BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

BAB III LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB III LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN ASPAL BUTON TIPE RETONA BLEND 55 SEBAGAI BAHAN SUSUN CAMPURAN HRS-B

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC) TAMBAHAN LATEKS TERHADAP SIFAT MARSHALL

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

PENGARUH VARIASI KADAR AGREGAT HALUS TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR NTISARI BAB I PENDAHULUAN 1

PENGGUNAAN ABU BATU BARA SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

ABSTRAKSI. Kata kunci : filler lumpur lapindo, HRS, laston, parameter uji Marshall, kadar aspal optimum

BAB III LANDASAN TEORI

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN BATU KAPUR SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (AC-BC) Arfan Hasan 1 ), Sumiati 2 ) ABSTRAK

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

M. M. ADITYA SESUNAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 2010

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian aspal dan hasil pengujian dengan metode Marshall untuk campuran beton aspal HRS-WC yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Data dan hasil perhitungan pengujian pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik untuk dianalisa, hasil pengujiannya adalah sebagai berikut: 4.1.1 Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat disajikan dalam Tabel 4.1 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran-lampiran. Pengujian Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Batu Pecah Kasar Batu Pecah Sedang Abu Batu Spesifikasi Bina Marga, 2010 Nilai Setara Pasir - - 57,40 % Min. 50 % Abrasi 22,71 % 21,90 % - Maks.40 % Berat Jenis: Berat Jenis Bulk 2,64 % 2,71 % 2,61 % Min. 2,5 % SSD 2,67 % 2,74 % 2,63 % Min. 2,5 % Berat Jenis Semu 2,72 % 2,78 % 2,68 % Min. 2,5 % Penyerapan 1,07 % 0,97 % 0,92 % Maks. 3 % Partikel Pipih 9,52 % 9,66 % - Maks.10 % Partikel Lonjong 9,70 % 9,94 % - Maks.10 % 33

34 4.1.2 Hasil Pengujian Aspal Hasil pengujian aspal yang dilakukan terhadap material aspal Pertamina jenis AC 60/70 di laboratorium disajikan dalam Tabel 4.2 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran-lampiran. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aspal AC 60/70 Pengujian Hasil Spesifikasi Bina Marga, 2010 Penetrasi pada 25 C (dmm) 65 60-70 Berat Jenis Aspal 1,04 1,0 Daktilitas pada 25 C (cm) 107,5 100 Titik Nyala ( C) 280 232 Titik Bakar ( C) 320 - Titik Lembek ( C) 59,5 48 4.1.3 Hasil Pengujian Marshall Pengujian Marshall pertama dilakukan terhadap 25 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal (6,0%; 6,5%; 7,0%; 7,5%; 8,0%), yang bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai karakteristik Marshall dari campuran aspal tersebut dan untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO). Hasil pengujian Marshall terhadap campuran beton aspal HRS-WC disajikan dalam Tabel 4.3 dan data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran-lampiran. Tabel 4.3. Hasil Pengujian Marshall untuk Menentukan KAO Karakteristik Spesifikasi Bina Marga, 2010 Kadar Aspal (%) 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0 Density (gr/cm3) - 2,289 2,304 2,314 2,309 2,304 VIM (%) 4-6 5,962 4,651 3,567 3,115 2,629 VMA (%) > 18 18,136 18,022 18,113 18,742 19,339 VFA (%) > 68 68,896 75,589 81,365 84,240 87,084 Stabilitas (kg) > 800 1.591,128 1.848,000 1.692,108 1.587,960 1.551,000 Flow (mm) > 3 4,472 4,648 4,494 4,842 5,128 Marshall Quotient (kg/mm) > 250 348,821 389,794 369,143 321,525 296,527 TFA ( m) - 6,776 7,431 8,093 8,763 9,439

35 4.1.4 Hasil Pengujian Marshall Immersion Pengujian Marshall Immersion dilakukan terhadap 10 buah benda uji tanpa additive dan 10 buah benda uji yang menggunakan additive wetfix-be, dengan perendaman standar ½ jam dan perendaman 24 jam pada kondisi KAO. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.4. Hasil Pengujian Marshall tanpa Additive pada KAO Perendaman Spesifikasi No. Karakteristik Bina Marga, 1/2 Jam 24 Jam 2010 1 Density (gr/cm 3 ) 2,297 2,297-2 VIM (%) 5,289 5,278 4-6 3 VMA (%) 18,062 18,053 > 18 4 VFA (%) 72,299 72,342 > 68 5 Stabilitas (kg) 1.900,800 1.722,600 > 800 6 Flow (mm) 3,900 4,176 > 3 7 Marshall Quotient (kg/mm) 477,828 404,412 > 250 8 TFA ( m) 7,102 7,102-9 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 60 o C 90,625 > 90 No. Tabel 4.5. Hasil Pengujian Marshall dengan Additive Wetfix-be pada KAO Karakteristik Perendaman 1/2 Jam 24 Jam Spesifikasi Bina Marga, 2010 1 Density (gr/cm 3 ) 2,298 2,298-2 VIM (%) 4,972 4,986 4-6 3 VMA (%) 18,022 18,035 > 18 4 VFA (%) 73,906 73,847 > 68 5 Stabilitas (kg) 2.032,800 1.857,900 > 800 6 Flow (mm) 3,940 4,572 > 3 7 Marshall Quotient (kg/mm) 505,823 398,397 > 250 8 TFA ( m) 7,254 7,254-9 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 60 o C 91,396 > 90

36 4.2 Pembahasan 4.2.1 Material Campuran Beton Aspal Campuran beton aspal terdiri dari bahan penyusun yaitu aspal dan agregat (kasar, halus, dan filler). Campuran beton aspal yang baik harus memiliki bahan penyusun yang memenuhi standar spesifikasi. Oleh karena itu, sebelum menggunakannya sebagai bahan campuran beton aspal, perlu dilakukan pengujian atau pemeriksaan terlebih dahulu terhadap agregat maupun aspal tersebut. Berdasarkan dari hasil pengujian laboratorium yang tertera pada Tabel 4.1, menunjukkan bahwa material agregat yang diperoleh dari hasil produksi mesin pemecah batu (stone crusher) PT. Cahaya Nusa Sulutarindo tersebut memenuhi standar yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran agregat pada HRS-WC. Dalam Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa material bahan ikat aspal tersebut memenuhi standar aspal jenis AC penetrasi 60/70 yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran aspal HRS-WC. 4.2.2 Karakteristik Campuran Beton Aspal HRS-WC untuk Menentukan Kadar Aspal Optimum Karakteristik campuran beton aspal yang merupakan hasil dari pengujian dengan metode Marshall, digambarkan secara grafis sebagai hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall yaitu kepadatan (density), Voids in Mix (VIM), Voids in the Mineral Aggregate (VMA), Voids Filled with Asphalt (VFA), stabilitas (stability), kelelehan (flow), hasil bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) dan Thick Film of Asphalt (TFA). 4.2.2.1 Density Nilai density merupakan besarnya kerapatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Suatu campuran akan memiliki nilai density yang tinggi apabila bentuk butiran yang tidak seragam, butiran dengan porositas rendah dan kadar aspal tinggi. Semakin tinggi nilai density suatu campuran menunjukkan bahwa kerapatannya semakin baik. Nilai density dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

37 seperti gradasi campuran, jenis dan kualitas bahan penyusun, faktor pemadatan baik jumlah pemadatan maupun temperatur pemadatan, penggunaan kadar aspal dan penambahan bahan tambah dalam campuran. Campuran beton aspal dengan nilai density yang tinggi akan mampu menahan beban yang lebih berat dibandingkan dengan campuran beton aspal yang memiliki nilai density rendah. Grafik hubungan antara kadar aspal dan density dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Density Berdasarkan Gambar 4.1 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai density yaitu 2,289 gr/cm 3 dan pada kadar aspal 6,5% nilai density meningkat sampai pada kadar aspal 7,0% dan setalah itu mengalami penurunan pada kadar aspal 7,5% dan 8,0%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar aspal maka density akan terus meningkat dan setelah mencapai nilai maksimum, nilai density akan turun kembali. Apabila dilakukan penambahan kadar aspal yang telah melampaui nilai maksimum density, kemungkinan berpengaruh pada stabilitas atau kekuatan campuran aspal dalam menahan beban menjadi berkurang.

38 4.2.2.2 VIM VIM merupakan prosentase rongga yang terdapat dalam total campuran. Rongga udara diperlukan untuk tersedianya ruang gerak untuk unsur-unsur dalam campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan suatu campuran aspal, semakin tinggi nilai VIM maka campuran bersifat porous atau tidak kedap air dan udara, sehingga dapat mempercepat penuaan aspal dan mudah retak sedangkan nilai VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan campuran perkerasan mudah mengalami bleeding jika temperatur meningkat. Selain kadar aspal, nilai VIM juga dipengaruhi oleh gradasi agregat, jumlah dan temperatur pemadatan. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VIM Berdasarkan Gambar 4.2 dimana terlihat nilai VIM terus menurun dengan bertambahnya kadar aspal, hal ini menunjukkan bahwa kadar aspal sangat berpengaruh terhadap rongga dalam campuran atau nilai VIM. Semakin tinggi nilai kadar aspal yang ditambahkan dalam campuran maka volume rongga dalam campuran semakin berkurang atau nilai VIM semakin kecil. Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 bahwa rentang VIM berkisar antara 4% - 6%. Nilai VIM yang memenuhi persyaratan yaitu pada kadar aspal 6,0% dan 6,5% dengan nilai VIM sebesar 5,962% dan 4,651%.

39 4.2.2.3 VMA VMA adalah rongga udara antar butir agregat aspal padat, termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam persen terhadap total volume. Nilai VMA dipengaruhi oleh faktor pemadatan yaitu jumlah tumbukan dan temperatur pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VMA yang terlalu rendah akan berpengaruh pada durabilitas suatu campuran, sedangkan nilai VMA yang terlalu tinggi kemungkinan akan berpengaruh pada stabilitas dan tidak layak untuk diproduksi. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VMA Berdasarkan Gambar 4.3 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai VMA yaitu 18,136% dan pada kadar aspal 6,5% nilai VMA menurun yaitu 18,022%. Kemudian meningkat kembali pada kadar aspal 7,0% dan terus meningkat sampai kadar aspal 8,0%. Hal ini menunjukkan nilai VMA akan turun sampai mencapai nilai minimum dan kemudian kembali bertambah dengan bertambahnya kadar aspal. Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 bahwa syarat VMA > 18,0%. Hal ini menunjukkan kadar aspal 6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai VMA 18,136%, 18,022%, 18,113%. 18,742% dan 19,339%.

40 4.2.2.4 VFA VFA merupakan persentase rongga terisi aspal pada campuran setelah mengalami proses pemadatan. Nilai VFA dipengaruhi oleh jumlah dan temperatur pemadatan, gradasi agregat dan kadar aspal. Nilai VFA berpengaruh pada sifat kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran. Nilai VFA berbanding terbalik dengan nilai VIM, dimana semakin tinggi nilai VFA maka nliai VIM akan semakin kecil. Nilai VFA yang terlalu rendah akan mengurangi keawetan suatu campuran aspal sedangkan nilai VFA yang terlalu tinggi campuran aspal mudah mengalami bleeding karena rongga dalam campuran tidak tersedia atau terlalu kecil yang menyebabkan aspal naik ke permukaan. Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan VFA Berdasarkan Gambar 4.4 dimana terlihat nilai VFA terus meningkat dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran. Hal ini disebabkan rongga dalam campuran mengecil karena bertambahnya aspal yang meresap dan menyelimuti butiran agregat. Semakin tebal film aspal atau tingginya nilai TFA dalam campuran maka nilai VFA semakin tinggi.

41 Pada campuran HRS-WC menurut Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 bahwa syarat VFA > 68,0%. Hal ini menunjukkan kadar aspal 6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan yaitu dengan nilai VFA 68,896%, 75,589%, 81,365%, 84,240% dan 87,084%. 4.2.2.5 Stabilitas Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan jalan untuk menahan beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk, kualitas, tekstur permukaan dan gradasi agregat yaitu gesekan antar butiran agregat dan penguncian antar agregat, daya lekat atau kohesi, proses pemadatan dan kadar aspal dalam campuran. Stabilitas campuran dalam pengujian Marshall ditunjukkan dengan pembacaan nilai stabilitas dan dikoreksi dengan angka koreksi ketebalan atau volume benda uji. Grafik hubungan antara kadar aspal dan stabilitas dapat dilihat pada Gambar 4.5. Gambar 4.5. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Stabilitas Berdasarkan Gambar 4.5 pada kadar aspal 6,0% diperoleh nilai stabilitas yaitu 1.591,128 kg dan kadar aspal 6,5% nilai stabilitas meningkat yaitu 1.848 kg. Pada kadar aspal 7,0% sampai 8,0% nilai stabilitas menurun. Hal ini menunjukkan

42 nilai stabilitas akan meningkat jika kadar aspal bertambah dan setelah mencapai nilai maksimum, stabilitas akan menurun. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai stabilitas minimum untuk lataston atau HRS-WC adalah 800 kg. Nilai stabilitas untuk kadar aspal 6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan tersebut. 4.2.2.6 Flow Flow adalah besarnya deformasi atau penurunan yang terjadi pada campuran benda uji akibat menahan beban sampai batas runtuh, dinyatakan dalam satuan mm. Penurunan yang terjadi sangat berkaitan dengan nilai VIM, VFA dan stabilitas. Nilai flow dipengaruhi antara lain oleh kadar dan viskositas aspal, gradasi agregat dan proses pemadatan. Campuran beraspal panas dengan nilai flow terlalu rendah cenderung kaku dan getas sedangkan campuran beraspal panas dengan flow terlalu tinggi cenderung bersifat plastis atau mudah mengalami perubahan bentuk akibat beban lalu lintas yang tinggi. Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow dapat dilihat pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan Flow Nilai flow berbanding lurus dengan kadar aspal yang ditambahkan dalam suatu campuran. Semakin meningkatnya kadar aspal dalam campuran maka nilai

43 flow akan semakin meningkat pula. Pada Gambar 4.6 dimana terlihat nilai flow turun pada kadar aspal 7,0%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh suhu dan energi pemadatan yang bervariasi. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai flow minimum untuk lataston atau HRS-WC adalah 3,0 mm. Nilai flow untuk kadar aspal 6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan tersebut yaitu dengan nilai sebesar 4,472 mm, 4,648 mm, 4,494 mm, 4,842 mm dan 5,128 mm. 4.2.2.7 MQ MQ merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan flow. Nilai MQ ini akan memberikan nilai kekakuan dan fleksibilitas campuran. Semakin besar nilai MQ berarti campuran aspal semakin kaku dan kurang lentur sehingga mudah retak sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur dan plastis sehingga mudah mengalami perubahan bentuk saat menerima beban lalu lintas yang tinggi. Besarnya nilai MQ tergantung pada stabilitas dan kelelehan suatu campuran. Grafik hubungan antara kadar aspal dan MQ dapat dilihat pada Gambar 4.7. Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan MQ Berdasarkan Gambar 4.7 dimana terlihat nilai MQ naik pada kadar aspal 6,5% setelah itu kembali turun. Hal ini disebabkan stabilitas akan menurun

44 dengan penambahan kadar aspal yang telah melampaui nilai maksimum stabilitas, di samping itu kelelehannya akan semakin tinggi dengan meningkatnya aspal. Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 menetapkan nilai MQ minimum untuk lataston atau HRS-WC adalah 250,0 kg/mm. Nilai MQ untuk kadar aspal 6,0% sampai 8,0% memenuhi persyaratan tersebut yaitu dengan nilai sebesar 348,821 kg/mm, 389,794 kg/mm, 369,143 kg/mm, 321,525 kg/mm dan 296,527 kg/mm. 4.2.2.8 TFA TFA merupakan banyaknya aspal yang menyelimuti permukaan setiap butiran agregat dalam campuran perkerasan. Semakin tinggi kadar aspal efektif yang ditambahkan dalam suatu campuran aspal maka semakin tebal selimut atau film aspal pada masing-masing butir agregat. Tebal selimut aspal ini sangat ditentukan oleh luas permukaan seluruh butirbutir agregat dalam campuran beton aspal. Tebal selimut aspal berpengaruh pada keawetan atau durabilitas campuran aspal. Selimut aspal yang tebal akan membuat campuran lebih kedap air, tetapi terlalu tebal selimut aspal akan mudah terjadi bleeding yang mengakibatkan jalan semakin licin dan sangat berbahaya untuk dilalui. Grafik hubungan antara kadar aspal dan TFA dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8. Grafik Hubungan antara Kadar Aspal dan TFA

45 Berdasarkan Gambar 4.8 dimana terlihat nilai TFA naik terus dengan bertambahnya kadar aspal. Hal ini dikarenakan besarnya selimut aspal yang menyelimuti butiran agregat bergantung pada kadar aspal yang ditambahkan dalam campuran. 4.2.3 Penentuan KAO Penentuan kadar aspal optimum bertujuan untuk mendapatkan kadar aspal yang terbaik atau kadar aspal efektif dari campuran beton aspal. Dari grafik hubungan antara kadar aspal dan parameter Marshall dapat ditentukan nilai kadar aspal optimum, yaitu dengan menempatkan batas-batas spesifikasi campuran HRS-WC yang mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Kadar aspal optimum adalah nilai tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi semua spesifikasi campuran tersebut. Penentuan kadar aspal optimum pada campuran HRS-WC dilakukan dengan menggunakan cara grafik batang, yang ditunjukkan pada Gambar 4.9. No Parameter Spesifikasi 1 Density - Kadar Aspal 6,0% 6,5% 7,0% 7,5% 8,0% 2 VMA 18 3 VIM 4% - 6% 4 Stabilitas 800 kg 5 Flow 3 mm 6 VFA 68% 7 TFA - 8 MQ 250 kg/mm 6,25% Gambar 4.9. Kadar Aspal Optimum Campuran HRS-WC

46 4.2.4 Karakteristik Campuran Beton Aspal HRS-WC pada KAO Pengujian Marshall kedua pada kondisi KAO bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai karakteristik Marshall dari campuran beton aspal HRS-WC tanpa additive dan dengan additive wetfix-be serta mengetahui pengaruh dari pemakaian additive wetfix-be dengan melakukan perbandingan terhadap nilai-nilai karakteristik Marshall benda uji yang tanpa menggunakan additive wetfix-be. Dalam Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai-nilai karakteristik Marshall yaitu berupa nilai density, VIM, VMA, VFA, stabilitas, flow, MQ dan TFA yang diperoleh dari hasil pengujian kedua dengan metode Marshall pada kondisi KAO (6,25%), semuanya memenuhi standar yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Perbandingan hasil pengujian Marshall benda uji tanpa additive dan dengan additive wetfix-be ditampilkan secara grafis seperti terlihat pada Gambar 4.10 sampai dengan Gambar 4.17 untuk dapat dianalisa. 4.2.4.1 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai density dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.10, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai density meningkat sebesar 0,048% dari nilai density sebelumnya tanpa additive wetfix-be (2,297 gr/cm 3 ). Gambar 4.10. Grafik perbandingan nilai density

47 Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai density tetapi dapat membuat campuran beton aspal HRS-WC sedikit lebih padat dari sebelumnya yang dapat berpengaruh pada stabilitas. 4.2.4.2 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VIM dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.11, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VIM mengalami penurununan sebesar 5,99% dari nilai VIM sebelumnya tanpa additive wetfix-be (5,289%). Gambar 4.11. Grafik perbandingan nilai VIM Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai VIM dalam campuran beton aspal HRS-WC cukup baik meskipun terjadi penurunan, karena jika terjadi peningkatan nilai VIM maka akan semakin keluar dari rentang spesifikasi yang ditentukan oleh Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (4% - 6%). Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran beton aspal HRS-WC semakin kedap air dan udara sehingga dapat memperlambat proses penuaan aspal, menjadi lebih awet dan tidak mudah retak.

48 4.2.4.3 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VMA dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.12, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VMA mengalami penurununan sebesar 0,22% dari nilai VMA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (18,062%). Gambar 4.12. Grafik perbandingan nilai VMA Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai VMA cukup baik meskipun adanya sedikit penurunan nilai VMA, tetapi masih memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (>18,0%). Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran beton aspal HRS-WC memiki tingkat keawetan yang cukup, stabilitas tinggi dan tidak mudah retak ataupun bleeding. 4.2.4.4 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai VFA dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.13, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai VFA meningkat sebesar 2,22% dari nilai VFA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (72,299%).

49 Gambar 4.13. Grafik perbandingan nilai VFA Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian additive wetfix-be 0,3% dalam campuran beton aspal HRS-WC memiliki pengaruh cukup baik terhadap nilai VFA yakni memenuhi standar yang ditentukan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 68,0%) dan adanya peningkatan meskipun tidak begitu besar. Pemakaian additive wetfix-be dapat membuat campuran beton aspal HRS- WC tidak bersifat porous atau campuran lebih lebih kedap air dan udara sehingga lebih awet dan elastis. 4.2.4.5 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai stabilitas dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.14, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai stabilitas mengalami peningkatan sebesar 6,94% dari nilai stabilitas sebelumnya tanpa additive wetfix-be (1.900,8 kg).

50 Gambar 4.14. Grafik perbandingan nilai stabilitas Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai stabilitas dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 800 kg) dan adanya peningkatan stabilitas. Pemakaian additive wetfix-be dapat meningkatkan kelekatan sehingga daya ikat aspal dan agregat semakin kuat yang menyebabkan stabilitas campuran semakin meningkat, sehingga kerusakan jalan seperti pelepasan butiran atau pengelupasan akibat genangan air atau kelembaban akan semakin berkurang. 4.2.4.6 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai flow dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.15, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai flow mengalami peningkatan sebesar 0,98% dari nilai flow sebelumnya tanpa additive wetfix-be (4,100 mm).

51 Gambar 4.15. Grafik perbandingan nilai flow Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai flow dalam campuran beton aspal HRS-WC cukup baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (>3,0 mm) dan adanya peningkatan nilai flow yang membuat campuran beton aspal HRS-WC lebih tidak kaku dan getas sehingga tidak mudah mengalami retak. 4.2.4.7 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai MQ dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.16, benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran beton aspal HRS-WC mengakibatkan nilai MQ mengalami peningkatan sebesar 5,91% dari nilai MQ sebelumnya tanpa additive wetfix-be (454,519 kg/mm). Gambar 4.16. Grafik perbandingan nilai MQ

52 Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap nilai MQ dalam campuran beton aspal HRS-WC terlihat sangat baik yakni memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (> 250 kg/mm) dan adanya peningkatan nilai MQ yang membuat campuran cenderung kaku. 4.2.4.8 Pengaruh pemakaian additive wetfix-be terhadap nilai TFA dalam campuran beton aspal HRS-WC Berdasarkan grafik perbandingan pada Gambar 4.17, terlihat bahwa benda uji dengan pemakaian additive wetfix-be 0,3% terhadap berat aspal dalam campuran, nilai TFA mengalami peningkatan sebesar 2,14% dari nilai TFA sebelumnya tanpa additive wetfix-be (7,102 ). Gambar 4.17. Grafik perbandingan nilai TFA Tebal selimut aspal atau nilai TFA akan mengalami perubahan atau akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai kadar aspal yang ditambahkan dalam campuran. Pemakaian Additive wetfix-be dapat mengakibatkan berat jenis aspal berkurang sehingga berpengaruh pada nilai TFA yang membuat campuran tidak kaku, lebih kedap air dan udara serta lebih awet.

53 4.2.5 Pengaruh Perendaman pada Campuran Aspal HRS-WC Pengujian variasi perendaman adalah salah satu metode untuk mengetahui durabilitas atau keawetan suatu campuran aspal. Pengujian perendaman pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui indeks kekuatan sisa dari campuran aspal HRS-WC tanpa dan dengan menggunakan additive wetfix-be. Perendaman benda uji dilakukan selama ½ jam dan 24 jam pada suhu 60 o C. Nilai perbandingannya disebut indeks stabilitas sisa atau indeks kekuatan sisa (IRS) yang dinyatakan dalam persen (%). Standar kekuatan sisa atau stabilitas Marshall sisa yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 adalah minimum 90%. Semakin kecil indeks kekuatan sisa, maka campuran tersebut bersifat porous sehingga air mudah masuk ke dalam campuran, yang kemudian ikatan aspal dan agregat akan berkurang. Hasil pengujian Marshall HRS-WC tanpa additive pada KAO (6,25%) dengan variasi perendaman ditunjukkan pada Tabel 4.5. Nilai stabilitas pada benda uji dengan perendaman ½ jam adalah sebesar 1.900,8 kg sedangkan benda uji dengan perendaman 24 jam memiliki nilai stabilitas lebih rendah yaitu sebesar 1.722,6 kg. Stabilitas Marshall sisa atau indeks kekuatan sisa diperoleh sebesar 90,625%. Hasil pengujian Marshall HRS-WC dengan additive wetfix-be pada KAO (6,25%) dengan variasi perendaman ditunjukkan pada Tabel 4.6. Nilai stabilitas pada benda uji dengan perendaman ½ jam adalah sebesar 2.032,8 kg sedangkan benda uji dengan perendaman 24 jam memiliki nilai stabilitas lebih rendah yaitu sebesar 1.857,9 kg. Untuk indeks kekuatan sisa diperoleh sebesar 91,396 %. Hal ini menunjukkan bahwa lamanya waktu perendaman menyebabkan air yang masuk ke dalam mengisi seluruh rongga campuran, yang mengakibatkan berkurangnya daya lekat aspal terhadap agregat sehingga nilai stabilitas semakin menurun. Additive wetfix-be dapat meningkatkan kelekatan aspal dan agregat sehingga benda uji yang menggunakan additive wetfix-be memiliki indeks kekuatan sisa lebih tinggi dari benda uji tanpa additive.

54 No. Tabel 4.6. Resume Hasil Pengujian Marshall HRS-WC pada KAO Karakteristik Tanpa Additive Wetfix-Be Dengan Additive Wetfix-Be Perendaman Perendaman 1/2 Jam 24 Jam 1/2 Jam 24 Jam Spesifikasi Bina Marga, 2010 1 Density (gr/cm 3 ) 2,297 2,297 2,298 2,298-2 VIM (%) 5,289 5,278 4,972 4,986 4-6 3 VMA (%) 18,062 18,053 18,022 18,035 > 18 4 VFA (%) 72,299 72,342 73,906 73,847 > 68 5 Stabilitas (kg) 1.900,8 1.722,6 2.032,8 1.857,9 > 800 6 Flow (mm) 4,100 4,376 4,140 4,772 > 3 7 MQ (kg/mm) 454,519 385,929 481,387 381,7 > 250 8 TFA ( m) 7,102 7,102 7,254 7,254-9 Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman 24 jam, 60 o C 90,625 91,396 > 90