BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISA PENGARUH VARIASI PEMBEBANAN TERHADAP LAJU KEAUSAN BAHAN ALUMINIUM SEKRAP DAN Al-Si DENGAN MENGGUNAKAN ALAT UJI KEAUSAN TIPE PIN ON DISK

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN IMPAK (IMPACT TOUGHNESS) DAN KEKERASAN (HARDNESS) ALUMINIUM SEKRAP YANG DITAMBAH SILIKON 5%

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

ANALISA PENGARUH BEBAN TERHADAP LAJU KEAUSAN AL-Si ALLOY DENGAN METODE PIN ON DISK TEST

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMINIUM (Al) PADUAN DAUR ULANG DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN LOGAM DAN CETAKAN PASIR

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

BAB III METODE PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

BAB IV HASIL DAN ANALISA. pengujian komposisi material piston bekas disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Komposisi Material Piston Bekas

PENGARUH UNSUR SILIKON PADA ALUMINIUM ALLOY (Al Si) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SIFAT MEKANIK MATERIAL TROMOL REM SEPEDA MOTOR DENGAN PENAMBAHAN UNSUR CHROMIUM TRIOXIDE ANHYDROUS (CrO 3 )

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR MANGAN PADA PADUAN ALUMINIUM 7wt% SILIKON TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGARUH MEDIA PENDINGIN TERHADAP BEBAN IMPAK MATERIAL ALUMINIUM CORAN

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN ANALISA

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

ANALISIS HASIL PENGECORAN MATERIAL KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal ISSN , e-issn

Analisa Pengaruh Variasi Temperatur Tuang Pada Pengecoran...

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH WAKTU PENIUPAN PADA METODA DEGASSING JENIS LANCE PIPE, DAN POROUS PLUG TERHADAP KUALITAS CORAN PADUAN ALUMINIUM A356.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Peleburan AC4B GBF. Holding Furnace LPDC. Inject: 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam. Chipping Cutting Blasting

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISSN hal

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

BAB III PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR. Penelitian

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membuat suatu produk, bahan teknik merupakan komponen. yang penting disamping komponen lainnya. Para perancang, para

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

pendinginan). Material Teknik Universitas Darma Persada - Jakarta

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini direncanakan selama lima bulan yang dimulai dari April sampai dengan Agustus 2011. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di Laboratorium Teknologi Mekanik dan Ilmu Logam pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik. Khusus untuk uji komposisi dilakukan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia, untuk uji kekasaran dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis wilayah 1 NAD Sumut, Jl. Perata No.1 Medan Estid dan untuk pengecoran Aluminium dilakukan di CV. Sinar Timur Jl. Madiosantoso 3C, Medan (Sumut). 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan penelitian 1. Aluminium Sekrap Dalam proses peleburan ini, digunakan bahan Aluminium sekrap berbahan dasar dari kaleng bekas minuman berbahan Aluminium. Kaleng bekas tersebut didapat dari pengumpul kaleng di toko penadah bahan bekas. Bagian yang diambil adalah tutup kaleng tersebut, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan antara badan dan tutup kaleng. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan gunting logam atau mesin gerinda potong. Kaleng bekas minuman dan Aluminium sekrap dapat dilihat pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Aluminium sekrap (Tutup Kaleng)

2. Silikon Silikon merupakan salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur dengan Aluminium., mencampurkan silikon kedalam Aluminium bisa memperbaiki sifat Aluminium tersebut dan mendapatkan sifat yang kita inginkan. Sebelum dilakukan peleburan terlebih dahulu silikon padat atau bongkahan di haluskan sampai pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik. Gambar 3.2 memperlihatkan silikon dan serbuk silikon. Gambar 3.2 Silikon dan Serbuk Silikon 3. Cover Fluks Setelah seluruh material aluminium melebur seluruhnya, kemudian menaburkan cover flux ke atas permukaan aluminium cair dengan tujuan untuk mengikat kotoran-kotoran berupa oksida-oksida dan impurities lainnya yang terdapat di dalam aluminium cair. Kotoran yang telah berikatan dengan fluxing agent dibuang dengan cara drossing di permukaan aluminium dengan menggunakan sendok plat besi yang telah di-coating dan selanjutnya dibuang. Cover fluks dapat dilihat pada gambar 3.3. Gambar 3.3 Cover Fluks

4. Kayu Banyak sekali bahan bakar yang digunakan dalam proses peleburan di dapur krusibel, baik itu batubara, briket, kerosin, kayu maupun arang kayu. Kayu merupakan bahan bakar pengganti kerosin. Selain harga yang lebih murah, kayu juga dapat menghasilkan panas yang baik untuk peleburan. Bahan bakar (kayu) dapat dilihat pada gambar 3.4. Gambar 3.4 Bahan bakar (kayu) 3.2.2 Alat Penelitian Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Dapur Peleburan atau Dapur Krusibel Dapur ini terbuat dari batu bata tahan api dan semen tahan api. Besar dan volume dari dapur peleburan sangat bervariasi, tergantung pada jumlah bahan yang akan dilebur. Dapur peleburan tersebut diperlihatkan pada gambar 3.5 di bawah ini. Gambar 3.5 Dapur Peleburan/Krusibel

2. Alat Uji Keausan Alat uji keausan yang digunakan adalah alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04. Alat ini digunakan untuk mengetahui keausan dari suatu material. Dalam penelitian ini materialnya adalah Al dan Al-Si. Sebelum dilakukan pengujian keausan, spesimen harus dibentuk sesuai dengan standar ASTM G99-04. Alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04 dapat dilihat pada gambar 3.6. Gambar 3.6 Alat Uji keausan Standar ASTM G99-04 tipe pin on disk 3. Alat Uji Kekerasan (Brinnel Hardness tester) Alat ini digunakan untuk menguji kekerasan (hardness tester) dari material Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat uji Equotip 3 yang terdapat di Laboratorium Ilmu Logam USU dapat dilihat pada gambar 3.7. Gambar 3.7 Equotip 3 Hardness Tester

4. Thermokopel tipe-k Alat ini digunakan sebagai pengukur suhu aluminium cair. Kabel dari alat ini hanya dapat digunakan satu kali dan maksimal dua kali penggunaan. Dengan spesifikasi: 1. Dimensi : 165 x 76 x 43 mm 2. Berat : 403 gr 3. Single type K thermocouple with direct or differential measurement to 0,10. 4. Up to 1400 0 C. Alat pengukur suhu yang digunakan pada peleburan Aluminium ini adalah Termokopel type-k dapat dilihat pada gambar 3.8. Gambar 3.8 Termokopel Type-K 5. Krusibel (Crucible) Peralatan ini dugunakan untuk melebur Aluminium, dibuat dari besi cor, dirancang sedemikian rupa agar efektif. Diberi kuping agar bisa diangkat dan dituang langsung tanpa menggunakan ladel. Akan lebih efisien jika diberikan penutup pada bagian atasnya utuk mengurangi kalor yang terbuang pada krusibel. Dimensi dari crucible ini juga bergantung pada volume cairan yang diinginkan. Gambar 3.9 memperlihatkan krusible dan penutupnya.

Gambar 3.9 Crucible dan Penutupnya 6. Ladel Ladel merupakan alat penuang dalam peleburan. Aluminium cair yang memiliki suhu tinggi diambil dari dalam crucible dan dituangkan ke dalam cetakan. Ukuran dari alat ini disesuaikan dengan volume cetakan dan penggunanya. Ladel peleburan dapat dilihat pada gambar 3.10. Gambar 3.10 Ladel Peleburan 7. Mesin polish (Polishing Machine) Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Mesin Polishing yang digunakan adalah seperti gambar 3.11.

Gambar 3.11 Polishing Machine 8. Mikroskop Optik Mikroskop optik digunakan untuk mengamati struktur mikro dari Aluminium Silikon dengan pembesaran diatas seratus kali. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Mikroskop optic dapat dilihat pada gambar 3.12 di bawah ini. Gambar 3.12 Mikroskop Optik 9. Alat Uji Kekasaran Alat ini digunakan untuk mengetahui kekasaran permukaan dari material Aluminium - Silikon hasil pengecoran yang telah melewati proses permesinan. Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Alat uji kekasaran dapat dilihat pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Alat Uji Kekasaran 10. OES (Optical Emission Spectrometer) Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu material. Pengujian ini dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material FT UI dengan menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrometer). Dimana, sebelum pengujian alat tersebut dikalibrasi terlebih dahulu. OES tersebut dapat dilihat pada gambar 3.14. Gambar 3.14 OES (Optical Emission Spectrometer) (Sumber: Laboratorium di Departemen Metalurgi dan Material FT UI)

11. Ayakan Silikon (mesh) Ayakan ini digunakan untuk menyeragamkan ukuran silikon yang diinginkan. Besar butiran silikon berpengaruh terhadap sifat campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik. Aayakan Silikon yang digunakan dapat dilihat pada gambar 3.15. Gambar 3.15. Ayakan Silikon (mesh) 12. Timbangan Digunakan untuk mengukur berat Aluminium, cover fluks dan silikon yang akan digunakan dalam proses peleburan. Timbangan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.16 di bawah ini. Gambar 3.16 Timbangan 13. Blower dan Air Sprayer Panas pada tungku dijaga dengan terus menyuplai udara pada bagian bawah tungku, untuk itu digunakan blower dan air sprayer. Kedua alat ini digunakan untuk menjaga panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran kayu. Tanpa alat ini, maka panas yang dihasilkan dari kayu akan turun kebawah dan panas yang dihasilkan tidak optimal. Gambar 3.17 memperlihatkan gambar blower dan air sprayer.

Gambar 3.17 Blower dan Air Sprayer 14. Cetakan Logam (Metal Mold) Pada umumnya cetakan ini dibuat dari bahan baja atau besi tuang. Logam yang biasa dicor dengan cetakan ini antara lain aluminium, magnesium dan paduan tembaga. Keuntungan cetakan ini yaitu dapat dipakai berkali-kali dibandingkan cetakan pasir. Cetakan logam tersebut dapat dilihat pada gambar 3.18. Gambar 3.18 Cetakan Logam 15. Mesin Bubut Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Mesin bubut ini digunakan untuk mengurangi tebal spesimen, yang sebelumnya tebal spesimen 10 mm menjadi 6 mm. Gambar 3.19 di bawah ini memperlihatkan mesin bubut yang ada di peleburan Aluminium CV.Sinar Timur.

Gambar 3.19 Mesin Bubut 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Proses Pengecoran Aluminium Pengecoran Aluminium dilakukan di CV. Sinar Timur Jl. Madiosantoso 3C, Medan (Sumut). Adapun prosedur yang dilakukan pada proses pengecoran Aluminium adalah sebagai berikut: 1. Bahan yang akan dilebur adalah Aluminium yang berasal dari tutup kaleng. 2. Bahan penambah yaitu Silikon dihaluskan dengan menggunakan martil. 3. Setelah itu serbuk Silikon disaring menggunakan mesh teh. 4. Dapur krusibel dimasukkan kedalam tungku kemudian kayu yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam dalam tungku peleburan. 5. Dapur krusibel dipanaskan lebih kurang selama sepuluh menit, Aluminium Sekrap yang sudah ditimbang massanya dimasukkan kedalam crucible. 6. Jika suhu Aluminium mencapai 660 o C yang diukur dengan menggunakan termokopel, maka Silikon dimasukkan kedalam krusibel yang massanya 3,76% dari massa total Aluminium sekrap ditambah dengan Silikon. 7. Setelah suhu sudah mencapai 720 o C, maka dilakukan penuangan pada cetakan logam yang sudah dipersiapkan dan begitu seterusnya pada silikon 9,12%. 8. Setelah spesimen siap dicetak, maka spesimen dilakukan proses permesinan untuk mendapatkan dimensi yang sesuai untuk pengujian keausan dan kekerasan.

3.3.2 Pengujian Komposisi Tujuan dari pengujian ini adalah mengetahui komposisi dari suatu material. Pengujian ini dilakukan di Departemen Metalurgi dan Material FT UI dengan menggunakan alat OES (Optical Emission Spectrometer). Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian komposisi adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan spesimen untuk uji komposisi. 2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200. 3. Kemudian spesimen dipolish lagi dengan menggunakan autosol hingga terlihat seperti cermin. 4. Kemudian dilakukan pengujian komposisi dengan menggunakan alat spectrometer. 5. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya ke spesimen uji. 6. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer dan akan dihasilkan data hasil komposisi. 3.3.3 Pengujian Kekerasan (Hardness) Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah dilakukan penambahan Silikon terhadap material Aluminium Sekrap. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium Sekrap menggunakan metode Equotip 3 dan dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian kekerasan (hardness) adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekerasan. 2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200. 3. Kemudian dilakukan pengujian kekerasan. 4. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi pada Aluminium Sekrap dan Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. 5. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium coran menggunakan metode Equotip 3.

6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. 3.3.4 Pengujian Kekasaran (Roughness) Pengujian kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan spesimen sudah memenuhi standar uji keausan pada ASTM G99-04. Pengujian kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis wilayah 1 NAD Sumut Jl. Perata No.1 Medan Estid. Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Adapun prosedur yang dilakukan pada pengujian kekasaran (roughness) adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan spesimen untuk uji kekasaran. 2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200. 3. Dilakukan pengujian kekasaran dengan alat Mitutoyo tipe SJ-201. 4. Alat ini bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan spesimen. 5. Kemudian dicatat data yang terlihat pada alat uji kekasaran tersebut. 6. Hal yang sama dilakukan untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. 3.3.5 Pengujian Keausan (Wear Test) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si. Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi putaran. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian keausan (wear test) adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan spesimen untuk uji keausan. 2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200. 3. Kemudian dilakukan pengujian keausan dengan menggunakan Alat Uji Keausan ASTM G99-04 tipe pin on disk. 4. Spesimen diikatkan di atas disk yang berputar dengan putaran 120 rpm.

5. Pengujian dilakukan dengan waktu yang konstan, yaitu 30 detik. 6. Kemudian diberikan pembebanan dengan variasi beban sebesar 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, dan 12,5N 3.3.6 Pengujian Metalografi (Metallography Test) Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz dan dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian metalografi (metallography test) adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan spesimen untuk uji komposisi. 2. Spesimen dilakukan proses polishing dengan mengunakan kertas pasir dengan variasi nomor 400, 500, 800, 1000 dan 1200. 3. Kemudian spesimen dipolish lagi dengan menggunakan autosol hingga terlihat seperti cermin. 4. Spesimen kemudian dioleskan etsa. 5. Dilihat lebar jejak keausan dan mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen. 6. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz.

3.4 Diagram Alir Penelitian Berikut ini merupakan diagram alir penelitian seperti pada gambar 3.20.. Mulai Aluminium Sekrap Peleburan P TIDAK Aluminium Raw Sekrap Al+Si Raw+Si 1. Dimensi tidak sesuai 2. Penyusutan berlebihan Spesimen YA Permesinan Pengujian Komposisi Kekerasan Kekasaran Keausan Metalografi Analisa Data Kesimpulan Selesai Gambar 3.20 Diagram Alir Penelitian

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Komposisi Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah Optical Emission Spectrometer. Alat ini bekerja dengan menggunakan prinsip pantulan cahaya ke spesimen uji. Pantulan cahaya dari unsur akan langsung di-input kedalam komputer dan akan dihasilkan data hasil komposisi seperti pada tabel 4.1. Tabel 4.1 komposisi material Aluminium bekas kemasan minuman Aluminium Sekrap Al + Si (3,76%) Al + Si (9,12%) Unsur % Unsur % Unsur % Si 0.053 Si 3.76 Si 9.12 Fe 0.405 Fe 1.52 Fe 2.19 Cu 0.154 Cu 0.184 Cu 0.169 Mn 0.38 Mn 0.362 Mn 0.377 Mg 2.421 Mg 1.83 Mg 1.87 Zn 0.251 Zn 0.204 Zn 0.297 `Ti 0.015 Ti 0.016 Ti 0.014 Cr 0.005 Cr 0.019 Cr 0.046 Ni 0.005 Ni 0.026 Ni 0.005 Pb 0.002 Pb 0.01 Pb 0.002 Sn 0.01 Sn 0.029 Sn 0.01 Al 96.314 Al 92.04 Al 85.9 Sumber: Hasil Uji di Laboratorium Uji Dep.Teknik Metalurgi & Material UI Hasil pengujian spectrometer pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa Aluminium kemasan minuman ini memiliki kandungan Aluminium 96,314% pada bagian tutupnya dan unsur alloy penambah utama yang terdapat pada paduan ini merupakan Mg (Magnesium). Berikut adalah diagram phasa Al-Mg dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1 Diagram Phasa Al-Mg (www.aluminiumlearning.com) Gambar 4.2 Diagram Phasa Al-Mg Sebenarnya (http://tptc.iit.edu) Pada gambar 4.1 dan 4.2 memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 2.421% Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan Aluminium. Penambahan Mg pada Aluminium untuk phasa biner akan menghasilkan berbagai phasa seperti Al (0-14,9%Mg), Al 2 Mg 2 (35,0 35,5%Mg), Al 12 Mg 17 (35,6-59,8%Mg), Mg (87,3-100%Mg). Unsur Mg pada paduan Aluminium alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hingga kisaran 0.451-0.651% (Omotoyinbo,2010). Keberadaan magnesium hingga 14,9% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 o C hingga 450 o C. Namun, hal ini tidak

menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 o C. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. (http://www.scribd.com/doc/25300537/makalah-aluminium). Diagram phasa Al-Si dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4. Gambar 4.3 Diagram Phasa Al-Si (http://www.mrl.ucsb.edu) Gambar 4.4 Diagram Phasa Al-Si Sebenarnya (http://www.crct.polymtl.ca)

Dari gambar 4.3 dan 4.4 bahwa penambahan Silikon pada paduan Aluminium akan menurunkan koefesien ekpansi thermal, meningkatkan ketahanan korosi dan wear resistance, dan memperbaiki hasil coran dan proses pemesinan dari alloy ini. Pada saat Al-Si mengalami pembekuan, primary Aluminium terbentuk dan tumbuh di dalam dendrit. Pada temperatur kamar, alloy hypoeutektic terdiri dari phasa primary Alumuminium yang halus dan ulet. Keras dan rapuh pada phasa eutektic Silikon, hypereutektic alloy biasanya tidak halus, partikel primary Silikon sebagai suatu phasa eutektik Silikon (Ye, 2002). Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa kadar Silikon mempengaruhi titik cair dari Aluminium coran. Aluminium murni mencair pada suhu ±660 0 C dan akan menurun dengan penambahan silikon hingga 12.6%. setelah melewati kadar 12.6% maka titik cair Aluminium akan terus meningkat hingga ±1414 0 C pada 99.8% Silikon. Unsur Fe dalam coran Aluminium biasanya sebagai impurity dan peningkatan kadar Fe didalam paduan Aluminium cenderung meningkatkan titik cair paduan tersebut. Besi (Fe) dan masuk kedalam cairan Aluminium selama proses peleburan melalui dua mekanisme dasar, yaitu : 1. Cairan Aluminium mampu untuk memisahkan besi dari perkakas yang terbuat dari baja dan peralatan dapur peleburan, dalam waktu yang lama dimana persen Fe yang dapat dicapai sekitar 2% pada peleburan normal 700 o C. Pada saat temperatur peleburan mencapai 800 o C maka kandungan Fe bisa mencapai 2.75%. 2. Besi dapat juga masuk kedalam cairan Aluminium melalui kotoran yang terdapat pada saat penambahan elemen lain seperti Si, atau melalui penambahan Aluminium sekrap yang mengandung besi. Hal ini yang menyebabkan kandungan besi dalam Aluminium alloy mengalami peningkatan pada saat dilakukan peleburan ulang, dan penggunaan high pressure die casting (HPDC) dapat digunakan untuk mengontrol kandung besi hanya sampai 1,5% didalam alloy Aluminium (Taylor J.,A). Penambahan Si pada paduan Aluminium akan menurunkan titik cair Aluminium hal ini terjadi hingga persentase Si mencapai 12.6%, jika kandungan Si melebihi 12.75% maka titik cair paduan Aluminium akan mengalami kenaikan. Diagram phasa biner Aluminium Silikon memperlihatkan bahwa titik eutektik terletak pada 12.56% Si dimana cairan akan bertransformasi menjadi dua phasa baru yaitu α+β

dengan titik cair 577 o C. Dari diagram phasa biner Al-Si memperlihatkan phasa yang terbentuk terdiri dari, α, β dan Liquid. Untuk diagram phasa Al-Fe dapat dilihat pada gambar 4.5 dan 4.6. Gambar 4.5 Diagram phasa Al-Fe (www.nims.go.jp) Gambar 4.6 Diagram Al-Fe sebenarnya (www.nims.go.jp) Dari gambar 4.5 dan 4.6 terlihat bahwa kandungan dari Fe melebihi 2.75% pada Aluminium coran. Phasa yang terbentuk adalah FCC (Face Centre Cubic). Dari hasil uji komposisi didapatkan hasil Fe sebesar 2,20% maka fasanya masih sama yaitu

FCC. Titk lebur Aluminium akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kandungan Fe didalamnya. Untuk diagram phasa Al-Fe-Si dapat dilihat pada gambar 4.7. Gambar 4.7 Diagram phasa Al-Fe-Si (Taylor,J.A) Besi merupakan elemen pengotor dalam paduan Aluminium coran yang bersifat merusak jika kadarnya berlebih. Kehadiran elemen ini dalam paduan Aluminium umumnya dihasilkan dari penggunaan peralatan baja dan penambahan material sekrap saat proses pengecoran. Pada kondisi kesetimbangan, kelarutan padatan besi dalam larutan padat Aluminium sangat rendah (~0.052% pada 660 0 C) sehingga besi akan dapat bereaksi dengan Al dan Si membentuk senyawa intermetalik yang stabil secara termodinamik yaitu Al 8 Fe 2 Si (dikenal dengan fasa-α) dan Al 5 FeSi (dikenal dengan fasa-β). Dalam mikrostruktur pada gambar 4.7, fasa Al 8 Fe 2 Si umumnya tampak seperti chinese script (karakter Cina) dan fasa ini tidak terlalu memberikan pengaruh buruk terhadap sifat mekanis komponen karena bentuknya lebih kompak dan lebih tersebar dengan matriks Aluminium sehingga menghasilkan kohesi (perpaduan) yang lebih baik. Hal lain yang menyebabkan terjadinya penurunan ketangguhan (toughness) dah kekerasan (hardness) adalah porositas. Porositas yang muncul dapat dibedakan atas ukuran dan penyebabnya. Porositas berdasarkan ukuran dapat digolongkan atas dua jenis yaitu porositas mikro dan makro. Porositas berdasarkan penyebabnya dapat digolong atas dua jenis yaitu porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur dan porositas gas berbentuk lingkaran. Porositas penyusutan disebabkan oleh ketidakmampuan /kekurangan Silikon eutektik untuk menetralkan penyusutan dan

kontraksi panas (deformasi) selama proses pembekuan. Selama pembekuan terjadi proses feeding dimana Silikon eutektik yang terbentuk akan melingkungi butir dendrit dan bersirkulasi ke semua sistem struktur. Bagian dari struktur yang tidak terisi atau dialiri silikon eutektik akan muncul sebagai porositas penyusutan. Kekosongan ini disebabkan oleh dua hal yaitu: 1. Silikon eutektik yang terbentuk sedikit (sehingga tidak mampu mengisi semua rongga yang ada) 2. Sulitnya logam cair mengalir dalam struktur dendritik pada rongga cetakan yang kecil. 3. Proses pembekuan logam cair yang terjadi dalam waktu yang bersamaan, sehingga proses feeding saat proses pembekuan tidak terjadi. Opsi ini memungkinkan untuk terjadinya porositas penyusutan yang akan menjadi inisial retak. 4.2. Hasil Uji Kekerasan (Hardness Test) Pengujian kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material. Pengujian ini dilakukan di beberapa titik yang di indentasi setelah dilakukan penambahan silikon terhadap material Aluminium bekas sisa kemasan minuman kaleng. Pengujian kekerasan terhadap spesimen Aluminium Sekrap dan Al-Si menggunakan metode Equotip. Hasil uji kekerasan diperlihatkan pada tabel 4.2. Tabel. 4.2 Hasil uji kekerasan Equotip pada spesimen Aluminium Sekrap No Aluminium Sekrap Al-Si (3,76%) Al-Si (9,12%) (BHN) (BHN) (BHN) 1 68 72 80 2 66 69 74 3 64 66 79 4 67 70 75 5 70 73 82 Rata-rata 67 70 78 Dari tabel 4.2 menunjukkan hasil uji kekerasan pada bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai BHN rata-ratanya. Grafik kekerasan terhadap bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si berdasarkan nilai rata-rata pada tabel 4.2 dapat dilihat pada gambar 4.8.

Grafik kekerasan Aluminium Sekrap terhadap penambahan unsur Silikon dapat dilihat pada gambar 4.8. Gambar 4.8 Grafik Kekerasan Vs % Si pada bahan Aluminium Sekrap Dari gambar 4.8 memperlihatkan kenaikan nilai kekerasan pada tiap-tiap penambahan Si, penambahan silikon meningkatkan kekerasan dari Aluminium coran tetapi tidak secara signifikan. Hal ini terlihat dari peningkatan kekerasan pada grafik dan Penambahan silikon yang relatif tinggi akan meningkatkan ketahanan aus dari alloy Al-Si juga kekerasan dari alloy tersebut (Ye,2002). Tetapi kekerasan dapat meningkat juga dikarenakan oleh bertambahnya unsur Fe di dalam coran Aluminium sebagaimana diperlihatkan dari hasil uji komposisi untuk 9,12% Si terdapat 2,19% Fe yang tentunya sangat tinggi untuk ukuran paduan Aluminium. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan melihat keadaan fisiknya. Terdapat tiga jenis fase, yaitufase gas, cair dan padat. Bagian material dengan komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur lattice juga membedakan satu fase dengan fase lainnya. Sebagai contoh pada logam yang memiliki sifat allotropi, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri, walaupun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama. Pada paduan dalam keadaan padat ada 3 kemungkinan macam fase, yaitu: 1. Logam murni Pada kondisi equilibrium, suatu logam murni akan mengalami perubahan fase pada temperatur tertentu. Perubahan fase dari padat ke cair akan terjadi pada

temperatur tertentu (dinamakan titik cair) dan perubahan ini berlangsung pada temperatur tetap hingga hingga seluruh perubahannya selesai. 2. Senyawa Senyawa ialah gabungan dari beberapa unsur dengan perbandungan tetap. Senyawa memiliki sifat dan struktur yang sama sekali berbeda dengan unsur - unsur pembentuknya. Senyawa juga memiliki titik lebur ataupun titik beku tertentuyang tetap. Ada 3 macam senyawa yang umumnya dijumpai, antara lain: Intermetallic compound (logam-logam dengan sifat kimia berbeda mengikuti kombinasi valensi kimia), Interstitial compound (logam-logam transisi) dan Electron compound (memiliki perbandingan komposisi kimia mendekati perbandingan jumlah electron valensi dengan jumlah atom tertentu). 3. Solid solution (larutan padat) Suatu larutan terdiri dari 2 bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent (pelarut). Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah bagian yang lebih banyak. 4.3. Hasil Uji Kekasaran (Roughness) Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Mitutoyo tipe SJ-201. Alat ini bekerja dengan cara mengesekan bagian sensornya ke permukaaan material. Pengujian kekasaran dilakukan untuk mengetahui apakah permukaan spesimen sudah memenuhi standar uji keausan pada ASTM G99-04 dengan batasan nilai kekasaran adalah < 0,8 µm. Pengujian kekasaran ini dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Center kopertis wilayah 1 NAD Sumut. Hasil uji kekasaran diperlihatkan pada tabel 4.3. Tabel. 4.3 Hasil uji kekasaran pada spesimen Aluminium Sekrap. No Aluminium Sekrap Al-Si (3,76%) Al-Si (9,12%) µm µm µm 1 0.22 0.34 0.64 2 0.19 0.43 0.61 3 0.31 0.26 0.73 Rata-rata 0.24 0.34 0.66 Dari tabel 4.3 menunjukkan hasil uji kekasaran permukaan pada bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si, kemudian diambil nilai kekasaran rata-ratanya.

Grafik kekasaran Aluminium coran terhadap penambahan unsur Silikon dapat dilihat pada gambar 4.9. Gambar 4.9 Grafik Kekasaran Vs % Si pada bahan Aluminium Sekrap Dari gambar 4.9 memperlihatkan bahwa kekasaran permukaan spesimen berbeda. Unsur silikon ternyata mempengaruhi kekasaran pada suatu material. Permukaan yang paling kasar terlihat pada Aluminiun coran dengan 9,12%Si. Permukaan kasar mempengaruhi koefisien gesek pada spesimen dibandingkan permukaan yang halus. Kekasaran merupakan prediksi yang baik dari kinerja komponen mekanik. Meskipun kekasaran biasanya tidak diinginkan tetapi sangat sulit untuk dikontrol dalam manufaktur. 4.4. Hasil Uji Keausan (Wear Test) Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat uji keausan dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi pembebanan. Keausan yang terjadi pada pengujian ini adalah Keausan Abrasif (Abrasive wear). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada bahan Aluminium Sekrap dan Al-Si. Berikut ini adalah gambar spesiemen sebelum dilakukan pengujian keausan, spesiemen tersebut mempunyai ukuran yang sama dengan tebal (t 1 ) = 6 mm dan diameter spesimen (d) = 70 mm dan Volume awal (V a ) = 22.608 mm 3. Pada pengujian keausan ini kecepatan putaran (n) = 120 rpm dan waktu (t) = 30 s adalah konstan, tetapi beban (W) bervariasi yaitu 2,5N, 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N. Spesimen sebelum dilakukan pengujian keausan dapat dilihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.10 Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12% sebelum dilakukan uji keausan Spesimen setelah dilakukan pengujian keausan dengan variasi beban yang sama dapat dilihat pada gambar 4.11. Gambar 4.11. Spesimen uji bahan Aluminium sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12% setelah dilakukan uji keausan Dari gambar diatas, terdapat jejak pada spesimen uji. Jejak tersebut akibat penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian sehingga pin tersebut bergesek pada permukaan spesmien. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM- 10A,230V-50Hz. Berikut adalah lebar jejak Aluminium coran untuk Aluminium Sekrap pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.12, kemudian di ukur lebar jejaknya. a a a

a a Keterangan: a= Lebar jejak (µm) Gambar 4.12. Lebar jejak bahan Aluminium Sekrap dengan varias beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x) Salah satu faktor yang mempengaruhi keausan adalah beban. Maka dilakukan pengujian variasi beban terhadap keausan. Pada Aluminium Sekrap gambar 4.12. dapat dilihat besar jejak keausan pada beban 2,5N sangat kecil, dan dengan penambahan beban menjadi 5N, 7,5N, 10N dan 12,5N maka lebar jejak yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban berbanding lurus terhadap keausan. Lebar jejak yang dihasilkan tidak sepenuhnya lurus, tetapi terdapat lekukan-lekukan pada jejaknya. Hal ini dikarenakan pengikisan abrasif pada Aluminium Sekrap tidak merata, oleh karena adanya getaran pada pin akibat pembebanan. Untuk kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap dapat ditunjukan pada gambar 4.13. b Keterangan: b= Kedalaman jejak (µm) Gambar 4.13 Kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap (pembesaran 50x)

Dari gambar 4.12 dan 4.13, maka lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Aluminium Sekrap NO W t n a ā b Spesimen N s Rpm µm µm µm 1 713,011 23,126 1 2,5 30 120 2 693,496 709,962 3 723,380 1 863,217 33,257 2 5 30 120 2 902,694 881,464 3 878,480 1 1030,977 39,835 3 7,5 30 120 2 1065,183 1064,257 3 1096,610 1 1164,439 47,793 4 10 30 120 2 1167,001 1167,212 3 1170,197 1 1348,877 52,796 5 12,5 30 120 2 1357,326 1348,131 3 1338,191 Pada tabel 4.4 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.12) dan kedalaman jejak (gambar 4.13) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Lebar jejak bahan Al-Si 3,76%Si pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.14 berikut ini, kemudian di ukur lebar jejaknya. a a a

a a Keterangan: a= Lebar jejak (µm) Gambar 4.14 Lebar jejak bahan Al-Si 3,76%Si dengan variasi beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x) Pada gambar 4.14. Al-Si 3,76% dapat dilihat besar jejak keausan yang paling lebar adalah pada beban 12,5N. Lebar jejak yang terjadi naik secara signifikan oleh karena adanya penambahan beban. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban berbanding lurus terhadap keausan. Jejak yang dihasilkan juga tidak merata, hal itu dikarenakan oleh adanya getaran pada pin dan penambahan Silikon yang membuat material itu semakin keras. Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76% dapat dilihat pada gambar 4.15. b Keterangan: b= Kedalaman jejak (µm) Gambar 4.15 Kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76% (pembesaran 50x) Dari gambar 4.15, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si 3,76% berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 3,76% NO W t n a ā b Spesimen N s rpm µm µm µm 1 869,084 17,235 1 2,5 30 120 2 890,133 882,0203 3 886,844 1 1045,507 26,542 2 5 30 120 2 1050,110 1049,366 3 1052,480 1 1167,116 35,034 3 7,5 30 120 2 1196,054 1183,779 3 1188,169 1 1257,381 42,113 4 10 30 120 2 1256,133 1269,623 3 1295,356 1 1508,556 44,117 5 12,5 30 120 2 1498,689 1506,146 3 1511,192 Pada tabel 4.5 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.14) dan kedalaman jejak (gambar 4.15) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Lebar jejak bahan Al-Si 9,12% pada uji keausan dapat dilihat pada gambar 4.16, kemudian di ukur lebar jejaknya. a a a a a Keterangan : a= Lebar jejak (µm) Gambar 4.16 Lebar jejak bahan Al-Si 9,12% dengan dengan variasi beban 2,5N, 5N, 7,5N, 10N, 12,5N (pembesaran 50x)

Penambahan Silikon pada Aluminium coran berpengaruh terhadap lebar jejak keausan. Pada gambar 4.16. Aluminium coran 9,12% dapat dilihat besar jejak keausan terus meningkat dengan adanya penambahan beban, dan jejak yang paling lebar adalah pada beban 12,5N. Hal ini membuktikan bahwa penambahan beban berbanding lurus terhadap keausan. Jejak yang dihasilkan tidak merata, hal itu dikarenakan oleh adanya penambahan Silikon yang membuat material itu semakin keras sehingga pengikisan abrasif pada material tidak merata. Untuk kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12% ditunjukan oleh gambar 4.17. b Keterangan: b= Kedalaman jejak (µm) Gambar 4.17 Kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12% Dari gambar 4.16 dan 4.17, maka lebar jejak dan kedalamannya untuk Al-Si 9,12% berdasarkan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Lebar jejak dan kedalaman jejak bahan Al-Si 9,12% NO W t n a ā b Spesimen N s rpm µm µm µm 1 941,451 15,172 1 2,5 30 120 2 936,189 938,425 3 937,636 1 1098,035 23,246 2 5 30 120 2 1082,897 1095,181 3 1104,610 1 1215,151 30,573 3 7,5 30 120 2 1215,795 1213,832 3 1210,552 1 1398,685 35,274 4 10 30 120 2 1383,565 1389,231 3 1385,442 1 1591,520 38,278 5 12,5 30 120 2 1588,820 1591,912 3 1595,398

Pada tabel 4.6 memperlihatkan hasil dari lebar jejak (gambar 4.16) dan kedalaman jejak (gambar 4.17) dengan menggunakan mikroskop optik pembesaran 50x. Dari foto makro dengan pembesaran 50x pada tabel 4.4, tabel 4.5 dan tabel 4.6 dapat dilihat lebar jejak dan kedalaman jejak keausan yang terjadi pada bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12%. Lebar jejak tersebut digunakan untuk menghitung panjang lintasan keausan pada hukum Archard, sehingga didapatkan volume keausan dari bahan tersebut. Sedangkan kedalaman jejak tersebut digunakan untuk menghitung volume keausan berdasarkan eksperimen. Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum keausan (wear law) bahwa untuk menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung volume keausannya. Dari hukum Archard pada Bab II dan perhitungan secara praktek, maka laju keausan variasi beban untuk bahan Aluminium Sekrap, Al-Si 3,76% dan Al-Si 9,12% dapat dilihat pada tabel 4.7, tabel 4.8 dan tabel 4.9. Berikut ini hasil dari laju keausan dengan variasi beban pada bahan Aluminium Sekrap dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Aluminium Sekrap No W t n d 1 ā L V T T p k. N s rpm mm µm m mm 3 mm 3 /s mm 3 /s 10-4 1 2,5 30 120 40 6,0 709,962 7,669 1,717 0,057 0,069 2 5 30 120 40 6,0 881,464 7,702 3,448 0,115 0,125 3 7,5 30 120 40 6,0 1064,257 7,736 5,196 0,173 0,182 4 10 30 120 40 6,0 1167,212 7,755 6,945 0,231 0,240 5 12,5 30 120 40 6,0 1348,131 7,789 8,720 0,290 0,308 Dari tabel 4.7 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara eksperimen.

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Aluminium Sekrap berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pada gambar 4.18. Gambar 4.18 Grafik laju keausan vs beban bahan Aluminium Sekrap Dari gambar 4.18 bahwa kenaikan laju keausan pada Aluminium Sekrap akan terus meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang paling besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,290 mm 3 /s secara teori dan secara eksperimen sebesar 0,308 mm 3 /s. Berikut ini hasil dari laju keausan variasi beban bahan Al-Si 3,76% dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Al-Si 3,76%. No W t n d 1 k.10-4 ā L V T T p N S rpm mm µm m mm 3 mm 3 /s mm 3 /s 1 2,5 30 120 40 6,0 882,020 7,702 1,650 0,055 0,065 2 5 30 120 40 6,0 1049,366 7,733 3,314 0,110 0,119 3 7,5 30 120 40 6,0 1183,779 7,759 4,987 0,166 0,178 4 10 30 120 40 6,0 1269,623 7,775 6,664 0,222 0,230 5 12,5 30 120 40 6,0 1506,146 7,819 8,378 0,279 0,288 Dari tabel 4.8 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara eksperimen.

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 3,76% berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat pada gambar 4.19. Gambar 4.19 Grafik laju keausan vs beban bahan Al-Si 3,76% Dari gambar 4.19 bahwa kenaikan laju keausan pada Al-Si 3,76% akan terus meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang paling besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,279 mm 3 /s secara teori dan secara eksperimen sebesar 0,288 mm 3 /s. Berikut ini hasil dari laju keausan variasi beban bahan Al-Si 9,12% dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Laju keausan dengan variasi pembebanan pada bahan Al-Si 9,12%. No W t n d 1 k.10-4 ā L V T T p N S rpm mm µm m mm 3 mm 3 /s mm 3 /s 1 2,5 30 120 40 6,0 986,497 7,712 1,483 0,049 0,061 2 5 30 120 40 6,0 1161,886 7,742 2,977 0,099 0,109 3 7,5 30 120 40 6,0 1329,062 7,764 4,479 0,149 0,160 4 10 30 120 40 6,0 1477,756 7,797 5,998 0,199 0,212 5 12,5 30 120 40 6,0 1643,187 7,835 7,534 0,251 0,265 Dari tabel 4.9 memperlihatkan hasil dari laju keausan secara teori dan secara eksperimen.

Grafik laju keausan dengan variasi putaran pada bahan Al-Si 9,12% berdasarkan tabel 4.9 dapat dilihat pada gambar 4.20. Gambar 4.20 Grafik laju keausan vs beban bahan Al-Si 9,12% Dari gambar 4.20 bahwa kenaikan laju keausan pada Al-Si 9,12% akan terus meningkat seiring dengan penambahan beban. Kenaikan laju keausan yang paling besar terjadi pada beban 12,5 N yaitu sebesar 0,251 mm 3 /s secara teori dan secara eksperimen sebesar 0,265 mm 3 /s. Pada Aluminium Sekrap laju keausannya sangat tinggi dibandingkan dengan Al-Si 3,76%. Aluminium coran yang paling rendah laju keausannya adalah pada Al-Si 9,12%. Hal ini disebabkan penambahan unsur Silikon mempengaruhi sifat mekanik pada Aluminium coran yaitu meningkatkan kekerasannya, sehingga pada pengujian keausan, Aluminium Silikon dapat menahan gesekan yang diakibatkan oleh pembebanan. 4.5. Hasil Uji Metalografi (Metallography Test) Pengujian metalografi dilakukan untuk melihat mikrostruktur yang ada dipermukaan spesimen. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision No.545491, MM-10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan untuk Aluminium Sekrap yang belum dilakukan

penambahan Silikon dengan Aluminium Sekrap yang telah dilakukan penambahan Silikon. Hasil foto mikro seperti diperlihatkan pada gambar 4.21. Gambar 4.21 Foto mikro Aluminium Sekrap (pembesaran 200x) Dari gambar 4.21 dapat dilihat bahwa terdapat cacat porositas yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Dilakukan pembesaran 200x dengan menggunakan mikroskop khusus, cacat porositas ini bisa menurunkan sifat mekanis dari coran Aluminium sekrap dan selanjutnya dapat menimbulkan keretakan. Terbentuknya endapan phasa intermetallic dan cacat coran akan mempengaruhi kemampuan fatigue dan ketahanan aus, cacat coran seperti porositas akan mengurangi fatigue dan ketahanan aus alloy. Porositas mikro ini biasanya dihasilkan oleh usaha pemisahan gas dari kondisi dari kondisi mencair dan atau gagal membentuk interdendritik. Kelarutan Hidrogen dalam ciran Al-Si meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Pada saat cairan Al-Si alloy membeku, atom-atom Hidrogen akan mengendap dari cairan dan membentuk molekul Hidrogen. Jika alloy membeku lebih cepat daripada molekul Hidrogen maka akan terlepas dari cairan, porositas yang diakibatkan oleh gas akan terjadi pada alloy yang padat (Ye,2002). Terbentuknya endapan fase intermetalik dan cacat coran akan mempengaruhi kemampuan fatigue dan ketahanan aus, cacat coran seperti porositas akan mengurangi fatigue dan ketahanan aus alloy. Berikut ini hasil foto mikro untuk Aluminium ditambah 3,76% Silikon diperlihatkan pada gambar 4.22.

Aluminium Silikon Gambar 4.22. Foto mikro bahan Al-Si 3,76% ( pembesaran 200x) Gambar 4.22 memperlihatkan struktur mikro Alumnium setelah dilakukan penambahan silikon sebanyak 3,76% hasilnya memperlihatkan bahwa silikon telah berhasil ditambah ke dalam coran dalam bentuk serpihan-serpihan dan solid solution. Alloy Al-Si biasanya bergabung bersama-sama dengan elemen lainya seperti copper, magnesium, mangan, zink dan besi. Kelarutan dari seluruh elemen ini biasanya meningkat dengan peningkatan temperatur. Hal ini menurun dari temperatur tinggi ke konsentrasi yang relatif rendah selama proses pembekuan dan proses heat treatment akan menghasilkan pembentukan fase intermetalik. Sebagai contoh pengendapan Si, Mn, dan Fe akan membentuk fase Al 12 (FeMn) 3 Si (Ye,2002). Berikut ini hasil foto mikro bahan Al-Si 9,12% diperlihatkan pada gambar 4.23. Silikon Aluminium Gambar 4.23. Foto mikro bahan Al-Si 9,12% (pembesaran 200x) Gambar 4.23 memperlihatkan foto mikro Aluminium Sekrap setelah ditambahkan silikon 9,12% hasilnya memperlihatkan permukaan Aluminium

berwarna gelap, dengan banyak bagian dari Aluminium yang berwarna hitam yang merupakan serpihan Silikon. Aluminium alloy yang sejumlah besar Silikon akan menghasilkan warna abu-abu yang gelap/dark grey (http://www.onesteel.com). Pada gambar 4.23 jarak antara molekulnya lebih dekat dibandingkan gambar 4.22. Menurut Van der walls semakin dekat jarak tarik menarik antara molekul molekul maka sifat kekerasannya yang dimiliki semakin besar, sehingga mempengaruhi tingkat keausan pada suatu material. Penambahan Silikon pada Aluminium meningkatkan kekerasan, semakin banyak penambahan silikon maka semakin besar juga tingkat kekerasannya. Menurut teori, semakin tinggi tingkat kekerasan maka semakin rendah laju keausan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil pengujian kekerasan, keausan dan foto mikro maka dapat diambil kesimpulan: 1. Dari hasil uji keausan dapat dilihat bahwa semakin besar beban maka semakin besar laju keausannya yaitu terjadi pada variasi beban 12,5N, dan penambahan unsur Silikon juga mempengaruhi laju keausan dari Aluminium Sekrap, semakin banyak penambahan Silikon maka semakin rendah laju keausannya, yaitu pada Al-Si 9,12% memlilik laju keausan yang paling rendah 2. Penambahan unsur Silikon mempengaruhi nilai kekerasan dan dari Aluminium Sekrap, semakin banyak penambahan unsur Silikon maka semakin tinggi nilai kekerasannya. Hal itu dikarenakan jarak antar molekul-molekulnya semakin dekat yang dilihat menggunakan mikroskop optik. Dari uji kekerasan (hardness) equotip dilihat hasil kekerasan yang paling tinggi adalah pada bahan Al-Si 9,12%. 3. Dari hasil pengujian komposisi dapat dilihat bahwa kadar Silikon pada Aluminium Sekrap adalah 0,053% dan setelah penambahan unsur Silikon kadar Silikonnya bertambah menjadi 3,76% dan 9,12%. 5.2. Saran Adapun sara-saran yang perlu diperhatikan pada penelitian selanjutnya adalah: 1. Sebaiknya bahan penelitian untuk uji keausan selanjutnya dengan penambahan unsur lain, agar dapat dibandingkan dengan Al-Si. 2. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya bahan yang digunakan adalah Aluminium perdagangan agar alloy yang terdapat pada Aluminium tersebut lebih sedikit.. 3. Sebaiknya pengujian keausan dilakukan dengan menambahkan minyak pelumas, untuk membandingkan laju keausan dengan kondisi kering.