1 BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan tanah menjadi suatu yang sangat dibutuhkan masyarakat untuk dapat melangsungkan kehidupannya, akan tetapi karena tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas sementara kebutuhan akan tanah terus meningkat seiring dengan meningkatnya pembangunan dan jumlah penduduk, maka hal ini akan menimbulkan berbagai macam masalah pertanahan. Untuk mengatasi berbagai macam masalah pertanahan yang ditimbulkan dan meningkatkan kegiatan pembangunan nasional yang berkelanjutan diperlukan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Dalam memberikan jaminan kepastian hukum tersebut pemerintah harus berpedomam pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR RI No, 11/MPR/1988, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksana dari Undang-Undang No.5 Tahun 1960. Salah satu tujuan UUPA adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan mengenai hak atas tanah bagi rakyat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPA hak milik atas tanah dapat beralih dan dialihkan. Beralih berarti berpindahnya hak karena adanya peristiwa misalnya
2 karena pemilik tanah meninggal dunia, maka hak atas tanah tersebut beralih karena warisan. Sedangkan hak milik atas tanah dapat dialihkan artinya bahwa beralihnya hak karena adanya perbuatan misalnya jual beli, hibah, tukar menukar dan sebagainya. Pasal 26 ayat (1) menyatakan bahwa: jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksud untuk memudahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah. Menginggat jual beli tanah memerlukan akta jual beli atas tanah dan sebagai tindak lanjut dari Pasal 27 ayat (1) UUPA tersebut, maka pemerintah mengeluarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mengantikan PP No.10 tahun 1961. Menurut Pasal 37 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 37 Ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh menteri, kepala kantor pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. Pemindahan-pemindahan mana demi
3 terjaminnya kepastian si pemegang hak yang baru, menginggat pendayagunaan dan pelaksanaan kepentingan-kepentingannya, harus mempunyai bukti yang sah berupa akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 1. Jual beli tanah suatu lembaga, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber-sumber hukum tanah nasional kita berupa norma-norma yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Sumber-sumber tertulis berupa Undang-Undang Dasar 1945, UUPA, peraturan-peraturan pelaksanaan UUPA, dan peraturan-peraturan lama yang masih berlaku. Adapun sumber-sumber yang tidak tertulis adalah normanorma adat dan kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi. 2 Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran dilakukan secara serentak. Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu menyangkut jual beli hak milik atas tanah, dalam pasal-pasal lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk menindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui 1 Y.W.Sunindhia dan Ninik,Widiyanti, 1988, Pembaruan Agraria, cet edisi pertama, Bina Aksara, hal 113 2 Boedi Harsono (a), Agraria: Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta:Djambatan,1997), hlm.235.
4 jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat, jadi meskipun dalam pasal disebut dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Menginggat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa hukum tanah nasional adalah hukum adat, berarti kita mengunakan konsepsi, asas-asas, lembaga, dan sistem adat. Maka pengertian jual beli tanah menurut hukum tanah nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut hukum adat. Sejak berlakunya PP No.10 Tahun 1961 tentang pendaftran tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Akta jual beli yang telah ditanda tangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harga, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukan bahwa secara nyata atau riil perbuatan jual beli tersebut. Pemberian kuasa kepada pihak lain dalam jual beli tanah dan pengurusan sertifikat sering kali terjadi, ditemukan fakta bahwa salah satu latar belakang terjadinya sengketa tanah adalah kurang hati-hatinya seseorang dalam memberikan kuasa pada pihak lain. Kekurang hati-hatian ini terjadi karena pada awalnya tidak ada prasangka apa pun pada saat memberikan kuasa kepada pihak yang dipercaya. Dengan berlandaskan pada faktor kepercayaan ini, maka pemberian kuasa sering diberikan secara lisan saja, kalaupun dibuat secara tertulis maka surat kuasa akan dibuat seadanya, sekedar memenuhi syarat formal jual beli saja, ketidakjelasan pemberian kuasa tersebut ternyata dapat berakibat pada hal-hal yang tidak diharapkan.
5 Adapun akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertifikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum 3. Akta jual beli tanah merupakan suatu hal yang sangat penting yang berfungsi untuk terjadinya pemindahan hak milik atas tanah dan terjadinya kepemilikan tanah. 4 Menurut Mariam, Akta PPAT harus ditafsirkan bukan sematamata sebagai alat bukti melakukan pendaftaran, 5 akan tetapi juga sebagai syarat mutlak adanya perjanjian penyerahan. Pada tahun 1983 Kepala Desa Hargobinangun pernah mengirimkan Putusan Desa tentang jual beli tanah pekarangan antara Raden Sukardjiyo sebagai kuasa Sukarno (sebagai penjual) dengan Sri Amindayah sebagai pembeli, kemudian setelah diteliti putusan memenuhui syarat secara formal maupun materiil, lalu disahkan oleh camat, kemudian diteruskan ke kabupaten untuk pengesahan. Bahwa di lain waktu Kepala Desa Hargobinangun mengirimkan pula putusan desa yang isinya jual beli tanah pekarangan yang sama, tetapi luasnya berbeda, antara R.Sukardjiyo sebagai kuasa Sukarno (sebagai penjual) dengan Siswatuti sebagai pembeli. Tanah yang telah dijual kepada seseorang kemudian dijual kembali kepada orang lain, artinya tanah tersebut telah dijual dua kali oleh pemilik tanah tersebut. Salah satu penyebab terjadinya sengketa tanah yang berakta jual beli ganda adalah 3 Budi Harsono,(d) Perkembangan Tanah Adat Melalui Yurisprudensi hlm. 50 4 Harun Al-Rasyid,1987, Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Cetakan 1, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm 64 5 Pasal 23 ayat (2)jo.Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
6 pemberian kuasa kepada penerima kuasa yang tidak bertanggung jawab, penerima kuasa akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan salah satunya dengan pemalsuan tanda tangan, pemberian kuasa sebaiknya harus memuat wewenang apa saja yang diberikan kepada penerima kuasa, Atas dasar itu, menarik untuk kemudian mengkaji permasalahan tersebut, yang dalam hal ini peneliti akan mengambil studi kasus penyelesaian sengketa hak milik atas tanah yang berakta jual beli ganda.