Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2)

dokumen-dokumen yang mirip
Hijau (alpha) Sempurna (beta) Tidak ada hemolisis (gamma)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

Prosedur Pengujian Mikrobiologi untuk Identifikasi Agen Penyebab Mastitis Subklinis pada Sapi Perah. Alpha-Beta hemolytic Staphylococcus aureus

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian Jumlah Bakteri Staphyloccus aureus dan Skor California Mastitis

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) Daun Belimbing Wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

BAB I PENDAHULUAN. Banyuwangi secara astronomis terletak di antara

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Wibowo, T.H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

MIKROBIOLOGI SUSU. Jatinangor, Maret Jurusan Teknologi Industri Pangan FTIP Univesitas Padjadjaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sapi perah (Peranakan Friesian Holstein)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle Linn) TERHADAP MASTITIS SUBKLINIS

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. yang berbeda konsentrasi terhadap total koloni bakteri dan ph susu segar kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut data BPS Kabupaten Buleleng, (2014), Kabupaten Buleleng

MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH DI INDONESIA : PENDEKATANNYA

PENGARUH PENGGUNAAN BENZALKONIUM KLORIDA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS SUSU SAPI. Saeful Hidayat, Rival Ferdiansyah, Akhmad Depi Juniarto

TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Ambing

Lampiran 1 Kuisioner Peternak Pemasok Susu Segar

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

THE EFFECT OF USE MORINGA LEAF JUICE FOR TEAT DIPPING ON INCIDENCE OF SUBCLINICAL MASTITIS OF DAIRY CATTLE LACTATION FH

EFEKTIVITAS SALEP DAUN SIRIH DAN MENIRAN TERHADAP PENURUNAN JUMLAH BAKTERI PADA SAPI PERAH PENDERITA MASTITIS SUB KLINIS

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KAJIAN PENGENDALIAN MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

AKTIVITAS AIR PERASAN DAN EKSTRAK ETANOL DAUN ENCOK TERHADAP BAKTERI YANG DIISOLASI DARI SAPI MASTITIS SUBKLINIS

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia

TOTAL BAKTERI DAN ph SUSU AKIBAT LAMA WAKTU DIPING PUTING KAMBING PERANAKAN ETTAWA LAKTASI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laktasi atau mendekati kering kandang (Ramelan, 2001). Produksi susu sapi perah

Pengaruh Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) sebagai Bahan Dipping Puting terhadap Jumlah Coliform dan ph Susu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Analis Kesehatan

ABSTRAK. Kata Kunci: Ekstrak daun kersen, ether, metanol, daya hambat, Streptococcus agalactiae dan mastitis.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

AGROVETERINER Vol.6, No.1 Desember 2017

THE INFLUENCE OF PRE MILKING ON MILK QUALITY BASED ON REDUCTATION TEST AND CALIFORNIA MASTITIS TEST ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Dwi Priono, Endang Kusumanti, Dian Wahyu Harjanti

HUBUNGAN ANTARA DIAMETER LUBANG PUTING TERHADAP TINGKAT KEJADIAN MASTITIS

Eka Margareta Sinaga, M.Pd Dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia ABSTRACT

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

PENGARUH SENYAWA FENOL DALAM BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP CMT (California Mastitis Test) SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah satu hewan penghasil susu

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Susu UHT Impor Bahan Media dan Reagen Alat

25 Universitas Indonesia

JIMVET. 01(3): (2017) ISSN :

Epidemiologi veteriner PKH-UB 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

ABSTRACT. Keywords: Inhibition, Muntingia calabura L., Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Antimicrobial

PEMANFAATAN REBUSAN DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum) DALAM MENURUNKAN TINGKAT KEJADIAN MASTITIS BERDASARKANN UJI CMT DAN SCC

PENGARUH TEAT DIPPING SARI DAUN BELUNTAS (Pluchea indica Less) TERHADAP KUALITAS SUSU BERDASARKAN CALIFORNIA MASTITIS TEST DAN UJI REDUKTASE

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Kabupaten

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang hubungan produksi susu dengan body condition scoredan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protein hewani oleh manusia. Komponen-komponen penting dalam susu adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium lab. Mikrobiologi, Lantai II di kampus

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

Buletin Peternakan Vol. 40 (1): 11-20, Februari 2016 ISSN E-ISSN X

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. penyingkiran susu, biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi, serta

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2014.

KAJIAN HASIL MONITORING DAN SURVEILANS CEMARAN MIKROBA DAN RESIDU OBAT HEWAN PADA PRODUK PANGAN ASAL HEWAN DI INDONESIA

Transkripsi:

Prevalensi Patogen Penyebab Mastitis Subklinis (Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae) dan Patogen Penyebab Mastitis Subklinis lainnya pada Peternak Skala Kecil dan Menengah di Beberapa Sentra Peternakan Sapi Perah di Pulau Jawa Yoni Darmawan SUGIRI 1) dan Akira ANRI 2) 1) Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BP3HK) Cikole Lembang Kab. Bandung Barat, Jawa Barat, Indonesia. 2) Japan International Cooperation Agency (JICA) Short Term Expert on Mastitis Control, Large Animal Clinic and Research Center (LACRC) Hokkaido Nosai. Hokkaido, Japan. ABSTRAK Mastitis klinis maupun subklinis merupakan masalah yang paling sering dan sangat merugikan dari segi ekonomi bagi peternak sapi perah (penurunan produksi dan kualitas susu segar dan olahan serta pengafkiran dini sapi produktif), tidak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Beberapa patogen penyebab mastitis yang bersifat mayor diantaranya adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae. Kedua jenis mayor patogen tersebut telah diselidiki, diisolasi dan diidentifikasi dari 390 ekor sapi perah di beberapa sentra peternakan sapi perah di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur). Dari hasil investigasi, identifikasi dan isolasi terhadap kedua jenis mayor patogen tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi dari Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan patogen lainnya adalah 8,5%, 37,5% dan 39%. Berdasarkan hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa mastitis subklinis dan Klinis masih merupakan masalah yang sering menyerang dan merugikan bagi para peternak sapi perah, sehingga diperlukan tindak lanjut dari pemerintah dalam rangka pengendalian mastitis, sehingga rencana pemerintah Indonesia untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri dalam rangka swasembada susu bisa tercapai. PENDAHULUAN Mastitis merupakan peradangan pada jaringan internal ambing (Sudarwanto, 2009), mastitis bisa disebabkan oleh kuman patogen (infeksius) seperti bakteri, kapang atau khamir, kerusakan fisik ambing (udder and teat injury) serta akibat terpapar oleh bahan kimia yang iritan yang mampu merusak jaringan interna ambing (Anri, 2008). Menurut Jayarao dan Wolfgang (2003), mayor patogen penyebab mastitis terdiri atas tiga jenis kuman patogen yaitu Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae dan Mycoplasma bovis. Infeksi bakteri merupakan penyebab utama terjadinya mastitis, bakteri penyebabnya adalah Staph. aureus, Strep. agalactiae, Mycoplasma bovis, Strep. dysagalactiae, Strep. uberis dan berbagai jenis bakteri gram negatif, meskipun demikian lebih dari 130 jenis bakteri telah dilaporkan dapat menyebabkan penyakit atau kelainan pada kelenjar ambing sapi perah (Kirk dan Lauerman, 1994). Berdasarkan beberapa penilitian tentang penyebab mastitis subklinis sebelumnya, sebagian besar mayor patogen penyebab mastitis adalah Staph. aureus dan Strep. agalactiae, oleh karena itu penelitian ini difokuskan kepada kedua jenis bakteri tersebut. Staph. Aureus merupakan masalah utama penyebab mastitis di beberapa negara yang sudah maju industri sapi perahnya karena jika suatu peternakan terinfeksi oleh jenis bakteri ini maka hal ini sangat merugikan bagi pemiliknya bahkan peternakan tersebut akan tutup karena sangat susahnya mengeradikasi bakteri ini dari peternakan apabila sudah menyebar atau menginfeksi sebagian besar sapi pada peternakan tersebut. Oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan karakteristik dan cara pengendalian dari

bakteri Staph. aureus ini. Menurut Anri (2008) mastitis akibat Staph. aureus menyebabkan masalah sebagai berikut : Sangat infeksius karena sangat mudah menular dari satu sapi ke sapi yang lainnya. Pengobatan dengan antibiotika kurang efektif (tidak bisa sembuh sendiri dan angka kesembuhan rendah) karena karakteristik dari Staph. aureus adalah menginfeksi jaringan dalam ambing (deep site infection) bukan di dalam kelenjar ambing dan membentuk micro abses sehingga mempersulit antibiotika untuk mencapai daerah terinfeksi. Dan sebagian besar sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotika umum. Meningkatkan jumlah sel somatic (SCC) serta menurunkan kualitas dan produksi susu secara signifikan. Dan yang paling utama adalah masalah yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, yaitu bakteri ini bisa menghasilkan enterotoxin yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain Staph. aureus, Strep. agalactiae termasuk salah satu mayor patogen yang bisa menyebabkan mastitis subklinis. Secara ekonomis bakteri ini sangat merugikan bagi peternak, karena bisa menyebabkan penurunan produksi susu yang sangat signifikan (sekitar 10-20%) dan menurunkan kualitas susu secara umum serta secara signifikan akan meningkatkan jumlah sel somatic (SCC) pada suatu peternakan atau kelompok ternak yang terinfeksi (Kirk dan lauerman, 1994). Secara umum bakteri ini sangat mudah dieradikasi di suatu peternakan karena sangat sensitive terhadap antibiotika golongan Penisilin, namun pengobatan tidak akan efektif jika manajemen pemerahan tidak dijalankan dengan baik sehingga akan menyebabkan kerugian secara ekonomi akibat biaya pengobatan, tenaga kesehatan hewan dan susu yang terbuang akibat adanya residu antibiotika pada susu (Kirk dan lauerman, 1994). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kejadian mastitis subklinis terutama akibat dua mayor patogen (Staph. aureus dan Strep. agalactiae) pada peternakan sapi perah skala kecil dan menengah di sentra peternakan sapi perah di Jawa Barat khususnya dan di Pulau Jawa pada umumnya. MATERI DAN METODE Sampel susu diambil secara acak dan diuji dalam rentang waktu Agustus 2008 s.d Februari 2010 yang berasal dari beberapa peternakan skala kecil dan menengah di provinsi Jawa Barat (Lembang dan Cikole di Kabupaten Bandung Barat, Pangalengan Kabupaten Bandung, Bunikasih Kabupaten Cianjur), Jawa Tengah (Baturraden Purwokerto) dan Jawa Timur (Pasuruan). Sampel yang diambil terdiri dari sampel susu per quartir untuk peternakan dengan populasi di bawah 10 ekor dan sampel komposit per ekor untuk peternakan dengan populasi di atas 10 ekor. Bahan dan alat yang dibutuhkan untuk isolasi dan identifikasi: 1. Pengambilan sampel Sterilized test tube (10 ml volume) Test tube rack Kapas dengan alkohol 70% Paper towel (napkin) None-return dipper 2% povidone iodine (disinfectant untuk teat dipping) Cotton swab Sterilized disposable syringe (10 ml volume) Glove Disinfectant (sodium hypochlorite) Cooling box Ice Oily felt pen/ spidol permanent

2. Cow Side Test CMT reagent CMT paddle 3. Isolasi dan identifikasi bakteri 5% sheep blood agar Muller-Hinton agar Rabbit plasma SA and SAG (untuk CAMP test) Esculin discs Antibiotic sensitivity discs Ose Batang penyebar Gram s stain set pinset Sterilized distilled water Sterilized tube (10 ml volume, 18 G needle) untuk uji koagulase Cotton swab bunsen alcohol 96% gelas Beaker Inkubator Sterilisator (oven dan autoclave) Metode yang digunakan berdasarkan pada LABORATORY HANDBOOK ON BOVINE MASTITIS Revised edition 1999, dari National Mastitis Council, Inc. Amerika Serikat tahun 1999, dikarenakan metode berdasarkan buku ini dirasakan oleh penulis sebagai metode identifikasi yang paling cepat, murah dan diakui oleh dunia internasional. Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi Staph. aureus dan Strep. agalactiae serta bakteri penyebab mastitis subklinis lainnya digunakan media agar darah domba 5% sebagai media pembiakan bakteri. Sejumlah 50-100 mikro liter susu sampel digoreskan atau disebar ke seluruh permukaan agar darah domba 5% menggunakan ose atau batang penyebar steril, kemudian diinkubasikan pada suhu 37 C selama 20-24 jam sebelum dilanjutkan kepada pemeriksaan bentuk, ukuran dan warna koloni yang tumbuh (jika belum tumbuh diinkubasikan lagi selama 20 jam). Staph. aureus memiliki karakteristik seperti berikut : ukuran sedang, warna putihkekuningan, dan memiliki koloni dengan pola hemolysis pada agar darah adalah α- dan β- hemolysis. Dengan pewarnaan gram berwarna biru-ungu (+), bulat dan bergerombol seperti anggur. Uji katalase dengan H2O2 3% positif, uji oxidase negatif, uji koagulase rabbit plasma positif dan mampu memfermentasi mannitol pada Mannitol Salt Phenol Red Agar (Merck Gmbh) (National Mastitis Council, 1999). Sedangkan untuk Bakteri Strep. agalactiae memiliki Karakteristik sebagai berikut, ukuran koloni sangat kecil (pin point), transparan, α- atau γ- hemolisis pada agar darah domba 5%, bentuk sel bulat, gram positif (biru-ungu), uji katalase dengan H2O2 3% negatif, uji oxidase negatif, uji CAMP positif, dan uji hydrolysis Esculine negatif (National Mastitis Council, 1999). Untuk mikroba lainnya selain Staph. aureus dan Strep.agalactiae identifikasinya mengacu pada hal di atas dengan sumber dari LABORATORY HANDBOOK ON BOVINE MASTITIS dengan ciri atau karakteristik khas masing-masing mikroba dan tentu saja berbeda karakteristiknya dengan Staph. aureus maupun Strep. agalactiae.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang mastitis klinis maupun subklinis telah banyak dilakukan di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Namun yang jadi masalah di Indonesia adalah belum adanya langkah nyata dari pemerintah untuk program pengendalian mastitis ini (terutama mastitis subklinis), dikarenakan pemerintah merencanakan dan telah memprogramkan tentang program swasembada susu dan peningkatan produktifitas sapi perah oleh karena perlu kiranya pemerintah menerapkan atau mencanangkan suatu program yang bertujuan untuk mengendalikan mastitis terutama mastitis subklinis agar Indonesia bisa swasembada susu dan terjadi peningkatan produktivitas sapi perah yang ada di Indonesia. Dalam penelitian ini telah diambil sampel susu dari beberapa sentra peternakan sapi perah di pulau Jawa sebanyak 390 sampel dari 390 ekor sapi perah. Sampel susu diambil secara acak dan diuji dalam rentang waktu Agustus 2008 s.d Februari 2010 yang berasal dari beberapa peternakan skala kecil dan menengah di provinsi Jawa Barat (Lembang dan Cikole di Kabupaten Bandung Barat, Pangalengan Kabupaten Bandung, Bunikasih Kabupaten Cianjur), Jawa Tengah (Baturraden Purwokerto) dan Jawa Timur (Pasuruan). Berikut ini sebaran sampel berdasarkan daerah pengambilan sampel dan tahun dilakukan pengambilan sampel : Tabel 1. Jumlah sampel dan asal daerah sampel (berdasarkan tahun pengambilan) JUMLAH SAMPEL 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 142 87 10 Bandung Pangalengan 15 Cianjur Bunikasih 38 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 90 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 8 4 Sub total 157 223 10 5 Total 390 Berdasarkan tabel 1 di atas kebanyakan sampel diambil dari wilayah Jawa Barat, hal ini dikarenakan Wilayah Jawa Barat merupakan wilayah kerja utama dari BP3HK, sampel yang berasal dari luar Jawa Barat diambil dan diidentifikasi di lokasi pengambilan sampel berbarengan dengan kegiatan JICA dalam rangka sosialisasi program pengendalian mastitis untuk peternak skala kecil dan menengah. Selanjutnya adalah hasil identifikasi dan isolasi bakteri patogen penyebab mastitis klinis disajikan pada tabel-tabel di bawah ini : Tabel 2. Perbandingan jumlah sapi dengan bakteri (+) dan bakteri (-) JUMLAH SAMPEL (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 124 18 66 21 9 1 Bandung Pangalengan 14 1 Cianjur Bunikasih 31 7 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 81 9 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 7 1 4 Sub total 138 19 185 38 9 1 5 Total (+) 332 (-) 58

Tabel 3. Jumlah peternakan terinfeksi Strep. Agalactiae JUMLAH PETERNA KAN INFEKSI STREP. AGALACTIAE (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 13 7 0 4 0 2 0 Bandung Pangalengan 2 2 0 Cianjur Bunikasih 1 1 0 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 1 1 0 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 2 2 0 4 Sub total 19 9 0 8 0 2 0 5 Total 19 (+) 19 (-) 0 Tabel 4. Jumlah peternakan terinfeksi Staph. aureus JUMLAH PETERNA KAN INFEKSI STAPH. AUREUS (+) (-) (+) (-) (+) (-) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 13 3 4 2 2 0 2 Bandung Pangalengan 2 1 1 Cianjur Bunikasih 1 1 0 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 1 1 0 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 2 0 2 4 Sub total 19 4 5 4 4 0 2 5 Total 19 (+) 8 (-) 11 Tabel 5. Jumlah sapi terinfeksi Strep. agalactiae TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 142 56 87 20 10 2 Bandung Pangalengan 15 10 Cianjur Bunikasih 38 13 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 90 41 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 8 4 4 Sub total 157 66 223 78 10 2 5 Total Sampel = 390 (+) = 146 Tabel 6. Jumlah sapi terinfeksi Staph. aureus TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 142 5 87 8 10 0 Bandung Pangalengan 15 4 Cianjur Bunikasih 38 11 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 90 5 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 8 0 4 Sub total 157 9 223 24 10 0 5 Total Sampel = 390 (+) = 33 Tabel 7. Jumlah sapi yang terinfeksi bakteri lainnya. TAHUN sampel (+) sampel (+) sampel (+) 1 Jawa Barat Bandung Barat Lembang 142 57 87 38 10 7 Bandung Pangalengan 15 6 Cianjur Bunikasih 38 12 2 Jawa Tengah Banyumas Baturraden 90 29 3 Jawa timur Pasuruan Pasuruan 8 4 4 Sub total 157 63 223 83 10 7 5 Total Sampel = 390 (+) = 153

Dari hasil isolasi dan identifikasi menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang diperiksa, 332 dari 390 ekor sapi susunya mengandung bakteri (85%), dari 19 peternakan yang diperiksa seluruhnya (19 peternakan) terinfeksi oleh Strep. agalactiae (100%), dari 19 peternakan yang diperiksa terdapat 8 peternakan yang terinfeksi oleh Staph. aureus (42%). Untuk prevalensi Strep. agalactiae pada seluruh sampel yang diperiksa, diperoleh data bahwa ada 146 dari 390 ekor sapi yang terinfeksi (37.5%), untuk prevalensi Staph. aureus diperoleh data sebanyak 33 dari 390 ekor sapi yang terinfeksi oleh staph. aureus (8.5%), sedangkan untuk bakteri lainnya yang bisa menyebabkan mastitis klinis maupun subklinis (seperti: Koagulase negatif Staphylococcus, Jenis Streptococcus selain Strep. agalactiae, koliform dan bakteri gram negatif lainnya, Corynebacterium dan bakteri lainnya) diperoleh data sebanyak 153 dari 390 ekor sapi yang diperiksa (39%). Dan terdapat 58 ekor dari 390 ekor sapi yang di dalam susunya tidak teridentifikasi bakteri penyebab mastitis. Dari hasil tersebut di atas, hasilnya cukup mengejutkan, meskipun sampel yang diambil kurang memadai dalam jumlahnya untuk menentukan suatu hasil surveillance, namun ini bisa menjadi bayangan bahwa Streptococcus agalactiae, Staphylococcus aureus maupun jenis bakteri lainnya telah menyebar luas di hampir seluruh peternakan yang diperiksa. Mungkin ini bisa menjadi gambaran bahwa mastitis klinis maupun mastitis subklinis telah menjadi masalah bagi peternak kecil maupun menengah di Indonesia, meskipun akibatnya tidak dirasakan secara langsung oleh peternak diakibatkan ketidak tahuan ataupun ketidak pedulian peternak terhadap hal ini, padahal dampak secara ekonomis dari hal ini bisa sangat merugikan bagi peternak akibat dari berkurangnya produksi susu serta menurunnya kualitas dari susu yang dihasilkan peternak sehingga berdampak pada susu ditolak oleh konsumen karena rusak maupun harga susu menjadi rendah karena jeleknya kualitas susu. Menurut Kirk dalam Anri (tahun 2008), tingginya angka infeksi (prevalensi) dari Strep. agalactiae dan Staph. aureus serta jenis bakteri lainnya dalam susu menunjukkan bahwa peternak belum menerapkan sistem manajemen pemerahan serta kesehatan pemerahan (Milking Hygiene) yang baik dan benar. Tidak diterapkannya manajemen dan kesehatan pemerahan yang baik dan benar tidak hanya ditemui pada peternak skala kecil saja, bahkan di beberapa peternakan yang semi modern (menggunakan mesin perah) juga masih ditemukan, hal ini penulis dapati pada saat proses pengambilan sampel, dimana masih banyak peternak yang tidak melakukan sterilisasi peralatan pemerahan sebelum pemerahan diumulai, tidak menggunakan desinfektan dan air hangat untuk membersihkan ambing dan putting pada saat sebelum pemerahan, menggunakan satu lap ambing untuk beberapa ekor sapi, memerah masih menggunakan pelicin (vaseline) yang kotor dan tidak disimpan sebagaimana mestinya, ambing masih dalam keadaan basah saat pemerahan dimulai, memerah tidak sampai tuntas, dan yang paling fatal dan hampir semua peternak tidak melakukan karena alasan biaya adalah melakukan desinfeksi putting secepatnya setelah pemerahan (melakukan teat dipping) menggunakan desinfektan yang efektif seperti larutan yodium 0.5-1%, ada juga yang menerapkan program celup putting tapi menggunakan desinfektan yang kurang efektif seperti Benzalkonium Chloride (BKC) padahal menurut Sudarwanto (2009) dan Anri (2008) desinfektan yang paling efektif dan disarankan untuk celup putting adalah yodium 0.5 s.d 2% karena yodium mampu membunuh bakteri dalam waktu yang cukup singkat jika dibandingkan dengan desinfektan lainnya, konsentrasi yodium yang digunakan tergantung pada keparahan tingkat infeksi bakteri yang terjadi di satu peternakan atau kelompok ternak.

KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae telah menyebar dan menginfeksi hampir seluruh peternakan yang diperiksa sampel susunya dengan tingkat prevalensi yang cukup tinggi (Staph. aureus (8.5%) dan Strep. agalactiae (37.5%)) tidak hanya di Jawa Barat tapi juga di Jawa Tengah dan Jawa Timur. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan jenis bakteri yang teridentifikasi dengan jumlah sel somatic dalam susu, maupun angka electrical conductivity-nya. 2. Perlu dilakukan uji sensitivitas antibiotika terhadap bakteri-bakteri yang beredar dan menginfeksi ternak sapi perah di sentra-sentra wilayah sapi perah untuk menentukan pencegahan dan treatment atau pengobatan yang efektif, efisien serta tidak membebani secara finansial bagi para peternak gurem. 3. Perlu dilakukan surveillans terhadap patogen utama lainnya (mikroorganisme) penyebab mastitis seperti Mycoplasma bovis, Escherichia coli, kapang atau khamir serta mikroorganisme lainnya yang berpotensi menjadi mikroorganisme penyebab mastitis klinis maupun subklinis. 4. Perlu dikembangkan teknik-teknik diagnosa, isolasi dan identifikasi bagi mikroorganisme penyebab mastitis, agar diagnosa mastitis menjadi semakin cepat dan akurat serta tidak memakan biaya yang cukup mahal. 5. Perlu dilakukan sosialisasi secara rutin dan berkala terhadap pentingnya mastitis (klinis maupun subklinis), manajemen dan kesehatan pemerahan yang baik dan benar dalam rangka penerapan program pengendalian mastitis, peningkatan produktifitas sapi perah dan peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan asal hewan (dalam hal ini susu) sehingga susu aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Anri, A. 2008. Manual on Mastitis Control. The Project for Improvement of Countermeasures on the Productive Diseases on dairy Cattle in Indonesia. Jica Indonesia Office, Jakarta. Jayarao, B.M et al. 2004. Guidelines for monitoring bulk tank somatic cell counts. J. dairy Sci. 80:3561-3573 Kirk, J.H. and Lauerman, L.H. 1994. Mycoplasma mastitis in dairy cows. Veterinarian. 16: 541-551 National Mastitis Council Inc. 1999. Laboratory Handbook on Bovine Mastitis, revised edition. 2820 Walton Commons West, Madison, WI, United States of America. Sudarwanto, M. 2009. Mastitis dan kerugian ekonomi yang disebabkannya. Makalah pada TOT JICA The 3 rd. Oktober 2009, Cikole-Lembang, Bandung Barat.