ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA PIPA UAP TEMPERATUR PERMUKAAN KONSTAN Rahmad Hidayat*,Ir. Edi Septe S, MT. 1), Ir. Burmawi, M.Si. 2) Program Studi Teknik Mesin-Fakultas Teknologi Industri-Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No.19 Olo Nanggalo Padang 25143 Telp. 0751-7054257 Fax. 0751-7051341 Email : Ameex.Ameex@yahoo.com Edysepte@gmail.com Burmawi_koto@yahoo.com ABSTRAK Pipa uap temperatur merupakan pipa yang digunakan dalam sebuah ruangan ketel uap,. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa distribusi temperatur pada pipa uap. Hasil analisa yang dilakukan diperoleh Pada tahap A perpindahan panas terjadi secara konveksi dengan temperatur alirnya sebesar 494,01 0 C. Pada tahap B perpindahan panas terjadi secara konduksi dengan temperatur alirnya sebesar 485,72 0 C. Pada tahap C perpindahan panas terjadi secara konveksi dengan temperatur alirnya sebesar 485,71 0 C. Setelah didapat hasi perhitungan pada air yang mengalir atau tahap c sebesar 485,71 0 C. Hasil pada tahap ini lebih besar dibandingkan Temperatur uap yang keluar dari pipa dengan Temperatur uap sebesar 400 0 C. Maka pada kasus seperti ini terjadi kerugian panas pada pipa sebesar 18,585 0 C. Jadi panas yang diberikan pada permukaan pipa bagian luar tidak sama temperaturnya dengan temperatur pada pipa bagian dalam. Ini dibuktikan dengan semakin menurun nya temperatur yang dialirkan akibat terhambat penampang atau ketebalan pipa sehingga temperatur panas yang mengalir menuju air yang berada di dalam pipa lebih rendah dibandingkan dengan temperatur yang diberikan pada permukaan pipa bagian luar. Kata Kunci : Pipa Uap. Distribusi Temperatur, Temperatur Permukaan Konstan.
I. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi pada zaman sekarang semakin maju dari tahun-tahun sebelumnya. Kemajuan tersebut diiringi dengan semakin tingginya kebutuhan manusia terhadap energi listrik. Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik semua orang berpikir menciptakan dan menyempurnakan teknologi yang dapat menghasilkan energi listrik. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap energi listrik, maka diciptakanlah alat pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Setiap pembangkit memiliki kapasitas listrik 100 MW. Adakalanya PLTU menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar. Konversi energi tingkat pertama yang berlansung dalam PLTU adalah konversi energi primer menjadi energi panas (kalor). Hal ini dilakukan dalam ruang bakar dari ketel uap PLTU. Turbin digunakan untuk memutar generator dengan cara mengubah energi panas yang terkandung dalam uap menjadi energi mekanik. Uap dengan tekanan dan temperatur tinggi diarahkan untuk mendorong sudu-sudu turbin yang dipasang pada poros sehingga turbin berputar.. Dari data pengamatan PLTU Sawah Lunto Sijunjung, kegagalan ketel uap yang paling sering terjadi adalah akibat kebocoran pada pipa air di dalam ruang ketel. Hal ini dikarenakan penipisan pada pipa yang terjadi karena pipa tersebut mengalami korosi yang menyerang permukaan pipa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran pada pipa tersebut. Apabila pipa tersebut mengalami kebocoran, otomatis uap yang ada pada pipa akan berkurang dan temperatur uap untuk memutar turbin pun mengalami penurunan. Sehingga dapat menimbulkan penurunan daya pada sistem PLTU. Untuk menganalisa kegagalan pipa secara akurat,diperlukan hasil temperatur dengan cara melakukan analisa teoritis perpindahan panas pada pipa air tersebut, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil temperatur yang lebih baik, sekaligus untuk menjaga temperatur dan efisiensi uap pada pipa air tersebut.
II. TINJAUN PUSTAKA Pipa adalah istilah untuk benda slinder yang berlubang dan digunakan untuk memindahkan zat hasil pemprosesan seperti cairan, gas, uap, zat padat yang dicairkan maupun serbuk halus. Material yang digunakan sebagai pipa sangat banyak diantaranya adalah: beton cor, gelas, timbal, kuningan (brass), tembaga, plastik, alumanium, besi tuang, baja karbon, dan baja paduan. Perpindahan panas (head transfer) didefinisikan sebagai perpindahan panas dari suatu medium ke medium lainya sebagai akibat beda temperatur ( adanya gradien temperatur) antara medium-medium tersebut. Perpindahan panas berlansung dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah dalam suatu medium atau melalui media. Mekanisme Perpindahan Panas. Pertama, Konduksi Perpindahan panas konduksi adalah suatu proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam suatu medium (padat) atau antara medium bersinggungan secara lansung. Konduksi Kalor dinyatakan dengan : Hukum Fourrier. Dimana : T 1 > T 2 = Laju perpindahan panas konduksi, (W).(J) = Konduktifitas termal bahan, A = Luas penampang dimana panas mengalir, (m 2 ) L = Panjang benda,m. T 1 T 2 dt/dx = Temperatur pada titik 1, 0 C = Temperatur pada titik 2, 0 C = Perbedaan temperatur t terhadap jarak dalam arah aliran panas x. Kedua, Konveksi adalah perpindahan kalor dari suatu bagian fluida kebagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi terjadi diakibatkan adanya ekspansi termal dan konduksi. Konveksi sendiri artinya adalah fluida yang berpindah akibat adanya perbedaan suhu. sedangkan ekspansi
termal adalah sifat dari suatu fluida yang bertemperatur tinggi, dimana partikel-partikel fluida tersebut volumenya meluas/membesar akibat panas. Fluks panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dan fluida sekitarnya yang diusulkan oleh Ilmuwan Inggris Isaac Newton 1701, dapat dihitung dengan hubungan: Dimana : = Besar perpindahan panas konveksi, Watt. = Temperatur permukaan, 0 C = Temperatur fluida. 0 C = Koefisien perpindahan panas koefisien, A= Luas penampang permukaan benda,m 2 Ketiga, Radiasi merupakan Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui bahan antar, kalor juga dapat berpindah melalui daerah-daerah hampa. Mekanismenya adalah radiasi elektromaknetik. Jumlah energi yang meninggalkan suatu permukaan sebagai panas radiasi tergantung pada temperatur mutlak dan sifat permukaan tersebut. Radiasi yang dipancarkan ke permukaan menurut hukum Stefan Bolzman, pada permukaan hitam (black surfaces): = Dimana: = Besar radiasi yang terjadi, Watt. = Konstanta bolzman, 5,67 x 10-8 W/m 2 K 4 A = Luas permukaan yang terkena radiasi, m 2. T 2 = Temperatur mutlak pada permukaan, 0 K. III. TERMINOLOGI DAN PROSES KERJA KETEL UAP 3.1 Terminologi 3.2 Proses Kerja Ketel Uap Air masuk ketel melewati pipa pengatur turun (down corner) setelah mengalami pemanasan awal tekanan rendah sehingga suhu awal air berubah menjadi 250 0 C
kemudian kembali mengalami pemanasan tekan tinggi sehingga terjadi peningkatan suhu menjadi 350 0 C. kemudian air tersebut masuk melalui boiler drum, barulah air tersebut mengisi pipa evapurator. Pipa ini mengalami pemanasan diruang bakar dengan suhu ruangan 500 0 C dengan kapasitas air nya sebesar 9,34 kubik dan air akan mendidih lalu menuju drum ketel dengan suhu 400 0 C berupa uap jenuh. Uap jenuh yang dihasilkan disini adalah uap basah dimana uap tersebut masih terdapat air. oleh separator dilakukan proses pemisahan antara uap dan air. Air yang tersisa akan disirkulasikan kembali ke pipa evapurator untuk dipanaskan kembali dimana suhu air tersebut sebesar 350 0 C. Selanjutnya uap jenuh tersebut akan dialirkan ke superheater untuk dipanaskan kembali. Uap yang dipanaskan lanjut bila digunakan untuk melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin tidak akan segera mengembun, sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan terjadinya pukulan balik atau back stroke yang diakibatkan mengembunnya uap sebelum pada waktunya sehingga menimbulkan vakum di tempat yang tidak semestinya pada daerah ekspansi. Superheater terdiri atas 3 tingkat yaitu Superheater I, Superheater IB dan Superheater II, kontrol temperatur menggunakan feed water spraying(attamperator). Attemperator I diletakkan diantara Superheater I dan Superheater IB, Attemperator II diletakkan diantara Superheater IB dan Superheater II. setelah mengalami pemanasan lanjut, maka uap basah tersebut temperaturnya naik menjadi 515 0 C uap kering. Uap kering yang dihasilkan tersebut sebesar 400 ton/jam. Kemudian uap tersebutlah yang digunakan untuk memutar turbin yang memiliki kapasitas daya sebesar 100 Mega Watt.
IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Titik Lokasi Tahap 2 : Perpindahan panas dari dinding pipa luar ke dinding pipa bagian dalam berlasung secara konduksi. Tahap 3 : Perpindahan panas dari dinding pipa bagian dalam ke air yang mengalir berlansung secara konveksi. 4.1.1 Data Dari data yang diperoleh berdasarkan survei yang di dilakukan pada PLTU Sawah Lunto Sijunjung, maka diperoleh data sebagai berikut. Tabel 3.4 Data Hasil Peneitian Jadi proses perpindahan panas pada pipa air berlansung tiga tahap yaitu: Tahap 1 : Perpindahan panas dari lingkungan ke dinding pipa bagian luar berlansung secara konveksi. 4.2 Analisa Perpindahan Panas Pada Pipa Air Pada pipa evaporator ini analisa perpindahan panas terjadi pada beberapa titik. A. Perpindahan panas terjadi dari lingkungan ke dinding pipa bagian luar. Perpindahan panas ini berlansung secara konveksi. q = h. A (T 1. T 2) h = Koefisien perpindahan panas cairan = 10 Watt / m 2 0 C A = Luas permukaan perpindahan panas = 1.629.658,116 m 2 A = 2 π r L r = Jari-jari luar pipa =48,47 mm L = Panjang pipa = 5.310 m A = 2 x 3.14 x 48,87 x 5.310 = 1.629.658,116 m 2 T 1 = Temperatur lingkungan = 500 0 C
q = Energi panas yang diberikan = 97,58 x 10 6 W q = m x nk m = Massa batu bara, kg/jam nk = Nilai kalor batu bara q=14.000 kg/jam x 6.000 kkal/jam =84,10 x10 6 kkal/jam q = q = 97,58x10 6 joule/detik q = 97,58x10 6 w T 2 = Temperatur permukaan pipa bagian luar?? q = h. A (T 1 - T 2) 97,58x10 6 W = 10 W/m 2 o C x 1629658,116 x (500 0 C - T 2 ) 5,99 0 C = T 2 = 500 0 C - 5,99 0 C T 2 = 494,01 0 C B. Perpindahan panas terjadi dari dinding pipa bagian luar ke dinding pipa bagian dalam. Perpindahan panas ini berlasung secara konduksi. Perpindahan panas konduksi pada sistem slinder ditentukan berdasarkan hukum Fourier, dengan persamaan: q r = - K. A r. dimana : A r = Luas bidang aliran kalor, m 2 A r = 2.π.r.l q r = - 2.π.K.r.L. dimana : T = T 2 pada r = r 2 T = T 3 pada r = r 3 jadi : Dimana : q = Energi panas yang diberikan = 97,58x10 6 W K = Konduktifitas thermal bahan pipa, baja karbon = 60 W/m 0 C L = Panjang pipa = 5.310 m 2 T 2 = Temperatur permukaan luar pipa = 494,01 0 C T 3 = Temperatur permukaan dalam pipa??? r 3 r 2 = Jari jari luar pipa = 48,87 mm = Jari jari dalam pipa = 41,25 mm q [ln.( r 3/ r 2 )] = 2π.K.L.(T 2 - T 3 )
= o C - 8,29 o C T 3 = 485,72 o C C. : Perpindahan panas dari dinding pipa bagian dalam ke air yang mengalir. Perpindahan panas ini berlansung secara konveksi q = h. A (T 3. T 4) h = Koefisien perpindahan panas cairan = 5.000Watt / m 2 0 C A = Luas permukaan perpindahan panas = 1.629.658,116 m 2 T 3 = Temperatur permukaan pipa dalam = 485,72 o C T 4 = Temperatur uap pada tahap 1 =???? o C q = Energi panas yang diberikan = 97,58 x 10 6 W q = h. A (T L - T 1) 97,58x10 6 W = 5.000 W/m 2 o C x 1.629.658,116 x (485,72 o C - T 4 ) 0,01 0 C = 485,72 o C - T 4 T 4 = 485,72 0 C - 0,01 0 C T 4 = 485,71 0 C Jadi temperatur uap pada tahap 1 ini adalah T 4 = 485,71 0 C Setelah kita menemukan temperatur pada air yang mengair sebesar 485,71 0 C, padahal uap yang keluar dari pipa pemanasan ini sebesar 400 0 C. Maka harus dicari kelebihan temperatur ny. T uap air = T 4 - T uap air = 485,71 0 C - 400 0 C = 85.71 0 C Maka kelebihan temperatur nya sebesar 85.71 0 C Tabel 3.5 Suhu vs Titik pengujian N0 Titik Temperatur pengujian 0 C 1 1 494,01 0 C 2 2 485,72 0 C 3 3 485,71 0 C Gravik Temperatur 0 C VS Tahap Pengujian 500,00 494,01 485,72485,71 450,00
Jadi pada grafik ini terjadi tiga tahap pengujian. Hasil analisa yang dilakukan diperoleh Pada tahap A perpindahan panas terjadi secara konveksi dengan temperatur alirnya sebesar 494,01 0 C. Pada tahap B perpindahan panas terjadi secara konduksi dengan temperatur alirnya sebesar 485,72 0 C. Pada tahap C perpindahan panas terjadi secara konveksi dengan temperatur alirnya sebesar 485,71 0 C. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diatas maka penulis dapat menyimpulkan: 1. Pada tahap A perpindahan panas konveksi dengan temperatur alirnya sebesar : 494,01 0 C 2. Pada tahap B perpindahan panas konduksi dengan temperatur alirnya sebesar : 485,72 0 C 3. Pada tahap C perpindahan panas konveksi dengan temperatur alirnya sebesar : 485,71 0 C Maka disini teradi kerugian temperatur pada pipa sebesar 85.71 0 C. Jadi dapat disimpulkan bahwa panas yang diberikan pada permukaan pipa bagian luar tidak sama temperaturnya dengan temperatur pada pipa bagian dalam. 5.2 Saran Setelah melakukan penelitian dan analisa perpindahan panas terhadap pipa air pada ketel uap yang dilakukan di PLTU Sawah Lunto Sijunjung, penulis menyarankan kepada pimpinan PLTU Sawah Lunto Sijunjung agar melakukan analisa teoritis secara berkala supaya tidak terjadi penurunan daya pada sistem PTU Sawah Lunto Sijunjung. DAFTAR PUSTAKA
Alstom. 1998. Boiler Design Manual. Ombilin: Ombilin Press. J.P.Holman.1991. Perpindahan Kalor. Jakarta 10430: Erlangga Press. Raswari. 1987. Perencanaan dan Pengambaran Sistem Perpipaan. Jakarta: Universita Indonesia. (UI- Press). Suryadimal. 2009. Perpindahan Panas 1. Padang: Bung Hatta University Press. Zemansky Mark dan W. Richerd H. Dittman. 1986. Kalor dan Termodinamika Terbitan Keenam. Bandung: ITB.Press. Jansen Michael K. dan Debor A. Kaminskin. 2005. Introduction to Thermal and Fluid Enginering.New York : John Wiley & Sons, Inc. Bruce R. Munson dan Donald I. 2001. Mekanika Fluida. Jakarta. Erangga. Tutuka Ariadji. 2000. Fuida Reserfoir + Praktikum. Bandung. ITB. T. John Finnemore, Joseph B. Franzini. 2002. Fuid Meechanics With