PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Morfologi Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

STUDI PERIODE KRITIS TANAMAN PADI HIBRIDA (Oryza sativa Linn.) TERHADAP PERSAINGAN GULMA DI LAHAN SAWAH. Oleh: Nur Fithri Meriyanti A

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

PENGUJIAN KERAGAAN KARAKTER AGRONOMI GALUR-GALUR HARAPAN PADI SAWAH TIPE BARU (Oryza sativa L) Oleh Akhmad Yudi Wibowo A

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan semusim yang termasuk golongan rerumputan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Universitas Lampung (Unila),

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh A PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Mei Penyusun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI HERBISISDA TIGOLD 10 WP (pirizosulfuron etil 10%) TERHADAP GULMA PADA BUDIDAYA PADI SAWAH

Sumber : Nurman S.P. (

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

II. Tinjauan Pustaka. dikonsumsi oleh setengah dari penduduk yang ada di bumi ini. Menurut Chevalier

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

RESPON TANAMAN CAISIM (Brassica chinensis) TERHADAP PUPUK NPK ( ) DI DATARAN TINGGI. Oleh GANI CAHYO HANDOYO A

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di lahan pertanaman tebu Kecamatan Natar, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

PENGARUH PEMBERIAN AMELIORAN TANAH TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH DAN PERTUMBUHAN DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Padi. L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Transkripsi:

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Oleh Gita Septrina A34104069 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Gita Septrina A34104069 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN GITA SEPTRINA. Pengaruh Cara dan Waktu Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Hibrida (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh DWI GUNTORO dan ADIWIRMAN. Gulma merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menurunkan produksi padi di lapangan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh cara dan waktu penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil padi hibrida. Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi, di daerah Carang Pulang Dramaga Bogor, pada bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Rancangan Kelompok Lengkap Teracak satu faktor dengan tiga ulangan digunakan dalam percobaan ini. Faktor yang digunakan adalah waktu dan cara pengendalian gulma. Perlakuan yang dicobakan terdiri atas: tanpa pengendalian sebagai kontrol (K-0), pengendalian manual pada 3 minggu setelah tanam (MST) (M-3), pengendalian manual pada 6 MST (M-6), pengendalian manual pada 3 dan 6 MST (M-36), pengendalian dengan herbisida pada 3 MST (H-3), pengendalian dengan herbisida pada 6 MST (H-6), dan pengendalian dengan herbisida pada 3 dan 6 MST (H-36). Kondisi lahan didominansi gulma Fimbristylis milliaceae, Ludwigia octovalvis, dan Lindernia crustaceae. Penyiangan dengan herbisida menghasilkan rata-rata bobot kering gulma per minggu yang lebih tinggi dibandingkan penyiangan manual, namun lebih rendah dari kontrol. Penyiangan manual dan herbisida pada 3 dan atau 6 MST tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif, hasil, dan mutu fisik dari padi hibrida. Namun, penyiangan mempengaruhi Indeks Luas Daun (ILD) tanaman. Nilai ILD tertinggi diperoleh perlakuan pengendalian manual 3 MST, sebesar 3.75. Nilai ILD terendah diperoleh perlakuan kontrol, sebesar 2.23. Hasil yang diperoleh berkisar antara 4.10 ton GKG/ha 6.58 ton GKG/ha. Hasil terendah diperoleh petak kontrol. Petak penyiangan manual memperoleh hasil GKG 52.44% lebih besar dari kontrol. Penyiangan manual memperoleh rata-rata hasil GKG yang lebih besar 16.39% dibandingkan hasil penyiangan dengan herbisida. Terdapat kecenderungan, semakin cepat gulma dikendalikan, semakin baik hasil gabah yang diperoleh.

LEMBAR PENGESAHAN JUDUL NAMA NRP : PENGARUH WAKTU DAN CARA PENGENDALIAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI HIBRIDA (Oryza sativa L.) : Gita Septrina : A34104069 Dosen Pembimbing 1 Menyetujui, Dosen Pembimbing 2 Dwi Guntoro, SP., M. Si. NIP. 132 176 851 Dr. Ir. Adiwirman, MS. NIP. 131 669 943 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019 Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu, 3 September 1986. Sulung dari pasangan Indra Sugiarno dan Siti Rahayu Ruyati ini, mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri 01 Pagi Pekayon Pasar Rebo Jakarta Timur. Pendidikan menengah diselesaikan di SLTP Negeri 91 Jakarta dan pada tahun 2004 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Islam Terpadu Nurul Fikri, Depok. Pada tahun 2004 juga, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah penulis bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM-A) periode 2004-2005, sebagai staf pada Biro Aplikasi Pertanian. Pada periode yang sama penulis aktif mengikuti berbagai macam kegiatan dalam rangkaian acara Bina Desa di Desa Pasarean. Pada tahun akademik 2007-2008 penulis berpartisipasi sebagai asisten mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan.

KATA PENGANTAR AlhamdulillahiRabbal alamiin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan energi rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi dengan judul Pengaruh Waktu dan Cara Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Hibrida (Oryza sativa L.) ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1. Orangtua tercinta Mama-Siti Rahayu Ruyati- dan Papa-Indra Sugiarno-, serta Adik-adik-Yundri Martiraz dan Arif Gusaseano-, atas setiap doa dan kasih sayang yang tanpa henti diberikan selama ini 2. Dwi Guntoro, SP., M. Si sebagai pembimbing skripsi dan akademik yang senantiasa memberikan bimbingan, dan motivasi selama masa pendidikan ini. 3. Dr. Ir. Adiwirman, MS sebagai dosen pembimbing skripsi kedua yang selalu teliti dalam memberikan masukan, demi hasil skripsi yang lebih baik. 4. Ir. Sofyan Zaman yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan memberikan banyak saran untuk menambah kualitas dari skripsi ini. 5. Pak Joko, Pak Milin, dan semua pekerja yang sudah membantu dan memberikan semangat selama penelitian ini. 6. Dhini dan Fitri serta semua yang tergabung dalam Paddy s Club, Febrian, Ichsan, Mudi, Dina, Tri, dan Sofie. Teman-teman yang selalu bisa diandalkan, Vitria, Adrinus, Ika, Cindi, Lia, Nita, Giono, Mercy, Restu, dan semua teman-teman Agronomi 41.Terimakasih atas persahabatan ini. 7. Teman-teman yang sudah memberi banyak makna tentang persahabatan ini, Vivi, Asti, Sari, Nani, Nandini, Saras, Enunk, dan Rika. Keep it Everlasting! 8. Semua kakak kelas, teman seangkatan, dan adik kelas yang tergabung dalam Forsi-NF. Senangnya memiliki saudara seperti kalian. Bogor, Agustus 2008 Penulis

DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Tanaman Padi... 3 Morfologi Tanaman Padi... 3 Syarat Tumbuh Tanaman Padi... 4 Padi Hibrida... 4 Pengendalian Gulma... 6 Herbisida Metilmetsulfuron... 8 BAHAN DAN METODE... 9 Waktu dan Tempat... 9 Bahan dan Alat... 9 Rancangan Percobaan... 9 Pelaksanaan Percobaan... 10 Pengamatan... 11 HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 Kondisi Umum... 15 Pertumbuhan Gulma... 16 Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 20 Pertumbuhan Generatif dan Komponen Hasil Tanaman... 24 Pembahasan... 30 KESIMPULAN DAN SARAN... 35 Kesimpulan... 35 Saran... 35 DAFTAR PUSTAKA... 37 LAMPIRAN... 38

DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1. Skoring intensitas hama-penyakit pada lahan percobaan... 15 2. Analisis vegetasi gulma pada lahan sebelum perlakuan pengendalian gulma... 17 3. Analisis vegetasi gulma pada akhir pengamatan gulma (12 MST)... 19 4. Indeks luas daun (ILD) padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 22 5. Saat heading, 50 % populasi berbunga, dan 80 % populasi siap panen pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 24 6. Tinggi tanaman padi saat panen, jumlah anakan produktif (JAP), jumlah anakan tidak produktif (JATP), dan jumlah anakan total (JAT) pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 25 7. Bobot malai per rumpun dan panjang malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 26 8. Jumlah gabah dan bobot gabah per malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 27 9. Persentase gabah isi, gabah hampa, dan bobot 1000 butir pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 27 10. Bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling ubinan, dan dugaan produksi per hektar pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 28 11. Mutu fisik beras pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 29 Lampiran 1. Karakteristik Arize Hibrindo R-1... 39 2. Analisis ragam tinggi tanaman padi... 40 3. Analisis ragam anakan padi... 41 4. Analisis ragam daun padi... 42 5. Analisis ragam indeks luas daun padi... 43 6. Analisis ragam 50% populasi berbunga... 43 7. Analisis ragam tinggi padi saat panen... 43 8. Analisis ragam jumlah anakan produktif padi... 43 9. Analisis ragam komponen hasil... 44 10. Analisis ragam hasil gabah... 45

11. Analisis ragam mutu fisik gabah dan beras... 45 12. Data iklim bulan Oktober 2007-Maret 2008... 49

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks 1. Hama dan penyakit yang menyerang padi hibrida... 16 2. Gulma-gulma yang ada di lahan percobaan... 17 3. Jumlah populasi gulma tiap spesies mulai 3 MST 12 MST... 18 4. Bobot kering gulma total pada 3 MST - 12 MST... 20 5. Tinggi tanaman padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 20 6. Jumlah daun padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 21 7. Jumlah anakan padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 22 8. Kondisi gulma saat 9 MST pada berbagai perlakuan pengendalian gulma. 23 9. Tinggi tanaman saat panen pada berbagai perlakuan pengendalian gulma. 25 10. Panjang malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 26 11. Mutu fisik beras pada berbagai perlakuan pengendalian gulma... 30 12. Hasil GKG (ton/ha)... 33 Lampiran 1. Denah letak percobaan... 47 2. Skema pembuatan padi hibrida... 48 3. Alat-alat pengamatan mutu fisik beras... 50

PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi beras nasional mencapai 135 kg/kapita/tahun (Deptan, 2007). Dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk tiap tahun tetap sebesar 1.5% per tahun, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mencapai 400 juta jiwa dan kebutuhan beras mencapai 54 juta ton. Padahal, produksi beras nasional selama kurun waktu 10 tahun terakhir tidak menunjukkan peningkatan hasil yang berarti. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi beras tersebut dapat menimbulkan kerawanan pangan di Indonesia. Padi hibrida memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi nonhibrida, sehingga pengembangan padi hibrida diharapkan dapat menjadi solusi dari kekurangan stok produksi padi nasional yang selama kurun waktu 10 tahun terakhir (1995-2005) terlihat stagnan. Menurut Heriyanto, et al. (2006) varietas padi hibrida mampu menghasilkan 8-10 ton gabah kering giling/ha. Keuntungan yang diterima petani karena menanam padi hibrida lebih besar dibandingkan jika menanam padi unggul biasa. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penanaman padi hibrida di lahan sawah adalah adanya gangguan gulma. Gulma dapat menurunkan produksi tanaman padi akibat kompetisi dalam memperebutkan sarana tumbuh yaitu air, hara, cahaya, CO 2, dan ruang tumbuh (Sastroutomo, 1998). Smith (1983) mengemukakan bahwa efek gangguan gulma yang parah dan biasa terjadi adalah kehilangan hasil yang disebabkan oleh adanya kompetisi gulma dengan tanaman padi. Kehilangan hasil padi karena gulma di Filipina diperkirakan mencapai 11% pada musim kering dan 13% pada musim hujan. Menurut Tjitrosoemito (1994) penyiangan gulma untuk menurunkan tingkat kompetisi pada padi, dilakukan pada 21-42 hari setelah pindah tanam. Penelitian mengenai padi di Filipina yang dilakukan Ashton dan Crafts (1973) menunjukkan data bahwa penyiangan dengan herbisida meningkatkan hasil produksi secara signifikan melampaui hasil yang

didapatkan dari plot yang tidak disiangi. Penyiangan dengan herbisida hasil produksinya kira-kira sama dengan penyiangan secara manual. Apabila kehilangan hasil akibat gulma dapat ditekan, maka akan ada produksi beras yang bisa terselamatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk mencegah kehilangan hasil tanaman padi akibat kompetisi dengan gulma di lahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penentuan waktu dan cara yang tepat untuk penyiangan gulma pada tanaman padi hibrida agar diperoleh produksi padi yang optimum. Menurut Susanto (2003) penelitian padi hibrida di Indonesia baru dimulai pada tahun 1980-an dengan mengintroduksi padi hibrida dari Cina, sehingga penelitian untuk mengembangkan budidaya padi hibrida di Indonesia masih diperlukan. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dan cara pengendalian gulma terhadap pertumbuhan dan hasil padi hibrida di lahan sawah. Hipotesis Perbedaan waktu dan cara pengendalian gulma mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi hibrida.

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Dalam banyak spesies liar di dalam genus Oryza, ada 2 spesies yang dapat dibudidayakan, yaitu Oryza sativa, yang ditanam di seluruh areal tanam di seluruh dunia, dan Oryza glaberrima yang distribusinya terkonsentrasi di Afrika Barat Tropis (Geus, 1954). Spesies lainnya dari genus ini adalah Oryza stapffi, Oryza fatua, Oryza minuta, Oryza rufipogon, Oryza breviligulata, dan Oryza officinalis. (Grist, 1965). Oryza sativa disebut juga white grain rice, sedangkan Oryza glaberrima disebut red grain rice (FAO, 1966). Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang berasal dari divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo Poales, famili Gramineae, genus Oryza. Morfologi Tanaman Padi Menurut Grist (1965) padi termasuk rerumputan (Graminae), akarnya bercabang-cabang dan berambut akar sangat banyak. Padi bukan termasuk tanaman air, karena struktur akarnya berbeda dengan struktur akar tanaman air. Siregar (1981) menyatakan bahwa kekhasan tumbuhan dari kelompok Graminae akan ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas tersebut merupakan bubung kosong yang ditutup oleh buku pada bagian ujungnya. Pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah menunjukkan percabangan, cabang terpendek disebut ligula (lidah daun) dan bagian terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak. Pada ligula terdapat auricle. Ligula dan auricle digunakan untuk mendeterminasi identitas suatu varietas. Ruas yang menjadi bulir padi muncul saat daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera (flag leaf). Daun bendera adalah daun yang terpanjang yang membalut ruas teratas dari batang. Bunga padi memiliki tangkai, perhiasan, dan daun mahkota. Daun mahkota terbesar disebut palea dan daun mahkota terkecil disebut lemma. Di dalamnya terdapat bakal buah (kariopsis). Di atas bakal buah ada 2 kepala putik. Di bawah bakal buah tumbuh 6 filamen benangsari. Bunga padi dewasa akan membuka, sehingga posisi palea dan lemma akan membentuk sudut 30 o -60 o. Keduanya

membuka pada pukul 10-12 pada hari cerah, dengan suhu berkisar 30 o C-32 o C. Ketika kondisi ini terpenuhi, penyerbukan akan terjadi. Syarat Tumbuh Tanaman Padi Padi dapat tumbuh pada kondisi iklim-iklim yang berbeda. Produksi tertinggi dicapai di negara yang memiliki iklim subtropis atau iklim temperate hangat. Namun kebanyakan padi ditanam di daerah beriklim tropis. Padi juga mampu beradaptasi di daerah dengan temperatur tinggi dan sinar matahari yang tinggi. Tanaman padi dapat tumbuh pada temperatur antara 68 o F-100 o F (Grist,1965). Selain itu menurut de Datta (1981) pertumbuhan padi dipengaruhi oleh curah hujan, panjang hari, radiasi surya, dan kelembaban relatif. Curah hujan tahunan merupakan faktor pembatas bagi lahan-lahan tadah hujan di Asia Selatan dan Tenggara khususnya. Padi merupakan tanaman hari pendek yang sensitif terhadap fotoperiodisme. Hari panjang akan menyebabkan pembungaan terlambat bahkan tidak terjadi. Radiasi energi surya merupakan faktor penting yang dibutuhkan padi saat inisiasi malai hingga menjelang panen. Setidaknya 30-45 hari sebelum panen tanaman yang mendapat energi surya yang cukup akan memberikan hasil yang tinggi. Kelembaban relatif mempengaruhi tanaman padi karena menyebabkan peningkatan insiden penyakit blast pada padi. Iklim sangat mempengaruhi proses fisiologi tanaman padi, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan bulir. Padi Hibrida Padi hibrida mulai dikembangkan di Cina pada tahun 1964 dengan ditemukannya mandul jantan. Pada tahun 1976 padi hibrida baru dikomersilkan. Sejak akhir tahun 1980-an Cina telah berhasil menanam padi hibrida seluas 15 juta hektar. Indonesia sendiri baru merintis penelitian tentang padi hibrida pada akhir tahun 1985. Hingga kini telah dirilis 29 varietas padi hibrida, 4 varietas diantaranya merupakan hasil penelitian BALITPA dan 25 varietas lainnya merupakan hasil penelitian perusahaan benih swasta. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan dengan dua induk yang berbeda. Fenomena

heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat sekitar 1 ton/ha lebih tinggi daripada varietas biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Ditinjau dari aspek genetik, padi hibrida memiliki potensi hasil yang lebih tinggi, tetapi membutuhkan sistem dan teknologi produksi yang berbeda dengan varietas unggul biasa (Las, Abdullah, dan Daradjat, 2003). Padi hibrida yang ada saat ini masih memiliki beberapa kelemahan, seperti rasa nasinya yang kurang enak, peka terhadap hama wereng coklat dan penyakit hawar daun (kresek). Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, padi hibrida harus ditanam pada tanah yang subur, hara tanah cukup tersedia, dosis pupuk optimal, pengairannya cukup, OPT-nya dikendalikan, dan pengelolaan tanaman secara keseluruhan dilakukan dengan baik (Sumarno, 2006). Penelitian padi hibrida secara intensif dimulai pada tahun 2001. Berbagai galur padi hibrida telah dihasilkan melalui persilangan dengan melibatkan galur mandul jantan sitoplasmik (Cytoplasm Male Sterile/CMS) atau galur mandul jantan, galur pelestari (Maintainer/M), dan galur pemulih kesuburan (Restorer/R) (Las, Abdullah, dan Daradjat, 2003). Teknik penyilangannya berbeda dengan pembentukan hibrida jagung, karena padi adalah tanaman menyerbuk sendiri, artinya secara alami pollen menyerbuki putik pada bunga yang sama. Sehingga, pembentukan hibrida padi hanya dimungkinkan jika bunga jantan pada tanaman betina dibuat mandul dengan menggunakan CMS. Selain itu, waktu pembungaan antara CMS dan restorer pun harus diperhatikan, agar penyerbukan dapat berhasil dengan baik. Penyerbukan antara pollen dari restorer ke stigma biasanya dilakukan dengan menggunakan blower atau tali yang dipasang memanjang pada barisan antara restorer dan CMS yang kemudian digerak-gerakkan, sehingga pollen dari restorer bertebrangan dan jatuh pada stigma CMS. Kegiatan penyerbukan biasanya dilakukan pada pukul delapan pagi hingga sepuluh pagi, ketika bunga padi membuka. Skema pembuatan hibrida padi disajikan pada Gambar Lampiran 2.

Pengendalian Gulma Anderson (1977) menyatakan bahwa gulma dan tanaman pertanian (crops) merupakan tanaman yang secara mendasar keduanya memiliki kebutuhan yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara normal. Keduanya juga membutuhkan pasokan yang memadai akan nutrisi-nutrisi yang sama, kelembapan, cahaya, suhu, dan karbon dioksida (CO 2 ). Gulma berhasil bersaing dengan tanaman budidaya dengan menjadi lebih agresif saat tumbuh. Gulma memperoleh dan menggunakan unsur-unsur essensial (nutrisi, kelembapan, cahaya, suhu, dan karbon dioksida) bagi pertumbuhan dan perkembangan dengan mengalahkan tanaman budidaya, dan pada beberapa kasus, gulma juga mengekskresikan zat-zat kimia yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya (Anderson, 1977). Lahan padi secara khusus cocok bagi perkembangan dan penyebaran gulma akuatik dan semi-akuatik. Kebanyakan gulma yang ada di lahan padi merupakan teki-tekian (Cyperaceae) baik yang semusim maupun yang tahunan. Selain itu, rerumputan air (Echinochloa) juga biasa ditemukan di setiap lahan padi (Grist, 1965). Kompetisi merupakan kejadian khas di lahan budidaya, meski kompetisi juga terjadi di banyak habitat lain yang sumberdaya tumbuhnya tersedia dengan terbatas. Kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya yang terhebat biasanya terjadi saat tanaman kompetitor memiliki kesamaan dalam kebiasaan vegetatif dan kebutuhan akan sumberdaya tumbuh (National Academy of Sciences, 1969). Pada umumnya, kompetisi dengan gulma terjadi selama 6 minggu pertama atau setelah transplanting juga cenderung mengakibatkan efek yang sangat merugikan bagi hasil produksi. Kompetisi dan munculnya gulma dalam masa vegetatif atau generatif saat mendekati waktu panen akan memberikan dampak yang sangat besar bagi kualitas hasil tanaman. Kehadiran gulma di lahan pertanian menyebabkan biaya bagi kegiatan pengendalian. Karenanya penyiangan gulma perlu dilakukan, untuk menghindari kehilangan hasil yang cukup besar dari produksi padi. Jika kehilangan hasil tersebut dapat dihindari, berarti ada banyak beras yang bisa diselamatkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Smith (1983) mengemukakan bahwa efek gangguan gulma yang berat dan biasa terjadi adalah kehilangan hasil karena kompetisi gulma di lahan padi.

Kehilangan hasil dipengaruhi oleh efisiensi kompetitif dari gulma dan padi, spesies atau golongan gulma, kerapatan gulma, lama kompetisi antara gulma dan padi, cara tanam, kultivar padi, tingkat kesuburan tanah, pengelolaan air, jarak tanam padi, allelopati, dan interaksi antara faktor-faktor tersebut di atas. Spesies-spesies gulma yang menjadi masalah di pertanian padi bervariasi, tergantung pada tanah, temperatur, posisi garis lintang tempat, ketinggian tempat, cara budidaya, perbenihan, manajemen air, tingkat kesuburan tanah, dan teknologi pengendalian gulma yang diadopsi (Smith dan Moody, 1979 dalam Smith 1983). Echinochloa crussgalli merupakan gulma yang paling bermasalah pada lahan padi di dunia. Echinochloa colona berada pada nomor ke-2 sebagai gulma penting di padi. Gulma ini (E. colona) tumbuh di daerah sepanjang garis ekuator, sedangkan E. crussgalli memiliki daerah sebaran yang lebih luas lagi yakni, dari utara hingga ke selatan. Selain itu, gulma-gulma penting lainnya di lahan padi dunia meliputi, Cyperus difformis, Cyperus rotundus, Cyperus iria, Eleusine indica, Fimbristylis littoralis, Ischaemum rugosum, Monochoria vaginalis, Sphenochlea zeylanica (Holm et. al., 1977 dalam Smith, 1983), Commelina benghalensis, Dactyloctenium aegyptium, Digitaria ciliaris, Paspalum distichum, Portulaca oleracea, dan Scirpus maritimus (IRRI, 1985). Menurut Anderson (1977) ada 4 metode pengendalian gulma, yakni secara kultural, mekanis, kimia, dan biologi. Pengendalian gulma secara kultural meliputi penggunaan benih bersertifikat bebas biji gulma, penggunaan tanaman yang lebih kompetitif dari gulma, dan rotasi tanaman. Sedangkan cara mekanis meliputi, pencabutan gulma dengan tangan-manual (hand pulling), dengan cangkul, dipotong, penggenangan, dibakar, dan dengan penggunaan alat-alat pengolahan lahan (machine tillage). Cara kimia dilakukan dengan menggunakan zat-zat kimia yang bersifat organik maupun anorganik yang diaplikasikan di lahan pada berbagai kondisi tergantung jenis herbisida dan tanamannya. Cara biologi dilakukan dengan menggunakan organisme alami yang antagonis dari gulma tertentu. Pengendalian gulma manual efektif untuk mengendalikan bibit gulma muda, baik yang semusim maupun yang 2 musim. Tetapi tidak efektif untuk mengontrol gulma tahunan, karena bagian reproduksi vegetatif dari gulma

tersebut berada di bawah tanah, sehingga biasanya tidak akan terganggu dengan pencabutan ini. Herbisida merupakan zat kimia phytotoxic yang mampu mematikan tanaman dan beberapa mampu mematikan tanaman tertentu tanpa memberikan efek pada tanaman lainnya (Anderson, 1977). Penggunaan herbisida ini harus tepat, baik secara jenis bahan aktif, jenis gulma yang akan dikendalikan, jenis tanaman budidaya, dosis, dan waktu aplikasi. Karena kecerobohan dalam penggunaan herbisida akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Penelitian mengenai padi di Filipina menunjukkan data bahwa penyiangan dengan herbisida meningkatkan hasil produksi secara signifikan melampaui hasil yang didapatkan dari plot yang tidak disiangi. Penyiangan dengan herbisida ini pun hasil produksinya kira-kira sama dengan penyiangan secara manual (Ashton dan Crafts, 1973). Matsunaka (1970) dalam Ashton dan Crafts (1973) mengemukakan bahwa ada indikasi peningkatan biaya dari pengendalian gulma di lahan padi di Jepang dan hal ini menunjukkan penghematan yang besar ketika tenaga pekerja (pengendalian gulma secara manual) disubstitusi oleh herbisida. Herbisida Metilmetsulfuron Metil metsulfuron adalah herbisida golongan sulfonilurea yang dapat digunakan sebagai herbisida pratumbuh dan purnatumbuh yang bersifat sistemik dan selektif. Herbisida ini lebih efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan lebih efektif ketika diaplikasikan secara pre-emergence. Nama kimia bahan aktif metil metsulfuron adalah metil 2,-{{{{(4-metoksi-6-6 metil, 1-3,5, triazin-2- yl)amino}karbonil}-amino}sulfonil}benzoat. Formulasi herbisida metil metsulfuron biasanya dalam bentuk tepung atapun butiran yang dapat terdispersi dalam air. Herbisida kelas sulfonilurea bekerja dengan cara menghambat kerja enzim acetolactate synthease (ALS). ALS merupakan enzim yangg berperan dalam pembentukan rantai cabang asam amino valin, leusin, dan isoleusin. Penghambatan ini dapat menyebabkan terhentinya pembelahan sel dan pertumbuhan sel. Herbisida ini mampu mengendalikan gulma daun lebar dan famili Cyperaceae (Roshid, 2006). Penambahan surfaktan pada saat aplikasi secara post-emergence akan menaikkan tingkat efikasi (Anderson, 1977).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 hingga bulan Februari 2007 di lahan sawah desa Carangpulang Dramaga-Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi, benih padi hibrida varietas Arize Hibrindo R-1 dengan dosis 15 kg/ha, pupuk Urea dosis 300 kg/ha, KCl 200 kg/ha, dan SP-36 100 kg/ha, Ally 20 WDG, pestisida, dan Furadan dosis 25 kg/ha. Alat yang digunakan meliputi, peralatan budidaya, mistar, etiket, cat, spidol waterproof, kuadrat ukuran 0.5 m x 0.5 m, knapsack sprayer, oven, dan neraca analitik. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuan yang dicobakan terdiri atas tujuh perlakuan, yakni tanpa pengendalian gulma sebagai kontrol (K-0), pengendalian manual pada 3 MST (M-3), pengendalian manual pada 3 dan 6 MST (M-36), pengendalian manual 6 MST (M-6), pengendalian dengan herbisida pada 3 MST (H-3), pengendalian dengan herbisida pada 3 dan 6 MST (H-36), dan pengendalian dengan herbisida pada 6 MST (H-6). Satuan percobaan berupa petak dengan ukuran 5 m x 3.5 m. Jarak antar ulangan 50 cm dan jarak antar petak 20 cm. Total terdapat 21 satuan percobaan. Model linear rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Y ij = µ + B i + C j + ε ij. Y ij : Pengamatan pada blok ke-i, perlakuan cara dan waktu penyiangan ke-j. µ : Rataan umum. B i : Pengaruh blok ke-i ; i : 1, 2, 3. C j : Pengaruh perlakuan cara penyiangan ke-j ; j : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. ε ij : Galat pada blok ke-i, perlakuan cara penyiangan ke-j.

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata, dilakukan pengujian perbedaan nilai tengah antar perlakuan dengan uji Uji Beda Nyata Jujur (Tukey) pada taraf 5 %. Pelaksanaan Percobaan Persiapan lahan Pengolahan tanah dan pembuatan petak dilakukan 3 dan 4 minggu sebelum penanaman. Petakan dibuat dengan ukuran 5 m x 3.5 m, sebanyak 21 satuan petak percobaan. Persemaian Penyemaian benih padi dilakukan dengan dosis 15 kg benih/ha. Pada percobaan ini 1 kg benih digunakan untuk penyemaian. Kebutuhan lahan persemaiannya 20 m 2. Pemupukan pada saat persemaian dilakukan dengan menggunakan dosis 22 g urea/m 2, 17 g SP-36/m 2, dan 10 g KCl/m 2. Pemupukan dilakukan saat 7 HSS (hari setelah sebar). Penanaman dan penyulaman Penanaman bibit padi dilakukan saat bibit berumur 21 hari. Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm dengan 1 bibit per lubang tanam. Jumlah populasi per petak percobaan adalah 280 bibit tanaman atau 5880 bibit tanaman untuk keseluruhan petak percobaan. Penyulaman dilakukan pada 1 MST - 2 MST. Pemupukan Pemupukan dilakukan 3 kali dengan dosis total pupuk yang diaplikasikan adalah 270 kg Urea/ha, 100 kg KCl/ha, dan 135 kg SP-36/ha. Pada saat penanaman dilakukan pemupukan dengan dosis 90 kg/ha, 80 kg/ha, dan 135 kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada 2 MST dengan dosis 90 kg/ha urea. Pemupukan ketiga dilakukan pada 6 MST dengan dosis urea 90 kg/ha dan KCl 20 Kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan cara disebar (broadcast).

Pengendalian gulma Perlakuan pengendalian gulma dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST dan atau 6 MST, secara manual atau dengan herbisida. Setiap minggu, sejak tanaman berumur 3 MST hingga 12 MST, dilakukan pengambilan sampel gulma (duplo) dengan kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m. Hasil kuadran ini dianalisis berdasarkan jenis gulma, kerapatan, dan bobot keringnya. Untuk mendapatkan nilai bobot kering, gulma dioven pada suhu 105 o C selama 24 jam. Panen Pemanenan dilakukan saat umur tanaman 124 HSS. Perontokan gabah dilakukan juga pada hari panen. Lalu gabah tersebut dikeringkan. Gabah kering tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut mengenai sifat-sifat fisiknya di Balai Besar Padi Sukamandi. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang ditentukan secara acak per petak. Selain itu, pengamatan juga dilakukan pada saat panen hingga pascapanen. Pengamatan terhadap peubah produksi pada saat panen dilakukan secara ubinan (2 m x 2 m). Peubah-peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi: A. Pengamatan saat masa vegetatif padi 1. Tinggi tanaman Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung daun tertinggi. Pengamatan dilakukan tiap minggu, mulai 1 MST - 8 MST. 2. Jumlah daun Penghitungan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak. Daun yang dihitung adalah daun yang telah membuka penuh. Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu, mulai 1 MST hingga 8 MST.

3. Jumlah anakan Penghitungan jumlah anakan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak. Penghitungan jumlah anakan dilakukan setiap minggu, mulai 1 MST hingga 8 MST. 4. Indeks luas daun (ILD) Pengukuran ILD dilakukan pada 1 tanaman per petak yang memiliki penampilan sama dengan tanaman contoh. Pengukuran ILD menggunakan metode Gravimetri. Pengukuran dilakukan ketika vegetatif maksimum atau pada masa awal bunting (7 MST). B. Pengamatan saat masa generatif padi 1. Saat heading Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh per petak. Pengamatan heading dilakukan dengan mengamati secara visual kondisi malai pada tanaman. 2. Hari saat 50 % populasi berbunga. Satu tanaman dianggap sudah berbunga jika sudah mengeluarkan bunga, walaupun hanya dari satu anakan. Hari saat 50% populasi berbunga diamati secara visual dari setiap petak perlakuan. 3. Jumlah Anakan Produktif Pengamatan dilakukan dilakukan saat panen pada 10 tanaman contoh per petak. 4. Hari saat 80 % populasi siap panen Populasi 80% siap panen adalah saat sebagian besar malai sudah mulai menguning, meski masih ada malai yang belum menguning. Pengamatan hari saat 80% populasi siap panen dilakukan secara visual dari setiap petak perlakuan. 5. Tinggi tanaman saat panen Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ke ujung malai tertinggi. Pengamatan tinggi tanaman saat panen dilakukan pada 124 HSS (saat panen) pada 10 tanaman contoh per petak.

6. Panjang malai Panjang malai padi diukur dari titik awal muncul malai hingga ujung malai. Pengukuran panjang malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak. Panjang malai diamati setelah panen. 7. Jumlah bulir per malai Penghitungan jumlah bulir per malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak. Jumlah bulir per malai diamati setelah panen. 8. Bobot gabah per malai Penghitungan bobot gabah per malai dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak. Bobot gabah per malai diamati setelah panen. 9. Jumlah gabah isi Penghitungan jumlah gabah isi dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak. Jumlah gabah isi diamati setelah panen. 10. Jumlah gabah hampa Penghitungan jumlah gabah hampa dilakukan pada 3 malai yang diambil secara acak dari setiap rumpun tanaman contoh per petak. Jumlah gabah hampa diamati setelah panen. 11. Persentase pengisian gabah Penghitungan persentase pengisian gabah dilakukan berdasarkan jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa { gabah isi/( gabah isi + gabah hampa) * 100}. 12. Hasil panen Bobot hasil panen (kg) (bobot gabah kering panen dan bobot gabah kering giling) dihitung berdasarkan hasil ubinan berukuran 2 m x 2 m yang diambil pada setiap petak perlakuan. 13. Bobot gabah 1000 butir Bobot gabah 1000 butir dihitung dari gabah kering giling per perlakuan.

14. Penilaian serangan hama penyakit Penilaian serangan hama penyakit dilakukan dengan cara skoring dengan range 1-9. Menurut Sudjono dan Sudarmadi (1989): Skor 1 : < 1 %; kerusakan daun sedikit. Skor 3 : 1 % - 5 %; kerusakan daun berukuran hingga 1 cm. Skor 5 : 5 % - 25 %; kerusakan daun berukuran 1 cm. Skor 7 : 25% - 50 %; kerusakan hampir sebagian daun dan belum robek. Skor 9 : 50 % - 100 %; kerusakan sangat berat dan menyebabkan daun mati. C. Pengamatan mutu fisik beras Mutu fisik beras yang diamati antara lain persentase beras setelah giling, persentase beras kepala, persentase beras menir, dan persentase pengapuran. Pengamatan dilakukan di laboratorium Balai Besar Padi Sukamandi. Peralatan pengamatan mutu fisik beras disajikan pada Gambar Lampiran 2. D. Pengamatan gulma 1. Jenis-jenis spesies gulma Contoh gulma yang telah diambil dari lapangan dipisahkan berdasarkan spesiesnya masing-masing. 2. Jumlah individu per spesies Setelah gulma dipisahkan berdasarkan spesiesnya masing-masing, kemudian dihitung jumlah individu per spesies. 3. Bobot kering tiap spesies Penghitungan bobot kering dilakukan dengan cara mengoven gulma pada suhu 105 0 C selama 1 hari atau 60 o C selama suhu 60 o C selama 3 hari, selanjutnya ditimbang. 4. Dominansi gulma Dominansi gulma dianalisis dengan menggunakan metode SDR (sum dominancy ratio). Nilai SDR dicari berdasarkan rata-rata 3 nilai penting, yakni kerapatan nisbi, frekuensi nisbi, dan bobot kering nisbi. Analisis dominansi gulma dilakukan pada awal dan akhir percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm. Curah hujan cukup tinggi terjadi selama masa menjelang panen hingga pascapanen. Lama penyinaran berkisar antara 7 % - 61 %, intensitas cahaya 254 kal/m 2-356 kal/m 2, kelembaban udara berkisar antara 81 % - 90 %. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi selama percobaan dan tingkat serangannya pada tanaman padi disajikan pada Tabel 1. Hama keong mas (Pomacea canaliculata) merupakan hama utama dengan intensitas serangan pada skore 5, disusul hama walang sangit (Leptocorisa acuta), penggerek batang (stem borer) yang menyebabkan beluk, kepinding tanah (Scotinophara vermiculata), dan penyakit tungro yang disebabkan oleh N. virescens (Gambar 1). Tabel 1. Skoring intensitas serangan hama-penyakit pada lahan percobaan Hama-Penyakit Nilai Keong Mas (P. canaliculata) 5 Tungro (N. virescens) 3 Beluk (Scirpophaga sp.) 1 Kepinding Tanah (S. vermiculata) 1 Walang Sangit (L. acuta) 3 Pengendalian keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil individu keong mas yang ada di lahan. Pengendalian walang sangit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif deltametrin dengan konsentrasi 1 cc/l. Hama penggerek batang dan kepinding tanah tidak dikendalikan, karena intensitas serangannya relatif rendah. Intensitas penyakit tungro rendah, namun tetap dikendalikan dengan cara mencabut dan memendam tanaman agar tidak menjadi sumber penularan penyakit bagi tanaman yang lainnya.

a b c d e Gambar 1. Hama dan penyakit yang menyerang padi hibrida; (a) Tungro, (b) Keong Mas, (c) Beluk, (d) Walang sangit, dan (e) Kepinding Tanah Pertumbuhan Gulma Analisis Vegetasi Gulma Awal dan Akhir Hasil analisis vegetasi pada awal percobaan berdasarkan perhitungan Sum Dominancy Ratio (SDR) menunjukkan bahwa gulma yang mendominasi lahan percobaan adalah gulma spesies F. milliaceae dari golongan teki, diikuti oleh gulma spesies L. Octovalvis dan L. Crustaceae dari golongan gulma berdaun lebar dan spesies gulma lainnya dengan SDR kurang dari 1% (Tabel 2 dan Gambar 2). Tabel 2. Analisis vegetasi gulma pada lahan sebelum perlakuan pengendalian gulma No. Spesies Golongan SDR (%) 1 Fimbristylis milliaceae Teki 80.45 2 Ludwigia octovalvis Daun lebar 14.25 3 Lindernia crustaceae Daun lebar 4.00 4 Gulma lainnya - 1.30 Total 100.0

a b c Gambar 2. Gulma-gulma yang ada di lahan percobaan : (a). F. milliaceae, (b). L. octovalvis, (c). L. crustaceae Analisis vegetasi gulma pada akhir pengamatan gulma (12 MST) menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma menyebabkan perubahan dominansi gulma pada lahan percobaan. Tabel 3 memperlihatkan bahwa pengendalian gulma secara manual dapat menekan gulma F. milliaceae, sehingga gulma yang dominan berubah menjadi gulma Eriocaulon sieboldianum. Pengendalian gulma dengan herbisida tidak menyebabkan perubahan dominansi gulma F. milliaceae. Terlihat bahwa gulma F. milliaceae masih merupakan gulma dominan pada lahan tersebut dengan SDR 81.26%. Hal ini diduga bahwa pada saat 3 MST gulma F. milliaceae sudah berkembang lebih dewasa, sehingga aplikasi herbisida metilmetsulfuron tidak dapat mengendalikan gulma tersebut. Gulma dominan pada perlakuan kontrol pada akhir pengamatan adalah spesies F. milliaceae, diikuti L. crustaceae, E. sieboldianum, dan S. zeylanica. Gulma dominan pada pengendalian gulma manual adalah gulma E. sieboldianum, F. milliaceae, dan L. Crustaceae. Gulma dominan pada perlakuan pengendalian dengan herbisida adalah F. milliaceae, S. zeylanica, dan L. Crustaceae. Gulma L. octovalvis yang merupakan gulma dominan setelah gulma F. milliaceae pada awal percobaan terlihat menurun dominansinya, baik pada petak kontrol maupun petak perlakuan pengendalian manual dan herbisida. Penurunan dominansi gulma L. octovalvis pada petak kontrol diduga disebabkan oleh persaingan gulma tersebut dengan tajuk tanaman padi. Pada pengendalian gulma secara manual, gulma L. octovalvis tertekan oleh kegiatan penyiangan manual. Sedangkan pada pengendalian dengan herbisida, gulma tersebut tertekan oleh aplikasi herbisida metil metsulfuron.

Gambar 3. Jumlah populasi gulma tiap spesies mulai 3 MST - 12 MST

Tabel 3. Analisis vegetasi gulma pada akhir pengamatan gulma (12 MST) Spesies Golongan SDR (%) Kontrol Fimbristylis milliaceae Teki 66.24 Lindernia crustaceae Daun lebar 13.17 Eriocaulon sieboldianum - 10.84 Sphenochlea zeylanica Daun lebar 9.75 Total 100.0 Penyiangan Manual Eriocaulon sieboldianum - 46.38 Fimbristylis milliaceae Teki 40.66 Lindernia crustaceae Daun lebar 7.07 Gulma lainnya 5.89 Total 100.0 Penyiangan Herbisida Fimbristylis milliaceae Teki 81.26 Sphenochlea zeylanica Daun lebar 4.92 Lindernia crustaceae Daun lebar 4.91 Gulma lainnya - 8.91 Total 100.0 Bobot Kering Biomassa Gulma Total Pertumbuhan gulma pada petak percobaan berdasarkan berat keringnya disajikan pada Gambar 3. Rata-rata bobot kering gulma selama 12 minggu yang terbesar ditunjukkan oleh petak kontrol, yakni sebesar 25.6 gram, kemudian diikuti oleh perlakuan pengendalian dengan herbisida pada 3 MST sebesar 16.73 gram, 6 MST sebesar 16.73 gram, dan pengendalian dengan herbisida 3 dan 6 MST sebesar 16.58 gram. Sedangkan petak perlakuan pengendalian lainnya, manual 3 MST, 6 MST, 3 dan 6 MST, masing-masing memiliki bobot gulma berturut-turut rata-rata sebesar 5.23 gram, 4.45 gram, dan 2.26 gram. Pengendalian dengan herbisida memiliki bobot kering gulma per minggu yang lebih tinggi dari manual, namun lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 4. Bobot kering gulma total pada 3 MST 12 MST Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tinggi Tanaman Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi hibrida pada saat pengamatan 1 MST - 8 MST (Tabel Lampiran 2). Pertumbuhan tinggi tanaman rata-rata bertambah 10 cm setiap minggunya. Saat pengukuran terakhir, tinggi tanaman berkisar antara 72.53 cm - 79.49 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman padi hibrida disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Tinggi tanaman padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma

Jumlah Daun Hasil percobaan an menunjukkan bahwa pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman padi hibrida mulai pengamatan 1 MST hingga 8 MST (Tabel Lampiran 4). Pertumbuhan jumlah daun meningkat mulai 1 MST hingga tercapai jumlah daun maksimum pada saat 7 MST, kemudian pada pengamatan 8 MST jumlah daun terlihat menurun. Jumlah daun maksimum tanaman padi hibrida tiap rumpun berkisar antara 70 daun - 100 daun. Pertambahan jumlah daun tanaman padi hibrida disajikan pada Gambar 6. Gambar 6. Jumlah daun padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Indeks Luas Daun Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma berpengaruh terhadap indeks luas daun (ILD) (Tabel Lampiran 5). Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwaa pengendalian gulma manual pada 3 MST menunjukkan ILD yang lebih tinggi gi dibandingkan dengan kontrol, sedangkan perlakuan pengendalian n lainnya tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan pengendaliann gulma menghasilkan ILD yang lebih besar dari kontrol. Pengendalian gulma manual cenderung menghasilkan nilai ILD rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan pengendalian an dengan herbisida, yakni sebesar 3.35, sedangkan pengendalian dengan herbisida menghasilkan an nilai ILD rata-rata sebesar 3.05.

Perlakuan Tabel 4. Indeks luas daun (ILD) padi pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Kontrol 2.23b Manual 3 MST 3.75a Manual 6 MST 2.91ab Manual 3, 6 MST 3.40ab Herbisida 3 MST 2.87ab Herbisida 6 MST 3.36ab Herbisida 3, 6 MST 2.91ab Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Tukey taraf 5% Jumlah Anakan Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan pada saat pengamatan 1 MST - 8 MST (Tabel Lampiran 3). Pertumbuhan anakan terlihat lambat pada 1 MST - 4 MST, fase pembentukan anakan cepat terjadi antara 4 MST - 6 MST, dan jumlah anakan maksimum dicapai padaa saat 7 MST. Jumlah anakan maksimum berkisar antara 20 anakan - 25 anakann per rumpun. Pertambahan jumlah anakan padi hibrida disajikan pada Gambar 6. Kondisi pertumbuhan anakan tanaman padi pada saat 9 MST dari berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 7. ILD Gambar 7. Jumlah anakan padi pada berbagai perlakuan pengendaliann gulma

a b c d e f g Gambar 8. Kondisi pertumbuhan anakan tanaman pada saat 9 MST dari berbagai perlakuan pengendalian gulma; (a) kontrol, (b) manual 3 MST, (c) manual 6 MST, (d) manual 3, 6 MST, (e) herbisida 3 MST, (f) herbisida 6 MST, dan (g) herbisida 3, 6 MST

Pertumbuhan Generatif dan Komponen Hasil Tanaman Saat Heading, 50 % Populasi Berbunga, dan 80% Populasi Siap Panen Perlakuan pengendalian gulma tidak mempengaruhi saat heading padi hibrida (Tabel Lampiran 6). Saat heading terjadi pada 87 HSS. Waktu 50% populasi berbunga dan 80% populasi siap panen juga tidak berbeda antar perlakuan pengendalian gulma. Waktu 50% populasi berbunga terjadi antara 95 HSS - 100 HSS. Waktu 80% populasi siap panen tercapai pada 119 HSS (Tabel 5). Tabel 5. Saat heading, 50 % populasi berbunga, dan 80 % populasi siap panen pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Perlakuan Saat Heading 50% Berbunga 80% Siap Panen -----------------------HSS--------------------- Kontrol 87 97.7 119 Manual 3 MST 87 97.7 119 Manual 6 MST 87 100.0 119 Manual 3, 6 MST 87 97.7 119 Herbisida 3 MST 87 100.0 119 Herbisida 6 MST 87 95.3 119 Herbisida 3, 6 MST 87 97.7 119 Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan saat Panen Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada saat panen (Tabel Lampiran 7-8). Tinggi tanaman pada saat panen disajikan pada Tabel 5. Tinggi tanaman saat panen pada semua perlakuan berkisar antara 86.85 cm sampai dengan 92.99 cm. Pengendalian manual pada 3 MST memberikan rata-rata tinggi tanaman saat panen tertinggi. Kondisi tinggi tanaman saat panen disajikan dalam Gambar 9. Perlakuan pengendalian tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif, jumlah anakan tidak produktif, dan jumlah anakan total pada rumpun tanaman padi hibrida. Jumlah anakan produktif dari semua perlakuan berkisar antara 10.33 anakan 14.23 anakan, jumlah anakan tidak produktif berkisar antara 0.27 anakan - 1.00 anakan, dan jumlah anakan total berkisar antara 11.33 anakan - 16.77 anakan (Tabel 6). Jumlah anakan produktif dan total terbaik diperoleh petak perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida pada 6 MST. Sedangkan jumlah anakan produktif terbanyak diperoleh petak kontrol.

Perlakuan Tabel 6. Tinggi tanaman padi saat panen, jumlah anakan produktif (JAP), jumlah anakan tidak produktif (JATP), dan jumlah anakan total (JAT) pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Tinggi Tanaman Panen (cm) 15 MST JAP JATP JAT Kontrol 88.00 10.33 1.00 11.33 Manual 3 MST 92.99 12.97 0.77 13.70 Manual 6 MST 88.38 12.47 0.37 12.83 Manual 3, 6 MST 91.67 13.50 0.37 13.83 Herbisida 3 MST 88.13 11.80 0.77 12.57 Herbisida 6 MST 86.85 14.23 0.83 16.77 Herbisida 3, 6 MST 87.39 12.37 0.27 12.60 Gambar 9. Tinggi tanaman saat panen pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Bobot Malai per Rumpun dan Panjang Malai Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian tidak berpengaruh terhadap bobot malai per rumpun dan panjang malai (Tabel Lampiran 9). Bobot malai per rumpun dari semua perlakuan berkisar antara 19.71 g 32.84 g, sedangkan panjang malai berkisar antara 25.11 cm 26.57 cm (Tabel 7). Bobot malai per rumpun yang terbaik diperoleh perlakuan pengendalian gulma manual 3 dan 6 MST, sedangkan panjang malai terbaik diperoleh perlakuan pengendalian gulma manual 3 MST. Gambar 10 menunjukkan kondisi malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma.

Perlakuan Tabel 7. Bobot malai per rumpun dan panjang malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Bobot Malai per Rumpun (g) Panjang Malai (cm) Kontrol 19.71 25.11 Manual 3 MST 31.13 26.57 Manual 6 MST 26.61 25.29 Manual 3, 6 MST 32.84 25.10 Herbisida 3 MST 31.19 25.28 Herbisida 6 MST 23.39 25.77 Herbisida 3, 6 MST 23.89 25.65 Gambar 10. Panjang malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Jumlah Gabah dan Bobot Gabah per Malai Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian tidak berpengaruh terhadap jumlah gabah total per malai, jumlah gabah isi per malai dan jumlah gabah hampa per malai (Tabel Lampiran 9). Jumlah gabah total dari semua perlakuan berkisar antara 133.5 butir - 164.9 butir per malai, jumlah gabah isi berkisar antara 87.7 butir - 114.9 butir per malai, dan jumlah gabah hampa berkisar antara 43.5 butir - 57.2 butir per malai. Perlakuan pengendalian juga tidak berpengaruh terhadap bobot gabah total per malai, bobot gabah isi per malai, dan bobot gabah hampa per malai. Bobot gabah total per malai dari semua perlakuan berkisar antara 2.36 g - 2.71 g, bobot gabah isi per malai berkisar antara 2.15 g - 2.94 g, dan jumlah gabah hampa per malai berkisar antara 0.21 g - 0.30 g (Tabel 8).

Tabel 8. Jumlah gabah dan bobot gabah per malai pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Perlakuan Jumlah Gabah per Malai Bobot Gabah per Malai Total Isi Hampa Total Isi Hampa -------------butir----------- ---------------g------------- Kontrol 133.48 87.72 47.38 2.39 2.16 0.24 Manual 3 MST 164.92 114.90 50.02 3.22 2.94 0.28 Manual 6 MST 140.56 97.07 43.49 2.52 2.35 0.21 Manual 3, 6 MST 146.80 97.65 49.16 2.62 2.30 0.23 Herbisida 3 MST 142.13 92.78 49.35 2.51 2.21 0.25 Herbisida 6 MST 136.30 90.67 45.63 2.36 2.15 0.21 Herbisida 3, 6 MST 157.09 99.82 57.23 2.71 2.43 0.30 Persentase Gabah Isi, Gabah Hampa, dan Bobot 1000 Butir Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap persentase pengisian gabah dan bobot 1000 butir (Tabel Lampiran 9). Persentase gabah isi berkisar antara 84.53% - 91.34%, sedangkan persentase gabah hampa berkisar antara 8.62% - 13.66%. Bobot gabah 1000 butir berkisar antara 25.28 g 28.02 g (Tabel 9). Tabel 9. Persentase gabah isi, gabah hampa, dan bobot 1000 butir pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Perlakuan Persentase Persentase Gabah Bobot 1000 Butir Gabah Isi Hampa --------------------%----------------- -----g----- Kontrol 86.34 13.66 25.61 Manual 3 MST 89.88 10.12 26.73 Manual 6 MST 91.34 8.62 28.02 Manual 3, 6 MST 89.37 10.63 26.17 Herbisida 3 MST 84.53 15.47 26.09 Herbisida 6 MST 89.84 10.16 25.28 Herbisida 3, 6 MST 89.12 10.88 25.95 Bobot Gabah Kering Panen (GKP) dan Giling (GKG) Ubinan dan Dugaan Hasil per Hektar Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian tidak berpengaruh terhadap bobot gabah ubinan panen (GKP), bobot gabah ubinan kering giling (GKG), dugaan bobot gabah panen per hektar dan dugaan bobot gabah kering per hektar (Tabel Lampiran 10). Bobot gabah ubinan panen berkisar antara 1.91 kg - 3.44 kg dan bobot gabah ubinan kering berkisar antara 1.27 kg

2.63 kg. Hasil gabah kering per hektar berkisar antara 4.10 ton 6.58 ton (Tabel 10). Hasil gabah ubinan panen maupun kering serta dugan hasil GKP dan GKG per hektar yang terbaik diperoleh perlakuan pengendalian manual 3 dan 6 MST. Hasil rata-rata bobot gabah ubinan dan dugaan hasil per hektar pada pengendalian gulma manual lebih baik dibandingkan pengendalian gulma dengan herbisida, dan pengendalian dengan herbisida memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Hasil GKG rata-rata per hektar pada penyiangan manual mencapai 6.25 ton/ha, lebih besar 16.39% dibandingkan hasil GKG rata-rata per hektar penyiangan dengan herbisida yang mencapai 5.37 ton/ha. Namun hasil GKG pengendalian dengan herbisida tersebut masih lebih baik jika dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 4.10 ton/ha. Tabel 10. Bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling ubinan, dan dugaan produksi per hektar pada berbagai perlakuan pengendalian gulma Perlakuan Bobot Gabah Dugaan Hasil GKP GKG GKP GKG -------Kg/4m 2 ------- --------Ton/ha-------- Kontrol 1.91 1.27 4.77 4.10 Manual 3 MST 3.20 2.56 8.00 6.40 Manual 6 MST 2.85 2.30 7.13 5.77 Manual 3, 6 MST 3.44 2.63 8.60 6.58 Herbisida 3 MST 2.38 2.01 5.96 5.02 Herbisida 6 MST 2.64 2.17 6.60 5.44 Herbisida 3, 6 MST 2.72 2.26 6.79 5.66 Mutu Fisik Beras Perlakuan pengendalian gulma tidak berpengaruh terhadap mutu fisik beras. Perlakuan pengendalian manual dan herbisida baik pada 3 MST, 6 MST, maupun 3 dan 6 MST menghasilkan persentase rendemen beras giling, beras kepala, beras pecah, menir, dan butir kapur yang sebanding dengan kontrol (Tabel Lampiran 11). Persentase rendemen beras giling berkisar antara 67.63% - 69.22%, persentase beras kepala berkisar antara 83.3% - 88.1%, persentase beras pecah berkisar antara 11.3% - 16.0%, persentase menir berkisar antara 0.6% - 0.8%, dan persentase butir kapur berkisar antara 0.8% - 1.2% (Tabel 11). Namun, berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa perlakuan pengendalian gulma baik secara