Prosiding SNaPP2010 Edisi Sosial ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Psikologi ISSN:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Endang Pudjiastuti, dan 2 Mira Santi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian korelasi yang melihat Hubungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bab ini menjelaskan tentang pembahasan teori yang sudah disinggung pada bab

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

PELATIHAN KONSELING PERKAWINAN BERBASIS KOMUNITAS

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Perkawinan. Menurut Aqmalia dan Fakhrurrozi (2009) menjelaskan bahwa per kawinan

KATA PENGANTAR KUESIONER. Dalam rangka memenuhi persyaratan pembuatan skripsi di Fakultas

KOMITMEN PERNIKAHAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG SUAMINYA MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata kunci: stakeholder, pelanggan, proses komunikasi interpersonal, tahapan penetrasi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

HUBUNGAN KETERBUKAAN DIRI DALAM TA ARUF DAN KEPUTUSAN MENIKAH KELOMPOK TARBIYAH PKS CABANG POLOKARTO

BAB I PENDAHULUAN. Santrock (dalam Dariyo, 2003) masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

Disusun Oleh : EVA NADIA KUSUMA NINGRUM Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi. Menyetujui, Pembimbing Utama

BAB II TINJAUAN TEORITIS

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses ta aruf pasca

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Remaja yang Menikah Muda. Berikut ini akan dipaparkan mengenai gambaran sampel penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah bagian dari jenjang atau hierarki kebutuhan hidup dari Abraham Maslow, yang

BAB I PENDAHULUAN. muda (youth) adalah periode kesementaraan ekonomi dan pribadi, dan perjuangan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari mulai lahir sampai dengan meninggal dunia. Dari semua fase

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan wanita yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komunikasi menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Teknologi yang semakin

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Analisis tentang bentuk-bentuk Disharmoni Keluarga yang terjadi di. Desa Mojorejo Pungging Mojokerto

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA BINAAN PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN KELUARGA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. dengan proses pacaran dan proses ta aruf. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERILAKU PASANGAN DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah

memberi-menerima, mencintai-dicintai, menikmati suka-duka, merasakan

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sindhi Raditya Swadiana, 2014

1. Pendahuluan PENYULUHAN TENTANG PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS KELUARGA DI DESA TANJUNGWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini, banyak perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. bertemu dalam waktu yang cukup lama. Long Distance Relationship yang kini

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

BAB III DAMPAK DAN USAHA MENGATASI FENOMENA SEKKUSU SHINAI SHOKOGUN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

GAMBARAN PENYESUAIAN DIADIK PADA PASANGAN DEWASA MUDA DI AWAL PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

Transkripsi:

MODEL INTERVENSI UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN PERNIKAHAN BAGI PASANGAN YANG MELALUI PROSES TA ARUF Endah Nawangsih, Dewi Rosiana, Arien Dewanty Sarjono Fakultas Psikologi Unisba Abstrak Islam mengajarkan cara lain untuk mengenal pasangan sebelum menikah, yaitu dengan ta aruf. Taaruf mempercayakan pada orang yang dianggap mampu memilihkan jodoh yang sesuai dengan dirinya tanpa proses pacaran. Penelitian yang menunjukkan penyesuaian pernikahan yang lebih buruk pada pasangan yang melalui proses ta aruf dibandingkan dengan pasangan yang menjalani proses pacaran (Sarjono, 2010). Pada makalah ini ditawarkan rancangan intervensi berdasarkan kebutuhan pasangan ta aruf guna meningkatkan kemampuan penyesuaian pernikahannya. Intervensi berupa konseling yang dilakukan berorientasi pada pendekatan yang bersifat membangun hidup lebih bermakna. Pendekatan ini dikenal sebagai konseling Logo. Tujuan konseling yaitu 1) Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling berempati terhadap pasangannya, 2) Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masing-masing, 3) Meningkatkan saling membuka diri, 4) Meningkatkan hubungan yang lebih intim, 5) Mengembangkan keterampilan berkomunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya. Kata kunci : kepuasan pernikahan, konseling logo, dyadic consensus I.PENDAHULUAN 1.1 Pacaran dan Ta aruf sebagai Proses Menuju pernikahan Istilah pacaran diartikan sebagai proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup (Benokraitis, dalam Adiningtyas, 2004). Menurut Blood (1969), dengan berpacaran dapat mengembangkan kesempatan untuk saling membangun keterampilan dalam persiapan untuk menuju pernikahan. Menurutnya, berpacaran memilki dua peran yang signifikan untuk pernikahan. Peran pertama yaitu untuk mengenal lawan jenis. Melalui pacaran ini, calon pasangan diberikan kesempatan untuk saling mengenal lebih dekat. Hal ini akan membentuk individu untuk memahami lawan jenis lebih baik. Peran kedua yaitu untuk mengembangkan keterampilan interpersonal satu sama lain. Dari rasa ketertarikan dan hubungan lebih dekat Hal 121

yang dibangun melalui pacaran, maka memungkinkan saja dilakukan pernikahan ketika pasangan tersebut telah merasakan adanya kecocokan. Islam mengajarkan cara lain untuk mengenal pasangan sebelum menikah, yaitu dengan mempercayakan pada orang yang dianggap mampu memilihkan jodoh yang sesuai dengan dirinya tanpa proses pacaran. Proses ini disebut dengan ta aruf. Ta aruf biasanya dimulai dengan saling bertukar informasi melalui biodata dan foto. Jika masing-masing individu merasa cocok, bisa berlanjut ke tahap selanjutnya yaitu mengadakan pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak disertai mediator masing-masing. Hal-hal yang dibahas dalam pertemuan ini biasanya seputar pandangan hidup, kepribadian, kelebihan, kekurangan, latar belakang keluarga, aktivitas dan seterusnya. Kuantitas pertemuan disesuaikan dengan kebutuhan kedua belah pihak. Jika dari hasil pertemuan ini ditemui kecocokan, maka dapat dilanjutkan ke tahap pernikahan. Apabila merasa tidak cocok, proses dapat dihentikan sesuai dengan kesepakatan. Dalam praktiknya ta aruf sesungguhnya memiliki banyak variasi, namun tetap berjalan sesuai dengan aturan Islam. Aktivitas kedua calon pasangan dibatasi, tidak ada kontak fisik ketika bertemu dan jika bertemu harus ditemani orang ketiga (Fathiana, 2007). Ta aruf merupakan istilah popular dalam mengenal calon pasangan hidup dan dilakukan ketika kedua belah pihak telah sama-sama mempunyai komitmen untuk menikah dan membangun sebuah keluarga. Pada proses ta aruf ini ada komitmen yang jelas diantara kedua belah pihak yakni menuju ke arah pernikahan. Ketika sudah tidak ada lagi keraguan diantara kedua belah pihak dan ketika informasi yang dibutuhkan mengenai keduanya sudah cukup maka akan segera dilangsungkan pernikahan. Proses ta aruf ini terbilang singkat dengan waktu hanya beberapa bulan tidak lebih dari satu tahun, mulai dari perkenalan awal sampai menikah (Cahyadi Takariawan, 2006). Memasuki kehidupan baru pasca nikah memang memerlukan penyesuaian-penyesuaian. Pasangan suami istri (pasutri) yang baru menikah harus menghadapi kenyataan bahwa pasangannya ternyata tidak seideal bayangannya dahulu ketika belum menikah. Apalagi pada pasutri yang menjalani proses ta aruf singkat, yang tentu belum sempat mengenal pasangannya secara mendalam. Bukan soal berapa lamanya waktu ta aruf yang harus disalahkan. Karena, sekalipun proses ta aruf hanya sebentar, bila mampu mengetahui watak asli calon suami atau istri melalui perantaranya, tentu akan tetap efektif. Hal tersebut dapat ditunjang apabila disertai ilmu yang memadai tentang pernikahan dan kesiapan mental yang kuat dengan landasan niat ibadah. Tentu, tidak berarti juga proses penyesuaian ini hadir tanpa masalah. Hal 122

Masa awal pernikahan antara 1-5 tahun merupakan masa krisis yang menentukan keberhasilan pernikahan. Pada masa ini pasangan suami istri menghadapi dan menjalani semua tuntutan dalam berumah tangga. Penyesuaian pada usia awal pernikahan ini, tidak hanya pada pasangan suami istri saja tetapi juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan keluarga besar pasangan (Duvall, 1977). Oleh karena itu, tahun-tahun pertama pernikahan pada umumnya dirasakan sulit karena individu diharapkan dapat saling mengerti dan memahami pasangan satu sama lain. Selain itu, pernikahan merupakan hal baru bagi individu dimana penuh dengan keinginan dan harapan dari pasangan yang berkaitan dengan rumah tangga yang akan dijalani bersama. Biasanya pasangan baru sering mengalami ketegangan emosional, konflik dan perpecahan karena keduanya sedang berada dalam proses penyesuaian diri. 1.2 Tujuan Penelitian Makalah ini bertujuan membahas tentang hasil penelitian tentang perbandingan penyesuaian pernikahan pada pasangan pacaran dan taaruf (Sarjono, 2010). Selanjutnya berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan penyesuaian pernikahan yang lebih buruk pada pasangan taaruf, maka penulis bermaksud membuat rancangan intervensi berdasarkan kebutuhan pasangan taaruf guna meningkatkan kemampuan penyesuaian pernikahannya. II.PEMBAHASAN 2.1 Penyesuaian Pernikahan Pasangan yang Melakukan Pacaran dan Taaruf Penelitian mengenai penyesuaian pernikahan pada pasangan yang melakukan pacaran dan taaruf yang dilakukan oleh Arien Dewanty Sarjono (2010) menunjukkan 1) perbedaan penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah melalui pacaran dengan pasangan yang menikah melalui ta aruf sangat besar. Proses yang dijalani pra-pernikahan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan yang mereka jalani. 2) Penyesuaian pernikahan pasangan yang menikah melalui pacaran lebih baik dibandingkan penyesuaian pernikahan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Pada pasangan yang menikah melalui pacaran proses penyesuaian telah dilakukan sejak mereka pacaran, pada pasangan ta aruf proses penyesuaian baru dilakukan setelah mereka memasuki pernikahan. Berikut ini data perbandingan penyesuaian pernikahan pasangan pacaran dan ta aruf : Hal 123

No Tabel 1. Hasil Akhir Pengujian Hipotesis Statistik Penyesuaian Pernikahan Aspek Penyesuaian Hasil Perbandingan Kesimpulan Nilai rata-rata Pernikahan pada Pasangan Pacaran Ta aruf Penyesuaian Pernikahan Keseluruhan pacaran & ta aruf Perbedaan Sangat Signifikan (perbedaan besar) 1. Dyadic Consensus Perbedaan Sangat Signifikan (perbedaan besar) 2. Dyadic Satisfaction Perbedaan Signifikan (perbedaan sedang) 3. Dyadic Cohesion Perbedaan Sangat Signifikan (perbedaan besar) 4. Affectional Expression Perbedaan Signifikan (perbedaan sedang) Lebih baik Lebih baik Lebih baik Lebih baik Lebih baik Lebih buruk Lebih buruk Lebih buruk Lebih buruk Lebih buruk Tabel 2. Perhitungan Berdasarkan Nilai Tengah Pada Penyesuaian Pernikahan Variabel Penyesuaian Baik Buruk Nilai Pernikahan F % F % Median Sampel Pacaran 18 90% 2 10% Sampel Ta aruf 3 15% 17 85% 115,5 Keseluruhan Sampel 21 52,5% 19 47,5% Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa nilai tengah (median) untuk penyesuaian pernikahan adalah 115,5. Dengan melihat dari nilai tengah tersebut maka diketahui pada sampel pacaran 18 orang (90%) yang memiliki penyesuaian pernikahan baik dan 2 orang (10%) yang memiliki penyesuaian pernikahan buruk. Pada sampel ta aruf diketahui sebanyak 3 orang (15%) yang memiliki penyesuaian pernikahan baik dan sisanya 17 orang (85%) memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk. Artinya diketahui bahwa sebagian besar pasangan yang menikah melalui pacaran memiliki penyesuaian pernikahan yang baik. Hal tersebut berbading terbalik dengan pada pasangan yang menikah melalui ta aruf Hal 124

diketahui bahwa sebagian besarnya memiliki penyesuaian pernikahan yang buruk. Hal diatas yang membedakan penyesuaian pernikahan pada pasangan yang menikah melalui pacaran dengan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Pasangan yang menikah melalui pacaran memiliki penyesuaian pernikahan yang lebih baik karena proses penyesuaian mereka sudah dilakukan sejak mereka ada dalam masa pacaran yang tidak memiliki batas waktu tertentu untuk mengakhiri proses pacaran dengan pernikahan. Pada pasangan yang berta aruf proses penyesuaian baru dilakukan benar-benar setelah mereka menikah, selama ta aruf yang dilakukan hanya saling pengenalan, dengan batas waktu tertentu dan harus melalui pihak ketiga. Menurut Graham B. Spanier (1976: 29) penyesuaian pernikahan terdiri dari kesepakatan dalam hubungan (dyadic consensus), kepuasan dalam hubungan (dyadic satisfaction), kedekatan dalam hubungan (dyadic cohesion), dan ekspresi perasaan (affectional expression). Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas masing-masing aspek dari penyesuaian pernikahan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dalam penelitian ini diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan penyesuaian pernikahan aspek dyadic consensus pada pasangan yang menikah melalui pacaran dan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Hasil perhitungan rata-rata dari aspek dyadic consensus didapat bahwa pasangan yang menikah melalui pacaran mendapat skor rata-rata 46,09 dan pasangan yang menikah melalui ta aruf mendapat skor rata-rata 39,55. Ini berarti bahwa pasangan yang menikah melalui pacaran memiliki kemampuan penyesuaian pernikahan aspek dyadic consensus lebih baik daripada pasangan yang menikah melalui ta aruf. Menurut Graham B. Spanier seseorang atau pasangan dikatakan memiliki penyesuaian pernikahan pada aspek dyadic consensus yang baik apabila ada kesepakatan dan kesepahaman antar pasangan dalam berbagai masalah pada pernikahan, seperti keuangan, rekreasi, keagamaan, relasi sosial, etika, cita-cita dan pembagian tugas. Pasangan yang menikah melalui pacaran lebih memiliki banyak waktu bersama sebelum memasuki pernikahan untuk membicarakan berbagai permasalahan seputar hubungan mereka, seperti masalah relasi sosial, etika, cita-cita, rekreasi dan keuangan. Mereka dapat secara langsung dan lebih bebas berdiskusi dengan bertatap muka dan membicarakan hal tersebut dengan waktu yang lebih lama. Pada pasangan ta aruf permasalahan-permasalahan tersebut baru dapat didiskusikan secara panjang lebar dan langsung setelah mereka menikah. Sebelum menikah komunikasi Hal 125

mereka terbatas, harus melalui orang ketiga sebagai perantara dan masa perkenalan yang tidak lebih dari satu tahun. Diketahui melalui hasil wawancara, beberapa orang yang melakukan proses ta aruf mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapi saat pernikahan diakui karena pada proses ta aruf mereka tidak atau kurang menanyakan dan mendiskusikan permasalahan-permasalahan seperti pada aspek pertama ini. Setelah menikah dan permasalahan-permasalahan tersebut muncul diakui bahwa mereka sedikit kesulitan mencari solusinya karena tidak ada pembicaraan masalah tersebut sebelumnya. Penyesuaian pernikahan aspek dyadic satisfaction diperoleh perbedaan yang signifikan (perbedaan sedang) pada pasangan yang menikah melalui pacaran dengan yang melalui ta aruf. Hasil perhitungan rata-rata aspek dyadic satisfaction didapat bahwa pasangan yang menikah melalui pacaran mendapat skor 37,1 dan pasangan yang menikah melalui ta aruf mendapat skor 34,95. Ini berarti penyesuian pernikahan aspek dyadic satisfaction pasangan yang menikah melalui pacaran lebih baik daripada pasangan yang menikah melalui ta aruf. Perbedaan aspek dyadic satisfaction pada pasangan yang menikah melalui pacaran dan ta aruf didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang sedang atau tidak terlalu besar. Menurut Spanier aspek dyadic satisfaction ini dilihat dari bagaimana kebahagiaan pasangan dalam hubungan dan secara tidak langsung dapat diketahui melalui seberapa sering pasangan tersebut bersitegang. Aspek ini memiliki perbedaan yang sedang atau tidak terlalu besar disebabkan baik pada pasangan pacaran maupun ta aruf yang baru menikah (dibawah 5 tahun) memasuki kehidupan yang sama-sama baru bagi kedua pasangan tersebut. Pasangan yang menikah melalui pacaran walaupun memiliki kesempatan lebih untuk mengenal pasangan, namun setelah memasuki pernikahan permasalahan yang muncul akan semakin kompleks dan lebih banyak dibandingkan saat masih berpacaran. Banyak hal baru yang diketahui dari pasangan, sehingga pertengkaran akan lebih sering terjadi dibandingkan pada massa pacaran. Begitupun bagi pasangan yang menikah melalui ta aruf, bahkan permasalahan yang dihadapi menjadi lebih besar karena masing-masing pasangan sama sekali belum mengenal dan mengetahui karakter pasangannya. Peluang terjadinya pertengkaran pada pasangan ta aruf menjadi lebih besar. Hal ini yang menyebabkan penyesuaian pernikahan pada aspek dyadic satisfaction pasangan yang menikah melalui pacaran sedikit lebih baik dibandingkan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara penyesuaian pernikahan aspek dyadic cohesion pada pasangan pacaran dengan pasangan Hal 126

ta aruf. Hasil perhitungan rata-rata aspek dyadic cohesion pada pasangan yang menikah melalui pacaran diperoleh skor rata-rata 18,15 dan pada pasangan yang menikah melalui ta aruf diperoleh skor rata-rata 13,3. Ini berarti bahwa pasangan yang menikah melalui pacaran memiliki penyesuaian pernikahan aspek dyadic cohesion lebih baik dibandingkan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Menurut Graham B. Spanier pasangan yang memiliki penyesuaian pernikahan pada aspek dyadic cohesion yang baik adalah pasangan yang sering melakukan kegiatan bersama-sama dan dapat menikmati kebersamaan itu. Pasangan yang menikah melalui pacaran memiliki penyesuaian aspek dyadic cohesion yang lebih baik dibandingkan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Hal ini dapat terjadi karena pada pasangan pacaran mereka sudah melakukan berbagai kegiatan bersama-sama sebelum menikah yaitu pada masa pacaran. Mereka sudah mengetahui apa saja kegiatan pasangannya dan sudah banyak melakukan kegiatan bersama-sama seperti jalan-jalan, menemani pasangan melakukan hobinya, menonton, rekreasi, dan banyak lagi. Berbeda dengan pasangan yang menikah melalui ta aruf mereka baru mengetahui kegiatan kegemaran pasangannya setelah menikah. Komunikasi masalah apa saja kegiatan yang dapat dilakukan bersama baru dilakukan setelah menikah dan meskipun mereka melakukan kegiatan bersama, seringkali pasangannya tidak dapat menikmati kebersamaan tersebut karena kurang menyukai kegiatan yang dilakukan. Terdapat perbedaan yang signifikan atau perbedaan yang sedang antara penyesuaian pernikahan aspek affectional exspression pada pasangan yang menikah melalui pacaran dan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Hasil perhitungan rata-rata dari aspek affectional exspression didapat bahwa pasangan yang menikah melalui pacaran mendapat skor rata-rata 8,05, dan pasangan yang menikah melalui ta aruf memperoleh skor rata-rata 7,5. Ini berarti aspek affectional exspression pasangan yang menikah melalui pacaran lebih baik dibandingkan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Terlihat bahwa penyesuaian pernikahan pada aspek affectional exspression memiliki perbedaan yang sedang antara pasangan yang menikah melalui pacaran dengan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Pada pasangan yang baru menikah baik pada pasangan yang menikah melalui pacaran maupun ta aruf bagaimana mengekspresikan perasaan dan berhubungan seks masih terbilang baik. Perbedaan yang terjadi karena pasangan yang menikah melalui pacaran sebelum menikah telah terbiasa bagaimana mengekspresikan perasaan dan kasih sayangnya, sedangkan pasangan yang menikah melalui ta aruf mereka baru belajar bagaimana Hal 127

mengekspresikan perasaan dan kasih sayangnya. Kebanyakan pasangan yang baru menikah melalui ta aruf baru belajar bagaimana berinteraksi dengan lawan jenis yang selama sebelum menikah mereka belum pernah berhubungan dekat dengan lawan jenis. Hal inilah yang membuat penyesuaian pernikahan aspek affectional exspression pasangan yang menikah melalui pacaran lebih baik dibandingkan pasangan yang menikah melalui ta aruf. Dari seluruh pembahasan di atas diambil kesimpulan bahwa penyesuaian pernikahan pasangan yang menikah melalui pacaran lebih baik dibandingkan penyesuaian pernikahan pada pasangan ta aruf. Masingmasing cara yang dilakukan dalam proses pacaran dan ta aruf yang berbeda sangat berpengaruh pada hasil penyesuaian pernikahannya. Pada pasangan pacaran proses penyesuaian mulai dapat dilakukan pada saat mereka pacaran, berbeda dengan pasangan ta aruf proses penyesuaian benar-benar baru dapat dilakukan setelah mereka memasuki pernikahan. Sehingga setelah menikah mungkin dibutuhkan waktu penyesuaian pernikahan yang lebih panjang pada pasangan yang menikah melalui proses ta aruf ini. 2.2 Rancangan Intervensi Sebagai mahluk sosial, manusia sejak semula senantiasa berada di dalam lingkungan sesama manusia dan hadir sebagai anggota kelompok masyarakat. Dimensi sosial merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia. Sebagai pribadi, manusia yang tunggal dan tersendiri tanpa hubungan dengan manusia lain adalah tidak lengkap, bahkan tidak dapat ditemui dalam kenyataannya, ia selalu bertaut dengan sesuatu yang disebut kekeluargaan, kemasyarakatan, hingga ikatan dalam sebuah perkawinan. Artinya, hakekat manusia ialah ada dalam kebersamaan. Dengan demikian, hubungan sesama manusia adalah sangat mendasar dan karenanya merupakan salah satu sumber makna bagi manusia sendiri. Inilah yang melandasi suatu metode untuk mengakrabkan hubungan. Hubungan akrab yang dimaksud adalah hubungan antara seorang pribadi dengan pribadi lain sedemikian rupa, sehingga dihayati sebagai hubungan yang dekat, mendalam, saling percaya dan saling memahami. Selain itu, hubungan itu juga dirasakan sangat berarti bagi masing-masing pihak. Demikian halnya dalam sebuah perkawinan, hakekat ada dalam kebersamaan merupakan aspek penting agar pernikahan tersebut tetap terjalin sebuah hubungan pribadi yang akrab. Seseorang benar-benar merasa diperlukan dan memerlukan orang lain, dicintai dan mencintai orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Dalam hal ini, yang dipentingkan bukan saja kelancaran dan keterampilan berkomunikasi, melainkan terutama Hal 128

perasaan kedekatan yang senantiasa harus terperlihara dan ditingkatkan, karena penghayatan inilah yang mengikat dan memberikan arti khusus bagi masing-masing pihak. 2.3 Pengertian Konseling perkawinan sebagai sebuah konseling diselenggarakan sebagai upaya untuk membantu pasangan-pasangan yang sedang menghadapi permasalahan dalam kehidupan perkawinannya. Bantuan yang diberikan menggunakan dua (2) macam metode pendekatan, yaitu : (1) metode pendidikan, yaitu metode yang bertujuan membantu pasangan-pasangan yang menikah untuk memecahkan masalah dan cara menentukan pola pemecahan yang lebih baik. Sebagai metode pendidikan, konseling perkawinan memberikan pemahaman kepada pasangan yang berkonsultasi tentang diri, pasangannya dan masalahmasalah hubungan perkawinan yang dihadapinya. (2) metode penurunan ketegangan emosional, dimaksudkan bahwa konseling perkawinan dilaksanakan biasanya saat kedua belah pihak berada pada situasi emosional yang sangat berat. Melalui konseling, pasangan dapat melakukan ventilasi, dengan jalan membuka emosionalnya sebagai katarsis terhadap tekanan-tekanan emosional yang dihadapinya. Pada umumnya, permasalahan yang mungkin dihadapi dalam konseling perkawinan, diantaranya: perkawinan pasangan tentunya memiliki harapan-harapan tertentu sehingga menetapkan untuk menikah. Harapan yang berlebihan terhadap rencana pernikahan dan tidak dapat diwujudkan secara nyata selama kehidupan berkeluarga, dapat menimbulkan masalah, yaitu kekecewaan pada salah satu atau keduanya. lainnya. Pasangan suami istri seharusnya memahami pasangannya masing-masing tentang kesulitannya, hambatanhambatannya, dan hal lain yang terkait dengan pribadi pasangannya. Jika salah satu atau keduanya tidak saling memahami, dapat mengalami kesulitan dalam hubungan perkawinan. Pemahaman tidak sekedar dalam aspek pengetahuan, tetapi juga dapat ditunjukkan dengan afeksi dan tindakan nyata. Sebagian orang memandang bahwa keluarga yang dibangunnya tidak lagi dapat dipertahankan. Sekalipun sudah cukup waktu membangun keluarga, Hal 129

mempertahankan keluarga bagi suatu pasangan adalah sangat sulit. Pada umumnya, pasangan-pasangan memandang bahwa mempertahankannya tidak membawa kepuasan (satisfaction) sebagaimana yang diharapkan bagi dirinya. Hal-hal lain yang juga sering menjadi permasalahan adalah kurangnya kesetiaan salah satu atau kedua belah pihak, memiliki hubungan ekstramarital pada salah satu kedua belah pihak, dan perpisahan di antara pasangan. Permasalahan-permasalahan perkawinan ini dapat dipecahkan melalui konseling asalkan kedua belah pihak berkeinginan untuk menyelesaikannya. Tetapi jika tidak, motivasi untuk menyelesaikan persoalan hubungan perkawinannya adalah tidak mungkin diatasi melalui konseling. 2.4 Pendekatan Pendekatan konseling yang dilakukan berorientasi pada pendekatan yang bersifat membangun hidup lebih bermakna. Pendekatan ini dikenal sebagai konseling Logo. Sasaran konseling Logo adalah membangun pemahaman (insight) pada klien yang mengalami krisis dalam perkawinannya. Konseling Logo beranggapan bahwa motivasi untuk merealisasikan diri dan hasrat untuk hidup bermakna merupakan hal-hal yang sudah ada sejak semula pada diri manusia dan tidak dapat dipisahkan dari eksistensinya. Kualitas-kualitas insani seperti kemampuan mengambil sikap, kemampuan mengambil jarak atas diri sendiri dan kemampuan transendesi diri, menunjukkan kenyataan bahwa manusia tidak semata-mata dipengaruhi lingkungan dan bersikap pasif atas segala perubahannya. Manusia memang mendapat pengaruh dari lingkungannya, tetapi manusia pun benar-benar mampu mempengaruhi lingkungan dan dapat mengambil sikap, memberikan respon dan melakukan tindakan atas kemauan sendiri. Ini berarti bahwa manusia adalah subyek yang sadar akan dirinya sendiri dan sadar akan dunianya. Metode yang digunakan dalam konseling Logo disebut expanding conscious, merupakan usaha untuk secara sengaja menyadari diri sendiri, menggali pengalamanpengalaman pribadi dan pengalaman-pengalaman orang lain serta memahami kondisi lingkungan dan segala yang terjadi di sekelilingnya secara lebih mendalam dan rinci, termasuk memahami arti dan aspek-aspek penting dari permasalahan yang sedang dihadapi. 2.5 Sasaran (1) Konseling perkawinan lebih menekankan pada hubungan pasangan, bukan pada kepribadian masing-masing pasangan. Konselor tidak Hal 130

menekankan untuk mengetahui secara mendalam kepribadian setiap kliennya. Konselor akan menekankan tentang bagaimana hubungan yang terjadi selama ini di antara pasangan tersebut. Konselor melihat pada aspek kepribadian termasuk didalamnya riwayat masa lalunya namun sebagai suatu cara untuk memahami bagaimana sifat kesulitan yang dihadapi menyangkut hubungan kedua belah pihak. (2) Masalah yang dihadapi pasangan adalah masalah-masalah normal, bukan kasus yang sangat ekstrim yang bersifat patologis. Masalah normal adalah masalah kehidupan pasangan yang umum dialami oleh keluarga, hanya saja keduanya mengalami kesulitan dalam mengatasi konflik-konfliknya. 2.6 Tujuan Konseling 2.6.1Tujuan Konseling Secara Umum : Konseling perkawinan dilaksanakan tidak bermaksud untuk mempertahankan suatu keluarga. Konselor berpandangan bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk memutuskan berpisah atau tidak sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi pasangan. Konseling perkawinan dimaksudkan membantu klien untuk mengaktualkan dari yang menjadi perhatian pribadi, apakah dengan jalan berpisah atau tidak. Dalam konseling perkawinan, konselor membantu klien (pasangan) untuk melihat realitas yang dihadapi, dan mencoba menyusun keputusan yang tepat bagi keduanya. Keputusannya dapat berbentuk menyatu kembali, berpisah, cerai, untuk mencari kehidupan yang lebih harmoni dan menimbulkan rasa aman bagi keduanya. 2.6.2 Tujuan Konseling Secara Khusus : Membangun pemahaman (insight) pada diri klien tentang permasalahan-permasalahan yang menghambat usaha mencapai kehidupan perkawinan yang bahagia, dengan mengubah cara pandang tentang dirinya agar lebih positif. Secara lebih rinci tujuan konseling secara khusus adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kesadaran terhadap dirinya dan dapat saling berempati terhadap pasangannya 2. Meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan potensinya masingmasing 3. Meningkatkan saling membuka diri 4. Meningkatkan hubungan yang lebih intim 5. Mengembangkan keterampilan berkomunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konfliknya. Hal 131

2.7 Waktu Pelaksanaan 1. Frekuensi pertemuan dalam 1 (satu) minggu sebanyak 2 (dua) kali pertemuan 2. Durasi pada setiap pertemuan adalah 90 120 menit 2.8 Subyek Penelitian Pasangan yang menikah yang mengalami permasalahan 2.9 Konselor Konselor adalah seseorang yang secara khusus dididik di bidang konseling, yaitu konselor atau psikolog. Saat berlangsungnya konseling, konselor melakukan pencatatan-pencatatan yang meliputi proses konseling, perilaku klien, serta interaksi yang terjadi selama sesi konseling. 2. 10 Kegiatan Intervensi Kegiatan intervensi yang akan dilakukan, menyangkut dua tahapan yaitu : (1) Pelaksanaan konseling, dilaksanakan dalam sebuah ruangan yang bebas dari kebisingan, sedangkan proses yang dilakukan selama konseling, konselor dan klien berada dalam posisi tatap muka. Tujuan konseling yang ingin dicapai adalah sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam konseling secara umum, yaitu membangun pemahaman (insight) pada pasangan yang sedang menghadapi persoalan dalam perkawinannya. Apabila langkah pada tahap pertama ini tercapai, maka bisa dilanjutkan pada tahap berikutnya, yaitu dengan memberikan pelatihan, agar pasangan menjadi lebih terampil terutama dalam berkomunikasi, pemecahan masalah, dan mengelola konflikkonlik yang dialami dalam perkawinannya. (2) Tahapan Pelatihan Dalam kegiatan pelatihan konseling Logo, seseorang diharapkan mampu memahami kehidupannya secara menyeluruh dan mampu pula menemukan dan menentukan makna dan tujuan-tujuan hidup yang didambakannya. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, struktur dalam konseling yang dilakukan menggunakan tahapan-tahapan yang terdiri dari 5 (lima) tahap penemuan tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya tahapan-tahapan dalam konseling perkawinan tersebut dituangkan ke dalam tabel kegiatan berikut : TAHAP LATIHAN SASARAN 1. Self evaluation 1 Mengenali keunggulan dan kelemahan pribadi, meliputi : sifat, bakat, pemikiran, dan kondisi lingkungan Hal 132

2. Acting as if 1 Klien mencoba menerapkan halhal yang baik dalam perilaku dan tindakan sehari-hari, menampilkan citra diri yang diinginkan namun realistis 3. Establishing an encounter 1 Membangun hubungan yang akrab dengan sesama, saling percaya dan saling memahami, untuk membantu tercapainya hidup bermakna 4. Exploring human values for personal meaning 1 Klien diajak memahami nilainilai berkarya, yang dapat menjadi sumber makna hidup 5. Commitment 1 Membangun kesadaran pada diri klien pentingnya untuk mengambil peran dan bertanggung jawab atas hidupnya Namun demikian, jumlah kegiatan tersebut bersifat luwes, bergantung pada situasi dan perkembangan kemajuan yang ditampilkan oleh klien, artinya bila klien menunjukkan kemajuan lebih cepat dalam menemukan hidup bermakna dari jumlah kegiatan terstruktur, maka konseling bisa diakhiri. DAFTAR PUSTAKA Bastaman,H.Dj.1996. Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : Penerbit Paramadina Blood. Robert O. 1955. Marriage Edisi 2. The United States Of America : J.B. Lippincott. Duvall, Evelyn Millis. 1977. Mariage and Family Development Edisi 3. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. Duvall, Evelyn Millis & Brent C Miller. 1985. Marriage and Family Development Edisi 6. The United States Of America : J.B. Lippincott. Hal 133

Patterson,C,H. 1980. Theories of Counseling and Psychotherapy. 3th ed. Cambridge : harper and Row. Sarjono, Arien Dewanty. 2010. Penyesuaian Pernikahan Dan Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Melalui Pacaran Dengan Pasangan Yang Menikah Melalui Ta aruf. Fakultas Psikologi Unisba. Bandung. Spanier, Graham B. 1976. Measuring Dyadic Adjustment : New Scales for Assessing the Quality of Marriage and Similar Dyads. Journal of Marriage and The Family. Shneiders, A.A. 1964. Person adjustment and Mental Health. New York : Holt, Rinehart an Winston. Takariawan, Cahyadi. 2006. Di Jalan Dakwah aku Menikah Edisi 3. Solo : Era Intermedia. Hal 134