PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

BAB I PENDAHULUAN. maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi nasokomial ini dapat berasal dari

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. pasien lain dan dari lingkungan yang tercemar kepada pasien. Hand hygiene

BAB I PENDAHULUAN. maka pada tahun 1976 Join Commission on Acreditation of Health Care

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. sakit. Infeksi nosokomial/hospital acquired infection (HAI) adalah infeksi

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. dibentuk oleh Kepala Rumah Sakit (Depkes RI, 2007). Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini perhatian terhadap infeksi nosokomial di sejumlah rumah sakit di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan gawat darurat, yang merupakan salah satu tempat pasien berobat atau dirawat, di tempat

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, angka kejadian penyakit infeksi

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu tatanan institusi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN. Penyedia pelayanan kesehatan dimasyarakat salah satunya adalah rumah sakit. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB I PENDAHULUAN. obat-obatan dan logistik lainnya. Dampak negatif dapat berupa kecelakaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN KEPATUHAN HAND HYGIENE RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA BULAN JANUARI - MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mata, dan infeksi kulit. Umumnya penyakit tersebut terjadi pada anak-anak dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. infeksi tersebut. Menurut definisi World Health Organization. (WHO, 2009), Healthcare Associated Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : RIA RIKI WULANDARI J

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif, dan preventif kepada semua orang. Rumah sakit merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai. dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN. melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikroorganisme penyebab penyakit infeksi disebut juga patogen

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RSIA ANUGRAH KUBURAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi adalah Healthcare-associated Infection (HAIs). HAIs

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

LAPORAN MONITORING DAN EVALUASI PENGGUNAAN APD DI RUMAH SAKIT SYAFIRA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

No. Kuesioner : I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Sumber Informasi :

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut seorang pasien bisa mendapatkan berbagai penyakit lain. infeksi nosokomial (Darmadi, 2008, hlm.2).

Pendahuluan BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

BAB 1 PENDAHULUAN. memperbaiki standar mutu pelayanannya. Dengan adanya peningkatan mutu

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN. Ratusan juta pasien terkena dampak Health care-associated infections di

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan berbagai multi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Musadad, Lubis, &Kasnodihardjo, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke rumah sakit untuk menjalani perawataan dan. pengobatan sangat berharap memperoleh kesembuhan atau perbaikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit merupakan tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Istilah ini seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infections) diganti dengan istilah baru yaitu Health Associated Infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Infeksi ini tidak terbatas pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selanjutnya disebut Infeksi Rumah Sakit (IRS). (Kemenkes, 2011) HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien (Kemenkes RI, 2011). Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit. Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah kegiatan surveilans, disamping adanya kegiatan lain seperti pendidikan dan latihan, kewaspadaan isolasi serta kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional. Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting dan luas dalam program pengendalian infeksi, dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program PPI. (Kemenkes, 2011) Program pencegahan dan pengendalian risiko infeksi di rumah sakit penting bagi kesehatan pasien dan keselamatan petugas, pengunjung dan lain- lain di lingkungan rumah sakit (Schekler, 1998 dalam Molina 2012). Sehingga pada tahun 1976 Joint Commission on Accreditation of Health Care Organization (JCAHO) memasukkan kegiatan pengawasan, organisasi yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian risiko infeksi nosokomial menjadi syarat untuk akreditasi rumah sakit yang

merupakan ukuran kualitas dari pelayanan kesehatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga terpajan pada risiko besar terhadap infeksi. Petugas kesehatan harus memahami, mematuhi dan menerapkan kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standar, kewaspadaan berdasarkan transmisi agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. (Depkes, 2011) Pencegahan tranmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada. Strategi utama untuk PPI, menyatukan Universal Precautions dan Body Substance Isolation adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan terhadap semua pasien di semua fasilitas kesehatan. Seluruh petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit seharusnya mengetahui pentingnya pencegahan infeksi silang (nosokomial). Infeksi sebagian besar dapat dicegah dengan strategi yaitu dengan cuci tangan infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Hal ini dapat dicegah melalui perilaku cuci tangan petugas kesehatan di Rumah Sakit (Musadad, Lubis & Kasnodiharjo, 1993).

Kebiasaan cuci tangan petugas merupakan perilaku yang mendasar sekali dalam upaya mencegah cross infection (infeksi silang). Kebersihan tangan (cuci tangan) merupakan suatu prosedur tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan sabun atau antiseptic dibawah air mengalir atau dengan menggunakan handrub yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Hal ini mengingat rumah sakit sebagai tempat berkumpulnya segala macam penyakit, baik menular maupun tidak menular (Tietjen, 2004). Supervisi adalah proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi tercapai (Ilyas, 2012). Supervisi yang baik dapat menciptakan kerja sama yang baik anatara staff dan manejer, dan dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan staff. Supervisi diperlukan untuk melihat sejauh mana kegiatan berjalan sesuai rencana, mencari jalan keluar atau pemecahan apabila terjadi hambatan pelaksanaan kegiatan. Supervisi yang dikerjakan dengan baik dapat menjamin semua tujuan dari individu atau kelompok konsisten dengan tujuan jangka pendek maupun jangka panjang dari organisasi (Notoatmodjo, 2009). Supervisi secara langsung memungkinkan manager keperawatan menemukan berbagai hambatan/ permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan mengkaji secara menyeluruh faktor- faktor yang mempengaruhinya dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya (Suarli, 2010). Pelaksanaan supervisi dilakukan oleh seorang supervisor dalam hal ini adalah kepala ruangan supervisior adalah manager

tingkat bawah yang langsung membawahi perawat pelaksana. Dalam pelaksanaan pencegahan risiko infeksi, supervisi telah dilakukan oleh kepala ruangan terhadap perawat pelaksana, dilihat dari angka supervisi pelaksanaan upaya pencegahan risiko infeksi, masih belum mencapai standar pencegahan risiko infeksi. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial menjadi tantangan di seluruh dunia karena infeksi nosokomial dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan biaya kesehatan disebabkan terjadi penambahan waktu pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Prevalensi infeksi nosokomial di negara berkembang dengan sumber daya terbatas lebih dari 40% (Raka, 2008 dalam Alp dkk, 2011). Survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) terhadap 55 rumah sakit di 14 negara menunjukkan 8,7% dari rumah sakit tersebut terdapat pasien dengan infeksi nosokomial. Selain itu, survei mengatakan bahwa 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi akibat perawatan di rumah sakit. Menurut Soeroso (2000) di negara berkembang termasuk Indonesia, rata-rata prevalensi infeksi nosokomial adalah sekitar 9,1% dengan variasi 6,1%- 16,0%. Kejadian infeksi nosokomial pada jenis atau tipe Rumah Sakit sangat beragam. Tingkat infeksi nosokomial yang terjadi di beberapa Negara Eropa dan Amerika rendah yaitu sekitar 1% dibandingkan dengan kejadian di Negara- Negara Asia, Amerika Latin dan Sub Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch, dkk 2002). Di Indonesia, angka kejadian infeksi nosokomial pasien rawat inap bangsal bedah adalah 5,8% - 6% dan

angka infeksi nosokomial pasien pada luka bedah 2,3%- 18,3% (Hermawan, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit DKI Jakarta pada tahun 2010, menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat. Berdasarkan laporan rumah saki, RSUP DR. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit tipe B plus pendidikan yang memiliki kapasitas tempat tidur 800 buah, dan merupakan rumah sakit rujukan untuk provinsi Sumatra Barat dengan visi menjadi rumah sakit pendidikan dan rujukan nasional yang terkemuka di Indonesia tahun 2019. RSUP DR. M. Djamil memiliki sumber daya kesehatan sekitar 2440 orang dengan beragam kualifikasi pendidikan dan profesi, dengan jumlah tenaga keperawatan sebanyak 840 orang.rumah sakit DR. M. Djamil Padang memiliki 24 instalasi dan terdapat 14 unit pelayanan medis (Profil Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang, 2013). Sesuai dengan data dari RSUP. DR. M. Djamil Padang BOR pada tahun 2011 (66,7%), tahun 2012 (66,7%), dan mengalami peningkatan pada tahun 2013 (64,28%), dan tahun 2014 (68,70%), untuk ALOS tahun 2011 (7,21 hari), tahun 2012 (7,21 hari) dan meningkat tahun 2014 (8,24 hari), TOI tahun 2011 (4,02 hari), dan pada tahun 2014 mengalami penurunan yaitu (3,78 hari). (Laporan tahunan RSUP. DR. M. Djamil Padang). Pelaksanaan upaya pencegahan risiko infeksi di RSUP DR. M. Djamil Padang dari hasil laporan dari komite mutu dan manajemen risiko rumah sakit pada tahun 2015 bahwa untuk penerapan kepatuhan petugas dalam penerapan kebersihan tangan untuk pencegahan risiko infeksi pada bulan Mei (45%),

Juni (54,71%), Juli (54%), Agustus (68%), dan September (92,7 %), dimana setiap bulannya sudah menunjukkan angka yang baik, tetapi belum mencapai standar (90%), serta pelaksanaan penerapan kebersihan tangan pada bulan September mengalami peningkatakan yang bagus karna sudah mencapai standar, dan ini juga didukung oleh adanya pelaksanaan akreditasi rumah sakit, dimana keselamatan pasien terutama untuk kebersihan tangan merupakan indicator yang sangat penting untuk mencegah penyebaran kuman pathogen dan kuman resisten antibiotik ditatanan pelayanan. Berdasarkan hasil supervisi untuk pelaksanaan kebersihan tangan perawat diruangan Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang didapatkan bahwa perawat sering lupa pada moment pertama cuci tangan sebelum kontak dengan pasien, dari hasil wawancara dengan perawat, mereka menyatakan bahwa pekerjaan mendesak untuk segera melayani pasien, maka dari itu mereka sering lupa untuk momen pertama kebersihan tangan. Penularan mikroorganisme dalam lingkungan rumah sakit melalui tangan pekerja kesehatan dapat terjadi dengan cara kuman penyakit berpindah dari tangan atau kulit pasien ke barang yang ada di sekitar pasien seperti pakaian, tempat tidur, dan lain- lain. Hasil observasi untuk pelaksanaan pencegahan Alat pelindung diri yang digunakan petugas sangatlah penting untuk perlindungan diri petugas kesehatan dari penularan yang bisa didapat dari pasien. Observasi diruangan rawat inap penyakit dalam menunjukkan bahwa pemakaian alat pelindung diri diruangan didapatkan 3 orang perawat yang tidak menggunakan handscone pada saat melakukan tindakan yang berkontaminasi dengan cairan tubuh

pasien, seperti dalam pemberian obat melalui infus, serta pemasangan infus. Hasil observasi untuk pengelolaan limbah, masih banyaknya sampah infeksius yang digabungkan dengan sampah non infeksius. Pelaksanaan pencegahan risiko infeksi oleh perawat tidak dapat berjalan dengan baik, apabila tidak ada pengawasan dan evaluasi dari kepala ruangan. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya supervisi pencegahan penyakit infeksi oleh kepala ruangan. Hasil study awal yang dilakukan di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang, untuk supervisi kepala ruangan terhadap pelaksanaan pencegahan risiko infeksi didapatkan bahwa empat dari enam perawat pelaksana yang diwawancarai mengatakan bahwa belum optimalnya supervisi kepala ruangan terhadap pencegahan risiko infeksi dengan kepatuhan petugas dalam penerapan kebersihan tangan. Dua dari enam perawat juga mengatakan bahwa delegasi tugas masih belum optimal, serta komunikasi yang dilakukan masih ada dalam bentuk lisan saja. Penanganan konflik dimasing-masing ruangan rawat masih ada yang melakukan kolaborasi, strategi ini asertif dan menghasilkan win- win solution. Perawat juga mengatakan kepala ruangan masih jarang memberikan pujian atas keberhasilan melakukan asuhan keperawatan pada pasien. Hal tersebut merupakan fungsi pengarahan dari kepala ruangan dengan melakukan supervisi pada setiap pelaksanaan yang dilakukan perawat pelaksana dilapangan. Hasil wawancara dengan 5 orang perawat ruangan 3 orang diantaranya mengatakan bahwa kepala ruangan belum optimal melakukan supervisi karena banyaknya tuntutan pekerjaan yang lain, 2 orang perawat lainnya

mengatakan bahwa supervisi hanya dilakukan oleh kepala ruangan pada saatsaat tertentu, seperti saat overan antara dinas malam dengan dinas pagi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang kepala ruangan telah dilakukan sosialisasi hand hygiene oleh para manajer kepada semua perawat yang dinas di ruangan tersebut. Akan tetapi pelaksanaannya kurang maksimal. Pelaksanaan pencegahan risiko infeksi tersebut dilakukan dengan optimal, apabila ada supervisi yang dilakukan oleh para manajer dan jika ada manajer di ruangan. Apabila tidak ada supervisi dan tidak ada manajer di tempat, maka perawat tidak melakukan pelaksanaan pencegahan risiko infeksi dengan benar. Hal ini sangat dipengaruhi oleh supervisi dari kepala ruangan. Supervisi merupakan bagian pengarahan dan evaluasi dari kepala ruangan. Supervisi untuk kebersihan tagan dari hasil wawancara kepada 4 orang perawat dari dua ruangan yang berbeda belum dilakukan secara optimal oleh kepala ruangan, dengan alasan kegiatan ruangan yang banyak, serta jumlah pasien yang banyak harus ditangani dalam waktu bersamaan. Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi atau lingkungan selalu berkembang. Agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan (Suarli dan Bachtiar, 2009).

1.2 Rumusan Masalah Fenomena yang terjadi di lapangan yaitu para manager telah melakukan sosialisasi hand hygiene kepada semua perawat yang dinas di ruangan tersebut. Akan tetapi masih ada perawat yang belum melakukannya dengan baik. Kebanyakan dari perawat melakukan hand hygiene dengan benar jika ada supervisi dan jika ada manager di ruangan. Dan jika tidak ada supervisi dan tidak ada manager maka perawat tidak melakukan hand hygiene dengan benar. Berdasarkan fenomena yang diuraikan diatas maka rumusan masalah yang peneliti ambil adalah sebagai berikut: Hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian risiko infeksi oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah di RSUP DR. M. Djamil Padang. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian risiko infeksi oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. Teridentifikasinya supervisi kepala ruangan oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang b. Teridentifikasinya pelaksanaan kebersihan tangan oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang c. Teridentifikasinya pelaksanaan alat pelindung diri oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang d. Teridentifikasinya pelaksanaan pemeliharaan limbah oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang e. Teridentifikasinya hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan kebersihan tangan oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang f. Teridentifikasinya hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan alat pelindung diri oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang g. Teridentifikasinya hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan pengelolaan limbah oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang h. Teridentifikasinya hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan upaya pencegahan risiko infeksi oleh perawat pelaksana di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pimpinan rumah sakit dalam melihat supervisi dengan upaya pencegahan dan pengendalian risiko infeksi oleh perawat di Irna Non Bedah RSUP. DR. M. Djamil Padang. 1.4.2 Manfaat keilmuan Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan penunjang dalam pengembangan ilmu pengetahuan manajemen keperawatan khususnya yang berhubungan dengan supervisi dengan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian risiko infeksi.hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. 1.4.3 Manfaat metodologi Dapat dijadikan sebagai referensi penunjang tentang metode penelitian, yang membahas tentang supervisi dan pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian risiko infeksi.