BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PADA KOPERASI LAUT SEJAHTERA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TEGAL SARI KOTA TEGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan dampak yang luas terhadap sendi- sendi perekonomin dunia

BAB I PENDAHULUAN. adequacy ratio), batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), kualitas aktiva

sampai dengan 30 September 2012 adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan lembaga perkreditan desa (LPD).

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PT. BPR NARPADA NUSA TAHUN 2016

diteliti yaitu Bank BNI Syariah. Selanjutnya akan dibahas mengenai Sumber Data yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Syariah, 2015, h. i. 1 Achmad Buchori, Seri Edukasi Perbankan Syariah, Jakarta : Departemen Perbankan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rasio permodalan diukur dengan membandingkan antara rasio Modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bank memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai

SISTEM PERBANKAN. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan mempunyai kekuatan dan peluang yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masih banyak perbankan yang tidak melakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PT BANK PERKREDITAN RAKYAT NARIBI PERKASA (PERIODE )

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PADA PT BANK INTERNASIONAL

Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Periode Disusun oleh : Nama : Las Rohana Jurusan : Akuntansi

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

PENGENALAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS CAMEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peran perbankan dalam membangun ekonomi merupakan salah satu sektor

KATA PENGANTAR. Jakarta, Agustus 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

Menurut Marrie Muhamad Mantan Menteri Keuangan mengatakan bahwa ada dua pihak yang kontra-privatisasi, dan pihak yang pro-privatisasi. Pihak yang kont

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

Syariah selama tahun 2002 dan 2003 serta analisis CAMEL (Capital, Assets,

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD. BPR BANK KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu ukuran untuk melihat kinerja keuangan perbankan adalah melalui

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB I. KETENTUAN UMUM

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam hal ini penulis akan melakukan analisa kinerja keuangan bank yang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan yang menjual produk yang berbentuk jasa. Perbankan. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang integral dalam upaya deregulasi pemerintah. Tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis moneter pada tahun 1998 yang terjadi di indonesia memberikan

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :


ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA BPR BKK KARANGMALANG CABANG KEDAWUNG KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2013

RINGKASAN EKSEKUTIF : : :

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

KATA PENGANTAR. Jakarta, April 2005 BANK INDONESIA Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB III METODE PENELITIAN. data tertulis lainnya yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT PT. SUKADYARINDANG TAHUN 2001 SAMPAI DENGAN 2005

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN FINANSIAL BANK DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMEL PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE TAHUN

dapat diperoleh dengan dana kredit yang ditawarkan oleh bank.

SISTEM DAN KEBIJAKAN PERBANKAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan rendahnya tingkat pendapatan. Saat ini pembangunan. oleh pemerintah. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dalam kondisi sehat. Tingkat kesehatan BPR Hasa Mitra periode 2006 sampai

BAB I LATAR BELAKANG. dunia perbankan menjadi sangat ketat, dimana bank dituntut memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan atau kondisi keuangan bank dan non keuangan bank merupakan

No. 8/ 28 /DPBPR Jakarta, 12 Desember 2006 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

ANALISIS PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN PADA PT.BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk PERIODE DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan urat nadi perekonomian suatu bangsa, sehingga apabila terjadi masalah di dunia perbankan

Kegiatan- kegiatan tersebut dapat dijelaskan pada gambar berikut:

BPR OUTLINE BPR RAKYAT (BPR) 1. Definisi, Dasar Hukum dan Bentuk Hukum

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskreptif pada perusahaan, yaitu dengan cara menganalisis data-data

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. dan tugas untuk mengelola uang dari masyarakat, memberikan pinjaman kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2 dijelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia perbankan sangat pesat setelah terjadi deregulasi di

DAFTAR ISTILAH. Aktiva produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keuangan Bank Syariah membutuhkan kajian teori sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat yang hidup di negara negara maju, seperti negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pengertian perbankan dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA INVESTASI KOPERASI XYZ PADA BANK-BANK PERKREDITAN RAKYAT PROYEK AKHIR. Oleh: MELISSA SURYANINGTYAS NIM:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam menjalankan penyertaan modal kepada Bank-Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain adalah Kondisi Internal Koperasi XYZ itu sendiri, Kondisi Internal Bank Perkreditan Rakyat, Profil Bank Perkreditan Rakyat, Situasi Bank Perkreditan Rakyat, Kondisi Perekonomian, Situasi Politik serta nasabah selaku konsumen Bank Perkreditan Rakyat. Gambar berikut yang akan menjelaskan lebih lanjut tentang faktor-faktor tersebut: Gambar 2.1 Skema Conceptual Framework 2.2 Analisis Situasi Bisnis 2.2.1 Kondisi Internal Koperasi XYZ Dalam melakukan seluruh bisnisnya, Koperasi harus memberikan manfaat yang optimal kepada para anggotanya yang telah menyimpan uangnya di koperasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, Koperasi melakukan diversifikasi dalam menyalurkan dana yang ada, antara lain dengan melakukan penyertaan modal kepada Bank-Bank 9

Perkreditan Rakyat. Diharapkan dengan melakukan usaha ini, koperasi dapat mendapatkan profit yang cukup tinggi. Unit usaha ini langsung dibawahi oleh Unit Dana & Investasi, dimana pada unit itu tersebut melakukan pengawasan terhadap dana-dana yang diinvestasikan ke sejumlah BPR yang tersebar di Indonesia. Dalam unit usaha ini, Koperasi pada setiap bulannya diharuskan menyetor sejumlah dana untuk dijadikan modal oleh BPR dalam menjalankan usahanya. Dalam hal ini, koperasi hanya sebagai penyetor dana, koperasi tidak berhak mengatur seluruh kegiatan yang dilakukan oleh BPR nantinya. Namun karena sebelumnya dilakukan analisa kelayakan BPR maka diharapkan modal yang diberikan oleh Koperasi dapat digunakan secara optimal oleh BPR sehingga dapat menghasilkan profit yang optimal juga. Dalam kurun waktu setahun, biasanya pada akhir tahun, Koperasi akan menerima deviden yang diberikan oleh masing-masing BPR itu. Besarnya deviden tergantung dengan jumlah modal yang disetorkan oleh Koperasi kepada BPR tersebut. Untuk mengawasi jalannya usaha penyertaan modal pada BPR-BPR tersebut, Koperasi XYZ berhak melakukan pengawasan dengan datang langsung ke lokasi BPR sehingga langsung mengamati apa saja yang dilakukan oleh BPR dalam menjalankan dana yang disetorkan oleh Koperasi. Pengawasan ini biasanya dilakukan dua bulan sekali atau enam bulan sekali. Namun semenjak Koperasi tidak menjadi penyetor utama, hal ini sangat jarang dilakukan oleh Koperasi. Saat ini Koperasi hanya menerima laporan keuangan serta laporan kinerja yang dikirim oleh masing-masing BPR setiap bulannya. 2.2.2 Kondisi Internal Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat berbeda dengan Bank Umum yang dikenal luas oleh masyarakat. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sehingga profit yang dihasilkan oleh BPR adalah murni dari kredit yang BPR berikan kepada nasabah dan pendapatan bunga deposito yang mereka tanam di bank lain. Oleh karena itu, BPR harus hati-hati dalam memberikan kreditnya kepada nasabah, diharapkan nasabah bisa membayar cicilan dana yang mereka pinjam 10

beserta bunganya. Dalam memberikan kreditnya kepada nasabah, Koperasi tidak berhak menentukan nasabah mana yang layak diberikan kredit dan nasabah yang mana yang tidak layak diberikan kredit, seluruhnya tergantung oleh kebijaksanaan oleh masingmasing BPR. BPR dipimpin layaknya kepala cabang oleh suatu bank konvensional. Dalam suatu BPR di daerah, BPR dipimpin oleh seorang kepala BPR yang bertanggung jawab atas seluruh kegiatan BPR. Namun kualitas dari SDM yang ada di BPR tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Koperasi. Indonesia yang masih sangat kental dengan nepotismenya, menjadi suatu kendala tersendiri didalam hal ini. Banyak pegawai di BPR yang dinilai masih dibawah standar, hal ini dikarenakan lokasi BPR yang di daerah terpencil sehingga susah mendapatkan SDM yang berkualitas. Hal ini berdampak pada kredit yang mereka berikan kepada nasabah. Setelah dilakukan pengawasan lebih lanjut, banyak terjadinya kredit macet yang dikarenakan jenis usaha debitor tidak layak untuk diberikan kredit oleh BPR. Selain itu banyak juga yang melakukan kredit kepada BPR yang masih memiliki hubungan saudara sehingga tidak lagi diperlukan analisa 5 C dalam penentuan pemberian kredit. 2.2.3 Profil Bank Perkreditan Rakyat Dikutip dari website resmi Bank Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPR biasanya terletak didaerah daerah yang cukup jauh dari kota besar, sehingga yang menjadi nasabah dari BPR ini adalah rakyat kecil misalkan petani, kepala desa, dan lain-lain. Dalam melakukan kegiatan perbankannya, ada beberapa kegiatan tertentu yang dilarang dilakukan oleh BPR misalnya dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal di bank lain, dan melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang diperbolehkan oleh BPR. 11

Dalam menjalankan seluruh kegiatan usaha, BPR memerlukan modal. Namun sumber dana modal pun tidak boleh sembarang diperoleh oleh BPR, diharapkan sumber dana modal tidak berasal dari pinjaman dalam bentuk apapun yang berasal dari bank atau pihak lain di Indonesia, serta dana modal tidak boleh berasal dari kegiatan yang melanggar hukum. Dalam melakukan kegiatan usahanya, BPR wajib mematuhi aturan prinsip kehati-hatian, yang antara lain mengenai mencakup ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), dan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) merupakan sejumlah modal minimum yang wajib dipenuhi oleh bank yang dihitung berdasarkan persentasi tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko. BPR wajib memenuhi modal minimum sehingga dalam melakukan pengembangan usaha serta bisa menanggung resiko kerugian. Sebuah BPR wajib menyediakan modal minimun sebesar 8% dari nilai ATMR. Aktiva Produktif merupakan penanaman dana BPR dalam bentuk kredit, SBI dan penanaman dana pada bank lain, yang diharapkan mendapatkan penghasilan dari kegiatan tersebut. Kualitas dari Aktiva Produktif dapat digolongkan menjadi kolektibilatas yang terdiri atas lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. Kualitas aktiva produktif dapat dihitung sebagai nilai persentase dengan membagi nilai aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) merupakan sejumlah dana yang wajib disisihkan oleh BPR guna untuk menutup resiko kerugian yang mungkin terjadi. Besarnya pembentukan PPAP minimal adalah 0,5% dari nilai aktiva produktif yang dikategorikan lancar, 10% dari nilai aktiva produktif yang dikategorikan kurang lancar, 50% dari nilai aktiva produktif yang dikategorikan diragukan, 100% dari nilai aktiva produktif yang dikategorikan macet, yang ketiga sebelumnya dikurangi dengan nilai anggunan yang dikuasai. 12

Batas Maksimum Pemberian Kredit atau BMPK adalah suatu nilai batas maksimum kredit yang diperbolehkan untuk diberikan oleh BPR kepada peminjam, kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR dan pihak-pihak terkait dengan BPR. Bagi satu peminjam dan kelompok peminjam yang tidak terkait dengan BPR, batas maksimun pemberian kredit yang diperbolehkan adalah 20% dari modal BPR. Namun bagi pihak-pihak yang terkait dengan BPR baik secara individual maupun secara keseluruhan, batas maksimum pemberiankredit yang diperbolehkan adalah 10% dari modal BPR. Sistem penilaian Bank Perkreditan Rakyat mengacu pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan BPR. Dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan suatu bank, dilakukan suatu penilaian kualitatif yang disebut CAMEL, yang merupakan singkatan dari faktor-faktor seperti Pemodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Assets Quality), Manajemen (Management), Rentabilitas (Earning Power), dan Likuiditas (Liquidity). Masing-masing faktor memiliki pembobotan tersendiri yang nanti menjadi tolak ukur kinerja suatu BPR. Bobot masingmasing faktor dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 2.1 Pembobotan CAMEL Faktor Camel BOBOT Permodalan 30% Kualitas Aktiva Produktif 30% Manajemen 20% Rentabilitas 10% Likuiditas 10% Setelah masing-masing faktor memiliki bobot tertentu, maka hasil penilaian tingkat kesehatan suatu bank dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok sehat, kelompok cukup sehat, kelompok kurang sehat serta kelompok tidak sehat. Batasbatas dari kelompok-kelompok tersebut dapat dilihat lebih jelas pada tabel dibawah ini: 13

Tabel 2.2 Nilai Kredit Kelompok CAMEL Kelompok Nilai Kredit Sehat 81 100 Cukup Sehat 66 80 Kurang Sehat 51 65 Tidak Sehat 0 50 Ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai Tingkat Kesehatan yaitu adanya Pelanggaran BMPK dan Faktor Judgement. Faktor Judgement merupakan faktor yang dapat menurunkan tingkat kesehatan suatu bank menjadi tidak sehat apabila terdapat beberapa hal misalnya adanya perselisihan intern, campur tangan pihak ketiga, window dressing, adanya praktek bank dalam bank, terjadi kesulitan keuangan serta praktek perbankan lainnya yang menyimpang yang dapat membahayakan kelangsungan usaha dari bank dan dapat menurunkan kesehatan bank. 2.2.4 Situasi Bank Perkreditan Rakyat Belakangan ini terdapat dua masalah utama yang dapat menghambat perkembangan BPR, dua masalah ini sudah menjadi perhatian Bank Indonesia dalam membenahi BPR. Masalah utama tersebut adalah Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan belum adanya suatu penjaminan untuk dana nasabah di BPR. Dari data yang didapat, untuk selama kurun waktu Januari sampai dengan Oktober 2006, sudah ada 6 BPR yang telah dilikuidasi oleh BI. Enam BPR tersebut adalah BPR Palapa Nusa Raya di Jakarta, BPR Tripilar Arthajaya di Yogyakarta, Mitra Banjaran di Bandung, BPR Cimahi, Mranggen Mitra Niaga di Semarang, dan BPR Samandhana di Sukabumi. Dengan jumlah BPR yang saat ini mencapai 1903 bank, sebagian besar memiliki masalah yaitu tidak mampu memenuhi syarat kecukupan modal yang telah ditetapkan BI. Hal ini bisa disebutkan sebagai bukti buruknya kondisi BPR yang ada di Indonesia. Masalah kedua yang dihadapi oleh BPR adalah tidak adanya penjaminan untuk dana para nasabah BPR. Hal ini dilihat bahwa banyak dana nasabah yang tidak dimasukkan ke dalam program penjaminan oleh pengelola BPR. Sebagai akibatnya, maka sebagian dari simpanan nasabah tidak bisa dicairkan karena masuk dalam kategori 14

yang tidak layak bayar. Dikutip dari hukumonline.com pada tanggal 3 januari 2007, Kepala Eksekutif Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Krisna Wjaya menemukan banyak sekali praktek penipuan yang dilakukan pengelola BPR saat membuat catatan pembukuan. Modus yang biasa dilakukan oleh BPR adalah nasabah diberikan bilyet asli tapi palsu dan menciptakan nasabah fiktif. Dalam menanggapi masalah ini, Bank Indonesia telah menerbitkan dua Peraturan Bank Indonesia (PBI), yakni PBI No. No. 6/22/PBI tentang BPR dan PBI No. 6/23/PBI/2004 tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan (Fit and Proper Test) BPR. Dalam peraturan tersebut, BI mensyaratkan untuk setiap direktur dan calon direktur harus memiliki Sertifikat Kompetensi Profesi. Dengan adanya sertifikat ini BI mengharapkan dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas di BPR. Hingga saat ini, untuk periode Maret 2005 sampai Agustus 2006, Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Keuangan Mikro (LSP LKM) telah mengadakan ujian sebanyak 7 kali. Dari sejumlah ujian yang telah dilaksanakan jumlah direktur yang telah kompeten dan mendapat SKP sebanyak 1.984 orang dari 2.206 orang yang ikut serta. Menurut catatan BI, jumlah BPR yang direkturnya masih belum memilki SKP sebanyak 254 BPR. 2.2.5 Kondisi Perekonomian Kondisi perekonomian tentu saja sangat mempengaruhi unit usaha BPR ini dalam menjalankan kegiatan usahanya terutama pada sektor penbankan dimana menurunnya nilai kredit yang bermasalah. Saat ini nilai NPL dari BPR masih cukup tinggi, sehingga bisa menghambat kegiatan suatu bank untuk menjadi sehat. Nilai pendapatan masyarakat juga menjadi suatu hambatan tersendiri bagi BPR, jika daya beli masyarakat menurun maka akan ada peningkatan pengangguran sehingga nilai NPL makin tinggi. Hal ini bisa dilihat dari daya serap pertumbuhan ekonomi tidak mencukupi untuk menyerap kesempatan kerja baru. Kemampuan membeli masyarakat juga bisa menurun jika di lain pihak laju inflasi tidak bisa dikendali, sehingga terjadi depresi Rupiah yang membuat biaya impor 15

bahan baku mengalami kenaikan. Diharapkan BI sebagai sentral perekonomian Indonesia bisa mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. 2.2.6 Situasi Politik Situasi politik juga bisa mempengaruhi BPR dapat melakukan kegiatan usahanya. Dengan ketidakstabilan politik misalnya terjadi huru hara banyak nasabah akan menarik seluruh dananya dalam waktu yang bersamaan dengan jumlah yang besar. Hal ini bisa menjadi masalah jika BPR tersebut tidak memiliki nilai likuiditas yang tinggi, selain itu dengan ditariknya seluruh dana oleh para nasabah maka BPR juga tidak bisa melaksanakan kegiatan perbankannya. Untuk mengurangi resiko ini, ada baiknya adanya jaminan bagi dana yang ditanamkan nasabah di BPR. Namun sampai saat ini masih banyak BPR yang belum memasukkan dana nasabahnya ke dalam program penjaminan oleh pengelola BPR. 2.2.7 Consumer Konsumen atau nasabah dari BPR terdiri dari masyarakat yang ada di sekitar BPR itu sendiri. BPR biasanya tidak terletak di ibukota propinsi melainkan di kotamadya atau di kabupaten-kabupaten. Dari lokasi BPR itu sendiri dapat disimpulkan bahwa yang menjadi nasabah BPR adalah masyarakat kecil yang tingkat pendapatannya masih kecil, kurang mengerti tentang perbankan sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda dan lain-lain. 2.3 Akar Masalah Setelah melakukan analisis unit usaha dalam penyertaan modal BPR yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat dibuat Relations Diagram untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi. Dengan dibuatnya diagram ini diharapakan bisa mencari solusi terbaik untuk unit usaha ini. 16

Gambar 2.2 Relations Diagram Unit Usaha Penyertaan Modal BPR. Pada gambar diatas bisa kita lihat bahwa masalah yang dihadapi oleh BPR tersebut adalah SDM yang kurang berkualitas yang bisa membuat kredit macet, belum adanya suatu penjaminan dana nasabah, sehinga nasabah enggan untuk menabung di BPR dan biaya opersional yang kurang efektif sehingga bisa mengurangi pemasukan untuk BPR. Faktor pertama adalah SDM dari BPR itu sendiri. Seperti yang telah dibahas sebelumnya banyak Direktir dari BPR yang belum mempunyai sertifikat kompetensi profesi. Hal ini untuk mengurangi pemberian kredit yang tidak layak, lalu si peminjam tidak bisa mengembalikan yang akhirnya menimbulkan kredit macet. Dengan banyaknya kredit macet maka otomatis pemasukan atau pendapatan bunga dari BPR pun makin menurun sedangkan biaya operasional seperti depresiasi fixed asset serta gaji tenaga kerja makin meningkat yang pada akhirnya membuat pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan bank tersebut. 17

Selain itu, tidak ada penjaminan dari BPR terhadap dana nasabah, membuat keengganan masyarakat untuk menabung. Mereka takut dana yang mereka tanam tidak bisa mereka ambil ketika suatu saat mereka membutuhkannya. Untuk melihat permasalahan sesungguhnya yang dihadapi oleh BPR, berikut ditunjukkan salah satu laporan keuangan salah satu BPR yang terus mengalami kerugian pada tahun 2005. Untuk selanjutnya akan diuji tingkat kesehatan BPR ini pada tahun 2005 dengan metode camel yang menjadi suatu hal yang sangat dasar bagi BPR untuk dikategorikan sehat atau tidak sehat. Berikut ini adalah tabel Laporan keuangan dan tabel Laporan Kinerja dari salah satu BPR di Rayon Bodetabek, kita sebut BPR ini adalah BPR BDT-6. 18

Tabel 2.3 Laporan Kinerja 19

Tabel 2.4 Laporan Keuangan Semua tabel diatas merupakan dalam satuan juta rupiah. Dengan adanya tabel diatas, kita bisa lihat secara kasat mata bahwa BPR BDT-6 ini telah mengalami kerugian sebesar 4 milyar lebih. Nilai ini merupakan nilai yang cukup besar bagi BPR untuk mengalami suatu kerugian dimana modal inti BPR hanya berkisar 2 Milyar. 20

Sehingga bisa disimpulkan jika salah satu BPR saja yang mengalami kerugian yang begitu banyak, bagaimana dengan 26 BPR lainnya, apakah menjamin BPR yang lain akan memiliki kinerja yang lebih bagus atau lebih buruk daripada BPR BDT-6 ini. Oleh karena itu diperlukan analisa mendalam terhadap ke dua puluh tujuh BPR yang menjadi unit usaha penyertaan modal dari Koperasi XYZ. Diharapkan setelah melakukan analisa, Koperasi bisa menganalisa BPR mana saja yang potensial untuk berkembang. Untuk dapat lebih melihat kinerja dari seluruh BPR berikut ini adalah tabel nilai NPL (Non Productive Loan) atau kredit yang mengalami macet: Tabel 2.5 Nilai NPL Setiap BPR 21

22