BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

METODOLOGI PENELITIAN

dahulu dilakukan pengujian/pemeriksaan terhadap sifat bahan. Hal ini dilakukan agar

METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan,

BAB III LANDASAN TEORI

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN. pemeriksaan mutu bahan yang berupa serat ijuk, agregat dan aspal, perencanaan

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. dengan variasi sekam padi dan semen sebagai filler, dapat disimpulkan sebagai

Penelitian ini menggunakan tiga macam variasi jumlah tumbukan dan

optimum pada KAO, tahap III dibuat model campuran beton aspal dengan limbah

BAB V METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan serangkaian pengujian yang meliputi :

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 4.1 Bagan alir penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB III LANDASAN TEORI

Pada pengujian ini agregat berasal dari Clereng, Kulon Progo hasil dari mesin pemecah batu (Stone Crusher) PT. Perwita Karya, Piyungan, Yogyakarta.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG KELUD PADA CAMPURAN ASPAL BETON

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pada campuran beton aspal dengan penambahan plastik, karakteristik

BAB III METODE PENELITIAN. Berikut adalah diagram alir dari penelitian ini : MULAI. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

BAB III METODE PENELITIAN. perihal pengaruh panjang serabut kelapa sebagai bahan modifier pada campuran

konstruksi lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi sebagai

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian pada penulisan ini merupakan serangkaian penelitian

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dipresentasikan pada gambar bagan alir, sedangkan kegiatan dari masing - masing

PENGARUH KOMBINASI SEKAM PADI DAN SEMEN SEBAGAI FILLER TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARET SOL PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT (204M)

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB IV METODE PENELITIAN. Cara mendapatkan data melalui pengujian dengan menggunakan tes Marshall

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

KARAKTERISTIK MARSHALL DENGAN BAHAN TAMBAHAN LIMBAH PLASTIK PADA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA)

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

Zeon PDF Driver Trial

Bahan/material yang digunakan pada penelitian Asbuton ini berasal dari : Agregat batuan berasal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

Dengan kata lain, penelitian eksperimen mencoba meneliti ada tidaknya hubungan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun tahapan pelaksanaan pekerjaan selama penelitian di laboratorium adalah sebagai berikut:

ANALISIS PENGGUNAAN BATU BARA MUDA SEBAGAI BAHAN PENGGANTI BATU GRANIT UNTUK PERKERASAN JALAN PADA CAMPURAN ASPAL AC-BC

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

STUDI DEFORMASI PERMANEN BETON ASPAL DENGAN PENAMBAHAN PARUTAN KARET SEPATU BEKAS. Ari Haidriansyah

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil penelitian mengenai penggunaan Low Density Poly Ethylene

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap pelaksanaan pengujian dengan Marshall Test dan Immersion Test. Perkerasan jalan raya pada hakekatnya merupakan campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas, diatasnya tanah dasar secara aman yang diperkeras dengan lapisan konstruksi tertentu yang mempunyai ketebalan, kekuatan, dan kekakuan serta kestabilan tertentu. Bahan utama yang diperlukan dalam pekerjaan perkerasan aspal beton adalah aspal, agregat dan termasuk didalamnya bahan pengisi atau Filler. Penelitian untuk mendapatkan campuran aspal beton (LASTON) menggunakan fraksi agregat halus sampai dengan filler abu batu akan dikomparasikan dengan campuran aspal beton menggunakan batu lintang, sementara itu untuk campuran yang menggunakan fraksi agregat halus sampai dengan filler batu lintang dianggap mempunyai sifat yang sama dengan abu batu, sehingga pemeriksaannya juga dilakukan dengan metode yang sama. Dalam bab metodologi ini, peneliti ingin menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama pelaksanaan penelitian tentang Studi Komparasi Antara Penggunaan Batu Lintang (Kalsit) dan Abu Batu Sebagai Bahan Campuran Aspal Beton (Laston). Metodologi ini merupakan kerangka acuan bagi peneliti selama melaksanakan penelitian. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan alir metode penelitian Gambar 3.1 34

35 MULAI Studi Pustaka PERSIAPAN BAHAN PENGUJIAN BAHAN AC 60 70 1.Penetrasi 2.Ttk. Nyala dan Ttk Bakar 3.Titik lembek 4. Daktilitas 5. Kelarutan Dalam CCl4 6. Berat Jenis Agregat Kasar 1.Tes Abrasi 2.Kelekatan Thd Aspal 3.Penyerapan Air 4.Berat Jenis Agregat Halus 1.Sand Equivalent 2.Penyerapan Air 3.Berat Jenis Filler Abu Batu & Batu Lintang 1. Berat Jenis 2. Lolos Saringan 200 Pengujian dan perancangan gradasi agregat sesuai spesifikasi agregat Laston Tidak Bahan Sesuai Spesifikasi? Ya Benda Uji A Campuran dengan filler abu batu dengan kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% jumlah 15 buah Benda Uji B Campuran dengan filler batu lintang dengan kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% jumlah 15 buah Pengujian Marshall Kadar aspal optimum untuk masing masing filler. A B

36 A B Benda Uji A Pembuatan campuran dengan filler abu batu pada kadar aspal optimum Benda Uji B Pembuatan campuran dengan filler batu lintang pada kadar aspal optimum Pengujian Marshall Pengujian Immersion Pengujian Marshall Pengujian Immersion Analisa Data Analisa Data Komparasi Dan Pembahasan Hasil Analisa Data Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian

37 3.2 Metode dan Desain Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari memeriksa mutu agregat dengan menggunakan saringan standar (penguji gradasi agregat), alat pengering agregat (oven), dan timbangan. Untuk pemeriksaan aspal dilakukan dengan alat uji penetrasi aspal, alat uji titik lembek, daktilitas, titik nyala dan titik bakar, kelarutan dalam karbon tetra klorida (CCL 4 ), dan berat jenis. Perencanaan campuran percobaan laboratorium dilakukan dengan memilih beberapa fraksi agregat yang akan dipergunakan sesuai dengan besar butiran dan pencampuran masing-masing agregat sesuai proporsi. 3.3 Material untuk Penelitian Bahan dan material yang dipergunakan penelitian ini antara lain : a. Agregat 1. Kasar (batu pecah dengan ukuran maksimum 3/4 ) Pudak Payung, Ungaran, Semarang 2. Agregat halus berasal dari Muntilan b. Filler 1. Abu batu diperoleh dari Jaya Mix 2. Batu lintang diperoleh dari daerah Ponjong, Gunung Kidul, DIY. c. Aspal produksi Pertamina dengan penetrasi 60/70 3.4 Peralatan Yang Digunakan Pelaksanaan penelitian menggunakan peralatan Laboratorium Transportasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Peralatan yang digunakan adalah : a. Timbangan dan neraca b. Satu set saringan ¾, ½, 3/8, no.4, no.8, no.16, no.30, no.50, no.100, no.200 c. Oven d. Ring and ball apparatus e. Penetration

38 f. Ductilometer g. Alat uji Los Angeles h. Marshall Test dan peralatan bantu lain 3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Persiapan dan Penyediaan Bahan Persiapan dan penyediaan bahan merupakan langkah awal dalam mendukung kelancaran penelitian. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian sebelumnya diuji dilaboratorium untuk mendapatkan bahan yang memenuhi syarat-syarat bahan perkerasan. Bahan utama yang diperlukan adalah agregat dan aspal yang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Faktor yang mempengaruhi pada pemilihan agregat untuk lapis keras LASTON adalah : a. Ukuran dan susunan butiran (gradasi) b. Kebersihan agregat terhadap material lain yang tidak menguntungkan c. Kekerasan dari agregat d. Keawetan dari agregat e. Bentuk partikel, tekstur permukaan dan porositas f. Adhesi terhadap aspal 3.5.2 Persyaratan Bahan 3.5.2.1 Agregat Persyaratan bahan yang digunakan berpedoman pada spesifikasi Teknis Bina Marga (1987), yaitu pada Petunjuk Pelaksanaan LASTON untuk Jalan Raya (SKBI 2.4.26.1987), Departemen Pekerjaan Umum. Adapun persyaratan agregat untuk pembuatan Laston dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

39 Tabel 3.1 Persyaratan Agregat Kasar dan Agregat Halus Syarat Jenis Perkerasan Min Max a. Agregat Kasar 1. Kelekatan 95% - 2. Keausan - 40% 3. Peresapan terhadap air - 3% 4. Berat jenis semu 2,50 gr/cc - b. Agregat Halus 1. Peresapan terhadap air - 3% 2. Berat Jenis semu 2,50 gr/cc - c. Filler 1. Berat jenis - - Sumber : Petunjuk Pelaksanaan LASTON Untuk Jalan Raya SKBI 2.4.26.1987 Tabel 3.2 Persyaratan Gradasi Agregat Untuk Laston Ukuran Saringan Lolos Saringan (%) Nilai Tengah (%) 3/4" 19,1 100 100 1/2" 12,7 80-100 90 3/8" 9,5 60-80 70 #4 4,76 48-65 56,5 #8 2,38 35-50 42,5 #30 0,59 18-29 23,5 #50 0,279 13-23 18 #100 0,149 8-16 12 #200 0,074 1-10 5,5 Sumber : Silvia Sukirman ;Beton Aspal Campuran Panas 3.5.2.2 Aspal Pada penelitian ini digunakan Asphalt Cement (AC) atau aspal keras produksi Pertamina. Adapun persyaratan bahan aspal untuk AC penetrasi 60/70 dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.

40 Tabel 3.3 Persyaratan AC Penetrasi 60/70 Syarat Jenis Pemeriksaan Penetrasi 60 Satuan Min Max 1. Penetrasi 25 o C, 5 detik 0,1 mm 60 79 2. Titik lembek o C 48 58 3. Titik nyala o C 200-4. Daktilitas 25 o C, 5cm/menit cm 99-5. Kehilangan berat (163 o C, 5 jam) % - 0.4 6. Berat jenis 25 o C gr/cc 3 1-7. Penetrasi setelah kehilangan berat % semula 75-8. Kelarutan dalam CCL 4 % 99 - Sumber : Petunjuk Pelaksanaan LASTON Untuk Jalan Raya SKBI 2.4.26.1987 3.5.2.3 Campuran Laston Campuran untuk Lapis Aspal Beton (Laston) pada dasarnya terdiri dari agregat kasar, halus, dan aspal. Masing-masing fraksi agregat terlebih dahulu harus diperiksa gradasinya dan selanjutnya digabungkan menurut perbandingan yang akan menghasilkan agregat campuran yang memenuhi gradasi pada Tabel 3.2. Pada agregat campuran tersebut ditambahkan aspal secukupnya sehingga diperoleh campuran yang memenuhi persyaratan. Kadar aspal yaitu persentase berat aspal terhadap campuran berkisar 4 7 persen. Kadar aspal yang tepat harus ditentukan berdasarkan pengujian cara Marshall sehingga didapatkan campuran yang memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.4 Persyaratan Karakteristik Campuran Lapis Aspal Beton Sifat-sifat Campuran AC Satuan Min Max VITM % 3 5 Stabilitas Kg 550 - Flow mm 2 4 Density T/m - - MQ Kg/mm 200 350 Stabilitas Marshall Sisa setelah Kg 75 - perendaman selama 24 jam, 60 C Sumber : Petunjuk Pelaksanaan LASTON Untuk Jalan Raya SKBI 2.4.26.1987

41 3.5.3 Pemeriksaan Bahan Tahap ini meliputi pemeriksaan terhadap agregat yang meliputi agregat kasar, agregat halus, filler dan pengujian aspal. 3.5.3.1 Pemeriksaan Agregat Agregat merupakan komponen utama dari lapis permukaan jalan yang mengandung 90-95 % agregat berdasarkan prosentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan yang ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil dari campuran agregat dengan material lain. Adapun untuk mengetahui kualitas agregat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut ini. a. Pemeriksaan agregat Kasar Agregat yang digunakan mempunyai bidang kasar, bersudut tajam dan bersih dari kotoran-kotoran atau bahan-bahan lain yang dapat menganggu proses pengikatan. Agregat yang digunakan berupa batu pecah dalam keadaan kering. Adapun pemeriksaannya sebagai berikut : 1. Pemeriksaan analisa saringan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan menggunakan saringan. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 27-74 atau ASTM C 136-46. 2. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface Dry = SSD) dan berat jenis semu (Apparent) dari agregat kasar. Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis kering - permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.

42 Berat jenis semu (Apparent Specifc Gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan keing pada suhu tertentu. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 85-74 atau ASTM G - 127-68. 3. Pemeriksaan kelekatan terhadap aspal Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan permukaan agregat. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T-182 4. Pemeriksaan keausan agregat dengan mesin Los Angeles (PB-0206-76) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat aus lewat saringan no.12 terhadap berat semula, dalam persen. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 96-74 atau ASTM C 131-55. b. Pemeriksaan agregat halus Agregat halus terdiri dari pasir bersih, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi dari keduanya dalam keadaan kering. Jenis pemeriksaan untuk agregat halus adalah : 1. Analisa saringan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan menggunakan saringan. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 27 74 atau ASTM C 136 46. 2. Berat jenis dan penyerapan Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (Bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface Dry = SSD) dan berat jenis semu (Apparent) dari agregat kasar.

43 Berat jenis (bulk specific gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis kering - permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara berat agregat kering permukaan dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Berat jenis semu (Apparent Specivic Gravity) adalah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan keing pada suhu tertentu. Penyerapan adalah persentase berat air yang dapat diserap oleh pori terhadap berat agregat kering. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 85-74 atau ASTM G - 127-68. 3.5.3.2 Pemeriksaan Filler Khusus pada penelitian ini filler yang digunakan adalah dari bahan batu lintang dan abu batu yang lolos saringan no. 4 sampai tertahan saringan no.200 sesuai dengan petunjuk lapis aspal beton (Laston) SKBI-2.4.26.1987, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga. Pada Petunjuk Laston tersebut juga terdapat pemeriksaan untuk filler abu batu kapur, abu terbang, abu tanur semen, dan semen Portland. 3.5.3.3 Pemeriksaan Aspal Pada aspal dilakukan beberapa pemeriksaan agar didapat kualitas aspal yang memenuhi spesifikasi. Adapun pemeriksaan aspal antara lain : 1. Pemeriksaan Penetrasi Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Pemeriksaan ini didasarkan pada PA-0301-76 atau AASHTO T49-80. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan jarum penetrasi berdiameter 1 mm dengan menggunakan beban seberat 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik

44 pada temperatur 25 C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang Pemeriksaan titik lembek dilakukan dengan mengikuti prosedur PA-0302-76 atau AASHTO T 53-81. 2. Pemeriksaan Titik Lembek Pemeriksaan menggunakan cincin yang terbuat dari kuningan dan bola baja. Titik lembek adalah suhu dimana suatu lapisan aspal dalam cincin yang diletakkan horizontal di dalam larutan air atau gliserin yang dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja dengan diameter 9,53 mm seberat ± 3,5 gram yang diletakkan diatasnya sehingga lapisan aspal tersebut jatuh melalui jarak 25,4 mm (1 inch). Aspal dengan titik lembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur dan lebih baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan. 3. Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan titik nyala mengikuti prosedur AASHTO T 48-81, yang berguna untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat di permukaan aspal, dan pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Pemeriksaan titik nyala perlu diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum pada pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar. 4. Pemeriksaan Daktilitas Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Pemeriksaan mengikuti prosedur PA-0306-76. Besarnya daktilitas aspal yang diisyaratkan adalah minimal 100 cm. 5. Pemeriksaan Kelarutan Bitumen dalam Karbon Tetra Clorida (CCL 4 ) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jumlah bitumen yang dapat larut dalam Carbon Tetra Chlorid, jika semua bitumen yang diuji dalam larut dalam larutan CCl4 maka bitumen tersebut adalah murni. Prosedur pemeriksaan mengikuti standar Bina Marga PA-0305-76. 6. Pemeriksaan Berat Jenis Prosedur pemeriksaan berat jenis aspal mengikuti AASHTO T 228-79. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras

45 dengan picnometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Peralatan yang digunakan adalah : thermometer, bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25 ± 0,1) C, picnometer, air suling sebanyak 1000 cm 3, dan bejana gelas. Berat jenis aspal diperlukan untuk perhitungan dalam analisa campuran. 7. Pemeriksaan Kehilangan Berat Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal. Prosedur pemeriksaan mengacu pada AASHTO T 47 74 atau ASTM D 6 69. 3.5.4 Absorbsi Aspal Absorbsi aspal = 0,5* (% agregat kasar*abs. air agr. Kasar + agr. Sedang*abs. air agr. Sedang + % ag. Halus* abs. air agr. Halus + % filler* abs. air filler) 3.5.5 Penentuan Gradasi Campuran Dalam penentuan gradasi campuran terlebih dahulu dilakukan penentuan terhadap gradasi tiap-tiap material yang memenuhi spesifikasi. Penentuan ini diperoleh melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Menghitung berat tertahan agregat pada masing-masing saringan terhadap berat total benda uji. b. Menghitung kumulatif berat tertahan agregat. c. Menghitung prosentase agregat tertahan pada masing-masing saringan terhadap berat total benda uji. d. Menghitung Prosentase lolos dengan rumus 100% dikurangi prosentase tertahan. e. Pekerjaan tersebut dilaksanakan untuk semua agregat, baik agregat kasar maupun agregat halus. f. Dari hasil perhitungan diatas didapat bahwa % lolos dari masing-masing agregat tidak memenuhi spesifikasi yang diharapkan, maka agregat tersebut perlu digabung terlebih dahulu sebelum digunakan.

46 g. Membuat grafik gabungan agregat dengan cara agregat halus dicampur terlebih dahulu dengan perbandingan tertentu. Begitu pula dengan agregat kasar dicampur juga dengan perbandingan tertentu kemudian digabungkan sehingga diperoleh perbandingan antara agregat kasar dan halus. Pada grafik, nomor saringan sebagai absis dan prosentase lolos sebagai ordinat. h. Dari hasil penggabungan diperoleh perbandingan antara agregat halus dan agregat kasar serta komposisi agregat. i. Dari komposisi campuran diatas kemudian dicari prosen terhadap saringan dari masing-masing agregat dari tiap saringan kemudian digabungkan sehingga tampak bahwa hasil penggabungan kita masuk dalam spesifikasi atau tidak. 3.5.6 Pengujian Dalam tugas akhir ini pengujian ini yang dilakukan mencakup pengaruh penggunaan filler batu lintang dan abu batu terhadap campuran Lapis Aspal Beton (Laston). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Marshall Test dan Immersion Test. 3.5.6.1 Uji Marshall Pengujian campuran ini menggunakan uji Marshall pada kadar aspal optimum yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik perkerasan. Berdasarkan pemeriksaan diperoleh nilai-nilai stabilitas, flow, VITM (Void In The Mix), VFWA (Void Filled With Asphalt), Marshall Quotient. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dianggap dalam keadaan standar. Bahan-bahan untuk penelitian ini, seperti agregat dan aspal dianggap memiliki kualitas yang homogen seperti pada hasil pengujian. 3.5.6.2 Uji Perendaman Marshall (Immersion Test) Pengujian ini prinsipnya sama dengan pengujian Marshall standar, hanya waktu perendaman di dalam waterbath yang berbeda. Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 (1969) ada dua metode uji perendaman Marshall (Immersion Test ) yaitu uji perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50 C

47 dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60 C. Pada penelitian ini dipakai metode uji perendaman (Marshall) selama 24 jam dalam suhu konstan 60 C sebelum pembebanan diberikan. 3.5.7 Jumlah Benda Uji yang dibutuhkan Benda uji dibuat sebanyak 3 buah untuk masing masing variasi sampelnya, dengan demikian akan dibutuhkan benda uji : Aspal ( 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%) 1. untuk filler batu lintang = 3 x 5 = 15 buah 2. untuk filler abu batu = 3 x 5 = 15 buah Aspal optimum untuk fraksi batu lintang 1. Tes Marshall = 3 buah 2. Tes Immersion = 3 buah Aspal optimum untuk fraksi abu batu 1. Tes Marshall = 3 buah 2. Tes Immersion = 3 buah Sehingga jumlah total benda uji = 42 buah Pengujian ini prinsipnya sama dengan pengujian Marshall standar, hanya waktu perendaman di dalam waterbath yang berbeda. Menurut AASHTO T.165-74 atau ASTM D.1075-54 (1969) ada dua metode uji perendaman Marshall (Immersion Test ) yaitu uji perendaman selama 4 x 24 jam dengan suhu ± 50 C dan uji perendaman selama 1 x 24 jam dengan suhu ± 60 C. Pada penelitian ini dipakai metode uji perendaman (Marshall) selama 24 jam dalam suhu konstan 60 C sebelum pembebanan diberikan. 3.5.8 Analisa Hasil Pengujian Setelah pengujian Marshall dilakukan terhadap seluruh benda uji, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh. Analisis data pengujian dilakukan dan didapatkan nilai-nilai density, stabilitas, VFWA, VITM, flow, dan Marshall Quotient, kemudian dibuat grafik hubungan antara variasi

48 kadar additive untuk nilai-nilai tersebut diatas. Berdasarkan pada grafik-grafik dan perbandingan dengan spesifikasi yang disyaratkan, ditentukan kadar aspal optimum untuk masing-masing campuran dengan cara rentang (range) kadar aspal yang memenuhi persyaratan mengenai density, stabilitas, VFWA, VITM, flow dan Marshall Quotient. 3.6 Analisis Perhitungan Karakteristik Marshall Setelah pengujian Marshall, dilanjutkan dengan analisa data yang diperoleh. Analisa yang dilakukan adalah untuk mendapatkan nilai-nilai Marshall yang digunakan untuk mengetahui karakteristik campuran kedua benda uji, yaitu benda uji yang menggunakan filler abu batu dan filler yang menggunakan batu lintang (kalsit). Data yang diperoleh dari penelitian laboratorium adalah sebagai berikut: 1. tebal benda uji (mm) 2. berat kering / sebelum direndam (gram) 3. berat dalam keadaan SSD / jenuh (gram) 4. berat dalam air (gram) 5. pembacaan arloji stabilitas (lbs) 6. pembacaan arloji flow (mm) Dari data-data di atas dapat dihitung harga-harga dari density, VITM, VFWA, stabilitas, dan Marshall Quotient. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut ini a. Berat jenis aspal = (Berat / Volume) b. Berat jenis agregat, dan Berat jenis agregat merupakan gabungan dari berat jenis agregat kasar, agregat halus, dan filler. Untuk memperoleh nilai berat jenis tersebut digunakan rumus (3.1) di bawah ini. 100 BJ agregat = (A/F1) + (B/F2) + (C/F3) (3.1)

49 Keterangan : A = Persentase agregat kasar, F1 = Berat jenis agregat kasar B = Persentase agregat halus, F2 = Berat jenis agregat kasar C = Persentase filler, F3 = Berat jenis filler c. Berat Jenis teoritis campuran menggunakan rumus (3.2) di bawah ini. 100 h = (3.2) %agregat %aspal + BJagregat BJaspal Data hasil perhitungan di atas dipergunakan untuk mencari nilai-nilai dari: 1. Stabilitas Nilai stabilitas benda uji diperoleh dari pembacaan arloji stabilitas pada saat pengujian Marshall. Hasil tersebut dicocokkan dengan angka kalibrasi proving ring dengan satuan lbs atau kilogram, dan masih harus dikoreksi dengan faktor koreksi yang dipengaruhi oleh tebal benda uji. Nilai stabilitas sesungguhnya diperoleh dengan rumus (3.3) di bawah ini S = p x q (3.3) Keterangan : S = angka stabilitas sesungguhnya P = pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat q = angka koreksi benda uji 2. Kelelahan (Flow) Flow menunjukkan deformasi benda uji akibat pembebanan (sampai beban batas). Nilai ini langsung dapat dibaca dari pembacaan arloji kelelahan (flow) saat pengujian Marshall. Nilai flow pada arloji dalam satuan inch, maka harus dikonversikan dalam satuan millimeter. 3. Kepadatan (Density) Nilai kepadatan / density dihitung dengan rumus (3.4) dan (3.5) di bawah ini

50 q = c / h (3.4) f = d e (3.5) Keterangan : g = Nilai kepadatan (gr/cc) d = Berat benda uji jenuh air (gr) e = Berat benda uji dalam air (gr) f = Volume benda uji (cc) c = Berat kering / sebelum direndam (gr) 4. VFWA (Void Filled With Asphalt) Nilai ini menunjukkan persentase rongga campuran yang berisi aspal, nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, dimana rongga telah penuh. Artinya rongga dalam campuran telah terisi penuh oleh aspal, maka persen kadar aspal yang mengisi rongga adalah persen kadar aspal maksimum. Nilai VFWA dihitung dengan rumus (3.6) (3.10) di bawah ini i VFWA = 100 x (3.6) j a b = x 100 (3.7) 100 + a b x g i = (3.8) BJ. agregat (100 - b) x g j = (3.9) BJ. agregat l = 100 - j (3.10) Keterangan : a = Persentase aspal terhadap batuan b = Persentase aspal terhadap campuran I = Persen rongga terisi aspal I dan j = rumus subtitusi

51 5. VITM (Void In The Mix) VITM adalah persentase antara rongga udara dengan volume total campuran setelah dipadatkan. Nilai VITM akan semakin kecil apabila kadar aspal semakin besar. VITM yang semakin tinggi akan menyebabkan kelelahan yang semakin cepat, berupa alur dan retak. Nilai VITM dihitung dengan rumus (3.11) (3.14) di bawah ini VITM = (100 - i - j ) (3.11) a b = x 100 (3.12) 100 + a i = b x g BJ. agregat (3.13) (100 - b) x g j = (3.14) BJ. agregat Keterangan : a = Persentase aspal terhadap batuan b = Persentase aspal terhadap campuran g = density I dan j = rumus subtitusi 6. Marshall Quotient (MQ) Nilai dari Marshall Quotient diperoleh dengan rumus (3.15) di bawah ini M = S / R (3.15) Keterangan : S = Nilai stabilitas R = Nilai flow MQ = Nilai Marshall Quotient (kg/mm) Setelah dilakukan analisis dari pengujian Marshall, dan didapat nilai-nilai karakteristik Marshall, dibuat grafik hubungan antara kadar aspal terhadap nilai karakteristik tersebut. Berdasarkan grafik dan perbandingan terhadap spesifikasi yang diisyaratkan oleh Bina Marga, ditentukan kadar aspal optimum campuran.