jejaring antar komunitas sangatlah dibutuhkan secara aktif sehingga proses pertukaran informasi dan kerja sama antar komunitas dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Melalui jejaring ini kita bisa mendapatkan ide-ide baru. Informasi, pelajaran dari tempat lain, solidaritas untuk menghasilkan tujuan yang lebih baik bagi seluruh komunitas. Transportasi berkelanjutan dari aspek lingkungan menurut Ofyar Z Tamin (2008:943) adalah moda yang tidak menimbulkan polusi udara, polusi air, kebisingan, pemanasana global dan boros bahan bakar. Beberapa jenis transortasi berkelanjutan berdasarkan aspek lingkungan tersebut yaitu berjalan kaki, bersepeda, dan kendaraan non motor atau tidak menggunakan bahan bakar minyak.

19 2.2 Walkability Walkability telah banyak dilaksanakan diberbagai negara dunia, dan salah satunya di Asia memiliki beberapa penilaian tentang walkability suatu kawasan jalur pedestrian. 2.2.1 Definisi Walkability Walkability merupakan konsep penting dalam pendekatan desain perkotaan yang berkelanjutan. Ini adalah ukuran seberapa ramah suatu daerah untuk pejalan kaki. Walkability memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, lingkungan dan ekonomi. (Daftardar, Chintan & Jydip, 2010). "Walkability" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan dan mengukur konektivitas dan kualitas trotoar, jalan setapak, atau trotoar di kota-kota. Hal ini dapat diukur melalui penilaian komprehensif dari infrastruktur yang tersedia untuk pejalan kaki dan studi yang menghubungkan permintaan dan penawaran. (Leather, James, Fabian, dkk. ADB 2011). Jalan kaki adalah jenis transportasi yang paling murah dan paling mudah diakses masyarakat, terutama oleh masyarakat miskin. Kemudahan berjalan kaki dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan memudahkan masyarakat mengakses peluang pekerjaan dan menjangkau berbagai fasilitas umum dan pelayanan dasar perkotaan. Selain itu apabila berjalan kaki dilakukan secara rutin sangat mendukung kesehatan masyarakat yang lebih baik. Fasilitas pejalan kaki di perkotaan yang lebih baik akan mendukung peningkatan kualitas udara. (Walkability and Pedestrian Facilities in Indonesian Cities, 2014). 2.2.2 Pengukuran Walkability Dalam mengukur tingkat walkability, ada beberapa parameter pengukur walkability. Global Walkability Index (GWI) yang dikembangkan MIT dan World Bank dengan modifikasi agar sesuai dengan konteks Asia. Parameter yang digunakan adalah sebaga berikut: 1) Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi lain (walking path modal conflict);

20 2) Ketersediaan jalur pejalan kaki; 3) Ketersediaan penyeberangan; 4) Keamanan penyeberangan; 5) Sikap pengendara motor; 6) Amenities (kelengkapan pendukung); 7) Infrastruktur penunjang kelompok penyandang cacat (disabled); 8) Kendala / hambatan; 9) Keamanan terhadap kejahatan (safety from crime). 2.2.2.1 Global Walkability Index (GWI) Global Walkability Index (GWI), yang dikembangkan oleh H. Krambeck untuk World Bank, memberikan analisis kualitatif penilaian tentang kondisi berjalan termasuk keselamatan, keamanan, dan kenyamanan lingkungan pejalan kaki. Analisis ini memberikan pemahaman tentang walkability yang lebih baik saat ini di kota-kota Asia dan mampu mengidentifikasi cara untuk meningkatkan fasilitas pejalan kaki. (Leather, James, Fabian, dkk. ADB 2011). Adapun parameter pengukuran menggunakan GWI yaitu : Tabel II-1 Parameter Pengukur Tingkat Walkabilty Jalur Pedestrian No Parameter Deskripsi 1 Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi lain (walking path modal conflict) Seberapa besar konflik antara pejalan kaki dengan moda transportasi seperti motor, mobil dan lainlain 2 Ketersediaan jalur pejalan kaki Ketersediaan jalur pejalan kaki disepanjang jalur perjalanan pejalan kaki 3 Ketersediaan fasilitas Ketersediaan fasilitas penyebrangan jalan seperti penyebrangan 4 Pejalan kaki dapat menyebrang dengan aman saat menyebrang jalan. zebra cross, jembatan penyebrangan dan lain-lain Pejalan kaki dapat menyerang dengan aman pada jalur penyebrangan yang tersedia 5 Perilaku pengendara Perilaku pengendara motor baik atau tidak terhadap pejalan kaki, contohnya saat akan menyebrang jalan pengendara motor menghormati pejalan kaki, danlain-lain. 6 Ketersediaan fasilitas pendukung Ketersediaan fasilitas pendukung untuk pejalan kaki seperti tempat sampah, tempat duduk,

21 peneduh, dan lain-lain 7 Infrastruktur bagi penyandang cacat Ketersediaan fasilitas bagi kelompok penyandag cacat di jalur pedestrian 8 Hambatan Pejalan kaki tidak terganggu oeh kegiatan lain seperti Pedagang Kaki Lima, parkir motor, dan kegiatan lainnya yang dapat menganggu perjalanan perjalanan kaki. 9 Keamanan dari tindak kejahatan Tingkat keamanan di sekitar jalur pejalan kaki (dari tindak kejahatan) Sumber: Walkability and Pedestrian Facilities in Asian Cities State and Issues, 2011 2.2.2.2 Pedoman Perencanaan Jalur Pejalan Kaki dari Pekerjaan Umum Prinsip umum perencanaan penyediaan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki harus memenuhi kaidah sebagai berikut: a) Prinsip teknis penataan sistem sirkulasi dan jalur penghubung mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan; b) Ruang yang direncanakan harus dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan berbagai keterbatasan fisik; c) Lebar jalur pejalan kaki harus sesuai dengan standar prasarana; d) Harus memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan dan mudah untuk digunakan, sehingga pejalan kaki tidak harus merasa terancam dengan lalu lintas atau ganggungan dari lingkungan sekitarnya; e) Jalur yang direncanakan mempunyai daya tarik atau nilai tambah lain diluar fungsi utama; f) Terciptanya ruang sosial sehingga pejalan kaki dapat beraktivitas secara aman di ruang publik; g) Terwujudnya keterpaduan sistem, baik dari aspek penataan lingkungan atau dengan sistem transportasi atau aksesilibitas antar kawasan; h) Terwujud perencanaan yang efektif dan efisien sesuai dengan tingkat kebutuhan dan perkembangan kawasan.

22 Tabel II-2 Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan No. Fasilitas Keselamatan Kenyamanan Keindahan 1 Prasarana Ruang Pejalan Kaki 2 Ruang Pejalan Kaki (Street Furniture) 3 Tata Informasi (Sugnage) 4 Ramp dan marka penyandang cacat (difable) Ruang pejalan kaki terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan dan memiliki ketinggian berbeda Terletak pada titik-titik yang aman dari lalulintas kendaraan Terletak pada titik-titik yang aman dari tindakan vandalisme Ramp dan marka terletak pada lokasi yang aman dari sirkulasi kendaraan 5 Jalur Hijau Terletak antara jalur pejalan kaki dan kendaraan 6 Drainase Jaringan drainase tidak boleh mengganggu permukaan ruang pejalan kaki Jalur memiliki lebar yang nyaman (min 1,5 m). Jalur pejalan kaki memiliki permukaan yang tidak licin Memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi dengan bahan yang sesuai dengan kebutuhan; Tata letaknya tidak mengganggu alur pejalan kaki. Tata letaknya tidak menggangu alur pejalan kaki Memiliki derajat kemiringan yang sesuai standar kenyamanan (1:12). Memiliki vegetasi peneduh pejalan kaki untuk penurun iklim mikro. Jaringan drainase harus selalu terpelihara kebersihannya agar tidak mengganggu aktifitas Ruang pejalan kaki memiliki material penutup tanah yang berpola dan memiliki daya serap tinggi. Desain dapat mewakili karakter lokal lingkungan, sehingga memiliki kualitas estetika yang baik. Desain dapat mewakili karakter lokal lingkungan, sehingga memiliki kualitas estetika yang baik. Memiliki penanda khusus berupa pagar pembatas ataupun garis berwarna. Memiliki vegetasi dekoratif yang meningkatkan nilai estetika ruang. Material penutup pada jaringan drainase harus selalu terpelihara pejalan kaki kebersihannya Sumber: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki di Perkotaan

23 2.2.2.3 Variabel Pengukur Tingkat Walkability yang Digunakan Dalam penelitian ini, dalam mengukur tingkat walkability jalan disekitar Stasiun Hall menggunakan Global Walkability Index. Fasilitas pedestrian harus diberikan sesuai dengan kriteria transportasi secara umum. Menurut Hamid Shirvani, elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas serta sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. Adapun Aspek-aspek yang perlu diperhatikan yaitu : Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat duduk dan sebagainya. Jalur pedestrian harus mempunyai syarat : Aman, leluasa dari kendaraan bermotor; Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan dengn hambatan kepadatan pejalan kaki; Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yag disebabkan gangguan naik-turun, ruang yang sempit, dan penyerobotan fungsi lain; Punya nilai estetika dan daya tarik, dengan penyediaan sarana dan prasarana jalan seperti: taman, bangku, tempat sampah, dan lainnya. Secara umum elemen dasar desain kota jug mengutamakan keamanan, kenyamanan, keselamatan dan keindahan bagi pejalan kaki saat berjalan di jalur pedestrian. Pada Tabel II-3 menjelaskan mengenai variabel yang akan digunakan untuk mengukur walkability di jalur pedestrian sekitar Stasiun Hall Bandung. Tabel II-3 Variabel Pengukur Tingkat Walkability No Variabel Parameter Global Walkability Index 1 Keamanan (security) Konflik jalur pejalan kaki dengan moda transportasi lain (walking path modal conflict); Ketersediaan jalur pejalan kaki; Ketersediaan penyeberangan; Kendala / hambatan; Keamanan terhadap kejahatan (safety from crime). 2 Keselamatan (safety) Keamanan penyeberangan;

24 Sikap pengendara motor; 3 Kenyamanan (comfort) Amenities (kelengkapan pendukung); Infrastruktur penunjang kelompok penyandang cacat (disabled); 4 Keindahah (aesthetic) Amenities (kelengkapan pendukung); Sumber: Modifikasi Global Walkability Index, 2014 2.3 Metode Pembobotan Skoring Menurut Malczewski (1999), terdapat beberapa cara pembobotan, pembobotan bisa dilakukan dengan metode ranking, rating, pairwise, comparison, dan trade-off analysis. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode ranking menggunakan scoring dari Global Walkability Index, merupakan metode pemberian boot yang sederhana, dimana dalam penyusunannya bobot dibuat dalam tingkatan tertentu. Kriteria dan bobot dibuat berdasarkan persepsi responden. Penelitian ini dibagi kedalam 4 variabel yang memiliki skor dari 5 untuk penilaian walkability paling baik dan 1 untuk penilaian walkability paing buruk. 2.4 Guna Lahan Sistem transportasi dan land use atau tata guna lahan harus sangat mempengaruhi sistem pergerakan manusia dan barang. Konsep dasar dari interaksi atau hubungan antara tata guna lahan dan transportasi adalah aksesibilitas (Peter, 1975:307). Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistim pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistim jaringan transportasi yang menghubungkannya (Black dalam Tamin, 2000:32). Gerak manusia kota dalam kegiatannya adalah dari rumah ke tempat bekerja, ke sekolah, ke pasar, ke toko, ke tempat hiburan, kemudahan bagi penduduk untuk menjembatani jarak antara berbagai pusat kegiatan disebut tingkatan daya jangkau atau aksesibilitas (Jayadinata, 1992:156). (Wibawa, 1996) Sub sistem kegiatan merupakan sistem kegiatan tertentu yang membangkitkan pergerakan (traffic generation) dan dapat menarik pergerakan (traffiic attraction). Sistem ini berkaitan erat dengan pengaturan pola tata guna lahan sebagai suatu unsur penting pembentuk pola kegiatan dalam kota atau daerah. Sistem tersebut dapat merupakan suatu gabungan dari berbagai sistem pola

25 kegiatan tata guna tanah (land use) seperti kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Land use ini juga sebagai aktivitas pendukung. Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas. 2.5 Persepsi Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005:807) persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Menurut Robbins, S.P. (2003:89) proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh : (1) Faktor perhatian dari luar adalah kondisi - kondisi luar yang mempermudah individu untuk melakukan keinginan, meliputi intensitas, keberlawanan, pengulangan, dan gerakan, (2) Faktor dari dalam (internal sets factor) adalah faktor dari dalam diri seseorang yang memiliki proses persepsi antara lain proses belajar (learning), motivasi, dan kepribadian. Dalam Ramdan Pelana, menurut Manahan P. Tampubolon (2008:63), persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu objek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi. Persepsi sangat tergantung pada faktor-faktor, antara lain individu yang membuat persepsi, situasi yang terjadi pada saat persepsi itu dirumuskan, serta gangguan-gangguan yang mempengaruhi dalam proses pembentukan persepsi (target). Dalam Yudi, Robbins (2001:89) mengemukakan bahwasanya ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu : 1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu;

26 2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau yang mirip; 3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi persepsi kita.