Utara, dan ketika diamati dengan seksama yang karyanya paling sering dirujuk, jelaslah bahwa mereka yang berkulit putih dan laki-laki.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa Indonesia untuk menciptakan manusia yang berilmu, cerdas dan terampil di lingkungan masyarakat.

Bab II Pengembangan Area Emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Didalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niken Noviasti Rachman, 2013

PROGRAM PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK. Disusun oleh : Rita Mariyana, M.Pd, dkk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Pengertian Komentar. Unsur-Unsur Diskusi. Materi. Manusia, sebagai pelaksana. Terdiri dari moderator, notulis, peserta dan pemakalah/penyaji

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pendidikan nasional yang ingin dicapai telah ditetapkan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengaplikasikan metode ceramah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

masalah penelitian yaitu gaya kepemimpinan kepala sekolah, sistem pelayanan administratif, sistem penyelenggaraan proses pendidikan (pembelajaran dan

PEMBELAJARAN UNTUK ORANG DEWASA. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STUDENT CENTER LEARNING. OLEH : LISA TRINA ARLYM, SST., M.Keb

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan/mendorong/mengantarkan siswa ke arah aktivitas belajar. Di dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan yang penting bagi setiap bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

Selamat membaca, mempelajari dan memahami

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu instansi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, yaitu untuk menjamin kelangsungan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan diantara siswa dan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa.

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai masalah yang timbul di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

P 39 KEYAKINAN GURU TERHADAP MATEMATIKA DAN PROFESI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran adalah teori belajar konstruktivisme. Piaget (dalam Dahar, 1989:

BAB I PENDAHULUAN. guru menempati titik sentral pendidikan. Peranan guru yang sangat penting adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB. I PENDAHULUAN. Hilman Latief,2014 PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara dalam mengenyam pendidikan. Mulai dari sekolah dasar,

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul merupakan aset yang paling berharga

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan serta meningkatkan kemampuan berbahasa. Tarigan (1994: 1) berpendapat bahwa.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 pengertian pendidikan,

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,


II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa berbagai dampak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berkreasi, semakin dirasakan urgensinya. Otonomi dibidang

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH.

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang unggul dan

J. Suasana Akademik 1. Sarana yang Tersedia untuk Memelihara Interaksi Dosen-Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat (Amri, 2010 : 13). Pendidikan

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan informal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Belajar adalah sebuah proses yang penuh dengan rahasia -dan pengambilan keputusan dalam- merancang dan menjalankan sebuah program untuk kelompok orang dewasa yang membutuhkan imajinasi, fleksibel, dan kemauan untuk mengambil resiko. Beberapa teori tentang pendidikan orang dewasa dan pelatihan telah berusaha untuk melaksanakan proses dengan mengembangkan peraturan pedoman atau daftar langkah yang harus diikuti, namun dengan melakukan hal tersebut mereka telah mengabaikan sisi estetika dan keajaiban proses. Diperlukan banyak kerja keras dan pemikiran yang jernih. Ada beberapa cara yang diterima dan terbukti dalam melakukan sesuatu, tetapi ada sangat sedikit aturan mutlak. Dalam bab ini kita membahas bagaimana pendidik dewasa dan pelatih memainkan peran dalam mengelola dan mengarahkan proses ini. Kita lihat contoh-contoh dari program pendidikan dan mendefinisikan istilah program. Kita melihat bagaimana program terwujud, berbagai pemain di dalam desain dan pelaksanaan program, dan konteks di mana perkembangan atau program dapat berlangsung. Kita kemudian membicarakan point pendekatan untuk pengembangan program, mengidentifikasi kunci teori, membicarakan kekuatan dan kelemahan dalam berbagai model, dan meneliti bagaimana berbagai teori pengembagan memiliki perubahan dalam penekanan selama bertahun-tahun. Tetapi sebelum menggali terlalu dalam ke topik pengembangan program, kita perlu mengeksplorasi sesuatu yang penting (ingin diketahui) -dan sedikit mengganggu- tentang literatur ini. Ketika seseorang melihat pada asal-usul sebagian besar tulisan dan penelitian yang dilakukan di daerah ini, jelaslah bahwa pelajar di Amerika Utara telah mendominasi - beberapa bahkan mungkin mengatakan terjajah di- sudut bidang ini. Hal ini menarik untuk diketahui karena pengembangan program merupakan kegiatan utama dari pendidik dan pelatih dunia, kita harus bekerja keras untuk menemukan tulisan substantif dari luar Amerika 1

Utara, dan ketika diamati dengan seksama yang karyanya paling sering dirujuk, jelaslah bahwa mereka yang berkulit putih dan laki-laki. Sork (2000), antara lain, telah mencatat karakteristik literatur dan mendorong pembaca untuk mengingat hal ini karena mereka yang merancang kerangka dan model dengan sempit seperti yang asli. 2

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Program Dalam pendidikan orang dewasa kata program memiliki berbagai makna. Dapat melambangkan pendidikan tunggal, acara pelatihan, kursus formal, atau kumpulan kampanye pendidikan umum. Program pendidikan boleh jadi sulit didefinisikan tetapi mereka mempunyai sebuah poin keistimewaan umum. Orang telah datang bersama-sama secara fisik atau secara virtual untuk sebuah tujuan dan untuk beberapa tujuan setidaknya, tujuan itu adalah untuk belajar. apa yang orang-orang lakukan memiliki urutan dan urutan dan apa yang mereka lakukan memiliki batas waktu untuk itu, dalam program ini memiliki awal dan akhir yang dilihat (Brookfield 1986:204). Singkatnya, kita berbicara tentang pembelajaran yang telah sadar masuk ke dalam dan sadar terorganisir, yang bertentangan dengan semua belajar lainnya Kami bergerak di bidang kebetulan, sadar atau tidak sengaja saat kita menjalani hidup kita. itu adalah keistimewaan yang secara sadar terorganisir yang membedakan "program" dari peristiwa lain di mana pembelajaran terjadi. 2.2. Metode Pendidikan Orang Dewasa Dalam pembelajaran orang dewasa banyak metode yang diterapkan. Untuk memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis: Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan memedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masingmasing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahui Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja. Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif 3

kalau dapat juga mengerjakan. Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan adalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif. Metode yang dapat diterapkan dalam program pendidikan orang dewasa sebaiknya dipertimbangkan sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir yaitu agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang bermanfaat. Metode pendidikan orang dewasa sebaiknya dipilih berdasarkan tujuan pendidikan yang pada garis besarnya dapat dibagi dua jenis yaitu: (1) membantu orang menata pengalaman masa lalu yang dimilikinya melalui cara baru seperti; konsultasi, latihan kepekaan, dan beberapa jenis latihan manajemen yang membantu individu untuk dapat lebih memanfaatkan apa yang telah diketahuinya, (2) memberikan pengetahuan atau keterampilan baru, yakni mendorong individu untuk meraih pengetahuan atau keterampilan yang lebih baik. Posisi atau sifat pengalaman belajar dalam kontinum proses belajar dapat mempengaruhi beberapa hal yaitu: 1. Persiapan dan orientasi bagi proses belajar 2. Suasana dan kecepatan belajar 3. Peran dan sikap pembimbing 4. Peran dan sikap peserta didik 5. Metode yang diterapkan agar usaha belajar berhasil 6. Pemilihan jenis pertemuan Jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam pendidikan orang dewasa adalah (Morgan, et. Al. 1976). 1. Institusi (institution) Dalam institusi diharpkan akan berlangsung pemberian informasi dan instruksi serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Suatu institusi memerlukan pengorganisasian dan tindak lanjut suatu supervisi yang baik dengan dipimpin oleh orang yang ahli dalam melaksanakan program dan mendelegasikan tanggung jawab sehingga mampu menggunakan sebagai macam teknik kelompok untuk partisipasi individu. Suatu institusi harus ada perencanaan, panitia pelaksanaan dan evaluasi akhir. 2. Konvensi Konvensi adalah kumpulan peserta datang dari kelompok lokal yang merupakan organisasi orang tua baik dari tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat nasional. Maksud dasarnya adalah untuk mendiskusikan dan memikirkan ide-ide yang mungkin dapat memperkuat organisasi ornag tua murid (Morgan, et. Al. 1976). Salah satu manfaat konvensi adalah memberikan peserta secara individual kesempatan melihat organisasi sebagai suatu badan penting dimana ia dapat mengidentifikasikan dirinya. 3. Konferensi Konferensi merupakan pertemuan dalam kelompok besar maupun kecil. Konferensi ciri khususnya diikuti dengan kata sebutan yang menunjukkan tema konferensi sebagai contoh konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman dan konferensi supervisor. 4

4. Lokakarya (workshop) Lokakarya adalah pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil, biasanya dibatasi pada masalah yang dihadapi sendiri. Peran peserta diharapkan untuk dapat menghasilkan produk tertentu. Susunan acara lokakarya meliputi identifikasi masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan materi latar belakang yang cukup tersedia. 5. Seminar Seminar secara umum dikenal sebagai lembaga belajar. Maksud seminar adalah mempelajari subjek di bawah seorang pemimpin yng menguasai bidang yang diseminarkan, setelah pemberian materi atau penyajian diskusi terbuka dilakukan. Seminar sering dihubungkan dengan riset. 6. Kursus kilat Kursus kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih tentang beberapa subjek khusus sehingga terbatas bagi kelompok khusus dan temanya jarang sekali mempunyai daya tarik yang universal. 7. Kuliah bersambung Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan periode waktu satu kali per hari, satu kali per minggu atau satu kali per bulan. Kuliah bersambung menekankan kontinuitas jalan pikiran, mereka yang sering tidak hadir akan kehilangan kontinuitas tersebut. 8. Kelas formal Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dengan program sekolah. Berhubung kelas formal ini merupakan rangkaian pertemuan, maka instruktur harus mempunyai keahlian dalam mempertahankan minat yang tinggi dari para pesertanya. 9. Diskusi terbuka Diskusi terbuka adalah salah satu jenis pendidikan orang dewasa yang penting. Dalam diskusi terbuka memerlukan seorang pemimpin yang ahli untuk mengatur jalannya diskusi sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. 10. Ceramah atau kuliah Ceramah atau kuliah adalah penyajian secara lisan oleh pembicara dengan menggunakan pemikiran dan ide yang terorganisir. Dengan ceramah diharapkan ide dapat dicetuskan, masalah dapat diidentifikasikan dan pendengar dapat dimotivasi untuk bertindak. Mardikanto (1992) membedakan ceramah dan kuliah, ceramah diselenggarakan di tempat terbuka, peserta banyak dan kesempatan peserta bertanya sedikit. Sedangkan kuliah diselenggarakan di tempat tertutup, peserta relatif sedikit dan kesempatan bertanya banyak. 11. Simposium Simposium seperti ceramah di mana peserta mendengarkan penyajian formal yang diberikan dari mimbar. Sehingga sering pendengar bersikap pasif. 12. Diskusi panel Kelompok kecil biasanya sekitar 6 orang duduk di belakang mimbar berhadapan dengan pendengar yang hadir dan mendiskusikan topik tertentu yang mereka kuasai. 5

13. Kolokium (olloquy) Kolokium berbeda dengan metode penyajian formal yang lain, yakni penampilan panelis dan partisipasi pendengar lebih banyak terjadi. Kesuksesan kolonium banyak bergantung pada efisiensi pimpinan atau moderator. 2.3. Model Konvensional Pada tahun 1949 Ralph Tyler menerbitkan prinsip kecil tetapi berpengaruh untuk dasar kurikulum dan pengajaran. Buku ini dalam empat bab utama, dan bab-bab ini berlaku garis besar model empat-tahap untuk merencanakan program pendidikan: 1.Menentukan tujuan pendidikan 2.Memilih pengalaman belajar untuk mencapai tujuan 3.Mengorganisasi pengalaman belajar untuk pengajaran yang efektif, dan 4.Mengevaluasi keefektifan pengalaman belajar Model ini terlihat sederhana tetapi tidak sesederhana itu. Langkah Tyler yang dikemas dalam bentuk pertanyaan untuk dipelajari, dan struktur bukunya sekitar penjelasan dari prosedur yang ditanyakan dapat terjawab. Dia berpendapat bahwa jawaban diterima akan bervariasi sesuai dengan orang, subyek dan konteks kelembagaan, dengan demikian, sambil memberikan kerangka kerja yang cukup erat terstruktur di mana untuk merancang programprogram pendidikan, ia tetap memungkinkan fleksibilitas yang cukup besar dalam program yang sebenarnya yang mungkin akan datang (Tyler 1949:2). Meskipun bukunya ditulis untuk pendidik sekolah umum, pengaruhnya dirasakan di semua sektor pendidikan, termasuk pendidikan orang dewasa. Bab kedua Tyler yang berjudul 'Bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih yang mungkin berguna dalam mencapai tujuan tersebut?'. Di sana ia membuat titik bahwa itu adalah pengalaman pelajar berjalan melalui hal yang penting. Pelatih dapat memberikan informasi, instruksi dan latihan dan pada dasarnya menciptakan lingkungan yang kompleks bagi para peserta, tetapi dalam interaksi para peserta 'dengan lingkungan yang belajar berlangsung. Tyler menyatakan kategoris bahwa itu adalah apa yang peserta didik melakukan itu mereka belajar, bukan apa yang guru tidak (1949:63). Dari prinsip sejumlah orang lainbahwa peserta harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan perilaku seperti tersirat oleh tujuan, bahwa praktek harus memuaskan, dan bahwa hal itu akan tepat untuk 'hadir' peserta pencapaian 'dan' kecenderungan. Pada bab ketiga, berjudul 'bagaimana pengalaman belajar diatur untuk instruksi efektif?, Tyler mengembangkan tema yang relevan dengan pelajar ketika ia memperingatkan kita terhadap program merancang atau kursus sesuai dengan logika dari subjek. Dia menggambarkan perbedaan antara keramah organisasi logis, yang ia gambarkan sebagai hubungan elemen kurikulum seperti yang terlihat oleh seorang ahli di bidangnya dan organisasi psikologi, yang ia gambarkan sebagai "hubungan karena dapat muncul ke pembelajar (1949:97). Dia memperingatkan, misalnya, melawan otomatis kronologis sejarah mengorganisir kursus. Hal ini mungkin tampak 'logis' tetapi tidak mungkin tge cara terbaik bagi seorang pelajar untuk datang untuk mengatasi dengan makna jika sejarah. Pelajar mungkin sebenarnya melihat relevansi analisis sejarah yang lebih baik dengan memulai 6

dengan pemeriksaan kondisi saat ini urusan dan kemudian melacak kembali dalam berbagai cara. Dalam bab keempat, 'bagaimana efektivitas pengalaman belajar dievaluasi? Tyler berpendapat bahwa tujuan kita dalam pendidikan adalah untuk membawa perubahan dalam perilaku peserta kami dan untuk mengevaluasi program pembelajaran kita perlu untuk menilai perilaku peserta kami pada titik awal pelatihan, pada suatu titik kemudian, dan beberapa waktu setelah pelatihan telah selesai. Hal ini dalam membahas evaluasi yang Tyler jelas menunjukkan bahwa ia masih menggambar pada ide-ide behavioris. Tujuan, dalam arti, bingkai modelnya, beeing baik titik awal dan finishing, dan tujuan tersebut harus dinyatakan dalam perubahan perilaku peserta didik '. Evaluasi dicapai dengan mengamati perilaku berubah dan memeriksa mereka terhadap tujuan program lain. Meskipun penekanannya pada peserta didik, tantangannya kepada otoritas dari subjek dan spesialis subjek, dan argumennya bahwa desainer progrma harus mempertimbangkan kehidupan kontemporer, Tyler membatasi modelnya dengan mengunci ke tujuan. Setelah tujuan ditetapkan, dan dengan evaluasi mengandalkan memenuhi tujuan tersebut, para pendidik dan peserta didik akan cenderung untuk mengeksplorasi, mengambil risiko, pergi pada garis singgung, tas ke dalam wilayah mereka yang belum dijelajahi. Tak pelak beberapa contoh Tyler adalah tanggal, tetapi ide-idenya masih saat ini, dan banyak dari model kurikulum desain saat ini digunakan, terutama di institusi pendidikan berbasis dewasa dan pelatihan, bisa dikatakan 'Tylerian'. Ini harus dicatat, bagaimanapun, bahwa model Tyler berbeda dalam satu cara yang signifikan dari banyak model nanti. Tyler membahas konsep kebutuhan, namun perlu pemahaman yang dimasukkan dalam proses mendefinisikan tujuan pendidikan, dan modelnya tidak, seorang model kemudian banyak meliputi penilaian kebutuhan sebagai langkah pertama diartikulasikan secara jelas dan signifikan dalam proses pengembangan pembelajaran yang Program. 2.4. Langkah-langkah Mengembangkan Model Pendidikan Orang Dewasa Berkaitan dengan upaya pengembangan pendidikan orang dewasa, Knowles dalam bukunya yang berjudul The Modern Practice of Adult Education (1970,1980) mengemukakan bahwa terdapat langkah-langkah dalam mengembangkan model pendidikan orang dewasa sebagai berikut: 1. Menciptakan iklim untuk belajar atau Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan Suasana belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dan sebaliknya suasana belajar yang tidak menyenangkan dapat menghilangkan motivasi belajar dan sekaligus dapat menurunkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian suasana belajar yang menyenangkan ditumbuhkan dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kematangan belajar siswa. 2. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang disusun atas dasar kebutuhan bersama. Untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dari warga belajar dan para penyuluh, diperlukan adanya upaya bersama antara warga belajar dengan para 7

pendidik atau penyuluh dalam menyusun program pendidikan yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan warga belajar. 3. Menilai atau mengidentifikasikan kebutuhan dan minat. Suasana belajar yang menyenangkan adalah suasana belajar yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar. Karena itu untuk menciptakan suasana belajar yang aspiratif dan menyenangkan, terlebih dahulu para pendidik harus mendiagnosa kebutuhan belajar para warga belajar. Kebutuhan dasar orang dewasa menurut Knowles (1973 : 81-82) meliputi: a. Physical needs meliputi kebutuhan untuk kebutuhan untuk mencari informasi (mendengar), akan kenikmatan atau kesenangan, kebutuhan akan rekreasi atau istirahat. b. Growth needs kebutuhan akan pertumbuhan fisik, kebutuhan akan kesehatan dan kebutuhan akan perkembangan kecerdasannya. c. The Need for scurity kebutuhan akan rasa aman, sehingga ia bisa tentram dan hidup damai. d. The need for new experiences kebutuhan akan pengalaman baru baik pengalaman dalam bidang pendidikan dan pengajaran maupun pengalaman dalam bidang sosial budaya atau pengalaman lain yang dibutuhkan untuk kepentingan hidupnya. e. The need for affection kebutuhan akan kasih sayang. Kasih sayang dari orang tuanya, kasih sayang dari gurunya dan kasih sayang dari sesama temannya. f. The need for recognition kebutuhan untuk diakui oleh orang lain. 4. Merumuskan tujuan belajar Tujuan pengembangan program pendidikan orang dewasa, didasarkan atas kepentingan pengembangan sikap, nilai, pengetahuan dan keterampilan warga belajar. Karena itu penyelenggaraan program pendidikan tidak menyimpang dari upaya pengembangan sikap, pengetahuan, nilai dan keterampilan warga belajar. 5. Merancang kegiatan belajar Agar kegiatan belajar membelajarkan berjalan secara harmonis, perlu adanya penataan kegiatan pembelajaran, apakah penataan yang berkaitan dengan waktu, penataan yang berkaitan dengan metode, atau penataan yang berhubungan dengan sarana dan sumber belajar. Semuanya ditata dan disesuaikan dengan minat, kemampuan dan kebutuhan belajar siswa. Keberhasilan penataan suatu kegiatan belajar, dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Suasana seperti itulah yang dapat merangsang motivasi dan disiplin belajar siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan restasi belajar siswa secara baik. 6. Melaksanakan kegiatan belajar Setelah didesain, tugas selanjutnya ialah mengoperasikan kegiatan belajar siswa. Jadi hasil penataan kegiaatan belajar direalisasikan dalam kegiatan operasional pembelajaran. Dalam kegiatan pengoperasian belajar, para pendidik melaksanakan perencanaan program pendidikan yang sudah didesain secara optimal. Dalam kegiatan 8

operasi pembelajaran ini, para pendidik tetap memperhatikan minat, kebutuhan dan kemampuan para warga belajar, Di samping itu, kegiatan belajar tidak berjalan sepihak tapi berkembang dari dua arah, yakni para warga belajar ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran, dan para pendidik secara kontinu memberikan spirit' belajar kepada warga belajar. 7. Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan, dan penacpaian nilai-nilai). Untuk melihat tingkat keberhasilan penyelenggaraan Program pendidikan, dan untuk melihat apakah kegiatan itu tetap berjalan di atas kebutuhan warga belajar, para petugas atau pendidik melakukan evaluasi ulang terhadap kebutuhan warga belajar dan terhadap semua kegiatan program pendidikan. Seperti telah diulas dalam bagian evaluasi, bahwa evaluasi atau penilaian bukanlah kegiatan mencari-cari kesalahan para penyelenggara pendidikan, dan bukan pula sebagai alat ukur baik dan buruknya sesuatu kegiatan, tapi kegiatan evaluasi ditujukan untuk melihat seberapa jauh kecocokan kegiatan di lapangan dengan rencana program yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Apakah kegiatan pembelajaran itu sesuai dengan rencana dan tujuan program pendidikan atau telah menyimpang dari rencana dari rencana, maka dievaluasi ulang apa penyebabnya dan bagaimana cara meluruskan dan mencocokkan kegiatan tersebut dengan rencana kegiatan program? Dengan ketujuh langkah tersebut, maka andragogi dapat dipandang sebagai suatu model sistem belajar feed back loop (gelung umpan balik). Dalam pengertian ini andragogi dapat dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang berkelanjutan untuk belajar orang dewasa. Selain itu Leonard dan Zeace Nadler juga mengungkapkan hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengembangan model pelatihan orang dewasa seperti berikut: 1. mengidentifikasi kebutuhan organisasi 2. menetapkan kinerja pekerjaan 3. mengidentifikasi kebutuhan pebelajar 4. menentukan tujuan 5. membuat kurikulum 6. memilih strategi pembelajaran 7. memperoleh sumber pembelajaran 8. mengadakan pelatihan Laurie Field dalam bukunya Skilling Australia mengaplikasikan model Tylerian ke dalam pelatihan industri. Dia memberikan pelatihan kepada penata rambut, pramuniaga, teknisi. Modelnya terdiri atas langkah-langkah berikut: 1. Menemukan keterampilan dan masalah-masalah pelatihan. 2. Menganlisa kompetensi-kompetensi pekerjaan. 3. Menetapkan tujuan kinerja. 4. Membuat strukrtur program pelatihan. 5. Menyediakan pelatihan. 9

6. Mengawasi praktik pelatihan. 7. Menilai keterampilan. Rosemarry Caffarella (2002), satu dari wanita yang paling berpengaruh dalam perencanaan program, telah mengembangkan sesuatu model interaktif. Model yang ia ciptakan terdri dari 12 komponen yang berasal dari pengalaman kerjanya dan orang lain. 12 komponen itu antara lain : 1. Membedakan konteks 2. Membangun dukungan yang kuat 3. Mengidentifikasi kebutuhan program 4. Mengembangkan program objektif 5. Membuat rancangan/rencana pembelajaran 6. Merancang rencana pemberian materi belajar 7. Merancang rencana evaluasi 8. Membuat rekomendasi dan komunikasi dari hasil yang didapat 9. Membuat kebutuhan dari mulai jadwal, waktu yang staff perlukan 10. Membuat perencanaan keuangan dan marketing Mengkoordinir fasilitas. 10

BAB III KESIMPULAN Pendidikan atau belajar adalah sebagai proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, maka kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client dalam proses pemikiran apa yang mereka inginkan, mencari apa yang dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan itu, menentukan tindakan apa yang harus dilakukan, dan merencanakan serta melakukan apa saja yang perlu dilakukan untuk mewujudkan keputusan itu. Dapat dikatakan disini tugas pendidik pada umumnya adalah menolong orang belajar bagaimana memikirkan diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri dan mempertimbangkan pandangan dan interest orang lain. Dengan singkat menolong orang lain untuk berkembang dan matang. Dalam andragogi, keterlibatan orang dewasa dalam proses belajar jauh lebih besar, sebab sejak awal harus diadakan suatu diagnose kebutuhan, merumuskan tujuan, dan mengevaluasi hasil belajar serta mengimplementasikannya secara bersama-sama. Orang dewasa dan pelatihan mengandung banyak ide dan model untuk programprogram pengembangan untuk menarik inspirasi dari dan untuk diikuti, tetapi mereka tidak ada aturan yang keras dan masa lalu. Pendidik harus mendekati desain pembelajaran sebagai usaha kreatif. Dan sebagai pembelajar yang dewasa, dan pembelajaran berlangsung dalam konteks sosial dan organisasi yang peserta didik dapat berubah. 11