Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN KABUPATEN WONOGIRI

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

ANALISIS BELANJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BENGKULU

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB IV. ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS... A. Analisis Lingkungan Internal... B. Analisis Lingkungan Eksternal... C. Isu Strategis...

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA SAMARINDA TAHUN 2011

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB VI ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DESA

APBD KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2018

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

ANALISIS PADA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KABUPATEN KUDUS DAN KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN Oleh : Yusshinta Polita Gabrielle Pariury

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Transkripsi:

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar yang dilakukan pada berbagai program sebagaimana diungkapkan pada bab sebelumnya, memberi keyakinan bahwa prospek ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam kurung waktu lima tahun akan mengalami perkembangan yang cukup signifikan bilamana didukung oleh investasi, pembiayaan pembangunan dan arah kebijakan pembangunan yang tepat. A. Pertumbuhan Ekonomi Berbagai langkah kebijakan yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan khususnya di bidang ekonomi, diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata dari tahun 2009-2014 sekitar 6,21 persen per tahun. Hal ini didasari pada pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir yang rata-ratanya sekitar 6,01%. Pertumbuhan ekonomi ini dipengaruhi oleh pertumbuhan disektor pertanian dengan proporsi sekitar 3,12 persen, lalu perdagangan, restoran, dan hotel sekitar 1,61 persen, dan tujuh sektor lainnya yang rata-rata bertumbuh dibawah 1,00 persen. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, persentase PDRB Kabupaten Polman dalam lima tahun terakhir atas dasar harga berlaku dari sembilan lapangan usaha, masing-masing memberi kontribusi pada sektor pertanian rata-rata 50 persen, disusul sektor perdagangan, restoran dan hotel rata-rata 24 persen, dan jasa-jasa lainnya sekitar 14,50 persen, sedangkan tujuh sektor lainnya rata-rata sekitar dibawah 10 persen. Skenario optimis ini diikuti oleh pertumbuhan penduduk dalam lima tahun terakhir rata-rata sekitar 0,78 persen dan pendapatan perkapita sebesar 41 persen. Pertumbuhan pendapatan perkapita yang tinggi seperti ini diharapkan dapat mendorong peningkatan daya beli masyarakat, sedangkan dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian sebesar 52,23 persen, kemudian sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 23,16 persen, dan jasa lainnya sebesar 13,21 persen. Pertumbuhan yang lebih tinggi dapat dicapai jika arah kebijakan pembangunan bertumpu pada kekuatan sumber-sumber pembiayaan, partisipasi masyarakat dan sumber pembiayaan lainnya.

Pertumbuhan yang telah dicapai dari berbagai kebijakan akan memberi dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi angka pengangguran. Angka pengangguran yang masih cukup tinggi diharapkan kecenderungannya mengalami penurunan pada tahun 2011, hal ini sangat memungkinkan jika pengembangan sektorsektor lapangan usaha telah mampu menyerap tenaga kerja dan penurunan persentase penduduk miskin, dengan asumsi bahwa penurunan tingkat kemiskinan terjadi jika kebutuhan masyarakat terpenuhi sesuai standar kehidupan yang layak. Kesemuanya ini hanya bisa dicapai jika orientasi pembangunan Kabupaten Polewali Mandar konsisten terhadap arah kebijakan untuk melaksanakan pembangunan dengan perencanaan yang matang lima tahun kedepan. Oleh karena itu Kabupaten Polewali Mandar harus memberi peluang besar bagi para investor untuk mengembangkan sektor-sektor unggulan yang dimiliki dalam rangka penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat yang prospektif. B. Investasi dan Pembiayaan Pembangunan Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pada tahun 2009 dengan skenario optimis sebesar 6,01 persen, maka optimalisasi kebijakan pembangunan Kabupaten Polewali Mandar hendaknya diarahkan pada pilihan alternatif kebijakan di bidang ekonomi yang dapat menciptakan multiplier effect dan peningkatan sumber pembiayaan pembangunan, oleh karena itu dibutuhkan dorongan investasi pada berbagai sektor yang potensial untuk mendorong penciptaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang diikuti dengan peningkatan efesiensi terhadap pembiayaan investasi. Perkiraan pertumbuhan kebutuhan investasi pada tahun 2009 meningkat sekitar 5 persen dari investasi tahun 2007 sebesar 15,742 milyar rupiah. Nilai persetujuan investasi pada tahun 2009 mencapai 16,629 milyar rupiah. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun 2010 sebesar 1,5 kali dari jumlah sebelumnya, adapun kegiatan proyek untuk membangun Kabupaten Polewali Mandar kedepan melalui pembiayaan investasi antara lain peningkatan pada sektor sarana perhubungan, industri dan perdagangan, agroindustri yang berbasis pada pertanian dan pariwisata, terutama pariwisata laut, selain itu pembiayaan investasi juga dapat diperoleh dari sumber lain berupa tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat diharapkan pada tahun 2010 investasi akan mengalami peningkatan, baik jumlah proyek yang akan dibiayai maupun nilai investasinya.

C. Arah Kebijakan Keuangan Daerah Salah satu faktor yang menjadi indikator kemajuan suatu daerah adalah ketika daerah tersebut mampu menciptakan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) dan kemandirian fiskal, hal ini sangat terkait dengan kemampuan daerah untuk melakukan pembiayaan yang bersumber dari potensi yang digali dari sumberdaya yang dimiliki. Optimalisasi potensi yang dimiliki pada akhirnya akan mengarah pada terciptanya kemampuan pengelolaan keuangan daerah melalui instrumen kebijakan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan, hal seperti ini dapat tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, namun dengan pengembangan kebutuhan masyarakat sering kali terjadi trade off antara peningkatan kebutuhan dan keterbatasan pembiayaan atau sumberdaya yang terbatas (scarcity of resources), maka harus ada pilihan untuk menjadi pijakan dalam menentukan keputusan. Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan prioritas dan rasionalisasi belanja secara terencana untuk menjadi instrumen fiskal dalam rangka menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dengan sistem anggaran publik seperti ini dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, untuk dapat melakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi enam tahun kedepan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka dapat dikemukakan kebijakan keuangan daerah Polewali Mandar yang terdiri arah kebijakan pendapatan daerah, arah kebijakan belanja daerah, dan arah kebijakan pembiayaan daerah. 1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Arah kebijakan pendapatan daerah Kabupaten Polewali Mandar menggambarkan sejauhmana penerimaan pendapatan daerah yang diperoleh untuk mendanai pembangunan Kabupaten Polewali Mandar enam tahun kedepan. Peningkatan pendapatan dari tahun 2004 ke tahun 2005 sebesar 18,46%, tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 50,18%, dan tahun 2006 ke tahun 2007 sebesar 13,72%. Secara rata-rata perkembangan pendapatan dalam tiga tahun terakhir meningkat sebesar 27,45%. Pendapatan Daerah tersebut terdiri dari 3 sumber utama, yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Perkembangan seluruh sumber penerimaan Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar pada tahun 2004 sebesar 198,033 milyar rupiah dan diperkirakan tahun 2009

mencapai 485,301 milyar rupiah dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 10,01 persen. Perkembangan yang telah dicapai sebelumnya masih didominasi dari sumber dana perimbangan terhadap total penerimaan yakni sebesar 81,65 persen, komponen yang terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 70,79 persen, selanjutnya diikuti oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 12,33 persen. Komponen besar dari PAD diperoleh dari pajak sebesar 7,11 persen dan retribusi sebesar 2,71 persen, pada tahun 2010 PAD diharapkan dapat mengalami peningkatan hingga 15 persen dari total penerimaan daerah. Berdasarkan pertimbangan historis pendapatan daerah tahun-tahun sebelumnya, maka dirumuskan perkiraan penerimaan pendapatan daerah 6 tahun kedepan adalah sebagai berikut: Tabel 5.1 PERKIRAAN PENERIMAAN PENDAPATAN DAERAH (dalam ribuan rupiah) No Uraian T a h u n 2009 2010 2011 2012 2013 2014 1 Pendapatan Asli Daerah 20.944.959 26.157.765 32.311.512 39.445.130 44.157.270 49.805.127 2 Dana Perimbangan 436.632.321 476.711.913 521.684.050 573.570.992 630.309.416 698.062.337 3 Lain-kain Pendapatan yang syah 27.724.474 30.962.252 33.486.476 37.505.206 41.308.414 46.642.897 Jumlah Pendapatan 485.301.754 533.831.920 587.482.038 650.521.328 715.775.100 794.510.361 Pendapatan asli daerah 5 tahun kedepan ditambah satu tahun masa transisi rata-rata bertumbuh sekitar 10,013 persen dengan kontribusi dominasi pertumbuhan ada pada pendapatan lain-lain PAD yang sah, retribusi daerah, pajak daerah, dan hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar rata-rata 6 persen. Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan terbesar dalam pendapatan asli daerah yang memilik rata-rata pertumbuhan sebesar 12%. Retribusi daerah ini menjadi sumber penerimaan tertinggi di Kabupaten Polewali Mandar karena memiliki karakteristik daerah yang didominasi dari sektor jasa. Selanjutnya pajak daerah merupakan penerimaan PAD kedua dalam kontribusi penerimaan PAD setelah retribusi daerah. Dari sisi penerimaan dana perimbangan dalam enam tahun kedepan diprediksi meningkat rata-rata sebesar 85 persen, sedangkan lain-lain pendapatan yang syah meningkat rata-rata sebesar 9 persen.

Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan pendapatan yang diperoleh dari sumbersumber pendapatan daerah khususnya pendapatan yang diperoleh dari Dana Alokasi Umum yang cukup besar ini diharapkan pada tahun 2010 akan diimbangi dengan kenaikan pendapatan asli daerah. Dengan demikian peranan pendapatan asli daerah cukup berarti dalam membiayai pembangunan yang semakin berkembang. Lebih jauh lagi proporsi penerimaan PAD antara pajak daerah dan retribusi daerah dapat lebih seimbang, sehingga kepastian pendapatan asli daerah lebih terjamin. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas maka untuk meningkatkan sumber penerimaan daerah, diperlukan langkah-langkah dan arah kebijakan keuangan daerah yang mengacu pada: (1) optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah melalui perluasan objek pajak sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perunadang-undangan, (2) peningkatan kualitas pelayanan, kualitas SDM pengelola dan koordinasi antara dinas dan instansi yang terkait, (3) penataan performance budget melalui penataan sistem penyusunan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja secara efisiensi, efektif dan berkesinambungan, (4) anggaran daerah harus bertumpu pada kepentingan publik dan memberikan hasil yang baik dan biaya rendah (work better and cost less), (5) mengevaluasi Perda yang tidak lagi sesuai dengan kondisi daerah untuk peningkatan sumber pendapatan daerah, serta menyusun dan menetapkan peratuaran daerah untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka menyusun program-program yang dapat merangsang peningkatan pendapatan asli daerah pada berbagai sektor yang ada. 2. Arah Kebijakan Belanja Daerah Kebijakan belanja daerah menunjukkan peranan yang cukup berarti terhadap pembiayaan pembangunan, pada tahun 2004 total belanja daerah Kabupaten Polewali Mandar sebesar 207,705 milyar rupiah, yang terdiri dari belanja publik 165,608 milyar rupiah atau 79,73 persen, dan belanja aparatur daerah 42,097 milyar rupiah atau 20,27 persen, dan belanja tidak terduga sebesar 77,488 atau 37,31 persen, diperkirakan belanja tersebut meningkat pada tahun 2010 menjadi 531.412 milyar rupiah atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 11 persen. Proporsi belanja tidak langsung dan belanja langsung dua tahun terakhir adalah 64 persen dan 36 persen. Dari proporsi pengeluaran pada tahun-tahun yang lalu menunjukkan proporsi belanja aparatur lebih besar daripada belanja publik, dan harapannya pada enam tahun

kedepan akan bertambah. Berikut ini perkiraan belanja daerah untuk lima tahun kedepan ditambah satu tahun masa transisi adalah sebagai berikut: Tabel 5.2 PERKIRAAN PENGELUARAN BELANJA DAERAH (dalam ribuan rupiah) No 1 2 Uraian Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung T a h u n 2009 2010 2011 2012 2013 2014 312.393.887 345.418.113 389.312.784 438.684.724 494.207.805 556.637.880 166.356.097 185.994.369 200.555.071 216.068.595 232.568.379 250.083.685 Jumlah Belanja 478.749.984 531.412.482 589.867.855 654.753.319 726.776.184 806.721.565 Proporsi belanja tidak langsung dengan belanja langsung pada tahun 2009 sekitar 62 persen dan 38 persen. Proporsi belanja tidak langsung menjadi lebih besar karena pemerintah daerah Polewali Mandar relatif baru dalam membenahi pengeluaran disekitar sumberdaya aparatur, sehingga pada enam tahun ke depan porsi belanja tidak langsung akan bertambah sekitar 1% setiap tahun dan pada tahap rencana pembangunan jangka menengah kedua proporsi ini akan dikurangi seiring dengan arah pengembangan daerah yang mengarah pada pembangunan infrastruktur atau lebih fokus pada belanja modal. 3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah Kebijakan pembiayaan daerah merupakan kebijakan antisipasi atas terjadinya surplus/defisit antara penerimaan pendapatan dan pengeluaran belanja. Pembiayaan daerah dalam tahun anggaran 2006 terjadi kelebihan pembiayaan neto sebesar 8,642 milyar rupiah, sedangkan pada tahun 2007 terjadi kekurangan pembiayaan neto sebesar 2,841 milyar rupiah. Dalam dua tahun terakhir pembiayaan neto dicapai pada angka 17,279 milyar pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 sebesar minus 6,551 milyar. Berikut ini perkiraan pembiayaan untuk lima tahun kedepan ditambah satu tahun masa transisi adalah sebagai berikut.

No 1 2 Uraian Pembiayaan Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran Tabel 5.3 PERKIRAAN PEMBIAYAAN DAERAH (dalam ribuan rupiah) T a h u n 2009 2010 2011 2012 2013 2014 5.448.230 9.500.000 14.500.000 19.000.000 24.500.000 30.000.000 12.000.000 11.919.447 12.114.183 14.768.009 13.498.915 17.788.796 Pembiayaan Netto (6.551.769) (2.419.447) 2.385.817 4.231.991 11.001.085 12.211.204 Dukungan untuk pencapaian arah kebijakan keuangan daerah tersebut di atas juga diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan untuk menjadi pedoman antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah bagi setiap Daerah dalam Pengurusan, Penyusunan dan Pengendalian Anggaran yang konsisiten pada mekanisme yang ada dengan melibatkan elemen pemerintah, DPRD dan masyarakat dengan mengutamakan tujuan dan sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan, merencanakan berbagai program dan kegiatan, merencanakan sumber pembiayaan, serta mengalokasikan dana sesuai dengan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.