BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 1.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian sangatlah penting, terutama untuk memperoleh pandangan-pandangan dan teori-teori yang dapat digunakan sebagai kriteria atau bahan pembanding dalam memahami permasalahan yang diteliti. Hasil pengkajian terhadap bahan pustaka dimanfaatkan sebagai sumber data sekunder. Beberapa bahan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. Mardika (1990) dalam skripsi yang berjudul Kapak Perunggu di Bali melakukan penelitian tentang kapak perunggu yang ditemukan di Pulau Bali. Penelitian ini meliputi klasifikasi terhadap tipe-tipe kapak perunggu yang ditemukan di Pulau Bali dan teknik pembuatan kapak perunggu. Klasifikasi kapak perunggu yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan kepada atribut yang dimiliki oleh setiap kapak perunggu. Atribut kapak perunggu yang menjadi dasar dari klasifikasi pada penelitian ini yaitu, bentuk tangkai, bentuk mata, ragam hiasan, dan warna. Kapak perunggu yang diteliti berasal dari instansi pemerintah yaitu, Museum Bali, Balai Arkeologi Denpasar, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya serta yang berasal dari non instansi pemerintah yaitu, di dalam pura dan rumah warga. Tulisan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan klasifikasi kapak perunggu tipe jantung, ini dikarenakan dalam tulisan ini dibahas tentang
14 klasifikasi kapak perunggu tipe jantung yang terdapat di Pulau Bali walaupun hanya gambaran umum, sehingga tulisan ini dapat menjadi petunjuk tentang jumlah dari kapak perungu tipe jantung yang ditemukan hingga tahun 1990 dan bentuk fisik dari kapak perunggu tipe jantung yang sudah tercatat pada tahun tersebut. Soejono (1977) dalam disertasi yang berjudul Sistem-sistem Penguburan pada Akhir Masa Prasejarah di Bali menampilkan tabel yang berisikan tentang persentase kadar logam pembentuk logam perunggu yang terdapat pada beberapa tinggalan logam yang menjadi bekal kubur. Pada tabel tersebut terdapat beberapa tinggalan logam yang berupa kapak perunggu yang berasal dari wilayah Gilimanuk, Cacang, Taman Bali, dan Pasir Angin. Pada tabel ini ditemukan bahwa unsur Cu (tembaga) menjadi unsur yang terlihat paling tinggi persentasenya pada setiap tinggalan, tetapi terdapat beberapa tinggalan dimana unsur Pb (timbal) atau Sn (Timah) yang terlihat paling tinggi persentasenya. Pada tabel tersebut juga terdapat persentase bahan baku logam perunggu pada beberapa artefak perunggu dengan bentuk yang berbeda dengan kapak perunggu. Persentase bahan baku dari artefak perunggu tersebut memiliki perbedaan satu sama lain yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bentuk dan teknik pembuatan. Persentase bahan baku dari beragam artefak perunggu tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
15 Tabel 2.1 Unsur Logam Analisis Kapak Perunggu di Indonesia No Objek Cu Pb Sn Zn Sb Mg Si(o 2 ) S F Fe Al 1 Kapak Perunggu (Cacang) 2 Kapak Perunggu (Cacang) 3 Kapak Perunggu (Tamanbali) 4 Kapak Perunggu (Gilimanuk) 5 Kapak Perunggu (Gilimanuk) 6 Kapak Perunggu (Pasir Angin) 7 Nekara Perunggu (Bebitra) 8 Gelang Perunggu (cacang) 38, 09 35, 67 51, 42 35, 41 34, 56 26, 13 75, 50 79, 75 5,3 9 7,7 1 3,0 3 4,4 1 6,3 4 0,5 5 6,0 9 0,5 5 34,9 4 16,1 1 17,0 5 - - - 16,60 - - 1,8 2 - - - 6,25 - - 0,3 6 - - - 18,90 - - 0,7 1 6,92 - - - 16,15 - - 0,7 3 14,9 2 37,2 2 14,5 1 11,1 1 - - - 9,65 - - 1,2 5 - - - 1,50 - - 0,1 8 - - - 2,20 - - 1,2 1 - - - 0,75 - - 0,1 0 Ket. Cu: Tembaga, Pb: Timbal, Sn: Timah, Zn: Seng, Sb: Antimon, Mg: Magnesium, Si(o 2 ): Silikon Oksida, S: Belerang, F: Fluor, Fe: Besi, Al: Aluminium. Sumber : R.P. Soejono, 1977 Data pada tabel ini dapat menjadi data sekunder dalam penelitian kali ini, sebab data tersebut menjadi acuan untuk melakukan analisis laboratorium pada ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung sehingga analisis tersebut dapat fokus pada semua unsur yang seharusnya terdapat pada logam perunggu. Data pada tabel tersebut dapat pula dijadikan sebagai perbandingan terhadap hasil analisis 3,1 0 4,2 2 3,9 7 2,3 2 3,3 7 1,5 0 0,4 4 0,8 0
16 ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung, hanya beberapa data dari tabel di atas yang akan digunakan sebagai data pembanding karena tidak semua data memiliki hubungan dengan ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung. Sule (1991) dalam jurnalnya yang berjudul Peranan Metalurgi dan Pengolahan Bahan Galian dalam Arkeologi menyajikan sifat-sifat yang dimiliki oleh beberapa unsur logam yang dapat menjadi bahan baku dari suatu logam paduan. Mengetahui sifat-sifat dasar dari setiap unsur logam dapat membantu dalam hal menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari jumlah persentase setiap unsur logam yang terkandung dalam logam paduan. Sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap unsur logam akan mempengaruhi kualitas dari logam paduan sehingga para pengrajin logam paduan akan menambahkan suatu unsur logam dalam jumlah persentase tertentu dengan melihat sifat yang dimiliki oleh unsur logam tersebut. Jurnal ini juga menjelaskan tentang proses untuk mendapatkan suatu unsur logam dari alam sampai dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat suatu benda. Triwuryani (1993) dalam tulisannya yang berjudul Hubungan Antara Bahan, Bentuk, dan Fungsi Artefak Perunggu di Indonesia menjelaskan bahwa logam perunggu merupakan campuran dari logam tembaga (Cu) dengan timah, baik timah putih (Sn) ataupun timah hitam (Pb). Selain campuran pokok ini, untuk membuat perunggu lebih kuat dan lebih berat dan juga lebih banyak terkadang ditambahkan logam lain, misalnya seng (Zn). Campuran antara tembaga (Cu) dengan seng (Zn) akan menghasilkan apa yang disebut dengan kuningan. Campuran seng pada tembaga menyebabkan benda menjadi lebih kuat, lebih
17 keras, dan ada perubahan warna pada logam serta dapat menaikan tingkat fluiditas (keadaan cair) sehingga logam lebih mudah dicetak menjadi bentuk-bentuk yang dikehendaki oleh si pembuat. Penjelasan tersebut dapat menjadi bahan analisis terhadap data persentase unsur logam dari ketiga kapak perunggu tipe jantung, analisis ini ditujukan untuk memastikan bahwa bahan baku dari kapak perunggu tipe jantung yang menjadi sampel benar-benar berupa logam perunggu. Pada bagian lain dari tulisan yang sama, Triwuryani juga menjelaskan lebih lanjut bahwa logam perunggu tidak akan terbentuk jika logam tembaga tidak dicampurkan dengan logam timah atau timah hitam (timbal). Pencampuran ini bertujuan supaya logam tembaga tidak cepat kering pada saat dituangkan. Selain itu, pencampuran timbal pada tembaga dapat membuat logam menjadi lebih cair sehingga mudah mengalir. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa pembuatan artefak logam akan lebih mudah apabila logam tembaga dicampurkan dengan logam timah atau timbal. Data tersebut juga menjadi pedoman dalam penelitian ini untuk menentukan jenis-jenis logam apa saja yang perlu difokuskan untuk dicari dari ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung dalam analisis di laboratorium Prijono (2006) dalam tulisannya yang berjudul Pemanfaatan Analisis Metalografi dalam Identifikasi Perunggu Masa Perundagian memberikan contoh tentang penerapan analisis elemental-kuantitatif pada artefak perunggu beserta dengan contoh persentase campuran logam yang menjadi logam pembentuk logam perunggu pada tinggalan gelang perunggu dan kapak perunggu. Tulisan tersebut memberikan contoh penerapan dari metode analisis yang diterapkan pada
18 penelitian kali ini untuk melakukan analisis terhadap persentase unsur logam pada ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung yang akan dilakukan di laboratorium. Karmana (2012) dalam skripsi yang berjudul Aktivitas Pertukaran (Exchange) Komoditi Ditinjau Berdasarkan Temuan Benda Berbahan Logam Koleksi Museum Manusia Purba Gilimanuk telah memaparkan mengenai perdagangan artefak logam yang terjadi di wilayah Gilimanuk pada masa perundagian. Perdagangan pada masa tersebut dilakukan dengan sistem pertukaran dengan benda lainnya. Pertukaran artefak logam ini pada awalnya dilakukan oleh masyarakat Gilimanuk dengan masyarakat yang berasal dari luar Pulau Bali, dapat dikatakan demikian karena di wilayah Gilimanuk tidak ditemukan kemungkinan adanya sumber bijih logam sebagai bahan baku utama artefeak logam. Artefak logam yang paling banyak ditemukan di sekitar wilayah Gilimanuk yaitu artefak berbentuk tajak atau kapak dengan tipe jantung dan tipe bulan sabit. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa artefak logam khususnya tajak memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Gilimanuk pada masa perundagian. Simpulan ini dikuatkan juga dengan penemuan tajak atau kapak perunggu pada beberapa sarkofagus sebagai bekal kubur. Pada wilayah di sekitar pesisir Pulau Bali memiliki peluang lebih besar untuk memiliki dan mengembangkan artefak logam. Hal ini dikarenakan masyarakat pesisir memiliki kesempatan lebih besar untuk berinteraksi dengan masyarakat dari luar pulau yang dapat membuat artefak logam. Masyarakat pesisir dapat melakukan pertukaran dengan masyarakat dari luar pulau untuk
19 mendapatkan artefak logam atau sekedar untuk mendapatkan bahan baku yang berupa bijih logam. Pendapat tersebut dapat menjadi petunjuk awal bahwa kapak perunggu tipe jantung memang berasal dari luar Pulau Bali dan masuk ke Pulau Bali melalui daerah pesisir khususnya daerah Gilimanuk. Pada skripsi tersebut, terdapat pula penelitian yang menggunakan analisis tipologi yang dilakukan terhadap artefak logam khususnya kapak perunggu tipe jantung dan analisis tentang asal dari bahan baku logam yang digunakan untuk membuat artefak logam yang terdapat di Museum Manusia Purba Gilimanuk. Analisis tipologi yang dilakukan pada skripsi tersebut berguna untuk mengetahui data tentang kapak perunggu tipe jantung yang digunakan sebagai sampel. Datadata yang didapatkan seperti bentuk mata kapak dan ukuran dari kapak tersebut. Haryono (2001) dalam bukunya yang berjudul Logam dan Peradaban Manusia menjelaskan tentang sejarah penemuan logam perunggu serta menjelaskan lebih lanjut mengenai logam perunggu dari segi campuran logam sampai persentase yang ideal untuk membuat logam perunggu yang bagus. Pada buku ini juga terdapat contoh persentase campuran logam perunggu pada nekara sehingga dapat dijadikan sebagai data pembanding. Buku ini juga berisi penjelasan tentang teknologi perunggu yang digunakan di Asia khususnya yang digunakan di Indonesia. Penjelasan yang terdapat di buku tersebut dapat menjadi sumber data sekunder untuk penelitian ini. Penjelasan yang dimaksud yaitu penjelasan tentang kandungan yang seharusnya terdapat pada logam perunggu supaya logam ini dapat dibentuk menjadi suatu benda. Penjelasan tersebut akan menjadi acuan
20 dalam melakukan analisis terhadap data hasil analisis laboratorium ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung. Buku ini juga berisikan penjelasan tentang teknologi perunggu yang digunakan pada umumnya di Indonesia, keterangan ini dapat menjadi acuan untuk melakukan analisis untuk mengetahui teknologi perunggu yang digunakan untuk membuat kapak perunggu tipe jantung. Haryono (1996) dalam makalahnya yang berjudul Kebudayaan Logam Masa Prasejarah Asia Tenggara dan Kaitannya dengan Indonesia memberikan secara lebih rinci tentang perkembangan kebudayaan logam yang terjadi di wilayah Asia Tenggara. Makalah ini menjelaskan tentang awal mula berkembangnya kebudayaan logam mulai dari Thailand sampai Vietnam. Makalah tersebut juga menjelaskan tentang ciri-ciri dari teknologi yang berkembang di wilayah Asia Tenggara. Penjelasan tentang teknologi tersebut dapat dijadikan referensi awal tentang teknologi yang digunakan untuk mengerjakan ketiga sampel. Haryono (2001) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Metalurgi: Peranannya dalam Ekplanasi Arkeologi menjelaskan tentang bagaimana penerapan Teori Metalurgi untuk menganalisis artefak logam berdasarkan ilmu Arkeologi. Jurnal ini menjelaskan bahwa dalam teori tersebut terdapat beberapa analisis yang dapat digunakan untuk mengungkap permasalahan yang terdapat pada sebuah artefak logam. Salah satu permasalahan tersebut yaitu komposisi unsur logam yang menjadi bahan baku dari sebuah artefak logam. Analisis yang dapat digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut yaitu Analisis Elemental-Kuantitatif. Analisis tersebut dijelaskan pula di dalam jurnal tersebut
21 sehingga sangat berguna sebagai data sekunder untuk menentukan analisis yang tepat digunakan dalam penelitian ini. Haryono (1986) dalam artikelnya yang berjudul Beberapa Artefak Perunggu Situs Gunung Wingko Catatan Tentang Aspek-Aspek Teknologis memberikan gambaran tentang hubungan antara persentase bahan baku dengan teknik pembuatan. Artikel ini menjelaskan secara rinci pengaruh persentase bahan baku dari suatu artefak dalam melakukan analisis teknik pembuatan yang digunakan untuk membuat artefak tersebut. Dalam artikel ini juga terdapat teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penambahan suatu unsur logam ke dalam logam paduan. Teori tersebut akan digunakan untuk memperkirakan faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah persentase serta perbedaan atau persamaan yang terdapat dalam unsur logam dari setiap sampel penelitian. 1.2 Konsep Perlu diuraikan beberapa konsep atau pengertian dasar yang secara langsung berkaitan dengan judul penelitian, yang bertujuan untuk memperjelas pembahasan dalam penelitian ini. Konsep pada dasarnya memiliki arti gagasan atau ide yang dimiliki oleh seseorang yang hendak dituangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini perlu dijelaskan lebih lanjut untuk menuntun serangkaian proses penelitian guna memudahkan pemahaman terhadap objek penelitian. Konsep-konsep yang akan dijelaskan yang berkaitan dengan judul penelitian yaitu kapak perunggu tipe jantung, logam perunggu, dan elemental-kuantitatif.
22 1.2.1 Kapak Perunggu Tipe Jantung Kapak perunggu adalah alat yang terbuat dari bahan perunggu yang secara umum terdiri atas tangkai/corong dan mata kapak. Bentuk dari mata kapak yang ditemukan di Indonesia sangatlah bervariasi, selain itu pada mata kapak ada yang memiliki ragam hias dan ada pula yang polos tanpa ragam hias. Kapak perunggu sering pula disebut dengan kapak corong karena sebagian besar tangkai dari kapak perunggu berbentuk corong yang diperkirakan dibentuk dengan menggunakan teknik cetak langsung tipe setangkub, tangkai corong ini diperkirakan merupakan tempat untuk memasukkan tangkai kayu yang menyiku kepada bidang kapak. Fokus penelitian ini yaitu kapak perunggu tipe jantung yang sampai saat ini hanya ditemukan di Pulau Bali. Kapak perunggu tipe jantung merupakan tipe keenam dari delapan tipe yang diklasifikasikan oleh R.P. Soejono (Poesponogoro dan Notosusanto, 1993: 234). Ciri khas dari kapak perunggu tipe jantung terdapat pada bentuk dari mata kapaknya yang berbeda dari yang lainnya, sekilas bentuk mata kapak dari kapak perunggu tipe jantung menyerupai bentuk jantung. Kapak tersebut memiliki tangkai yang panjang dan berisi lubang di dalamnya. Fungsi dari kapak ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Kapak ini diperkirakan digunakan sebagai alat upacara. Kapak perunggu tipe jantung dalam penelitian ini yaitu kapak perunggu tipe jantung yang tersimpan di tiga instansi pemerintah yaitu Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum Manusia Purba Gilimanuk.
23 1.2.2 Logam Perunggu Logam menurut kamus Siegfried Mandel adalah sekelompok unsur yang dapat dibedakan dengan kelompok non logam yaitu berdasarkan sifat-sifat fisiknya seperti ductile, malleable, kekerasan, konduktivitas, kilap, dan kemampuan membentuk paduan (alloy) (Sule, 1991: 19) Logam perunggu merupakan jenis logam yang berasal dari pencampuran beberapa jenis bahan logam. Hal ini membuat logam perunggu menjadi lebih sesuai dengan keinginan manusia karena dapat lebih mudah untuk dibentuk pada saat proses peleburan logam. Manusia di dunia pada Masa Perundagian terlebih dahulu mengenal peleburan logam tembaga untuk membuat artefak sebelum beralih menggunakan logam perunggu. Manusia di Indonesia tidak mengenal pembuatan artefak logam dengan bahan baku logam tembaga melainkan langsung menggunakan bahan baku berupa logam perunggu, ini dikarenakan peradaban logam masuk ke Indonesia pada saat penggunaan bahan logam tembaga telah digantikan dengan penggunaan bahan logam perunggu. Logam perunggu merupakan campuran dari logam tembaga (Cu) dengan timah, baik timah putih (Sn) maupun timbal atau timah hitam (Pb). Campuran timah yang terlalu banyak (jumlah maksimum timah yang dapat dicampurkan ke dalam tembaga sebesar 30%) pada tembaga membuat logam menjadi getas (mudah patah) dan tidak bisa ditempa, tidak cocok untuk membuat benda-benda kebutuhan sehari-hari. Campuran dengan banyak kandungan timah membuat warna logam menjadi lebih putih. Penambahan timbal pada tembaga membuat
24 cairan logam menjadi lebih cair sehingga mudah mengalir (Triwurjani dalam Kalky, 1999:4). Penelitian ini akan melakukan analisis di laboratorium tentang persentase campuran logam yang menjadi pembentuk dari logam perunggu pada tinggalan kapak perunggu tipe jantung yang menjadi koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum Manusia Purba Gilimanuk. Analisis kandungan logam ini selain bertujuan untuk membandingkan persentase campuran logam pada setiap sampel kapak perunggu tipe jantung, juga bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terdapatnya perbedaan atau persamaan jumlah persentase masing-masing unsur logam dari ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung yang memiliki beberapa perbedaan seperti perbedaan ukuran, lokasi penemuan, dan lain sebagainya. 1.2.3 Elemental-kuantitatif Elemental Kuantitatif merupakan salah satu analisis yang menjadi bagian dari Teori Metalurgi. Analisis lainnya yang menjadi bagian dari teori ini antara lain analisis warna, berat jenis, skala kekerasan, radiografi, metalografi, dan difraksi sinar-x (Haryono, 2001: 5-7). Analisis ini terdiri dari dua suku kata yaitu elemental dan kuantitatif. Kata elemental berakar kata elemen yang memiliki arti bagian-bagian dasar yang mendasari sesuatu. Kata dasar yang dimaksud dalam analisis ini yaitu unsur-unsur kimia yang mendasari dari terbentuknya suatu benda. Kata kuantitatif memiliki pengertian yang sama dengan kata kuantitas yaitu banyaknya jumlah suatu benda atau sesuatu. Berdasarkan kedua kata
25 tersebut, maka Analisis Elemental-Kuantitatif memiliki arti analisis yang digunakan untuk mengungkap komposisi unsur logam dari setiap artefak atau benda logam. Kata komposisi memiliki pengertian yaitu berupa susunan atau tata susun dari benda atau sesuatu lainnya, sedangkan unsur logam memiliki arti yaitu bagian terkecil yang dimiliki oleh logam. Dalam analisis ini yang dimaksud dengan komposisi unsur logam yaitu susunan dari bagian terkecil yang dimiliki oleh sebuah logam yang merupakan bahan baku untuk membuat suatu benda. Komposisi tersebut dapat berupa campuran logam paduan yang terdiri dari beberapa logam atau berupa logam yang berasal dari satu logam saja atau disebut dengan monometalik 1.3 Landasan Teori Landasan teori dibutuhkan dalam suatu penelitian sebagai alat analisis dan dasar pembahasan masalah. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori Metalurgi dan Teori Tipologi. 1.3.1 Teori Metalurgi Teori metalurgi digunakan untuk menjawab atau menerangkan hal-hal yang bersangkut paut dengan proses pembuatan dan proses pakai terhadap suatu artefak khususnya yang berbahan baku logam. Teori metalurgi lahir dari fakta bahwa artefak yang terbuat dari bahan logam memiliki proses yang paling rumit
26 diantara semua bahan artefak lainnya seperti batu dan tanah. Karena kerumitan itu maka tidak mengherankan apabila pengetahuan metalurgi kemudian menjadi tolak ukur bagi munculnya peradaban (Childe dalam Haryoho, 2001: 1). Bagi ahli metalurgi perhatian utama terhadap logam adalah sifat-sifat logam yang menyangkut sifat mekanis, elektris, dan magnetis (Brick dalam Haryono, 2001:2). Aplikasi penggunaan teori metalurgi adalah untuk melakukan modifikasi dan mengubah sifat-sifat metalik melalui kontrol komposisi dan unsur logam (Haryono, 2001: 2). Berdasarkan komposisi dan unsur logam terdapat dua jenis logam yang disebut dengan istilah unalloyed metal (logam bukan paduan) dan alloyed metal (logam paduan). Logam paduan adalah kombinasi antara dua jenis logam atau lebih yang dicampurkan secara permanen dengan cara melebur bersama-sama (Knauth dalam Haryono, 2001: 2). Supaya dapat dikatakan sebagai alloy harus ada faktor kesengajaan karena tujuan tertentu, untuk mengetahui faktor tersebut dapat dilihat dari besar kecilnya persentase unsur logam pada logam paduan (Smith dalam Haryono, 2001: 2). Terdapat tiga fase historis tentang perkembangan teknologi logam yaitu fase awal menggunakan jenis tembaga alam (native copper) yang didapat bukan dari hasil penambangan bijih tembaga, fase selanjutnya penggunaan bijih tembaga, dan fase terakhir adalah penggunaan perpaduan tembaga dengan logam lainnya yang menghasilkan perunggu yang disebut fase polimetalik. Logam paduan perunggu dapat terdiri atas dua komponen (binary alloy) dan dapat terdiri atas tiga komponen (ternary alloy) sebagai komponen utama (Haryono, 2001:2).
27 1.3.2 Teori Tipologi Tipologi secara umum didefinisikan sebagai studi tentang tipe atau jenis. Istilah tipologi dalam ilmu arkeologi diartikan sebagai sebuah sistem klasifikasi yang digunakan arkeolog untuk mengatur data, sehingga dapat digunakan untuk mengelompokkan artefak sesuai dengan atribut dan ciri yang dapat diamati. Penentuan ciri yang menjadi dasar klasifikasi disesuaikan dengan kebutuhan atau masalah yang diteliti. Analisis tipologi merupakan analisis yang mengutamakan penentuan ciri khas dalam pilihan unsur-unsur yang menonjol dan penerapannya dalam artefak. Atribut merupakan salah satu acuan dalam menentukan tipe artefak. Penentuan atribut yang menjadi ciri suatu tipe atau jenis akan menentukan tipologi. Artinya, kumpulan artefak yang sama dapat diklasifikasikan secara berbeda dengan memberikan atribut yang berbeda dalam menentukan tipe. Demikian juga akan terjadi tipologi yang berbeda dihasilkan dari data yang sama ketika atribut yang sama digunakan, tetapi dengan menggunakan aturan yang berbeda. Ada dua jenis pendekatan tipologi, yaitu pendekatan monothetik dan pendekatan polithetik. Pengklasifikasian berdasarkan pendekatan monothetik didasarkan pada identifikasi atribut tunggal. Pendekatan polithetik tidak menggunakan atribut tunggal untuk membuat klasifikasi (Odell dalam Patridina, 2013: 24).
28 1.4 Model Penelitian Model penelitian merupakan abstraksi dan sintesis antara teori dan permasalahan penelitian yang dijelaskan dalam bentuk gambar atau bagan. Guna mendapatkan jawaban atas permasalahan tentang campuran bahan baku dan perbedaan atau persamaan yang terdapat pada bahan baku dari kapak perunggu tipe jantung koleksi Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali serta Museum Manusia Purba Gilimanuk, maka mutlak diperlukan model penelitian dalam bentuk bagan atau diagram alir. Bagan ini dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran dalam rangka menjelaskan model penelitian. Model penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
29 Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali dan Museum Manusia Purba Glimanuk Tinggalan Arkeologi Kapak Perunggu Tipe Jantung Persentase Campuran Logam pada kapak perunggu tipe jantung Perbedaan dan persamaan bahan campuran logam perunggu pada ketiga sampel kapak perunggu tipe jantung a. Analisis elemental - kuantitatif b. Analisis Komparatif a. Teori Metalurgi b. Teori Tipologi Bahan Baku dan Teknologi Pembuatan Kapak Perunggu Tipe Jantung di Bali ket : : kaitan satu arah : kaitan dua arah Gambar 2.1 Bagan Model Penelitian
30 Berdasarkan bagan model penelitian di atas dijelaskan seperti berikut. Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki banyak tinggalan arkeologi. Terdapat berbagai jenis tinggalan arkeologi di Pulau Bali termasuk tinggalan dari zaman logam seperti nekara, penutup jari, dan kapak perunggu. Pulau Bali memiliki tiga tipe lokal kapak perunggu dan salah satunya yaitu kapak perunggu tipe jantung yang sampai saat ini hanya ditemukan di Pulau Bali. Kapak perunggu tipe jantung yang digunakan sebagai sampel merupakan koleksi dari Balai Arkeologi Denpasar (Bali, NTT, NTB), Museum Bali, dan Museum Manusia Purba Gilimanuk. Analisis yang digunakan untuk menganalisis persentase campuran logam pada ketiga sampel tersebut yaitu analisis elementalkuantitatif yang dilakukan di dalam laboratorium dengan menggunakan bahan kimia dan peralatan laboratorium, sedangkan analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan atau persamaan dari campuran logam pada ketiga sampel tersebut yaitu analisis komparatif. Kedua Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bahan baku utama dari kapak perunggu tipe jantung dan teknologi pembuatan dari kapak tersebut.