TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MATEMATIKA SISWA MTs ASY SYIFA KELAS IX BERDASARKAN TEORI PIAGET

dokumen-dokumen yang mirip
TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MATEMATIKA SISWA SMP KELAS VII BERDASARKAN TEORI PIAGET DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

MENGUKUR TINGKAT PENCAPAIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA SMA MENGGUNAKAN OPERASI LOGIKA PIAGET (Konfirmasi Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget)

DAFTAR PUSTAKA. Agustina, Ika Wahyuni, Skripsi: Profil Pengajuan Soal Matematika. Kelamin, Surabaya: UNESA, 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah

BAB III METODE PENELITIAN

PEMETAAN PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET SISWA SMA MENGGUNAKAN TES OPERASI LOGIS (TOL) PIAGET DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

a. Apakah sains? b. Jenis pengetahuan 1) declartive 2) contextul 3) procedural c. Tujuan sains di SD Page 1 of 12

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Make-believe play is used to create and express all kinds of mental images

PERBANDINGAN HASIL TES KETERAMPILAN PENALARAN FORMAL MAHASISWA SEBELUM DAN SESUDAH PERKULIAHAN PENGANTAR DASAR MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

TEORI BELAJAR PIAGET

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Project based learning (PjBL) dalam penelitian ini menggunakan. dipresentasikan kepada orang lain.

PERKEMBANGAN KOGNITIF SISWA DALAM OPERASI LOGIS BERDASARKAN TEORI PIAGET DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

PERKEMBANGAN KOGNITIF TEORI PIAGET. Farida Harahap, M.Si

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penguasaan konsep siswa melalui Lembar Kerja Rumah (LKR) dan tes proses

Kelas Eksperimen : O X O

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. berbentuk kelomprok kontrol pretes-postes (pre-test post-test control group

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN TEKNIK BISNIS BERISIKO TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 2 LEMBAH MELINTANG KABUPATEN PASAMAN BARAT.

BAB III METODE PENELITIAN. pemecahan masalah matematis dan self-regulated learning siswa yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah weak-experiment karena tidak

KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP DI BANDUNG BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa dalam berfikir secara matematika (think mathematically).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Peningkatan Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif, Team Assisted Individualization

BAB III METODE PENELITIAN. subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. matematik siswa dengan menerapkan pendekatan Model Eliciting Activities

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ETNOMATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMP

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP BANGUN-BANGUN SEGIEMPAT MELALUI PENGGUNAAN JARINGAN KONSEP. Sri Tresnaningsih 1) Dosen Universitas Terbuka-UPBJJ Surabaya

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN PENULISAN MAKALAH ANALISIS PROBLEMATIKA MATEMATIKA SD. Oleh: Harry Dwi Putra, M.Pd.

ISSN: ISSN:

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

I. PENDAHULUAN. manusia. Banyak kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang tidak

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III menjelaskan tentang hal-hal yang terkait dengan metodologi

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE GIVING QUESTION AND GETTING ANSWER

BAB III METODE PENELITIAN

Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik melalui Metode Inkuiri Model Alberta

PROFIL PENALARAN PESERTA DIDIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI BILANGAN PECAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. masalah (problem solving) matematis siswa dengan menerapkan model

BAB III METODE PENELITIAN. matematika berdasarkan strategi Rotating Trio Exchange dalam meningkatkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat penting.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. postes (post-test only control group), sebanyak 3 kelompok. Kelompok

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan menyelidiki pengaruh

PEMBELAJARAN GEOMETRI BIDANG DATAR DI SEKOLAH DASAR BERORIENTASI TEORI BELAJAR PIAGET

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI HITUNG BILANGAN CACAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA KELAS VIII-F SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER

BAB III METODE PENELITIAN

PENGEMBANGAN INSTRUMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATHEMATICAL PROBLEM POSING SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara dengan beberapa siswa SMA kemala Bhayangkari Surabaya kelas XII pada tanggal 17 April

Abstrak. Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif. Think Pair Share, Numbered Heads Together, Hasil Belajar

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki peningkatan pembelajaran

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB III METODE PENELITIAN A.

PENERAPAN STRATEGI ACTIVE LEARNING TIPE ROTATING TRIO EXCHANGE PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS XI IPA SMA NEGERI 9 PADANG

BAB III METODE PENELITIAN O X O

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

BAB I PENDAHULUAN. kecil, manusia telah mengenal matematika dalam bentuk yang paling

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaruh Model Pembelajaran TAI terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBELAJARAN PERKALIAN PECAHAN MENGGUNAKAN PLASTIK MIKA DI KELAS V Oleh : Helni Indrayati 1, Ratu Ilma Indra Putri 2, Somakim 3 139

REMEDIASI MENGGUNAKAN PROGRAM FLASH PADA MA- TERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT. Indah Wahyuni

KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA (THE THINKING ABILITY OF STUDENTS IN SOLVING MATHEMATICS STORY PROBLEMS)

Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Peserta Didik Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Berbantuan Software Geogebra

ABSTRAK MODEL ARIES DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR COGNITIF SISWA

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran dengan metode Genius Learning sedangkan kelompok yang lainnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD merupakan model pembelajaran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB III METODE PENELITIAN. Kelas Eksperimen : O X O... Kelas Kontrol : O O (Sugiyono, 2013)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MATEMATIKA SISWA MTs ASY SYIFA KELAS IX BERDASARKAN TEORI PIAGET Harry Dwi Putra STKIP Siliwangi harrydp.mpd@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kesesuaian tahap perkembangan kognitif Piaget terhadap siswa kelas IX di MTs Asy Syifa di Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Penulis memilih sekolah tersebut karena berada pada level sedang dan kemampuan siswanya heterogen. Subjek dari penelitian ini adalah siswa sebanyak 35 orang yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 29 siswa perempuan dengan usia antara 14 sampai 16 tahun. Penelitian ini menggunakan instrumen Test of Logical Operations (TLO) dalam matematika. TLO telah diuji coba validitas dan reliabilitasnya oleh Leongson & Limjap. TLO terdiri dari 14 soal dan siswa diberi waktu menjawab semua soal selama 45 menit. Penulis menyusun kembali urutan soal-soal tersebut dari mudah hingga sukar agar siswa tidak langsung merasa kesulitan menjawab soal pada permulaan. Berdasarkan asumsi yang telah diutarakan, penulis menyimpulkan bahwa hanya 5 siswa berada pada tahap operasi formal, sedangkan 30 siswa lainnya berada pada tahap operasi kongkrit. Keadaan ini tidak sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget sebagaimana yang diujikan pada anak-anak Barat yang berusia 11 tahun ke atas sudah sampai pada tahap operasi formal. Hasil dari penelitian ini hanya berlaku pada 35 siswa kelas IX MTs Asy Syifa yang diberi soal TLO. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di SLTP lainnya pada kelas tiga ke atas untuk mengukur tahap perkembangan kognitif siswa, apakah telah sampai pada tahap operasi formal, sebagaimana yang dijelaskan dalam teori Piaget. Kata Kunci: Tahap Perkembangan Kognitif Piaget, Test of Logical Operations. 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Berhasil tidaknya proses belajar mengajar salah satunya dipengaruhi oleh kesesuaian antara materi pelajaran dan tingkat kemampuan berpikir siswa. Menurut Piaget (Dahar, 1989) bahwa setiap individu akan mengalami tahap perkembangan kognitif dan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Indonesia dapat dikatakan mempunyai tingkat perkembangan kognitif operasional formal, dikarenakan telah berusia rata-rata di atas 11 tahun. Pada tingkat tersebut, anak-anak dapat menggunakan operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks (dapat berpikir abstrak). Jean Piaget sering disebut sebagai ahli Ilmu Jiwa dan Biologi bangsa Swiss. Ada pula yang mengatakan bahwa ia bukan ahli Ilmu Jiwa karena tidak bersekolah untuk mejadi ahli Ilmu Jiwa, tetapi ia banyak menggunakan istilah-istilah Ilmu Jiwa. Piaget merupakan ahli Zoologi melalui sekolah. Bidang utamanya adalah Falsafah dan Biologi (Ruseffendi, 2006). Piaget mengadakan penelitian kepada anak-anak Barat, dimulai dengan penelitian kepada anaknya sendiri. Dari penelitiannya timbul teori belajar yang biasa dikenal Teori Perkembangan Mental Manusia. Kata mental biasanya disebut juga dengan intelektual atau kognitif. Teori ini disebut teori belajar karena berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar. Piaget menetapkan ragam dari tahap-tahap perkembangan kognitif manusia dari lahir sampai dewasa serta 224 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

ciri-ciri dari setiap tahap tersebut. Menurut teorinya, perkembangan kognitif manusia itu tumbuh secara kronologis (urutan waktu) melalui empat tahap tertentu yang berurutan. Empat tahap yang dimaksudkan dari teori perkembangan kognitif Piaget (Ruseffendi, 2006), sebagai berikut: 1. Tahap sensori motor (dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun). 2. Tahap preoperasi (umur dari sekitar 2 tahun sampai sekitar 7 tahun). 3. Tahap operasi kongkrit (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 11 sampai 12 tahun atau lebih). 4. Tahap operasi formal (umur dari sekitar 11 tahun sampai dewasa). Menurut Ruseffendi (2006) bahwa sebaran umur setiap tahap ini adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin terdapat perbedaan antara anak yang satu dengan anak yang lain dari suatu masyarakat. Lagi pula, teori Piaget ini hanya berlaku bagi masyarakat Barat. Atherton (2011) menjelaskan tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget dalam tabel 1, sebagai berikut: Stage Sensori-motor (Birth-2 yrs) Pre-operational (2-7 years) Concrete operational (7-11 years) Formal operational (11 years and up) Tabel 1. Stages of Cognitive Development Piaget Characterized by Differentiates self from objects. Recognizes self as agent of action and begins to act intentionally: e.g. pulls a string to set mobile in motion or shakes a rattle to make a noise. Achieves object permanence: realizes that things continue to exist even when no longer present to the sense (pace Bishop Berkeley). Learns to use language and to represent objects by images and words. Thinking is still egocentric: has difficulty taking the viewpoint of others. Classifies objects by a single feature: e.g. groups together all the red blocks regardless of shape or all the square blocks regardless of colour. Can think logically about objects and events. Achieves conservation of number (age 6), mass (age 7), and weight (age 9). Classifies objects according to several features and can order them in series along a single dimension such as size. Can think logically about abstract propositions and test hypotheses systematically. Becomes concerned with the hypothetical, the future, and ideological problems. Piaget menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap mengembangkan konsep atau materi khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan, hal ini berarti anak-anak tidak dapat belajar (mengembangkan skemata) apabila tidak memiliki keterampilan kognitif, artinya proses belajar mengajar menjadi terhambat bila penalaran formal siswa tidak sesuai dengan yang diperlukan. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian tentang perkembangan kognitif siswa untuk menguji kesesuaian tahap-tahap Piaget tersebut. Penulis melakukan penelitian kepada siswa kelas IX di MTs Asy Syifa. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana tahap perkembangan kognitif matematika siswa kelas IX di MTs Asy Syifa menurut tahap perkembangan kognitif Piaget? 1.3. Asumsi Dalam penelitian ini, penulis memiliki asumsi-asumsi, sebagai berikut: 1) Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas IX MTs Asy Syifa (setara kelas 3 SLTP) yang berusia antara 14 sampai 16 tahun berada pada tahap operasi formal. 2) Berdasarkan pendapat Ruseffendi (2006: 148) yang menyatakan bahwa: Dilihat dari segi umur anak di SLTP kita, sebagian daripada mereka tahap berpikirnya belum masuk ke dalam Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 225

tahap operasi formal. Sebab itu, nampaknya tahap berpikir formal ini aman bila dikenakan kepada murid SLTP kelas III ke atas.. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah kesesuaian tahap perkembangan kognitif Piaget terhadap siswa kelas IX di MTs Asy Syifa dalam matematika. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat bagi guru bidang studi matematika kelas IX MTs Asy Syifa untuk mengetahui tahap perkembangan kognitif siswa yang diajarnya, sehingga dapat menentukan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tingkat kognitif siswa. 2. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif, yang berusaha mencari kesesuaian tahap perkembangan kognitif Piaget pada siswa kelas IX MTs Asy Syifa. Penelitian ini menggunakan instrumen Test of Logical Operations (TLO) dalam matematika. TLO telah diuji coba validitas dan reliabilitasnya oleh Leongson & Limjap (2003). TLO terdiri dari 14 soal dan siswa diberi waktu menjawab semua soal selama 45 menit. Penulis menyusun kembali urutan soal-soal tersebut dari mudah hingga sukar agar siswa tidak langsung merasa kesulitan menjawab soal pada permulaan. Tipe soal TLO terdiri dari keproporsionalan, klasifikasi, pola barisan, kompensasi, logika penggandaan, peluang, dan hubungan. Dalam mengerjakan TLO dituntut kemampuan bernalar siswa, karena semua soalnya sudah dipelajari siswa di jenjang sebelumnya. Melalui TLO ini, perkembangan kognitif siswa dapat diketahui. Hasil jawaban siswa dinilai berdasarkan pedoman penskoran TLO dalam Schoenfeld s Scoring Continuum (Leongson & Limjap, 2003)yang disajikan dalam tabel 2, sebagai berikut: Tabel 2. Pedoman Penskoran TLO Nilai Keterangan 0 Siswa tidak melakukan usaha apapun untuk menyelesaikan masalah. Siswa melakukan sedikit usaha dalam bentuk sketsa, memperlihatkan hubungan, 1 mengetahui kebutuhan data, atau membuat penjelasan untuk menyelesaikan masalah. Siswa menunjukkan pemahaman masalah melalui representasi yang dibuat dan 2 melakukan usaha awal setengah jalan untuk menyelesaikan masalah. Siswa melakukan hal yang baik dalam masalah, masalah hampir terselesaikan, dan 3 solusi benar namun masih terdapat kesalahan. 4 Siswa menyelesaikan masalah secara lengkap dan terpecahkan dengan benar. Hasil skor TLO siswa dikelompokkan berdasarkan tahap kognitif Piaget (Leongson & Limjap, 2003), seperti pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Pengelompokan Tahap Kognitif Piaget Berdasarkan Skor TLO Tahap Kognitif Piaget Skor TLO Tahap Operasi Kongkrit Awal 0-14 Tahap Operasi Kongkrit Akhir 15-28 Tahap Operasi Formal Awal 29-42 Tahap Operasi Formal Akhir 43-56 Rerata pencapaian siswa dalam memahami tipe soal TLO dikategorikan pada tabel 4, sebagai berikut: 226 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

Tabel 4. Kategori Pemahaman Tipe Soal TLO Kategori Rerata Skor Soal Pemahaman Rendah 0 2,16 Pemahaman Kurang 2,17 4,16 Pemahaman Cukup 4,17 6,16 Pemahaman Tinggi 6,17-8 2.1 Subjek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IX di MTs Asy Syifa sebanyak 35 orang yang terdiri dari 6 siswa laki-laki dan 29 siswa perempuan dengan usia antara 14 sampai 16 tahun. Lokasi Penelitian di Desa Kertamukti, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Penulis memilih sekolah tersebut karena berada pada level sedang dan kemampuan siswanya heterogen. Selain itu, lokasi dari MTs Asy Syifa ini sangat efisien bagi penulis dalam melakukan penelitian. 3. Hasil Penelitian dan dan Pembahasan Sebelum penulis membahas hasil penelitian ini, terlebih dahulu ditampilkan beberapa foto yang memperlihatkan keadaan siswa ketika mengerjakan soal-soal TLO, sebagai berikut: Berdasarkan hasil skor TLO dari 35 siswa MTs Asy Syifa yang diolah menggunakan Microsoft Excel diperoleh bahwa tidak ada siswa yang berada pada tahap operasi formal akhir, 5 siswa berada pada tahap operasi formal awal, 27 siswa berada pada tahap operasi kongkrit akhir, dan 3 siswa berada pada tahap operasi kongkrit awal. Jika dibuat histogramnya menggunakan Minitab 16 diperoleh gambar 1, sebagai berikut: Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 227

Gambar 1. Histogram Skor TLO Siswa Gambar 1 di atas menunjukkan bahwa distribusi skor TLO dari 35 siswa menyerupai kurva normal. Sesuai dengan pendapat Galton (Ruseffendi, 2006: 112) bahwa perbedaan kepandaian, kemampuan untuk memerintah, tinggi, berat, dan lain-lain bila dibuat distribusinya maka akan berupa distribusi yang pada masa kini disebut distribusi normal. Dengan demikian, dari sekelompok anak sebarang (yang tidak dipilih khusus) terdapat sejumlah anak-anak yang berbakat hebat yang ada di atas kelompok sedang (menengah) yang jumlahnya sama dengan anak-anak tidak pandai di bawah anak-anak yang sedang itu. Gambar 2 di bawah ini, menunjukkan skor TLO siswa yang berdistribusi normal dengan menggunakan Minitab 16. Gambar 2. Distribusi Skor TLO Siswa Gambar 2 di atas memperlihatkan bahwa distribusi skor TLO siswa selalu mendekati garis normal. Berdasarkan uji Anderson Darling dengan diperolehnya nilai P-Value sebesar 0,340 (kecil besar dari alfa 0,05) disimpulkan bahwa skor TLO siswa berdistribusi normal. Apabila dilihat dari gender siswa, seorang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan yang berada pada tahap operasi formal awal, 5 orang siswa laki-laki dan 22 orang siswa perempuan berada pada tahap operasi kongkrit akhir, sedangkan siswa yang berada pada tahap operasi kongkrit 228 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi

awal semuanya perempuan sebanyak 3 orang. Ruseffendi (2006: 237) dalam penelitiannya menemukan bahwa pada umumnya sikap siswa wanita (di kelas 3 SMP dan 1 SMA) terhadap matematika itu kurang positif dibandingkan dengan pria. Pemahaman siswa terhadap tipe soal TLO disajikan pada tabel 5, sebagai berikut: Tabel 5. Rerata Pemahaman Siswa Terhadap Tipe Soal TLO Tipe Soal No. Soal Rerata Kategori Keproporsionalan 1 dan 2 2,42 Pemahaman Kurang Klasifikasi 3 dan 4 1,21 Pemahaman Rendah Pola Barisan 5 dan 6 1,19 Pemahaman Rendah Kompensasi 7 dan 8 2,34 Pemahaman Kurang Logika Penggandaan 9 dan 10 1,54 Pemahaman Rendah Peluang 11 dan 12 0,61 Pemahaman Rendah Hubungan 13 dan 14 1,76 Pemahaman Rendah Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa pemahaman siswa kurang pada tipe soal keproporsionalan dan kompensasi, sedangkan pemahaman siswa pada tipe soal klasifikasi, pola barisan, logika penggandaan, peluang, dan hubungan tergolong rendah. Jika diurut lagi berdasarkan rerata pemahaman siswa terhadap tipe soal TLO maka tipe soal yang lebih dipahami siswa adalah keproporsionalan (2,42), kompensasi (2,34), hubungan (1,76), logika penggandaan (1,54), klasifikasi (1,21), pola barisan (1,19), dan peluang (0,61). Rendahnya pemahaman siswa terhadap soal-soal yang diujikan berdampak negatif terhadap perkembangan kognitifnya. Apabila dilihat rerata pemahaman siswa berdasarkan tahap perkembangan kognitifnya diperoleh data seperti pada tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Rerata Pemahaman Siswa Terhadap Tipe Soal TLO Berdasarkan Perkembangan Kognitif Tipe Soal Rerata Perkembangan Kognitif Siswa Formal Awal Kongkrit Akhir Kongkrit Awal Keproporsionalan 2,80 2,43 2,00 Klasifikasi 2,00 1,17 0,33 Pola Barisan 1,50 1,15 1,00 Kompensasi 4,00 2,22 0,67 Logika Penggandaan 2,70 1,44 0,50 Peluang 1,30 0,54 0,17 Hubungan 2,90 1,67 0,67 Rerata 2,46 1,52 0,76 Pemahaman Kurang Rendah Rendah Berdasarkan tabel 6 di atas, diperoleh rerata pemahaman siswa pada tahap operasi formal awal di setiap tipe soal TLO selalu lebih baik dari siswa pada tahap operasi kongkrit akhir dan tahap operasi kongkrit awal. Demikian juga pemahaman siswa pada tahap operasi kongkrit akhir selalu lebih baik dari pemahaman siswa pada tahap operasi kongkrit di setiap tipe soal TLO. 4. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian ini, berdasarkan asumsi yang telah diutarakan sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa siswa kelas IX MTs Asy Syifa sebanyak 35 orang dengan usia 14 sampai 16 tahun belum semuanya berada pada tahap operasi formal. Hanya 5 siswa berada pada tahap operasi formal, sedangkan 30 siswa lainnya berada pada tahap operasi kongkrit. Keadaan ini tidak sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget sebagaimana yang diujikan pada anak-anak Barat yang berusia 11 tahun ke atas sudah sampai pada tahap operasi formal. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi 229

Hasil dari penelitian ini hanya berlaku pada 35 siswa kelas IX MTs Asy Syifa yang diberi soal TLO. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di SLTP pada kelas tiga atau jenjang sekolah menengah lainnya untuk mengukur tahap perkembangan kognitif siswa, apakah telah sampai ke tahap operasi formal, sebagaimana yang dijelaskan dalam teori Piaget. Ruseffendi (2006: 148) menyatakan bahwa tahap berpikir formal ini lebih aman bila dikenakan kepada murid SLTP kelas tiga ke atas. DAFTAR PUSTAKA Atherton, J. S. (2011). Learning and Teaching; Piaget's Developmental Theory. [Online]. Tersedia di: http://www.learningandteaching.info. Diakses 18 September 2011 Dahar, R. W. (1997). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga..Leongson & Limjap (2003). Test of Logical Operations. Filipina: University Bataan Polytechnic State College and De La Salle University. Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. 230 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi