BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Skizofrenia merupakan sindrom heterogen kronis yang ditandai dengan pola pikir yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya gangguan fungsi psikososial (Sukandar dkk., 2013). Skizofrenia dikarakteristik oleh waham, halusinasi, pemikiran dan bicara tidak terorganisasi, ketidaknormalan tingkah laku motorik dan simptom negatif (Wells dkk., 2015). Berdasarkan the Epidemiologic Catchment Area Study America, prevalensi kehidupan skizofrenia berkisar dari 0,6 % menjadi 1,9 %, dengan rata-rata sekitar 1 % (Crismon dkk., 2008). Laporan WHO menyebutkan satu dari empat orang bakal menderita gangguan mental atau neurologis pada satu saat dalam kehidupannya. Artinya, hampir setiap orang berisiko menderita gangguan jiwa. Saat ini diperkirakan 450 juta orang menderita gangguan mental, neurologis maupun masalah psikososial, termasuk kecanduan alkohol dan penyalahgunaan obat. Tak kurang dari 121 juta orang mengalami depresi, 50 juta orang menderita epilepsi, dan 24 juta orang mengidap skizofrenia. Berdasarkan survei tentang gangguan jiwa di Indonesia tahun 1995 tercatat sebanyak 44,6 per 1000 penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat seperti skizofrenia. Data ini memperlihatkan peningkatan yang cukup bermakna jika dibandingkan data tahun 1980-an dimana penderita skizofrenia di Indonesia hanya 1-2 tiap 1000 penduduk (Irwan dkk., 2008). 1
Obat-obat antipsikotik merupakan obat untuk pasien skizofrenia dengan tujuan penyembuhan pada episode akut maupun pencegahan kekambuhan. Antipsikotik adalah obat-obat yang dapat menekan fungsi-fungsi umum, seperti berfikir dan kelakuan normal. Golongan antipsikotik generasi kedua (atau dikenal juga sebagai antipsikotik atipikal), kecuali clozapin, merupakan pilihan pertama di dalam terapi skizofrenia (Crismon dkk., 2008). Selain itu, antipsikotik generasi kedua lebih mudah diterima oleh pasien dibandingkan antipsikotik generasi pertama (Sukandar dkk., 2013). Risperidon dan clozapin merupakan antipsikotik atipikal (generasi kedua). Kedua obat ini sama-sama banyak digunakan untuk mengobati skizofrenia. Risperidon merupakan antipsikotik atipikal kedua yang diterima oleh FDA sebagai antipsikotik setelah clozapin. Dibandingkan dengan semua jenis antipsikotik atipikal, risperidon merupakan yang paling banyak diteliti. Hal tersebut disebabkan efektifitas risperidone yaitu dapat ditoleransi pada dosis rendah (1,5-6mg/hari). Risperidon digunakan untuk terapi skizofrenia (monoterapi) dan adjunctive treatment pada pasien bipolar yang tidak memberikan respon dengan pemberian lithium atau valproat. Clozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik gejala positif maupun negatif. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama pengobatan. Selain itu resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal yang berat bila diberikan antipsikosis lain, maka penggunaannya hanya dibatasi pada pasien yang persisten atau tidak dapat 2
mentoleransi antipsikosis yang lain. Baik risperidon maupun clozapin, keduanya terdaftar dalam formularium nasional. Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berkelanjutan atau kronis, oleh karenanya terapi obat antipsikotik atau psikofarmaka (terutama antipsikotika generasi pertama) diberikan dalam jangka waktu yang lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Selain masalah dalam pengobatan suatu penyakit, sulitnya dalam masalah keuangan juga sering kali menghambat manusia untuk memperdulikan kesehatannya, biaya rumah sakit yang mahal membuat sebagian orang takut untuk melakukan perawatan. Di Indonesia, pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih, karakter supplay induced demand dalam pelayanan kesehatan, pola pembayaran tunai langsung ke pemberi layanan kesehatan, pola penyakit kronik dan degeneratif, serta inflasi. Dalam sistem jaminan kesehatan masyarakat yang berlaku di Indonesia saat ini, Jamkesmas dan/atau Jamkesda, proporsi biaya obat dialokasikan maksimal 30% dari biaya perawatan kesehatan. Kenyataannya, konsumsi obat nasional mencapai 40% dari belanja kesehatan secara keseluruhan dan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia (Kementerian Kesehatan, 2009). Guna mencapai hasil terbaik dengan biaya terendah perlu digunakan kaidah farmakoekonomi sebagai alat bantu. Dalam penyusunan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) atau Formularium Rumah Sakit, misalnya untuk pemilihan jenis obat yang akan dimasukkan ke dalamnya perlu dilakukan pembandingan efektivitas terapi, termasuk frekuensi manfaat dan efek samping yang tidak 3
diinginkan dari dua atau lebih obat yang berbeda, sekaligus biaya (dalam unit moneter) yang diperlukan untuk satu periode terapi dari masing-masing obat tersebut. Dalam hal ini, biaya obat untuk satu periode terapi adalah banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk pembelian obat atau pembayaran perawatan kesehatan sampai seorang pasien mencapai kesembuhan. Dengan demikian, pemilihan obat tidak hanya didasarkan pada harga per satuan kemasan (Depkes RI, 2013). Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Soerojo Magelang merupakan pusat rujukan nasional di bidang kesehatan jiwa. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah merupakan rumah sakit jiwa yang dimiliki oleh Pemda Provinsi Jawa Tengah. Kedua rumah sakit tersebut termasuk kelas rumah sakit tipe A. Baik di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah, skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa yang menduduki peringkat pertama di antara tipe penyakit gangguan jiwa lainnya. Penggunaan antipsikotik merupakan obat utama untuk menangani gejala skizofrenia, tetapi data terkait dengan analisis biaya dan outcome terapi terkait risperidon dan kombinasi risperidon-clozapin belum ada data di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Outcome terapi yang digunakan untuk menilai keberhasilan terapi pada skizofrenia adalah Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) dan Positive and Negative Symptom Scale (PANSS). Salah satu penelitian tentang analisis biaya dan outcome terapi antipsikotik atipikal pasien skizofrenia rawat inap di RSJ daerah Surakarta disimpulkan bahwa 4
jenis antipsikotik yang paling sering digunakan adalah risperidon (93,8%) dengan outcome berupa total biaya perawatan Rp.2.143.380±684.807 dan LOS 24,92±9,42 hari (Fatmawati, 2015). Berdasarkan penelitian Erna tahun 2015 (unpublished) mengenai evaluasi pola pengobatan pada penderita skizoprenia di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015 diperoleh gambaran bahwa penggunaan antipsikotik atipikal yang terbanyak adalah risperidon dan kombinasi risperidonclozapin. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis biaya dan outcome terapi obat antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana outcome terapi antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di instalasi rawat inap di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015 dilihat dari lama rawat inap (length of stay) dan persentase kesembuhan? 5
2. Bagaimana rata-rata komponen biaya terapi antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di instalasi rawat inap di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui outcome terapi antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di instalasi rawat inap di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015 dilihat dari lama rawat inap (length of stay) dan persentase kesembuhan. 2. Mengetahui rata-rata komponen biaya terapi antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di instalasi rawat inap di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang outcome terapi dan besarnya biaya terapi antipsikotik atipikal risperidon dan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. 6
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan bagi RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah sebagai dasar evaluasi dalam pengobatan antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidon-clozapin pada penderita skizofrenia sehingga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap penderita skizofrenia. 3. Meningkatkan kerjasama antara beberapa profesi kesehatan (dokter, farmasis dan perawat) terutama dalam memberikan terapi pada penderita skizofrenia guna meningkatkan efektivitas terapi dan biaya. E. Keaslian Penelitian Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian mengenai analisis dan outcome terapi obat antipsikotik atipikal risperidon dibandingkan kombinasi risperidonclozapin pada penderita skizofrenia belum pernah dilakukan. Beberapa jurnal tentang analisis biaya dan outcome terapi antipsikotik telah dipublikasikan dan penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian ini (tabel 1). 7
Tabel 1. Penelitian efektivitas dan analisis biaya pengobatan antipsikotik Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian (Kongsakon dkk., 2005) Analisis Biaya Pengobatan Skizofrenia di Thailand : Simulasi Model Perbandingan Olanzapin, Risperidon, Quetiapin, ziprasidon dan Haloperidol Pengobatan dengan olanzapine menghasilkan biaya lebih hemat daripada dengan antipsikotik atipikal lainnya pada pasien skizofrenia di Thailand (Lesmanawati, 2012) (O Day dkk., 2013) Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Terapi Antipsikotik Pada pasien Skizofren di Instalasi Rawat Inap RSJ Grhasia Yogyakarta periode Juli sampai Desember 2012 Long-term cost-effectiveness of atypical antipsychotics in the treatment of adults with schizophrenia in the US 1. Efektivitas penggunaan antipsikotik kombinasi injeksi tipikal lebih efektif dibandingkan oral tipikal maupun atipikal, dengan nilai efektifitas masing-masing 100%; 6,25% dan 15,38%. 2. Rata-rata biaya penggunaan antipsikotik oral atipikal paling tinggi dibandingkan kelompok oral tipikal maupun injeksi tipikal, yaitu sebesar Rp 392.286,06 per pasien. Sedangkan pada kombinasi oral tipikal yang paling rendah sebesar Rp 22.342,03 dan injeksi tipikal sebesar Rp 83.800,00 per pasien. 3. Rata-rata biaya total perawatan kelompok kombinasi oral tipikal paling tinggi daripada kombinasi lainnya, yaitu sebesar Rp 15.516.669,62 per pasien dan paling rendah adalah kelompok injeksi tipikal sebesar Rp 5.093.911,38 per pasien. 4. Kombinasi antipsikotik injeksi tipikal lebih Cost-effective daripada kelompok lainnya baik dibandingkan terhadap biaya penggunaan maupun bila dibandingkan terhadap total biaya perawatan dengan hasil ACER masing-masing 838 dan 50.939 serta ICER masing-masing 655,55 dan -111.176,10. Nilai ICER lorasidon-risperidon adalah $25,884/kekambuhan-dihubungkan dengan pencegahan hospitalization. Dengan biaya $50.000 yang disediakan untuk membayar, lurasidon dengan nilai probabilitas 86,5% cost effective, diikuti oleh olanzapin dengan probabilitas 7,2%, dan risperidon 6,3%. 8
(Melatiani, 2014) Analisis Biaya Pada Pasien Skizofrenia Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2012 Biaya rata-rata obat (antipsikotik dan non antipsikotik) pasien skizofrenia sebesar Rp.128.699, biaya rata-rata laboratoriumorium pasien skizofrenia sebesar Rp.153.713, biaya periksa rata-rata pasien skizofrenia sebesar Rp.90.210, biaya akomodasi rata-rata pasien skizofrenia sebesar Rp 88.658, dan biaya total rata-rata pasien skizofrenia sebesar Rp.1.817.466. (Tanti 2015) dkk., Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Skizofrenia Menggunakan Risperidon dan Aripriprazol di RSKD Duren Sawit Periode Juli-Desember 2012 Obat aripiprazol 15 mg memiliki efektivitas yang baik karena memberikan gambaran waktu perawatan yang cepat, panurunan PANSS score yang tinggi dan biaya pengobatan pasien dikategorikan sedang. (Fatmawati, 2015) Yang akan dilakukan Analisis Biaya dan Outcome Terapi Antipsikotik Atipikal Pasien Skizofrenia Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Analisis Biaya dan Outcome Terapi Obat Antipsikotik Atipikal Risperidon Dibandingkan Kombinasi Risperidon-Clozapin Pada Penderita Skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Soerojo Magelang dan RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah periode Januari-Juni 2015 1. Total biaya perawatan pasien skizofrenia rawat inap yang menggunakan antipsikotik atipikal tiap kali rawat inap adalah Rp. 2.188.272±806.426. 2. Jenis antipsikotik yang paling sering digunakan adalah risperidon (93,8%) dengan outcome berupa total biaya perawatan Rp.2.143.380±684.807 dan LOS 24,92±9,42 hari. 3. Kelas perawatan pasien mempengaruhi total biaya sedangkan jenis skizofrenia dan kelas perawatan menentukan LOS. 9
x