PERBANDINGAN PERHITUNGAN EFISIENSI ANTARA PLTU KONVENSIONAL DAN PLTN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SIKLUS RANKINE (STEAM POWER PLANT SYSTEM) SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN TERMODINAMIKA TEKNIK

PRINSIP KONSERVASI ENERGI PADA TEKNOLOGI KONVERSI ENERGI. Ir. Parlindungan Marpaung HIMPUNAN AHLI KONSERVASI ENERGI

ANALISA HEAT RATE DENGAN VARIASI BEBAN PADA PLTU PAITON BARU (UNIT 9)

ANALISIS PERHITUNGAN DAYA TURBIN YANG DIHASILKAN DAN EFISIENSI TURBIN UAP PADA UNIT 1 DAN UNIT 2 DI PT. INDONESIA POWER UBOH UJP BANTEN 3 LONTAR

Tenaga Uap (PLTU). Salah satu jenis pembangkit PLTU yang menjadi. pemerintah untuk mengatasi defisit energi listrik khususnya di Sumatera Utara.

BAB II LANDASAN TEORI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

TURBIN UAP. Penggunaan:

ANALISA HEAT RATE PADA TURBIN UAP BERDASARKAN PERFORMANCE TEST PLTU TANJUNG JATI B UNIT 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PADA PENGARUH FWH7 TERHADAP EFISIENSI DAN BIAYA KONSUMSI BAHAN BAKAR PLTU DENGAN PEMODELAN GATECYCLE

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

Analisa Pengaruh Variasi Pinch Point dan Approach Point terhadap Performa HRSG Tipe Dual Pressure

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PLTU (PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP)

dan bertempat di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin Sibolga digunakan adalah laptop, kalkulator, buku panduan perhitungan NPHR dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Single Flash System

PENGARUH SUHU DAN TEKANAN TERHADAP PENINGKATAN EFISIENSI THERMAL SIKLUS RANKINE PADA PEMBANGKIT DAYA TENAGA UAP. Oleh ( ) TEKNIK MESIN UNILA

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

ANALISA PRESTASI KERJA TURBIN UAP PADA BEBAN YANG BERVARIASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

Analisis Pengaruh Rasio Reheat Pressure dengan Main Steam Pressure terhadap Performa Pembangkit dengan Simulasi Cycle-Tempo

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PENURUNAN VACUUM PADA SAAT BACKWASH CONDENSER TERHADAP HEAT RATE TURBIN DI PLTU

BAB I PENDAHULUAN. Turbin uap berfungsi untuk mengubah energi panas yang terkandung. menghasilkan putaran (energi mekanik).

Generation Of Electricity

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara

I. PENDAHULUAN. EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 3 September 2015; 61-68

ANALISIS TERMODINAMIKA PERFORMA HRSG PT. INDONESIA POWER UBP PERAK-GRATI SEBELUM DAN SESUDAH CLEANING DENGAN VARIASI BEBAN

Prinsip kerja PLTG dapat dijelaskan melalui gambar dibawah ini : Gambar 1.1. Skema PLTG

ANALISA EFISIENSI PERFORMA HRSG ( Heat Recovery Steam Generation ) PADA PLTGU. Bambang Setyoko * ) Abstracts

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendirikan beberapa pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan efisiensi boiler. Rotary Air Preheater, lazim digunakan untuk

Memahami sistem pembangkitan tenaga listrik sesuai dengan sumber energi yang tersedia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisa Energi, Exergi dan Optimasi pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap Super Kritikal 660 MW Nasruddin*, Pujo Satrio

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. listrik adalah salah stu kebutuhan pokok yang sangat penting

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli Kajian Analitis Sistem Pembangkit Uap Kogenerasi

Analisa Termodinamika Pengaruh Penurunan Tekanan Vakum pada Kondensor Terhadap Performa Siklus PLTU Menggunakan Software Gate Cycle

I. PENDAHULUAN. menghasilkan energi listrik. Beberapa pembangkit listrik bertenaga panas

PEMODELAN SISTEM KONVERSI ENERGI RGTT200K UNTUK MEMPEROLEH KINERJA YANG OPTIMUM ABSTRAK

TUGAS 2 MATA KULIAH DASAR KONVERSI ENERGI

Analisis Pengaruh Tekanan Fluida Pemanas pada LPH terhadap Efisiensi dan Daya PLTU 1x660 MW dengan Simulasi Cycle Tempo

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

ANALISA TERMODINAMIKA PADA SISTEM PEMBANGKIT TENAGA UAP DENGAN VARIASI PEMBEBANAN DI UNIT PEMBANGKIT TENAGA UAP PT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

Gambar 1.1. Proses kerja dalam PLTU

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

OPTIMASI JUMLAH FWH PADA SIKLUS RANKINE REGENERATIF

ANALISIS EFISIENSI TURBIN GAS TERHADAP BEBAN OPERASI PLTGU MUARA TAWAR BLOK 1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik seluruh Indonesia (Statistik Ketenagalistrikan 2014, 2015)

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

Efisiensi PLTU batubara

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

Steam Power Plant. Siklus Uap Proses Pada PLTU Komponen PLTU Kelebihan dan Kekurangan PLTU

BAB 1 PENDAHULUAN. generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN X STUDI LITERATUR PENGEMBANGAN NANOFLUIDA UNTUK APLIKASI PADA BIDANG TEKNIK DI INDONESIA

MODUL V-C PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS UAP (PLTGU)

BERBAGAI TIPE PEMBANGKIT LISTRIK TENAGANUKLIR

ANALISA PERHITUNGAN EFISIENSI TURBINE GENERATOR QFSN B UNIT 10 dan 20 PT. PJB UBJOM PLTU REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri dewasa ini mengalami perkembangan pesat. akhirnya akan mengakibatkan bertambahnya persaingan khususnya

BAB I PENDAHULUAN. listrik. Adapun pembangkit listrik yang umumnya digunakan di Indonesia yaitu

ANALISIS SUDU KOMPRESOR AKSIAL UNTUK SISTEM TURBIN HELIUM RGTT200K ABSTRAK ABSTRACT

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

BAB I PENDAHULUAN. Demikian juga halnya dengan PT. Semen Padang. PT. Semen Padang memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. bising energi listrik juga memiliki efisiensi yang tinggi, yaitu 98%, Namun

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

Exercise 1c Menghitung efisiensi

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRONIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

Analisa Termoekonomi Pada Sistem Kombinasi Turbin Gas Uap PLTGU PT PJB Unit Pembangkitan Gresik

ANALISIS PEFORMA PLTU VERSUS VARIASI BEBAN PADA TURBIN UAP MENGGUNAKAN SOFTWARE CYCLE TEMPO. Dosen Pembimbing Dr. Ir. Budi Utomo Kukuh Widodo, ME

Nomor 36, Tahun VII, April 2001

PENGOPERASIAN OPTIMUM SISTEM TENAGA LISTRIK

Pengaruh Feedwater Heater Terhadap Efisiensi Sistem Pembangkit 410 MW dengan Pemodelan Gate Cycle

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

Maka persamaan energi,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR BIDANG STUDI KONVERSI ENERGI

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya perindustrian di Indonesia menyebabkan peningkatan

PERANCANGAN ULANG HEAT RECOVERY STEAM GENERATOR DENGAN SISTEM DUAL PRESSURE MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG SEBUAH TURBIN GAS BERDAYA 160 MW

Transkripsi:

PERBANDINGAN PERHITUNGAN EFISIENSI ANTARA PLTU KONVENSIONAL DAN PLTN Ir. H. Suyamto. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281, Tilp : 0274 489716, E mail : suyamto @sttnbatan.ac.id. ABSTRAK PERBANDINGAN PERHITUNGAN EFISIENSI ANTARA PLTU KONVENSIONAL DAN PLTN. Telah dilakukan perbandingan perhitungan dan analisis efisiensi antara PLTU konvensional dan PLTN. Perhitungan efisiensi PLTU dengan menggunakan siklus uap Rankine merupakan metode teoritis yang sulit dilakukan karena didasarkan pada grafik T S fluida kerja yang tidak memperhitungkan rugi rugi panas, tekanan, gesek dan lain lain pada sistem. Perhitungan menjadi lebih sulit bila dilakukan peningkatan efisiensi berdasarkan proses superheat, reheat dan regeneratif. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, dilakukan perhitungan efisiensi berdasarkan laju kalor. Perhitungan yang dilakukan terhadap PLTU 50 MW listrik milik PT Suralaya dengan penerapan proses superheat, reheat dan regeneratif menghasilkan efisiensi sebesar 33 %. Hasil tersebut lebih besar sekitar 3,32 % bila dibandingkan dengan efisien PLTN (BWR, PWR dan PHWR) karena adanya kemungkinan pengolahan uap yang lebih baik. Dari perkembangan peningkatan efisiensi, diketahui bahwa untuk PLTU konvensional dapat mencapai 35 %, kecuali untuk PLTGU dapat sampai dengan 45 %. Sedangkan untuk PLTN efisiensi PHWR 28 29 %, BWR dan PWR 30 33 % dan HTR 40 %. Dengan perkembangan design yang dilakukan terhadap BWR dan PWR (ABWR dan APWR), efisiensinya dapat ditingkatkan menjadi 34,5 % dan 35,3 %. Kata kunci : efisiensi, laju kalor, PLTU, PLTN. ABSTRACT THE COMPARISON OF EFFICIENCY COMPUTATION BETWEEN CONVENTIONAL STEAM ELECTRIC POWER AND NUCLEAR POWER PLAN. The comparison of efficiency computation between conventional steam electric power and nuclear power plant had been carried out. The efficiency computation of steam electric power is based on Rankine steam cycle as a theoretical method is difficult one, because it depends on T S curve of fluid work where the losses at the system is not considered i.e : heat loss, pressure drop, fluid friction etc. It will be more difficult for the process of superheat, reheat and regenerative. To cope with the difficulties of the efficiency computation should be done by heat rate method. The computation which is applied to the 50 MW electric power of PT Suralaya steam electric power by implementing of superheat, reheat and regenerative process yield efficiency of 33 %. This yield is greater around 3.32 % than NPP (BWR, PWR and PHWR), because steam can be managed well. From the development to improve efficiency it is known that for conventional system the efficiency is 35 %, unless for Combine Cycle is up to 45 %. While for NPP, the efficiency of PHWR is 28 29 %, BWR and PWR 30 33 %, and 40 % for HTR. By developing of design for BWR and PWR (ABWR and APWR), the efficiency can be improved up to 34.5 % and 35.3 % respectively. Keywords : efficiency, heat rate, steam electric power, nuclear power plant. 152

*Dipresentasikan pada : Seminar Keselamatan Nuklir BAPETEN, 5 6 Agustus 2009 BAB I terdapat sangat banyak perangkat keras yang harus dioperasikan oleh tenagatenaga yang profesional di bidangnya PENDAHULUAN Hampir semua energi listrik yang masing masing. Berkaitan dengan hal dibangkitkan dalam skala besar di dunia tersebut aplikasi iptek nuklir di bidang ini dihasilkan melalui siklus uap. Uap energi juga memerlukan SDM yang dihasilkan dari pemanasan air di dalam banyak dan handal serta berkualitas boiler yang selanjutnya dipakai untuk tinggi untuk menangani masing masing memutar turbin generator sehingga bidang tersebut. Hal ini bertujuan agar dihasilkan listrik. Dalam pembangkit keunggulan aplikasi iptek nuklir tetap konvensional (non nuklir) panas terjamin serta dapat diminimalisir diperoleh dengan membakar bahan bakar dampak negatif yang mungkin timbul fosil seperti minyak, gas dan batu bara. dalam pengoperasian suatu PLTN. Sistem pembangkit nuklir mempunyai Berkaitan dengan hal tersebut maka kesamaan dengan prinsip tersebut, kualifikasi SDM yang diperlukan harus bahkan sistem turbin generator nya juga memiliki spektrum yang lebar sehingga sangat dimungkinkan sama, baik jenis memenuhi kebutuhan SDM yang maupun ukurannya. Perbedaannya adalah diperlukan [2], [3]. Apalagi dengan adanya sumber energi panas dihasilkan dari evolusi PLTN sampai pada grenerasi reaksi fisi bahan bakar nuklir di dalam yang ke IV ini, maka semakin banyak reaktor [1]. diperlukan tenaga yang handal di bidang Seperti diketahui bahwa menurut nuklir maupun non nuklir. Untuk itu jenis fasilitas atau peralatan yang terdapat peningkatan kualitas SDM khususnya di dalam suatu Pembangkit Listrik para peneliti menjadi sangat penting baik Tenaga Nuklir (PLTN) secara garis besar pelibatan mereka di dalam bidang di bagi dua, yang pertama adalah perancangan, modifikasi, uji disain dan peralatan yang ada kaitannya dengan keselamatan suatu PLTN tertentu. Salah nuklir atau nuclear island dan yang ke satu kajian yang sangat penting adalah dua adalah peralatan yang tidak ada tentang efisiensi karena masalah efisiensi kaitannya dengan nuklir atau non nuclear sangat terkait dengan biaya atau ekonomi island. Di dalam ke dua bidang tersebut dan lingkungan atau ekologi. Maksud 153

dari efisiensi di sini adalah efisiensi daya, di mana di dalam makalah ini dilakukan perhitungan efisiensi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) konvensional. Jenis PLTU yang diambil adalah yang berdaya besar dengan bahan bakar energi primer berupa non nuklir, khususnya minyak, gas dan batubara termasuk kombinasi gas uap (combine cycle) dalam Pembangkit Tenaga Listrik Gas dan Uap (PLTGU). Efisiensi tersebut kemudian dibandingkan dengan data efisiensi pembangkit uap dari bahan bakar nuklir atau PLTN khususnya yang sudah proven yaitu BWR, PWR dan PHWR dan HTR. Tujuan umum penulisan makalah ini adalah pembiasaan terhadap metodologi metodologi standar yang lazim digunakan para ilmuwan dalam bidang pembangkit listrik. Disamping itu tujuan khusus yang ingin diraih adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang efisiensi suatu pembangkit PLTU konvensional serta perbandingannya dengan efisiensi PLTN agar diperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang kelebihan dan kekurangan masingmasing pembangkit. BAB II DASAR TEORI Dalam pembangkitan energi listrik baik dari energi terbarukan maupun tak terbarukan harus memenuhi falsafah tiga E, yaitu Energi, Ekologi dan Ekonomi. Artinya di dalam disain, pemilihan lokasi, pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik harus dapat dibangkitkan energi yang besar dengan efisiensi yang tinggi, pembangunan maupun pengoperasiannya harus ekonomis atau murah, serta concern terhadap lingkungan yaitu mempunyai tingkat pencemaran terhadap lingkungan rendah [4]. Tuntutan bahwa pembangkit harus mempunyai efisiensi daya yang besar mengakibatkan faktor efisiensi merupakan hal yang sangat penting dan selalu menjadi pembahasan utama di dalan setiap pembangkit listrik. Seperti diketahui bahwa dalam struktur dasar sistem energi, sumber energi primer dibagi dua yaitu energi takterbarukan atau non renewable dan energi terbarukan atau renewable. Termasuk di dalam energi tak terbarukan adalah batu bara, minyak mentah, gas alam, panas bumi dan energi nuklir, sedangkan yang termasuk dalam 154

kelompok energi terbarukan adalah bio massa, tenaga air, tenaga angin, dan tenaga surya [5], [6]. Agar sistem pembangkit tenaga dapat menghasilkan energi yang besar, pada umumnya digunakan bahan bakar yang berasal dari sumber energi primer jenis nonrenewable berupa pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak, termasuk juga bahan bakar nuklir yang dibakar melalui reaksi fisi menggunakan neutron. Pembangkitpembangkit berdaya besar dengan proses pembakaran disebut dengan Pusat Listrik Tenaga Termal karena di dalamnya terjadi proses panas. Jenis jenis Pusat Listrik Tenaga Termal adalah PLTG (Gas), PLTD (Disel), PLTP (Panas Bumi) dan PLTU (Uap), termasuk uap yang dibangkitkan dari proses nuklir (SPUN). Dalam hal ini PLTU mengalami perkembangan yang paling menonjol karena mempunyai kapasitas tiap unit yang besar dan dapat memenuhi permintaaan kebutuhan energi dengan cepat. [7]. Panas yang diperoleh dari pembakaran bahan bakar digunakan untuk menguapkan air sehingga di sebut PLTU atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Di dalam PLTU potensi tenaga kimia yang ada di dalam bahan bakar diubah menjadi tenaga listrik setelah melalui beberapa proses konversi energi. Dalam hal ini air dan uap melakukan proses siklus termodinamika tertutup seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 berupa siklus Rankine ideal. Siklus Rankine merupakan siklus yang paling banyak digunakan dalam pembangkitan daya seperti pada PLTU karena merupakan siklus untuk uap dan air. Karena siklus Rankine merupakan siklus uap air, maka paling baik digambarkan dalam diagram P V ( Tekanan Volume ) dan diagram T S (Suhu Entropi), dimana garis batas siklus menunjukkan batas uap jenuh dan air jenuh [7], [8], [9]. Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa titik 6 6 1 1 merupakan penekanan air oleh pompa secara adiabatis. Dengan proses tersebut akan terjadi sedikit kenaikan spesifik volume dan suhu, di mana dalam praktek kenaikan tersebut dapat diabaikan dan titik 6 berimpit dengan titik 6 1. Garis 6 1 2, menunjukkan proses pemanasan air di dalam boiler pada tekanan tetap, di mana energi kimia di dalam bahan bakar dipindahkan ke dalam fluida kerja air/uap. Garis 2 3 menunjukkan ekspansi uap di dalam turbin dan garis 3 6 155

menunjukkan proses pengembunan di dalam kondensor. Dalam analisis termohidrolik siklus dan instalasi daya, efisiensi termal dan keluaran daya merupakan hal yang paling panas atau kalor yang dimasukkan pada siklus [7]. Pada diagram T S, diketahui bahwa besarnya energi yang masuk ke sistem dan diterima oleh fluida kerja (q in ) ditunjukkan oleh luasan yang dibatasi penting sehingga selalu menjadi oleh garis 6 1 2 4 5 6. Energi yang perhatian. Besarnya efisiensi suatu sistem merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan dan dalam hal PLTU yang di dalamnya terdapat proses termodinamik dikenal efisiensi termal yaitu merupakan perbandingan antara kerja bersih yang dihasilkan dengan dimanfaatkan untuk kerja (q o ) ditunjukkan oleh luasan yang dibatasi oleh garis 6 1 2 3 6, sedangkan energi yang terbuang pada kondensor dan dilepaskan (q r ) ke air pendingin adalah luasan 6 3 4 5 6. Dengan demikian maka efisiensi termal dari siklus adalah : η = q q 0 in = luas luas : 6 : 6 1 2 3 6 1 2 4 5 6 (1) 2 1 33 Energi listrik 6 (a) 156

T b a 1 2 6 1 6 3 5 (b) 4 S Gambar 1. Siklus Rankine sederhana dari fluida kerja a. Diagram Alir b. Diagram T S (suhu entropi). Seperti telah dijelaskan bahwa pembangkit listrik harus mempunyai energi yang besar sehingga pembangkit harus mempunyai efisiensi yang besar atau energi yang terbuang harus kecil. Maka efisiensi suatu pembangkit terus diupayakan untuk dinaikkan dengan berbagai cara yang di dalam PLTU dilakukan dengan pengelolaan uap agar asas manfaatnya besar dan panas yang terbuang kecil. Dalam hal ini secara umum dikenal 3 macam peningkatan efisiensi PLTU yaitu dengan proses superheat, reheat dan regeneratif. Superheat yaitu pemanasan lanjut, dimana uap yang keluar dari boiler sebelum dialirkan ke turbin dipanaskan lagi atau dikeringkan pada tekanan konstan menggunakan superheater di dalam boiler. Reheter adalah proses pemanasan ulang, dimana uap yang keluar dari turbin tekanan tingggi sebagian dialirkan kembali ke dalam boiler untuk agar memperoleh pemanasan ulang di dalam boiler agar suhunya naik, kemudian diekspansikan ke turbin tekanan menengah dan rendah. Sedangkan proses regeneratif adalah dilakukan dengan memanfaatkan sebagian uap yang sudah berekspansi di turbin yang masih panas untuk memanaskan air yang akan masuk ke boiler. Dengan proses ini maka kerja boiler makin ringan dan panas yang hilang keluar dari sistem semakin kecil. Seluruh proses tersebut beserta diagram T S fluida kerja ditunjukkan pada Gambar 2. 157

RS SS ES FWH (a) Keterangan : SS : Superheat steam ES : Extraction steam RH : Reheat steam FWH : Feedwater heater T a c 1 2 b 6 1 6 3 5 (b) Gambar 2. Siklus Rankine fluida kerja dengan perbaikan efisiensi sistem (a) Diagram Alir (b) Diagram T S (Suhu Entropi) 4 S Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa perubahan energi termanfaatkan karena proses superheating ditunjukkan oleh garis 2 a b, karena proses reheating oleh garis b c 3 dan karena proses regenerasi ditunjukkan oleh garis 6 6 1. 158

Dengan memperhatikan gambar tersebut maka terlihat bahwa energi yang dimanfaatkan untuk kerja (q o ) bertambah besar dibandingkan dengan energi yang hilang, sehingga efisiensi dari sistem bertambah besar. Dalam hal ini maka efisiensinya adalah : η = q q 0 in = luas luas : 6 : 6 1 6 1 2 a b c 3 6 1 6 1 2 a b c 4 5 6 (2) Efisiensi tersebut di atas akan lebih besar dari efisiensi sebelumnya yaitu pada saat tidak dilakukan proses lanjut terhadap uap. Perhitungan efisiensi dengan menggunakan siklus Rankine ideal seperti yang telah dijelaskan tersebut di atas tidak dapat diterapkan secara langsung pada PLTU yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena : [7], [8] 1. Pengembangan siklus untuk perbaikan efisiensi (superheat, reheat dan regeneratif) dilakukan secara sendiri sendiri atau terpisah satu sama lain. Padahal kenyataannya siklus PLTU sebenarnya yang ada di lapangan merupakann gabungan dari beberapa sistem. 2. Rugi rugi yang ada di dalam siklus belum diperhitungkan. Misalnya rugi tekanan karena geseskan fluida kerja dengan pipa, termasuk pipa pipa di dalam boiler, rugi hilang panas melalui dinding pipa, rugi pada gesekan dan kebocoran pada turbin, rugi pada pompa, rugi pada kondensor dan lain lain. [3]. Dengan kenyataan tersebut di atas, maka efisiensi yang dihitung dengan menggunakan siklus Rankine ideal akan lebih besar dari efisiensi sistem yang sebenarnya. Perhitungan yang lengkap harus memperhitungankan semua alat bantu atau tambahan (auxiliary), ketidakideal an dari turbin, pompa pompa, faktor gesekan fluida, faktor perpindahan kalor, faktor pembebanan dan sebagainya. Untuk itu perhitungan efisiensi suatu PLTU dihitung dengan cara lain yaitu dengan menggunakan metode heat rate (HR) atau laju kalor. HR didefinisikan sebagai besarnya kalor (Kcal) yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi listrik sebesar satu KWH. Dalam PLTU, HR dapat berupa HR turbin maupun HR untuk seluruh 159

sistem atau plant. Efisiensi kotor dihitung dari HR pada turbin generator, sedangkan efisiensi bersih dari sistem atau seluruh plant dihitung dari daya keluar bersih dikurangi dengan seluruh daya yang digunakan untuk sistem bantu. Dengan definisi tersebut maka besarnya HR untuk turbin generator (T HR ) adalah : dengan : Jumlah kalor pada turbin (kcal/jam) T HR = Daya keluar dari Generator (KW) Jumlah kalor masuk kalor keluar pada turbin (kcal) = Daya keluar dari Generator (KW) x jam H = (3) P OG x jam H = Q x h (kcal) Q : Jumlah uap yang dipakai(kg/jam) h : entalpi dari uap (kcal/kg) Efisiensi merupakan kebalikan dari HR, artinya semakin rendah HR semakain besar efisiensinya [7], [8], sehingga T = 1/T HR. Bila satuan energi panas (H) dalam BTU maka T = 3412/T HR, sedangkan apabila H dalam Kcal, maka T = 860/T HR Sedangkan HR dari plant adalah : P OG P HR = T HR (4) (P OG P aux ) x B Dengan P aux adalah seluruh daya untuk keperluan alat bantu, dan B adalah efisiensi boiler. Besarnya efisiensi plant P adalah : P = 1/P HR (5) 160

BAB III PERHITUNGAN EFISIENSI PLTU NON NUKLIR Siklus termal PLTU minyak, gas dan batu bara pada prinsipnya adalah sama sehinga proses penaikan efisiensinya juga dilakukan dengan cara yang sama yaitu superheat, reheat dan regeneratif. Secara umum efisiensi dari PLTU adalah sekitar 35 %, sehingga sisanya sebesar 65 % terbuang sebagai polusi [3]. Untuk menghitung efisiensi sebenarnya dari suatu plant instalasi pembangkit daya, berikut diberikan ilustrasi perhitungan efisiensi menggunakan metode HR. Contoh yang diambil adalah PLTU batu bara Suralaya dengan P OG sebesar 50 MW listrik, lihat Gambar 3. Dari Gambar 3 diketahui bahwa pada suatu plant pembangkit daya terdapat banyak sekali peralatan tambahan, sehinga untuk menghitung efisiensinya tidak mudah. Dalam hal ini dihitung P atau efisiensi plant, melalui metode HR pada turbin atau (T HR ) yan besarnya menurut Persamaan 3 adalah : {H T H B H H H S + H M} (kcal/jam) T HR = Daya keluar dari generator, P OG (KW) Dengan H T : energi panas masuk ke turbin H B : energi panas yang telah terpakai dan kembali ke turbin H H : energi panas yang digunakan untuk heater H S : energi panas yang ilang untuk pengaturan suhu uap masuk ke turbin H M: energi panas yang ditambahkan dari make up water Energi panas H = Q x h dapat dihitung apabila diketahui suhu dan tekanan uap pada masing masing peralatan sehingga dengan menggunakan tabel uap dapat diketahui besarnya entalpi (h). Dari diagram pada Gambar 3 maka : H T = 191.860 x 815,6 = 156.481.010 kcal/jam H B = 190.580 x 218,8 = 41.698.904 kcal/jam H H = 2.320 x (6832 131) = 1.281.104 kcal/jam H S = 3.200 x 152,0 = 486.400 kcal/jam 161

H M = 1.920 x 30 = 57.600.kcal/jam H = 113.072.210 kcal/jam Karena P OG adalah 50 MW, maka H (Kcal/jam) 113.072.210.kcal/jam T HR = = = 2.261,4 kcal/kwh P OG (Kw) 50.000 KW Besarnya efisiensi turbin adalah T = 860/T HR = 860/2.261,4 = 0,38 atau 38 % Untuk menghitung besarnya P HR dari plant menurut rumus 4 harus diketahui daya total yang digunakan untuk sistem bantu P aux dan efisiensi boiler. B yang masing masing besarnya juga sangat tergantung dari sistem. Dalam hal ini diambil auxiliary power ratio ( P aux ) sebesar 0,9 % seperti yang di asumsikan pada PLTGU [10]. Sedangkan besarnya efisiensi boiler diambil sebesar 87,33 % seperti yang digaransi oleh PLTU Suralaya [11]. Dengan demikian maka menurut persamaan 4, P OG P HR = T HR (P OG P aux ) x B 50.000 P HR = 2.261,4 = 2.613 Kcal/KWH 50.000(1 0,009) x 0,8733 Dan akhirnya efisiensi dari plant adalah P = 860/P HR = 860/2.613 = 0,329 atau 33 % BAB IV PEMBAHASAN Dari perhitungan yang telah dilakukan diketahui bahwa perhitungan efisiensi suatu pembangkit listrik dari energi termal seperti PLTU tidak mudah. Hal ini disebabkan peralatan yang ada pada PLTU sangat banyak dan komplek, terutama bila disertai atau dilengkapi dengan proses penaikan efisiensi dengan super heater, reheater dan regenerasi. Bila dibandingkan dengan PLT lain 162

misalnya PLTD atau PLTA, jelas bahwa perhitungan efisiensi PLTU termal berbahan bakar minyak, gas atau batu bara akan lebih komplek. Namun bila dibandingkan dengan SPUN (Sistem Pembangkit Uap Nuklir) akan lebih mudah karena dalam PLTN, disamping harus diperhatikan sisi non nuclear. island, juga harus diperhatikan sisi nuclear island yang juga sangat rumit. Dari data yang ada, diketahui perbandingan efisiensi secara umum antara PLTU konvensional berbahan bakar fosil dan PLTN seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 [1], [4], Jenis pembangkit Tabel 1. Perbandingan besarnya PLTU konvensional dan PLTN PLTU Minyak PLTU Konvensional PLTU Gas PLTU Batu bara PLTGU Minyak dan Gas PLTN BWR PWR PHWR HTR (%) 33 35 24 27 33 35 43 45 s/d 30 s/d 34 28 29 s/d 40 Nilai pada tabel di atas adalah harga kisaran karena efisiensi akan berubah bila beban berubah, disamping itu juga tergantung pada sistem dan peralatan yang dipakai. Sebagai acuan adalah apabila semakin tinggi suhu dan tekanan pada sistem maka efisiensinya akan lebih besar. Karena adanya keterbatasan keterbatasan untuk menaikkan tekanan dan suhu fluida maka efisiensi tidak dapat dinaikkan terus berdasarkan pada tekanan dan suhu yang dikehendaki. Seperti diketahui bahwa pada SPUN, khususnya jenis PWR dan BWR ada pembatasan terhadap fluida kerja uap yaitu : [12] 1. Kondisi kritis dari uap, 3206,2 psia dan 705,4 O F 2. Alasan teknis berupa problem dua fasa dari air, hot spot pada teras reaktor, korosi dan lain lain Dengan alasan tersebut maka dapat dipahami bahwa efisiensi bersih (net effisiency) dari PLTN lebih kecil dari pada PLTU konvensional khususnya untuk bahan bakar minyak, dan batu bara. Sedangkan PLTGU mempunyai efisiensi yang paling besar karena adanya pengoptimalan uap yaitu pemanfaatan 163

kembali panas sisa yang terkandung di dalam uap keluar dari turbin. Dalam hal ini dapat dipakai sebagai acuan umum bahwa besarnya HR untuk PLTU konvensional adalah 9.500 BTU/KWH, sedangkan untuk PLTN adalah 10.500 BTU/KWH. Karena efisiensi merupakan kebalikan dari HR maka secara umum besarnya efisiensi PLTU konvensional dan PLTN masing masing adalah 35,81 % dan 32,49 %. Seperti diketahui pula bahwa PLTN mengalami perkembangan yang cukup pesat yaitu sudah mencapai generasi ke IV. Berkaitan dengan hal tersebut maka efisiensi PLTN juga terus mengalami perbaikan atau peningkatan. Sebagai contoh adalah BWR di Jepang yang terus mengalami perkembangan dari BWR 2 (Tsuruga 1) dan BWR 3 (Fukushima 1) mempunyai efisiensi 33 %, BWR 4 (Hamaoka 2) dan BWR 5 (Tokai 2) mempunyai efisiensi 34 %, dan yang terakhir adalah reaktor didih maju (Advanced Boiling Water Reactor ) atau ABWR (Kasiwasaki 6) ABWR yang mempunyai efisiensi 34,5 % serta reaktor air tekan maju APWR dengan efisiensi [13], [14] sebesar 35,3 %. BAB V KESIMPULAN Dari perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Perhitungan efisiensi suatu plant pembangkit listrik tidak mudah karena sangat tergantung dari keadaan dan peralatan dari pembangkit tersebut, sehingga perhitungan hanya dimungkinkan dengan metode heat rate atau laju kalor. 2. Peningkatan efisiensi pada PLTU konvesional dilakukan dengan pengolahan uap yaitu proses superheat, reheat dan regeneratif. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan pemanfaatan uap panas yang lebih optimal seperti pada PLTGU. Sedangkan peningkatan efisiensi pada PLTN pada umumya dilakukan dengan menaikan suhu uap panas seperti yang terdapat di dalam HTR. 3. Secara umum efisiensi PLTU konvensional sedikit lebih tinggi dari PLTN karena adanya perbedaan dalam pengolahan uap. 164

Namun perbedaannya tidak terlalu jauh yaitu berkisar antara 3 4 %. 4. Efisiensi PLTU konvensional dan PLTN berkisar antara 30 sampai dengan 35 %, kecuali untuk PLTGU dapat sampai 45 % dan HTR dapat mencapai 40 %. DAFTAR PUSTAKA 1. HUDI HASTOWO, Sistem Pembangkit Uap Nuklir, Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 2. ZAKI SU UD, Strategi Pengembangan Riset Dalam Dalam Bidang Iptek Nuklir Dalam Rangka Penyiapan SDM yang Berkualifikasi Tinggi. JFN, Vol.1 No.1, Mei 2007 ISSN 1978 8738. 3. IR. ADIWARDOYO, Persiapan Pembangunan dan Pengoperasian PLTN Lingkup Tupoksi BATAN, Kumpulan Makalah Utama, Seminar Nasional IV SDM Teknokogi Nuklir, STTN BATAN, 25 Agustus 2008. 4. IR. SETIYOBAKTI, Dampak Lingkungan Pengoperasian Unit Pembangkit Tenaga, Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 5. EFFENTRIP AGOES, DJODJO, Sumber Daya Energi Primer Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 6. Mursid D. M. Sc, Jenis dan Karakteristik Energi, Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 7. IR. SUBARYADI; IR. G. M. TARIGAN, PLTU Minyak & Gas, Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 8. M. M. El WAKIL, Instalasi Pembangkit Daya Jilid 1, Penerbit Erlangga, 1992 9. KAM W. LI, A PAUL PRIDDY, Power Plant System Design, Copyright 1985, Published Simultaneously in Canada. 10.IR. PRAYITNO, Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988. 11.IR. PURWANTO, Uraian Umum Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara, Diklat Teknologi dan Perencanaan Energi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Oktober 1988 12.ERIK S. PEDERSEN, Nuclear Power, volume 1. Nuclear Power Plant Design, Ann Arbor Science Publisher Inc/The Butterworth Group, Michigan 48106, copyright 1978, Fourth printing, 1982. 13. Ensiklopedi Teknologi Nuklir BATAN, sumber.http//mext atm.jst.go.jp/images/02/02 01. 01 01/01 git 165

14.AKHMAD SYAUKAT, Jurnal Pengembangan Energi Nuklir Vol 2, No. 4 Desember 2000 : 191 198. 166