BAB I PENDAHULUAN. reformasi dalam keuangan negara. Sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999

dokumen-dokumen yang mirip
RP332,4 MILIAR DANA DESA DISALURKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI KAMPAR PROPINSI RIAU PERATURAN BUPATI KAMPAR NOMOR 8 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PENYALURAN DAN PELAPORAN DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA.

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TELAHAAN STAF. Kekeliruan penempatan dan penetapan besaran penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.

INTEGRITAS PROFESIONALISME SINERGI PELAYANAN KESEMPURNAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANA DESA; PENGALOKASIAN, PENYALURAN, MONITORING DAN PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 31

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

TENTANG BUPATI DOMPU,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 103 TAHUN 2014 TENTANG

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI

1.1. Latar Belakang Penelitian

BUPATI BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA GAMPONG TAHUN ANGGARAN 2015

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BPKP PERWAKILAN SUMATERA UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PINRANG NOMOR : 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

PA TI B PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. disebut dengan Good Governance. Pemerintahan yang baik merupakan suatu

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

KERTAS KERJA. Telaah Kritis Konsep dan Praktik Tata Kelola Keuangan Desa. Nomor 06 Tahun Dadan Ramdan Harja April 2010

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen keuangan daerah tidak terlepas dari perencanaan dan

Implikasi Dan Penatausahaan Keuangan Desa (APBDesa)

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

BUPATI BOGOR. Cibinong, Desember 2017

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. agar fungsi APBN dapat berjalan secara maksimal, maka sistem anggaran dan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa dimaknai oleh masyarakat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

5 KEWAJIBAN PEMERINTAH DESA PASCA IMPLEMENTASI UU NO.6 TAHUN Suswanta

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Pada Pasal 4 ayat 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI KUPANG NOMOR : 7 TAHUN 2015 TENTANG

PENGELOLAAN KEUANGAN DESA. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun anggaran 2013, kewenangan atas pengesahan Daftar Isian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak adanya otonomi daerah di Indonesia adalah terjadinya reformasi dalam keuangan negara. Sejak disahkannya UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 1999 yang menggantikan UU Nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan negara dan daerah, pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan pemerintah selama ini. Menurut Andie Megantara,dkk dalam Taufeni Taufik (2009) mengatakan bahwa kelemahan yang mulai diatasi pemerintah saat itu adalah kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran, kelemahan di bidang perbendaharaan dan kelemahan di bidang pemeriksaan/audit. Kelemahan-kelemahan tersebut kemudian mulai berkurang dengan adanya pengajuan 3 paket RUU dari tim XIV kepada DPR pada tanggal 29 September 2000. Undang-Undang tersebut antara lain: UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Tiga paket undang-undang tersebut kemudian menjadi cikal bakal lahirnya pengembangan dan perbaikan atas keberlangsungan pelaporan keuangan pemerintah di Indonesia. Salah satu undang-undang terbaru terkait dengan pengelolaan pemerintah adalah UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Undangundang tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah desa, termasuk di dalamnya pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. 1

2 Dengan demikian desa dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien. Disamping itu diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik, yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Pada pasal 72 ayat (1) huruf b UU Desa menyatakan bahwa salah satu sumber pendapatan desa berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Menurut undang-undang tersebut terdapat aturan bahwa setiap desa akan mendapat alokasi dana yang jumlahnya bisa mencapai Rp.1 miliar per desa berdasarkan geografis, jumlah penduduk, dan angka kematian. Dalam dua tahun mendatang, estimasi jatah anggaran tersebut akan meningkat menjadi Rp1,4 miliar per desa. Dana itu nantinya akan langsung disalurkan ke seluruh desa di Indonesia melalui kabupaten. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247/PMK.07/2015, pengalokasian dana desa dimulai dari APBN yang kemudian ditransfer ke daerah & dana desa. Berikutnya dana desa yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan kepada Bupati/Walikota dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Umum Kas Negara (RKUN) ke Rekening Umum Kas Daerah (RKUD), untuk selanjutnya dipindahbukukan dari RKUD ke Rekening Kas Daerah (RKD) oleh Kabupaten/Kota dan akan dialokasikan ke seluruh Kepala Desa. Pengalokasian dana desa ini selalu mendapat pengawasan oleh Badan Pengawasan Desa (BPD) untuk menghindari kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh aparatur desa. Selain menerima alokasi APBN, pemerintah desa juga mendapat alokasi dana yang bersumber dari APBD kabupaten/kota berupa dana bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah. Setidaknya, desa mendapat bagian sebesar 10 persen dari APBD. Selain itu sumber pendapatan pemerintah desa juga berasal dari

3 bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD kabupaten/kota, pendapatan asli desa yang terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga dan pendapatan lain yang sah. Sesuai dengan laporan keuangan desa kabupaten tangerang bahwa dana desa yang diterima setiap desa pada tahun 2015 belum mencapai Rp1,4 miliar karena Pemerintah Kabupaten Tangerang masih meragukan untuk mengeluarkan dana desa sebesar Rp1,4 miliar secara langsung melainkan dikeluarkan secara bertahap hingga tiap desa memperoleh Rp1,4 miliar yang didasarkan dengan mempertimbangkan kemampuan APBN dan fiskal nasional, serta mempertimbangkan kesiapan kabupaten tangerang dalam melakukan pembinaan, pengawasan, serta kesiapan desa dalam melaksanakan pembangunan desa. Menurut Marwan Jafar (2015) dana desa sebesar Rp1,4 miliar masih belum dapat dikeluarkan seluruhnya karena masing-masing desa harus dapat menunjukkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPdes) yang terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negri UU No. 66 Tahun 2007. Alokasi APBN yang cukup tinggi tersebut akan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan desa. Dengan semakin meningkatnya penerimaan desa yang berasal dari APBN, maka pemerintah desa akan semakin dituntut untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance), salah satunya dengan cara memenuhi unsur pertanggung jawaban atau akuntabilitas. Akuntabilitas merupakan prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran keuangan mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan

4 dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya peningkatan keuangan desa yang bersumber dari APBN, maka perlu dilakukan kajian mengenai akuntabilitas pemerintah desa dalam menyajikan pelaporannya.. Menurut Abdurrokhman (2014), terbitnya undang-undang desa juga merupakan tantangan bagi pemerintahan desa beserta segenap stakeholder untuk bisa mengolah sumber dana dan peluang yang besar itu, karena tidak secara otomatis dengan dana yang besar akan langsung terwujud kesejahteraan apabila tidak mampu mengelola secara baik. Pembangunan desa yang efektif dan efisien membutuhkan perencanaan yang matang dengan memperhitungkan segenap potensi yang dimiliki, tim kerja yang profesional, pola pelaksanaan pembangunan yang tepat, pengawasan yang mampu menghindari kebocoran dan penyimpangan, serta adanya sistem pelaporan dan evaluasi yang transparan dan akuntabel. Apabila lima hal tersebut tidak bisa diwujudkan maka potensi sumber dana dan kewenangan yang besar tersebut akan menjadi sia-sia bahkan bisa menjadi bencana. Untuk mewujudkan semua ini dibutuhkan sumber daya manusia terutama perangkat desa yang professional dari segi pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan sesuai tugas yang didapatkannya. Herry (2014) menambahkan dalam penelitiannya bahwa secara politis undang-undang ini memberikan pelimpahan kewenangan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah desa. Selanjutnya pemerintah desa mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan administrasi dan operasional

5 pemerintahan desa, dalam rangka peningkatan efektivitas pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan secara ekonomi, undang-undang ini memberikan kewenangan bagi pemerintah desa untuk mengelola keuangan daerah dan mencari sumber-sumber pendapatan desa yang sah. Hal ini memberikan dua dampak sekaligus, yaitu pemerintah desa harus melakukan efisiensi anggaran dan harus aktif mencari sumber-sumber pendapatan alternatif. Sebagai daerah administratif, desa memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan desa dan pengelolaan keuangan desa. Hal ini tentu saja berimplikasi pada kemampuan pemerintah desa sebagai pelaksana kewenangan otonom dan sumber keuangan potensial yang harus ditemukan. Penyelenggaraan pemerintahan memerlukan sumber daya manusia yang cukup antisipatif dan inisiatif. Pemerintah desa harus antisipatif terhadap segala masalah, baik yang sudah eksis maupun secara potensial akan membebani desa. Masalah-masalah ini muncul sebagai akibat dari kekurangmampuan perangkat desa untuk melakukan identifikasi masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini berhubungan dengan pemerintahan yang inisiatif. Masalah-masalah yang dimaksudkan Herry (2014) tersebut tidak lepas dari potensi kecurangan yang dilakukan oleh aparatur desa. Dengan semakin bertambahnya pendapatan desa yang berasal dari APBN, maka kemungkinan terjadinya fraud akan lebih besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Donald Cressey, 2010 menemukan bahwa penyebab terjadinya Fraud dipengaruhi oleh tiga faktor pemicu, yaitu: Pressure (Tekanan), Rationalization (Rasionalisasi) dan Opportunity (Kesempatan). Kompetensi sumber daya manusia yang tidak memadai dan lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian intern pemerintah

6 desa, akan memberikan Opportunity (Kesempatan) bagi aparatur desa untuk melakukan kecurangan dalam pengelolaan keuangan desa. Salah satu fraud oleh aparatur desa menurut Iko (2016) yaitu kasus korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan tanah bengkok yang dilakukan Kepala Desa Sukorejo di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Sejak awal hingga akhir tahun 2011 berjumlah sekitar Rp. 2 juta. Dan Kades Sukorejo ini juga menawarkan tanah bendo milik desa kepada orang lain tanpa persetujuan BPD yang seharusnya dilakukan melalui mekanisme lelang. Hasil dari penyewaan tanah ini dipergunakan untuk kepentingan pribadi, dimana tanah tersebut menghasilkan Rp. 62 juta yang tidak jelas pertanggungjawaban. Iko (2016) juga menjelaskan kasus lain adalah kasus PT. BPN (Badan Pertanahan Nasional) oleh Kepala Desa Jambe, Kabupaten Tangerang melakukan fraud dimana Kades Jambe memiliki tanggung jawab dalam mengelola keuangan desa. Bahwa pada tahun 2008, dalam salah satu program dari BPN untuk memberikan sertifikasi tanah gratis bagi masyarakat yang disebut dengan PRONA, dana desa tersebut berasal dari APBN. Kades Jambe ini secara sepihak menarik dana dari masyarakat untuk pelayanan tersebut hingga terkumpul dana sebesar Rp 288.500.000,-. Dan dari uang administrasi tersebut kades ini juga tidak menyetorkan ke kas desa yang menyebabkan kerugian sebesar Rp. 37 juta. Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin melakukan kajian lebih lanjut dengan mengambil judul Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Penerapan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Desa untuk Mendukung Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kompetensi sumber daya manusia berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah desa? 2. Apakah penerapan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah desa? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu: 1. Untuk menguji secara empiris pengaruh kompetensi sumber daya manusia terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah desa 2. Untuk menguji secara empiris pengaruh penerapan sistem pengendalian intern terhadap akuntabilitas keuangan pemerintah desa. D. Kontribusi Penelitian Kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengelolaan keuangan desa sejak berlakunya UU nomor 6 tahun 2014 serta

8 kendala-kendala yang dihadapi pihak-pihak yang berkepentingan terkait dengan pelaporan keuangan desa. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pelaksanaan pengelolaan keuangan desa untuk mewujudkan kelola pemerintahan desa yang transparatif, akuntabel serta partisipatif. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta pengayaan ilmu akuntansi terutama dalam akuntansi sektor pedesaan.