BAB V SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. satu objek kesalahan dalam mempelajari bahasa Jepang yaitu dalam membuat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB I PENDAHULUAN. makna kausatif. Meskipun demikian kausatif dalam masing-masing bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis seperti yang tercantum pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. makna, fungsi dan penggunaan masing-masing dari diatesis kausatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN BAHASA JEPANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

DESAIN BUKU AJAR BAHASA MADURA BERBASIS BUDAYA: Sebagai Upaya Pemertahanan Bahasa dan Budaya Madura

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menguasai suatu bahasa asing dengan baik, salah satu proses yang

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang berpenduduk ±120 juta jiwa. Selain menjadi bahasa nasional, BJ juga

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dalam pesebab (Payne, 2002: 175). Ketiga, konstruksi tersebut menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bab 1. Pendahuluan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif

Kata kunci : Kalimat Pasif, Ukemi, Judoubun, ~reru ~rareru, kontrastivitas

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai makna, fungsi, dan pemakaian masing-masing dari kibou hyougen ~tai

BAB I PENDAHULUAN. Kridalaksana (1983: 107) menjelaskan modalitas memiliki beberapa arti.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Jepang seperti layaknya bahasa lain pada umumnya, memiliki

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Hasil penelitian yang dikaji sebagai bahan komparasi dalam penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. membedakannya dari bahasa lain. Contohnya adalah mengenai konstruksi kausatif,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. pula ada bahasa tanpa masyarakat, karena bahasa merupakan alat penghubung

I. PENDAHULUAN. Bahasa sebagai perantara dan alat komunikasi masyarakat membuat pemakainya merasa terikat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam

BAB V PENUTUP. temuan dan hasil analisis. Subbab kedua membahas mengenai saran-saran dari

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perkembangan bahasa (Putrayana, 2008: 1). Bahasa digunakan

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi utama untuk saling berinteraksi satu sama lain. Bahasa adalah sistem

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

FUNGSI DAN PERAN SINTAKSIS PADA KALIMAT TRANSITIF BAHASA JEPANG DALAM NOVEL CHIJIN NO AI KARYA TANIZAKI JUNICHIRO

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan alat untuk berinteraksi dengan

ANALISIS NOSI AFIKS DAN PREPOSISI PADA KARANGAN NARASI PENGALAMAN PRIBADI SISWA X-7 SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa yang ada di dunia ini pasti memiliki perbedaan tersendiri jika dibandingkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN NOMINA SERAPAN ASING DALAM MEDIA MASSA. oleh Dra. Nunung Sitaresmi, M.Pd FPBS UPI

ANALISIS FUNGSI DAN NOSI PREFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS Vlll E SMP NEGERI 1 PLAOSAN, MAGETAN, JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia dan pada undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

BAB I PENDAHULUAN. berhasil menerjemahkan suatu teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran jika ia

KATA PENGANTAR. memberikan rahmat dan juga karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang

BAB I PENDAHULUAN. alat komunikasi. Penggunaan bahasa oleh manusia merupakan salah satu. serta latar belakang suatu bangsa (Simatupang, 1999 : 8)

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

MORFOSINTAKSIS BAHASA MELAYU BATUBARA (Kajian Pada Verba Persepsi: Teŋok (lihat) dan doŋo (dengar)

Bab 1. Pendahuluan. bahkan dunia seseorang dengan Tuhannya (Pateda, 1993:6). Tanpa adanya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dibawah ini merupakan paradigma penelitian KAJIAN MORFOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. Suatu implikasi dari sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928,

Transkripsi:

199 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Dari segi bentuk pengungkap BI diungkapkan dengan pengungkap kausatif tipe morfologis, leksikal, dan analitik. Pengungkap kausatif morfologis BI memiliki banyak varian diantaranya adalah; me-kan, me-i, memper-, memper-kan, memper-i, -in, n-in. Dalam hal bentuk, pengungkap kausatif BI lebih rinci dengan banyak bentuk yang dimiliki serta pengungkapan kausatif BI lebih taat pada aturan peembentukan. Afiks me-kan, me-i, memper-, meper-kan, memper-i, n-in, dan sufiks -in memiliki aturan khusus untuk menimbulkan makna kausatif. Aturan tersebut didasarkan pada jenis kata dasar yang membentuk kontruksi verba kausatif. Kontruksi umum kalimat kausatif BI adalah X+VK+Y. Dalam kalimat kausatif BI ragam sopan maupun kala tidak ditunjukkan dengan bentuk verba kausatifnya. Berdasarkan temuan data, pengungkapan kausatif BI komponen X dan Y dapat diisi oleh P, LN, dan L dan dapat disubtitusikan satu sama lain, sehingga dapat disimpulkan komponen X dan Y pada kausatif BI adalah; P P, P N, P LN, N P, N N, N LN, LN P, LN N, LN LN. Berdasarkan temuan data komponen pengisi X dan Y dalam kaimat kausatif BI diantaranya; P P, P N, P LN, N P, N N, LN LN. 2. Dari segi bentuk pengungkap kausatif BJ diungkapkan dengan pengungkap kausatif tipe morfologis dan leksikal. Verba kausatif BJ ~saseru sudah dapat dipastikan hanya memiliki makna kausatif bukan yang lain. Kontruksi umum kalimat kausatif BJ adalah X + partikel wa/ga + Y + partikel o/ni + VK. Selain itu, verba kausatif dalam bahasa Jepang gobinya dapat menunjukkan ragam sopan maupun kala. Komponen pengisi X dan Y dalam kalimat kausatif BJ dapat berupa P, N, LN namun dalam BJ tidak semua fitur dapat disubtitusikan. Berdasarkan temuan data komponen pengisi X dan Y dalam kaimat kausatif BJ diantaranya; P P,

200 P N, P LN, N P, N N, N LN, LN P, LN N, LN LN. Jika dibandingkan dengan data kalimat kausaf BI, komponen N LN, LN P, dan LN N tidak ditemukan dalam data kalimat kausatf BJ. Pada kausaitif BJ khususnya dalam makna paksaan, komponen X tidak dapat diisi oleh fitur N. Karena fitur N notabenenya tidak memiliki niatan atau tujuan tertentu. Pengungkapan kakusatif BJ dengan makna tindakan X dapat diisi oleh fitur P, LN, dan N. 3. Makna kausatif BI pada dasarnya memiliki makna menyebabkan jadi, lalu diperluas lagi menjadi delapan makna diantaranya; menyebabkan jadi, menjadikan atau menganggap sebagai, menjadikan berada di, menjadikan sebagai alat, membuat jadi lebih, menyebabkan mendapat, menjadikan dapat di, menjadikan ber-. Semua makna tersebut merupakan makna turunan dari makna menyebabkan jadi. Fungsi kalimat kausatif BI diantaranya; X menyebabkan Y menjadi dalam keadaan tertentu, X menjadikan atau menganggap Y sebagai sesuatu, X menjadikan Y berada dalam tempat tertentu, X membuat Y jadi lebih daripada sebelumnya, X menyebabkan Y memperoleh atau mengalami sesuatu, X menjadikan Y dapat di-, X menjadikan Y ber-. 4. Kalimat kausatif BJ setidaknya ada enam belas makna diantaranya yakni; kyousei (paksaan), shiji (intruksi), settoku (bujuk rayu), kyoyou (izin), pemberian izin secara congkak, pemberian izin dengan penuh kebaikan hati, permohonan izin, hounin (pembiaran), houchi (pengabaian), kaigo (perawatan), sekinin (pertanggung jawaban), genin (faktor penyebab), pengoperasian alat/mesin, melakukan hal yang sangat sulit, aktifitas X, perubahan. Sedangkan kausatif BJ memiliki fungsi diantaranya yakni; X memaksa Y melakukan sesuatu yang diingain X, X mengintruksikan sesuatu terhadap Y, X membujuk Y melakukan sesuatu, X mengizinkan Y melakukan sesuatu, X mengizinkan Y melakukan sesuatu dengan kecongkakan X, X mengizinkan Y melakukan sesuatu dengan kebaikan hati X, X memohon izin terhadap Y, X membiarakan Y melakukan sesuatu atau dalam keadaan tertentu, X mengabaikan Y, X melakukan perawatan terhadap Y, X bertanggungjawab atasa apa yang dialami Y, X

201 menyebabkan Y menjadi atau berada dalam keadaan tertentu (non kontak fisik), X mengoperasikan atau menggerakkan Y, X melakukan hal yang sulit terhadap Y, X melakukan aktifitas, X mengalami perubahan. 5. Persamaan bentuk verba kausatif kedua bahasa yaitu sama-sama berupa verba turunan yang mengalami proses morfologis dalam pembentukan verba kausatif. Meskipun tidak meliputi seluruh verba, namun verba kausatif pada kedua memiliki ciri-ciri semantis verba aksi, verba keadaan, verba volitional, dan verba non volitional. Persamaan struktur kalimat kausatif morfologis pada kedua bahasa yaitu terdapat pergeseran fungsi sintaktis. Pada kalimat dengan dasar verba intransitif perpindahan fungsinya berupa objek langsung kalimat nonkausatif menjadi subjek kalimat kausatif. Sementara, pada kalimat dengan dasar verba transitif fungsi objek tak langsung kalimat nonkausatif menjadi subjek kalimat kausatif. Pada kausatif leksikal juga terdapat persamaan struktur kalimat yaitu subjek kalimat nonkausatif posisinya berpindah menjadi objek kalimat kausatif. Persamaan lainnya yaitu objek kalimat kausatif samasama berperan penderita atau yang dikenai tindakan pelaku (subjek). Persamaan makna kausatif kedua bahasa yaitu kausatif morfologis kedua bahasa sama-sama mengekspresikan makna penyebab dengan sengaja menyebabkan tersebab melakukan suatu tindakan. Sementara itu, kausatif leksikal kedua bahasa mengekspresikan makna penyebab melakukan tindakan terhadap tersebab tanpa mempertimbangkan kemauan tersebab. Pada pengungkapan kausatif tipe leksikal baik pengungkapan kausatif BI maupun BJ keduanya sama-sama memiliki makna manipulatif. Dan jika dilihat dari sudut pandang parameter semantis, secara umum baik pengungkapan kausatif BI maupun BJ memperoleh perlakuan yang sama yakni, kausatif BI dan BJ dapat dikatakan kausatif sejati jika komponen X diisi oleh fitur N. Serta dari segi kedekatan hubungan sebab akibat keduanya memiliki tolok ukur penentuan yang relatif yakni sama-sama bergantung dari durasi kemunculan akibat. Persamaan berikutnya yakni, objek kausatif sama-sama penderita yang dikenai tindakan pelaku. Kausatif morfologiss BI dan BJ sama-sama mengekspresikan makna

202 bahwa X melakukan sesuatu terhadap Y secara sengaja. pengungkap kausatif yang mengandung kontak fisik dalam BJ dimiliki oleh pengungkap kausatif leksikal, dan dalam BI dimiliki oleh pengungkap morfologis dan leksikal. Berdasarkan temuan pada data. Baik kausatif BI maupun BJ memilki persamaan fungsi yakni, kausatif morfologis dan leksikalnya sama-sama berfungsi X menyebabkan sesuatu pada Y. 6. Perbedaan bentuk kalimat kausatif BI dan BJ yakni verba kausatif analitik hanya dimiliki oleh kalimat kausatif BI saja. Perbedaan struktur kalimat kausatif kedua bahasa yaitu, bahasa Jepang strukturnya SOV sedangkan bahasa Indonesia strukturnya SVO. Selain itu, afiksasi dalam bahasa Indonesia dengan afiks kan dan i tidak hanya menghasilkan verba bermakna kausatif, tetapi afiks kan dapat menghasilkan verba bermakna benefaktif dan afiks i dapat menghasilkan verba bermakna lokatif. Hal ini berbeda dengan sufiks aseru/-saseru dalam bahasa Jepang yang hanya dapat membentuk verba bermakna kausatif. Kalimat kakusatif BI verba kausatifnya tidak dapat mengalami nominalisasi, sedangkan kalimat kaussatif BJ verba kausatifnya dapat mengalami nominalisasi denan menggabungkan morfem koto atau menggunakan partikel no ha atau no ga. Perbedaan makna kausatif Bi dan BJ cukup mencolok. Kalimat kausatif BI memiliki delapan makna sedangkan BJ enam belas makna. Selain itu, perbedaan makna kausatif dapat terlihat dengan mengamati keterlibatan penyebab. Pada kausatif morfologis bahasa Jepang menggambarkan penyebab menyebabkan tersebab melakukan suatu tindakan dengan cara verba dan tidak ada kontak fisik. Sementara kausatif morfologis dalam bahasa Indonesia dapat menggambarkan adanya kontak fisik antara penyebab dan tersebab, maupun tidak ada kontak fisik. Penentuan makna kausatif pada pengungkap verba kausatif morfologis kedua bahasa berbeda. Pada kausatif morfologis BI maknanya ditentukan oleh kata dasar yang membentuk verba kausatifnya, sedangkan pada kausatif BJ penentuan maknanya melalui konteks kalimat. Perbedaan fungsi kausatif BI dan BJ cukup mencolok. Kausatif BI memiliki delapan fungsi sedangkan kalimat kausatif BJ memiliki enam belas fungsi.

203 B. SARAN Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pengumpulan data. Sumber data utama dari penelitian ini berupa satu novel untuk masing-masing bahasa. Ada baiknya bagi peneliti berikutnya untuk menambah sumber data khususnya karya sastra, agar temuan data lebih banyak dan bervariasi. Dalam hal kajian peneitian ini belum bisa mengkaji penggunaan kausatif BI dan BJ dalam sudut pandang pragmatis. Serta penelitian ini belum bisa menganalisis tentang bentuk pengungkap kausatif BJ dengan sufiks ~sasu. Ada baiknya peneliti selanjutnya mencoba menganalisis penggunaan ~sasu sebagai pemarkah kausatif morfologis. Berkenaan dengan bentuk-bentuk yang mirip kausatif seperti verbalisasi adjektiva dan verba hikiokosu. Penelitian ini belum dapat memastikan apakah bentuk-bentuk tersebut termasuk kedalam pemarkah kausatif dikarenakan keterbatasan literatur dan data penelitian. Ada baiknya bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti apakah verbalisasi adjektiva dengan cara penurunan verba dengan menggunakan pola +ku suru untuk adjektiva I dan + ni suru untuk adjektiva NA termasuk dalam pemarkah VK leksikal. Dan apakah verba hikiokosu dapat diakatakan sebagai salah satu bentuk pengungkapan VK BJ. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan dampak luas bagi peneliti lain khususnya dalam bidang kontrastif, pemerhati bahasa Jepang, dan pemerhati bahasa Indonesia. Dari hasil penelitian ini dapat dipahami bahwa perbedaan antara makna dan fungsi kausatif bahasa Indonesia dan Jepang delapan berbanding enam belas. Hal itu berarti ada perbedaan yang cukup sinifikan anatara kedua bahasa. Delapan makna yang terkandung dalam kausatif bahasa Indonesia sendiri merupakan perluasan dari satu makna yang kemudian dikembangkan menjadi tujuh makna turunan, namun ketujuh makna turunan tersebut masih memiliki perbedaan karakter makna dan fungsi satu sama lain. Jika makna kausatif bahasa Indonesia tersebut hanya makna dasarnya saja yang dibandingkan dengan makna kausatif yang dimiliki bahasa Jepang, maka dapat dipahami bahwa perbedaanya akan sangat besar. Perbedaan yang besar tersebut menjadi tantangan yang sangat berat bagi pembelajar bahasa Jepang, mengingat konsep yang dimiliki bahasa

204 Indonesia tidak sepadan dengan konsep yang dimiliki bahasa Jepang. Kendala dalam alih bahasa tentunya akan berdampak pada kemajuan suatu negara. Karena tidak akan ada negara yang tidak memiliki hubungan dengan negara lain. Bahasa juga sangat terkait dengan perkembangan tehnologi dan sebagainya. Sebelum melakukan alih tehnologi terlebih dahulu harus melakukan alih bahasa. Pada saat melakukan alih bahasa inilah yang akan menimbulkan tantangan bagi praktisi bahasa. Usia bahasa Indonesia sendiri masih muda, karena bahasa Indonesia baru dideklarasikan sebagai bahasa nasional sejak sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi perkembangan bahasa Indonesia. Ada baiknya peneliti selanjutnya maupun praktisi bahasa Indonesia melakukan telaah untuk mengembangkan kosakata bahasa Indonesia. Pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengadopsi korpus kosakata yang dimiliki oleh bahasa daerah. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, bahasa daerah jauh lebih sedikit perbedaanya dengan bahasa Jepang dibandingkan bahasa Indonesia seperti bahasa Jawa dan Sunda. Adopsi bahasa bisa saja dilakukan dari bahasa daerah tersebut dan hasilnya disepakati bersama oleh para pakar bahasa Indonesia. Dari hasil tersebut juga harus dipublikasikan agar masyarakat dapat menggunakan sekaligus memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Publikasi dapat dilakukan melalui berbagai media massa dan seminar oleh para pakar. Dengan demikian dari hasil penelitian ini maupun berlatar belakang dari penelitian ini tindakan atau penelitian lanjutan dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan bahasa Indoesia.